"Sungguh saat yang tepat rasanya untuk menikmati kemontokan tubuh gadis bernama Ayu Wulan itu. Hmm... menurutnya, Si Buta dari Sungai Ular bukanlah kekasihnya. Tetapi jelas-jelas dalam beberapa hari ini Ayu Wulan menampakkan kecemasannya. Juga rasa rindu yang dalam pada Si Buta dari Sungai Ular. Sungguh, aku iri melihat cinta kasih tulus dari gadis ini pada Si Buta dari Sungai Ular pemuda yang sedang kucari untuk kudapatkan Kitab Pembangkit Mayat."
Murid Iblis Tanpa Jiwa ini kembali arahkan pandangan lekat-lekat pada Ayu Wulan. Sejenak ingatannya kembali pada perintah gurunya yang membuatnya muak. Handaka yang telah menjuluki dirinya sebagai Pangeran Pencabut Nyawa, telah bertekad untuk membelot dari perintah Iblis Tanpa Jiwa. Yang dihendaki, dia akan mendapatkan Kitab Pamungkas untuk dirinya sendiri!
Pemuda ini mendengus dan membuang ingatannya tadi jauh-jauh, "Setiap kali aku teringat pada kakek keparat itu, semakin muak hatiku padanya! Sayangnya aku yakin, kalau dia
"Untuk melakukan tindakan busuk kepadaku!" satu suara dari belakang menyambung kata-katanya dan membuat murid Iblis Tanpa Jiwa ini segera membalikkan tubuh. Berjarak delapan langkah dari hadapannya, dilihatnya satu sosok ramping berpakaian ringkas warna jingga telah berdiri dengan kedua kaki dibuka agak lebar dan pandangan mencorong tajam!"Hebat! Rupanya dia tahu kalau kubuntuti. Dugaanku tepat kalau dia bukan gadis sembarangan. Mengingat dia begitu cepat menyelinap dan lenyap dari pandangan. Bahkan, tadi tak kulihat sosoknya berada di sana. Hmm... aku tak ingin membuang tenaga banyak sekarang."Habis membatin demikian Handaka tersenyum, "Maafkan aku. Bukan maksudku untuk mengikutimu. Tetapi, sejak semula aku sedang mencari jalan keluar dari tempat ini.""Jangan bicara dusta bila masih sayang nyawa!" maki Dewi Awan Putih dengan suara keras.Handaka makin kembangkan senyumnya. Dengan suara dibuat sopan dia berkata, "Sudah tentu aku tak berani lancang bers
Sinar putih yang membujur tadi menghantam delapan buah pohon besar sekaligus, yang pecah menjadi serpihan dan menebarkan bau sangit menyesakkan! Menyusul membuncahnya tanah ke udara.Handaka yang telah tegak berdiri kembali mendesis kaget, "Gila! Dari sambarannya saja sinar putih itu seperti ribuan mata panah menjadi satu!"Hanya sekejap saja keterkejutannya, karena kejap itu pula Dewi Awan Putih sudah tepukkan kembali kedua tangannya yang satu sama lain tak bertemu tapi perdengarkan suara menggelegar. Menyusul membujur sinar putih dahsyat ke arahnya!Di seberang, mendapati betapa ganasnya serangan gadis berpakaian jingga murid Iblis Tanpa Jiwa ini segera mengangkat kedua tangannya.Wuuuttt! Wuuutttt!Dua gumpalan angin hitam berkelebat angker dan perdengarkan suara menderu keras. Menyusul tubuh Handaka yang mendadak saja berputar. Putaran tubuhnya sangat cepat hingga angin yang ditimbulkan begitu bergemuruh. Rupanya dia sudah pergunakan jurus 'Men
"Untunglah kau mendengar orang itu berkelebat. Bila tidak... ah, aku tak tahu apa yang akan terjadi dengan gadis ini. Handaka... apakah kau sudah memeriksa keadaannya?""Ya. Lukanya tidak terlalu parah. Kelihatannya, gadis ini sebelumnya pingsan. Atau sesungguhnya dia tengah mabuk karena memakan atau meminum sesuatu yang disuguhkan tentunya secara paksa oleh orang itu. Aku tidak tahu pasti."Ayu Wulan yang benar-benar tak tahu apa yang terjadi, segera berlutut. Dilihatnya kancing pakaian gadis itu terbuka. Sebelum dia bertanya, Handaka sudah mendahului, "Ketika aku menemukannya, pakaiannya sudah terbuka seperti itu. Tadi pun aku bermaksud merapatkannya kembali.""Aku mengerti," sahut Ayu Wulan sambil memeriksa tubuh Dewi Awan Putih.Sementara itu, Handaka berkata dalam hati, "Keparat betul! Rupanya dia terbangun dan karena tak menemukanku di sana dia menyusul! Benar-benar keparat! Apakah gadis ini kuperkosa saja sekarang! Setan alas! Aku harus cepat berti
Berulang kali Handaka bergulingan dan berusaha agar sosoknya tidak kelihatan oleh Ayu Wulan. Setelah berulangkali harus terus menghindar, tiba-tiba datang kembali satu pikiran di benak Handaka."Hmm... aku harus berlagak kena. Dengan cara seperti itu Ayu Wulan akan merasa lebih bernafsu untuk menyerangku. Dan kupancing dia agar terus mengejarku hingga menjauh dari Dewi Awan Putih."Berpikir demikian, saat asap hitam yang menebarkan aroma bunga itu kembali menderu ke arahnya, Handaka berteriak keras seiring tubuhnya menghindar."Aaaakhhh!"Apa yang direncanakannya berhasil. Begitu mendengar teriakan yang cukup keras, Ayu Wulan yang geram menjadi bertambah bersemangat untuk mengejar. Apalagi dilihatnya samarsamar bayangan hitam yang berlari menjauh."Manusia keparat! Kau harus mampus!"Dalam hal ilmu peringan tubuh, Handaka berada dua tingkat di atas Ayu Wulan. Makanya dia berhasil meloloskan diri dan menjauh dari kejaran si gadis.Di s
Manggala sendiri tak kalah terkejutnya melihat siapa yang muncul di hadapannya. Masih tak berkedip, pemuda ini berkata dalam hati, "Salah seorang Dayang-dayang Dasar Neraka. Kalau tak salah, menilik cirinya dia adalah gadis yang bernama Dayang Harum. Hmm... kenapa dia hanya seorang diri? Ke mana dua gadis lainnya?"Lalu dengan senyuman bertengger di bibirnya dia berkata, "Selamat bertemu lagi... Dayang Harum. Oh! Apakah aku salah menyebutkan namamu?"Gadis berjubah biru pekat yang memang Dayang Harum adanya merandek dingin, "Pemuda mengaku bernama Lolo Bodong! Katakan siapa kau sebenarnya?"Manggala tersenyum."Bukankah kau sudah tahu siapa namaku? Barusan ku sebutkan!""Jangan menjual lagak!" hardik Dayang Harum sengit. Kedua tangannya mengepal kuat. Dan dia tak ingin membuang waktu sekarang."Kau masih tak percaya juga, ya. Kalau memang begitu, ya tidak apa-apa. O ya, apakah kau masih menginginkan nyawaku juga? Atau sesungguhnya, kau sedan
"Berhenti di tempatmu!" seru Dayang Harum keras namun kali ini tak berani menatap seperti biasanya pada Manggala. Melihat gelagat .seperti itu, Manggala tak menghentikan langkahnya. Dia terus mendekat sementara gadis itu terus berteriak tetapi tak surutkan langkah."Tenanglah... tenanglah...," kata Si Buta dari Sungai Ular dan tiba-tiba saja dengan lembut dirangkulnya Dayang Harum yang kejap itu pula menangis di dadanya yang bidang. Manggala menghela napas seraya berkata, "Tak perlu kau sesali apa yang terjadi. Lupakanlah... dengan cara itu kau tak akan larut dalam duka panjang yang menyakitkan..,."Seperti anak kecil yang telah lama kehilangan kasih sayang, Dayang Harum masih menangis di dada bidang Si Buta dari Sungai Ular yang merasakan dadanya mulai basah."Kau sesungguhnya gadis baik-baik, Dayang Harum. Katakan kepadaku, siapakah orang yang telah membuatmu menjadi kejam begini?"Kepala Dayang Harum menggeleng-geleng tetapi tak keluar suaranya selain
Kantang Murai adalah anak seorang kaya di desa itu. Sejak muda dia tak pernah mengandalkan harta kekayaan atau kedudukan orang tuanya. Itulah sebabnya, semenjak putrinya terlahir dia memutuskan untuk pindah dari kedua orangtuanya. Sementara itu, Ratmi Tandur sangat bersukacita melihat suaminya memutuskan demikian. Karena, dia menyukai suami yang gigih berusaha. Tanpa banyak komentar lagi dia menyetujui apa yang diputuskan suaminya.Di sebuah desa yang terdapat di lereng bukit yang permai, Kantang Murai bersama istri dan putrinya tinggal di Sana. Mereka rukun sesama tetangga lainnya. Semakin hari, bayi mereka pun semakin tumbuh. Bayi yang diberi nama Mega Mahligai itu sudah menunjukkan kecerdasannya. Berusia enam bulan dia sudah bisa berjalan. Berusia sembilan bulan dia sudah bisa berlari bahkan berbicara. Berusia sekitar satu tahun, bicaranya lancar kendati masih cukup harus bersabar untuk mengerti apa yang dikatakannya. Keadaan itu semakin membuat Kantang Murai dan Ratmi Tan
Tetapi dengan beraninya Dayang Harum yang telah bulatkan tekad menggelengkan kepala. "Aku hendak meninggalkan semua ini. Guru.""Jahanam!""Baru kusadari kalau selama ini aku melakukan banyak kesalahan dan dosa. Telah cukup pula kujalankan setiap perintah Guru. Dan aku tak bisa lagi terlalu lama melakukan semua ini...," kata Dayang Harum yakin. Lalu dengan sikap pasrah dia menundukkan kepalanya kembali.Bergetar seluruh tubuh Ratu Jagat Raya tanda amarah sudah membludak Setelah kertakkan rahang yang timbulkan suara cukup keras, dia berkata, "Kau telah memilih jalanmu sendiri! Dan barang siapa yang berani mengkhianatiku, maka jalan yang harus ditempuh adalah kematian!"Di luar dugaannya, Dayang Harum justru berkata, "Bila Guru menghendaki demikian, aku akan menerimanya tanpa melawan dan menyesal.""Murid murtad! Kau berani-beraninya berkata demikian!""Itulah kenyataannya, Guru. Sampai hari ini, aku belum tahu siapakah yang telah membunuh ked