RAMBATAN siang kini sudah menjelma menjadi senja. Bias-bias sisa matahari seharusnya me mancing perhatian orang karena keindahan yang meraja dan pesona yang sukar ditepiskan. Di penghujung sana, beberapa ekor Ular beterbangan dan seakan membentuk sebuah lukisan yang menawan. Namun, tak seorang pun dari orang-orang yang berada di Bukit Watu Hatur yang tertarik untuk menikmati keindahan itu. Masing-masing orang sibuk mempertahankan diri.
Peri Gelang Rantai yang berhasil menghalau setiap serangan Siluman Kawah Api dengan gelang-gelang hitamnya, kali ini sudah mencelat melancarkan serangan. Rupanya, Peri Gelang Rantai benar-benar hendak menuntaskan seluruh pertarungannya.
Siluman Kawah Api sendiri berulangkali menggeram keras dan memaki-maki. Sulit baginya untuk memperpendek jarak. Sekali dua kali dia memang berhasil memusnahkan dan memukul jatuh gelang-gelang hitam yang dilepaskan oleh Peri Gelang Rantai. Namun kembali lagi dia harus berjumpalitan menghindarinya.
B
Memikir demikian, pemuda dari Sungai ular ini pun mempercepat gerakannya. Dicecarnya Maung Kumayang terlebih dulu yang benar-benar keheranan karena ternyata ramuan yang diminumnya tak banyak membawa hasil menghadapi Si Buta dari Sungai Ular. Bahkan lelaki bercodet ini mulai disadarkan oleh pikirannya sendiri. Kalau dia terlalu muluk untuk mendapatkan Seruling Gading dengan kemampuan yang tak seberapa itu! Menerima serangan gencar yang dilancarkan Si Buta dari Sungai Ular, Maung Kumayang berulang kali menjerit tertahan dan tunggang-langgang dengan wajah pucat laksana tak berdarah!Sementara itu, mendapati Maung Kumayang dalam keadaan kritis, Dewi Kematian seakan melupakan kejengkelannya pada Maung Kumayang saat bersama-sama dengan Dewi Topeng Perak. Dia pun turun membantu. Si Buta dari Sungai Ular menggeram gusar saat merasakan gempuran di belakangnya. Cepat dia membuang tubuh ke belakang dan hinggap dengan kedua kaki dipentangkan di atas tanah.Tatapannya diarahkan sat
"Celaka! Bila belum teratasi juga... semua orang yang berada di sini bisa mati. Apakah aku... oh! Bukankah Peri Gelang Rantai mengatakan Trisula Mata Empat bisa menandingi Seruling Gading? Bila memintanya dari Nenek Cabul, bisa dipastikan kalau perempuan itu tak akan memberi....”Di antara orang-orang yang sedang menghadapi masalah besar itu, sosok Pendekar Bijaksana yang diharapkan muncul oleh Seruling Maut Darah, tetap tak menampakkan batang hidungnya. Keadaan ini membuat Raja Setan Seruling Maut bertambah gusar. Dipercepat alunan Seruling Gading. Raja Dewa yang dari hidungnya telah mengalirkan darah segar, berkata dengan tersendat pada Nenek Cabul, suaranya pelan dan sarat kesakitan, "Kau... tentunya... tak ingin mati.... Pergunakan... Trisula.... Mata Empat... untuk... menahan getaran.... Seruling Gading...."Nenek Cabul yang tubuhnya bergetar hebat pula mengangkat kepalanya. Kepucatan wajahnya semakin nampak."Apa... apa... yang mesti... kulakukan...,
“Ternyata... masih ada rahasia Tulang Ekor Naga Emas yang belum terpecahkan." Menyambung batin Manggal lagi.Sementara itu Raja Setan Seruling Maut yang sedang meniup Seruling Gading tersentak kaget. Seketika lelaki berpakaian merah-merah ini melengak dengan kepala tegak dan segera mengangkat tangan kirinya.Blaaarrr!Sesaat letupan keras terjadi. Namun gemuruh pusaran Tulang Ekor Naga Emas yang keras, terus mengarah pada Raja Setan Seruling Maut. Lelaki berpakaian merah-merah ini terkesiap. Cepat dia buang tubuh ke samping dan bersamaan dengan itu ditiupnya kembali Seruling Gading.Seketika mengalun suara yang semakin lama bertambah keras. Raja Dewa dan Peri Gelang Rantai yang tadi sesaat menarik napas lega karena alunan Seruling Gading tertahan oleh kuatnya gemuruh Tulang Ekor Naga Emas, kembali harus mengalirkan tenaga dalam masing-masing ke telinga!Di seberang, Manggala yang bertambah yakin dengan keampuhan Tulang Ekor Naga Emas, terus m
"Menilik keadaan, nampaknya dia belum datang ke sini...," gumamnya lagi. "Berarti, aku tak bakalan kena marah atau mendengar makian-makiannya! Huh! Satu saat, akan kubalas semua perlakuannya ini! Bila saja kepandaian yang kumiliki bisa menandingi kesaktiannya, sudah sejak dulu-dulu kutinggalkan dia! Tetapi aku yakin, tak semua guru akan memberikan kepandaian kepada muridnya! Huh! Kalau begitu, lebih baik aku bersemadi dulu guna memulihkan rasa letihku."Namun belum lagi si pemuda memutuskan melakukan niatnya, mendadak saja terdengar satu suara bernada keras, "Kau terlambat datang, Handaka!"Serentak pemuda ini mengangkat kepalanya. Wajahnya yang tadi sudah kelihatan tenang kendati dibaluri kemarahan, kembali tegang dengan kepala tegak. Kepucatan tampak terbias di wajahnya. Segera dia rangkapkan kedua tangannya di depan dada begitu mengenali suara orang yang barusan berkata-kata tadi. Kepalanya agak ditundukkan."Maafkan aku. Guru....""Bila saja aku tidak
PAGI kembali menghampar dengan pesona dalam yang memikat. Di dedaunan dan ranggasan semak belukar masih menggantung manja butiran embun. Lalu bergulir lembut ke tanah dan pecah seperti permata. Selang beberapa saat, nampak satu ranggasan semak belukar menyibak dan menerbangkan burung-burung yang bermain di sana. Menyusul kemudian satu sosok tubuh berpakaian kulit ular muncul dari balik semak itu. Sepasang mata putih yang dihiasi sepasang alis hitam legam ini memandangi sekitarnya. Lalu terdengar kata-kata dari pemuda yang di keningnya terdapat ikat kepala yang berbahan sama dengan pakaiannya, kulit ular."Wah! Di mana lagi aku harus mencari Dayang-dayang Dasar Neraka" Kendati Garaga telah menceritakan semuanya ditambah lagi dengan cerita Guru, Raja Siluman Ular Putih, aku masih ingin membuktikan kebenaran lain. Kehadiran Dayang-dayang Dasar Neraka yang ingin membunuhku sungguh mengejutkan. Dan menurut Guru, kehadiran mereka ada hubungannya dengan Kitab Pembangkit Mayat. Hm...
Sesaat Si Buta dari Sungai Ular terdiam dengan pandangan tak berkedip ke depan. Hatinya diliputi berbagai tanya siapakah gerangan si nenek yang wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja itu. Selagi Si Buta dari Sungai Ular mencoba menebak siapa gerangan si nenek, mendadak dilihatnya tangan kanan si nenek terangkat. Saat itu pula berkelebat sinar putih yang akhirnya menggumpal menjadi kabut, menderu dengan dorongan keras dan suara menggidikkan ke arah Si Buta dari Sungai Ular!Belum lagi pemuda ini mengetahui siapa gerangan si nenek adanya, dia sudah dibuat tersentak kaget mendapati serangan seperti itu. Segera saja dibuang tubuhnya ke belakang. Bersamaan dengan itu tangan kanan dan kirinya digerakkan pada arah yang berlawanan di depan dada. Menyusul tangan kanannya dimasukkan ke kiri. Begitu pula sebaliknya. Saat melakukan itu napasnya ditahan didada dan semuanya begitu cepat dilakukan!Mendadak tubuh pemuda dari Sungai ular ini menjadi begitu terang sekali. Haw
Manggala kembali tak segera menjawab. Diam-diam dia membatin, "Tentang di mana Kitab Pembangkit Mayat yang merupakan kitab pertama dari Kitab Pamungkas, hanya aku seorang yang tahu! Kitab itu telah kuberikan pada Guru, Raja Siluman Ular Putih, di Sungai ular! Karena menurutku, di tangan Gurulah Kitab Pembangkit Mayat akan aman! Apakah akan kukatakan pada nenek ini di mana kitab itu berada?" Manggala memutus kata batinnya sejenak. Lalu melanjutkan, "Tidak! Aku tak ingin Guru mendapatkan urusan seperti ini, kendati Guru mengatakan apa yang akan terjadi padaku waktu itu!"Memutuskan demikian, Si Buta dari Sungai Ular berkata, "Kitab Pembangkit Mayat memang berada di tanganku!"Mendadak meledak tawa si nenek hingga tubuh kurusnya berguncang. Kendati guncangan itu cukup keras, tetapi caping lebar yang ada di kepalanya tidak terlepas. Padahal, tak ada tali yang terkait pada dagunya!"Bagus sekali! Di mana kitab itu sekarang!""Maafkan aku! Aku belum bisa mengat
Pandangan si gadis menyipit. Dadanya yang membusung bergerak turun naik tanda dia sangat gusar. Dengan suara lantang dia berkata, "Bersikap santun terhadap orang seperti kau, hanyalah sebuah tindakan bodoh! Mungkin... kau salah satu kaki-tangan si nenek keparat itu!""Makin tak kumengerti apa yang diinginkan oleh gadis ini. Entah siapa dia sebenarnya. Menilik sikapnya, dia benar-benar sanggup menerjang lautan api sekalipun demi tujuannya!" kata Manggala dalam hati dan berkata, "Mungkin... yang kau cari adalah si nenek berjuluk Hantu Caping Baja. Mungkin pula....""Dialah orang yang kucari! Katakan, di mana dia berada!" putus si gadis dengan rahang dikertakkan.Manggala terdiam sejenak Dalam hati dia berkata, "Bisa jadi dugaanku benar. Kalau gadis ini juga menghendaki Kitab Pamungkas. Dan dia hanya tahu satu petunjuk untuk saat ini. Hantu Caping Baja. Hmm... kalau dia berani memburu Hantu Caping Baja, bisa kupastikan kalau gadis ini memiliki ilmu yang tinggi. Tet
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana