Mengembung pipi lelaki berpakaian hitam sambung menyambung ini yang tak lain Maut Tangan Satu adanya. Kejap berikutnya kembungannya pecah dengan suara tak enak didengar dan memuntahkan darah kembali.
"Celaka! Rasa-rasanya... aku tak bisa bertahan sekarang...." keluhnya lemah.
Dengan kerahkan sisa-sisa tenaganya, Maut Tangan Satu berupaya membalikkan tubuhnya. Lalu terlihat sepasang matanya terpejam dengan napas memburu dan dada naik turun. Dari hidungnya mengalir darah segar. Rupanya darah itu keluar karena wajahnya menghantam tanah tadi. Sedangkan di mulutnya, masih terdapat sisa-sisa darah yang dimuntahkannya tadi. Rasa sakitnya tak terkira. Setelah berusaha menyelamatkan diri dari Peri Gelang Rantai, Maut Tangan Satu terus berlari dengan susah payah. Napas lelaki ini makin terengah-engah.
"Gila! Aku tak sanggup untuk memulihkan keadaanku sekarang...," desahnya tetap dengan mata terpejam. "Peri Gelang Rantai... bila aku masih hidup... ke ujung neraka pun
Lelaki berkepala agak lonjong dengan rambut yang meranggas itu tertawa kembali."Tak usah berlagak! Aku tahu kau sudah siuman! Kini tiba saatnya aku mendengar kau akan membalas budi baikku!"Karena memang keadaannya sudah membaik, Maut Tangan Satu segera membuka kedua matanya. Dan perlahan-lahan dia duduk. Pandangannya lekat pada lelaki di hadapannya yang berjuluk Iblis Lembah Ular."Benar-benar celaka sekarang! Bila aku tak mengiyakan apa yang diinginkan, bisa jadi manusia keparat ini akan mencabut nyawaku! Sekarang, dalam keadaan yang cukup membaik kendati aku harus bersemadi dulu, kesempatan ini memang harus kupergunakan. Sebaiknya, kuturuti saja apa yang diinginkannya." Memutuskan demikian, Maut Tangan Satu tersenyum. "Terima kasih atas pertolonganmu. Ada ubi pasti ada talas. Ada budi pasti ada balas."Meledaklah tawa Iblis Lembah Ular. Keras, hingga dedaunan berguguran. Setelah beberapa kejap, lelaki berkepala lonjong ini memutus tawanya sendiri sera
Lalu dengan suara disarati duka, Putri Lebah menceritakan siapa dirinya yang sudah tentu hanyalah hasil karangannya belaka, "Namaku Ken Zuraidah. Aku berasal dari Dusun Bojong Sawo. Di saat usiaku lima tahun, gerombolan pembegal datang memporak porandakan dusun di mana aku tinggal. Dalam waktu hanya tiga hari saja, dusunku sudah dikuasai oleh orang-orang serakah itu. Banyak tindakan keji yang mereka lakukan. Seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Namun tak seorang pun yang bisa mengatasi semua itu kecuali menerima nasib malang. Hingga tiga bulan keangkaramurkaan itu berlangsung. Ayahku mati dibunuh secara keji. Sementara ibuku setelah diperkosa selama lima hari lima malam, akhirnya pun mati dibunuh. Di saat keputusasaan menimpa diriku, muncullah seorang Nenek yang mengaku berjuluk Dewi Lebah. Dengan bantuannyalah para pembegal itu berhasil dibantai dan sebagian diusir. Lalu entah mengapa mungkin karena aku sebatangkara Dewi Lebah memungutku sebagai muridnya. Dan setelah dua belas tahun
Putri Lebah sesaat menatap pemuda di hadapannya dengan mata mengerjap-ngerjap. Ada pancaran malu di sana. Di lain saat buru-buru gadis ini menunduk, menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah."Aku... aku... justru aku yang harus minta maaf padamu, Manggala..." desisnya terbata-bata. Lalu membatin, "Keparat! Dia ternyata benar-benar telah membentengi dirinya dengan keyakinan yang tebal! Tetapi... mengapa 'Uap Kembang Surga', semacam uap racun yang memabukkan, seperti tidak berguna padanya? Benar-benar kapiran!"Si Buta dari Sungai Ular yang tak mau membuat si gadis gundah, segera merangkulnya. "Jangan berkata begitu," katanya kemudian. la tidak tahu siapa Putri Lebah sesungguhnya. "Aku yakin tindakan yang kau lakukan barusan, bukanlah dorongan birahimu. Mungkin, hanyalah dorongan karena kau membutuhkan kasih sayang...."Kepala si gadis mengangguk-angguk."Ya! Kau benar, Manggala. Aku memang membutuhkannya. Bisakah kau membayangkan bertahun-tahun aku tak p
Yang diajak berbicara tadi mengenakan pakaian yang sama namun bertubuh lebih gemuk dengan wajah agak bulat dan dia menganggukkan kepala seraya berkata, "Juga suara gemuruh air sungai!""Apa yang ada dalam pikiranmu sekarang?" tanya si Kurus pula. "Ada gadis yang sedang mandi sambil berdendang," sahut si gemuk tanpa berpikir panjang lagi dengan seringaian lebar di mulutnya.Untuk sesaat kedua orang ini tak keluarkan suara, Namun mata masing-masing orang terbuka lebih lebar. Lelaki bertubuh kurus dengan wajah persegi dan tak lain Sudra Jalang adanya berkata lagi, "Sebelum kita meneruskan langkah untuk mencari Si Buta dari Sungai Ular yang tak ketahuan di mana rimbanya, sebaiknya kita menyenangkan diri dulu untuk menikmati tubuh gadis yang sedang mandi itu!"Si gemuk yang bukan lain Lodra Jalang menganggukkan kepalanya. Setelah disepakati, kedua manusia sesaat yang juga termasuk anak buah Raja Setan Seruling Maut, berkelebat ke arah timur. Semakin keduanya bergerak
Blaam!!Tubuh Sri Kunting terlempar ke belakang dan jatuh tenggelam. Masih untung tubuhnya tidak sampai mencelat ke atas. Bila hal itu terjadi, sudah tentu kedua lelaki itu akan bersorak melihat apa yang memang mereka inginkan. Begitu tubuhnya kembali masuk ke air, bagai berlomba-lomba air itu masuk ke mulutnya. Sudah tentu si gadis tersedak keras. Apalagi dadanya dirasakan nyeri tak terkira. Akibatnya, dia bagai terseret oleh derasnya air sungai. Melihat buruan mereka nampak sudah tak berdaya, kedua lelaki itu segera bergerak mendekat dengan tubuh yang bertambah basah terkena air sungai.Namun mendadak saja satu suara terdengar bersamaan gemuruh angin dahsyat ke arah keduanya. "Manusia-manusia celaka! Mampuslah kalian!!"Seketika kedua orang berpakaian hitam kusut itu mendongak. Bersamaan dengan itu, dengan agak terkesiap Sudra Jalang mengangkat tangan kanannya.Wuuutt!Blaaamm!!Derasnya gemuruh angin yang dilepaskan pemuda berpakaian abu-
"Setaaaann!!" geram Wulung Seta dibuncah kemarahan. Namun belum lagi si pemuda berbuat apa-apa, kembali dia muntah darah. Rasa sakitnya bukan alang kepalang dan membuat kepalanya seperti ditempelengi berkali-kali. Pusing berpendar dengan aliran darah yang kacau. Sebisanya Wulung Seta untuk bertahan. Yang dipikirkannya saat ini, bukanlah keadaan dirinya. Namun Sri Kunting. Karena dia tahu, hanya mengenakan pakaian belaka tanpa pakaian dalam, sudah tentu bagi Sri Kunting Seperti telah menjejakkan sebelah kakinya ke neraka!Gadis mana pun juga, lebih rela kehilangan nyawa ketimbang diinjak-injak kehormatannya!Dan kedua mata si pemuda terbeliak lebar tatkala dilihatnya lelaki berwajah persegi sudah menggebrak dengan tangan kanan terangkat."Terimalah kematianmu, Pemuda Celaka!!"-o0o-Kita tinggalkan dulu Wulung Seta yang sedang terkesiap melihat serangan maut Sudra Jalang. Pada saat yang bersamaan di sebuah jalan setapak, Si Buta dari Sungai Ular men
Tak memikirkan apa-apa, Si Buta dari Sungai Ular berkelebat sambil membopong tubuh Putri Lebah. Setelah cukup lama diderai air hujan, Manggala melihat sebuah gubuk di balik ranggasan semak belukar.Tanpa berpikir panjang lagi Si Buta dari Sungai Ular segera membawa Putri Lebah ke dalam gubuk itu, yang kendati sudah agak reyot namun atapnya masih mampu menahan tetesan air hujan. Dibaringkannya tubuh si gadis ke sebuah dipan yang kebetulan ada di sana. Lalu ditutupnya pintu kembali semata untuk menahan angin dan percikan air hujan."Biar kuperiksa dulu kakimu, Ken," kata Manggala kemudian. Dan dia cukup terkejut sebenarnya tatkala dilihatnya Putri Lebah menarik bagian celana pangsi di kaki kanannya, hingga memperlihatkan bungkahan betisnya yang putih mulus.Tetapi lagi-lagi karena tak berpikir apa-apa dan semata karena merasa Putri Lebah hendak mempercepat pertolongannya, Manggala segera mengalirkan tenaga dalamnya. Bersamaan dengan itu pula, Putri Lebah menghidup
Kembali dia menarik napas dan mengalihkan pandangan pada Putri Lebah yang kali ini terdiam dengan mata dipejamkan, namun hatinya mendumal tak karuan. "Gila! Hampir saja terjadi.... Hmm... demam gadis ini nampaknya sudah mulai turun. Panas yang kurasakan tadi menghilang rupanya," batin Manggala dalam hati. Lalu dilepaskan totokannya pada kedua bahu si gadis yang terjingkat sedikit. Bersamaan dengan itu, seperti baru sadar dari pingsan Putri Lebah membuka kedua matanya."Manggala... di mana kita berada?" tanyanya dengan suara yang dibuat parau. Manggala tersenyum."Kau aman. Kau tadi diserang demam. Ken Zuraidah.""Oh! Apakah aku....""Tidak, kau sudah tidak apa-apa...."Putri Lebah kembali memejamkan kedua matanya seraya membatin, "Bagus! Pemuda ini kelihatannya belum sadar apa yang kulakukan. Baiklah... kali ini aku gagal lagi. Tetapi lain kali... akan kudapatkan semuanya. Huh! Bila tak kuingini untuk tidur dengannya, di saat pemuda ini mencoba mem
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana