KETIKA BUMI mulai dikungkung kegelapan malam, satu rombongan berkuda yang semuanya mengenakan pakaian serba hijau tengah memacu tunggangannya memasuki kawasan perbukitan terjal bebatuan. Bila dilihat dari atas bukit yang lebih tinggi lagi, maka permukaan bukit yang kini dilalui oleh rombongan berkuda itu akan tampak memanjang seperti pedang. Maka tak heran kalau bukit itu dinamakan Bukit Pedang.
Derap kaki kuda yang ditunggangi orang-orang berpakaian serba hijau itu terdengar mengusik keheningan malam. Dari kilauan sinar rembulan yang menggantung di angkasa tampak kalau para penunggang kuda itu semuanya lelaki bertampang kasar. Menilik pakaian yang dikenakan, jelas kalau rombongan berkuda itu tak lain adalah Setan Haus Darah dan sisa-sisa anak buahnya. Mereka semua tergabung dalam Pasukan Laskar Hijau!
Jalan setapak menuju Bukit Pedang memang cukup curam. Berkelok-kelok, diapit jurang-jurang yang menganga lebar. Di sebuah tikungan tajam Setan Haus Darah terus memacu ce
Bukan main marahnya Hantu Tangan Api mendengar laporan muridnya. Sementara Setan Haus Darah duduk menggigil di tempatnya. Ia khawatir kalau-kalau gurunya akan menurunkan tangan maut seperti yang biasa dilakukannya terhadap tokoh-tokoh putih."Sekarang apa yang harus kau lakukan setelah dikalahkan banyak orang, he! Apa kau ingin memperdalam ilmumu?""Tid.... Tidak, Guru. Aku.... Aku ingin Guru membantuku," ucap Setan Haus Darah agak gugup. Hatinya merasa lega bukan main karena gurunya tidak menurunkan tangan maut. Meski demikian, hati Singgih masih merasa belum tenteram bila gurunya belum sudi membantu dirinya untuk memberantas musuh-musuhnya."Apa kau bilang? Kau ingin gurumu yang sudah tua bangka ini untuk turun tangan!" sentak Ki Banaspati.Setan Haus Darah cepat memutar otaknya. Rencananya tidak boleh gagal. Yang jelas, ia harus dapat menyeret gurunya untuk turun dalam kancah dunia persilatan. Sekaligus memberantas musuh-musuhnya."Sebenarnya ak
"Tapi.... Tapi aku tak mempunyai uang, Orang Tua," sahut Pembunuh Iblis gelagapan."Aku tidak mau tahu! Pokoknya kau harus bayar. Mana ada ramalan cuma-cuma. Di mana-mana juga harus bayar. Cepat, Bocah!" desak Peramal Maut."Aku.... Aku tidak mempunyai uang, Orang Tua," sahut Teguh Sayekti meyakinkan."Benar?""Benar.""Bagus! Kalau begitu, nyawamulah sebagai bayarannya!" tukas Peramal Maut. Sepasang matanya yang melesak ke dalam mendadak jadi beringas. Kaki kanannya pun sudah disurutkan ke belakang, membentuk kuda-kuda kokoh sambil memutar-mutar tongkat bututnya."Kau benar-benar ingin membunuhku, Orang Tua?" perangah Pembunuh Iblis, seolah tak percaya melihat perubahan sikap Peramal Maut."Ya!""Tapi... Bukankah aku tak menyuruhmu meramalku?" tukas Pembunuh Iblis, berusaha menenangkan Peramal Maut."Ya. Tapi, bukan berarti kau tak harus membayar setelah mendengar ramalanku?""Hm...! Benar-benar aneh watak orang
Walau tubuhnya sempat terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang akibat bentrokan tadi, namun masih jauh lebih baik dibanding keadaan Pembunuh Iblis."Huahhh!"Darah merah kehitaman kontan meluncur dari mulut Pembunuh Iblis. Namun pemuda yang mengenakan jubah biru itu tetap mencoba bertahan. Sembari mendekap dadanya kuat-kuat, dicobanya untuk melompat bangun. Namun sayang, begitu kedua telapak kakinya menjejak tanah, keseimbangan tubuhnya hilang. Akibatnya pemuda ini kembali tersuruk jatuh.Peramal Maut menjengekkan hidungnya. Melihat keadaan Pembunuh Iblis yang amat mengenaskan lelaki tua bengis ini malah tertawa bergelak. Nyawa manusia seolah hanya dianggap mainan yang menyenangkan."Sekaranglah saatnya kau menerima kematian, Bocah!" desis Peramal Maut penuh lecehan.Dengan serta-merta, kembali telapak tangan kirinya menghentak ke depan. Seketika kembali selarik sinar hitam legam melesat dari telapak tangan kiri Peramal Maut, siap mengganyang
Peramal Maut yang sudah kalap malah kian menggeram murka. Begitu kedua telapak tangannya dihentakkan ke depan, saat itu pula meluruk dua gulungan sinar kuning terang.Wesss! Wesss!Ratu Adil sama sekali tidak tersurut mundur. Begitu melihat datangnya serangan, kesepuluh jari tangannya segera diguratkan ke udara. Maka dari jari-jari tangannya melesat sinar-sinar biru, langsung memapak pukulan Peramal Maut.Class! Class!Sejenak, dua gulungan sinar kuning terang tertahan di udara oleh sinar-sinar biru. Sementara tubuh tokoh sesat dari Gunung Kembang itu bergetar hebat. Kedua kakinya melesak ke dalam tanah! Namun Peramal Maut tetap tak ingin kalah dalam adu tenaga dalam. Sambil menggeletukkan gerahamnya kuat-kuat, tenaga dalamnya makin dilipatgandakan ke telapak tangan."Hea!"Tiba-tiba Ratu Adil memekik keras. Bersamaan dengan itu, kesepuluh jari-jari tangannya disentakkan ke depan. Akibatnya sepuluh larik sinar biru dari jari-jari tangannya t
"Edan! Tak kusangka Ratu Adil pun memiliki pukulan demikian dahsyat! Andai saja Si Buta dari Sungai Ular tidak membantu, aku yakin nyawa gadis itu sudah berada dalam genggaman tanganku.... Huk huk huk...!"Peramal Maut terbatuk-batuk. Pada saat itu ia merasakan dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar. Buru-buru diambilnya butiran-butiran biru dari kantung kecil yang menggantung di pinggang. Tanpa ragu ditelannya butir-butir biru yang memang berupa obat pulung. Perlahan-lahan hawa dingin akibat obat itu mulai menjalar ke tenggorokannya. Dan hawa dingin itu terus menerabas ke dalam perutnya."Untung saja aku membawa persediaan obat. Kalau tidak, barangkali aku sudah tidak kuat...," gumam Peramal Maut. "Yah...! Kukira aku harus menyembuhkan luka dalamku terlebih dulu. Masalah menuntut balas terhadap Si Buta dari Sungai Ular, bisa ditunda untuk beberapa saat...."Habis berpikir begitu, perlahan-lahan Peramal Maut beringsut. Dan dengan susah payah, akhirnya ia
"Setan alas! Berani benar kau meminta upah! Apa kau sudah bosan dengan nyawa di ragamu, hah!""Bukan itu maksudku, Hantu Tangan Api," elak Peramal Maut. Merasa kecut juga hatinya melihat kegarangan Ki Banaspati."Lalu Kenapa kau demikian lancang berani menahan langkahku, he!" bentak Hantu Tangan Api.Selangkah demi selangkah Ki Banaspati mendekati Peramal Maut. Dan hati lelaki tua jago meramal itu makin kecut saja. Walau tidak sedang menderita luka dalam, belum tentu ia sanggup menghadapi sepak terjang Hantu Tangan Api.Maka tak heran kalau Peramal Maut tak ingin cari perkara. Malah kalau bisa ingin memanfaatkan tenaganya. "Hantu Tangan Api! Kau adalah seorang tokoh papan atas dunia persilatan. Namun rupanya, kau pun tetap harus berhati-hati. Mata batinku mengatakan, kau akan celaka kalau tak berhati-hati. Untuk itulah aku menahan langkahmu!" jelas Peramal Maut, berusaha melunakkan hati Ki Banaspati."Setan! Bagaimanapun juga, kau dan ramalanmu tet
"Keparat! Kau jangan banyak tingkah, Si Buta dari Sungai Ular! Mustahil aku keluar dari tempat bertapa kalau tak mendengar tantanganmu dan Pendidik Ulung!" dengus Hantu Tangan Api lagi."Siapa? Siapa yang menyebarkan fitnah itu, Kakek Merah? Apakah tua bangka Peramal Maut itu? Eh...! Di manakah tua bangka itu?"Si Buta dari Sungai Ular langsung celingukkan ke sana kemari, namun tak menemukan Peramal Maut di tempat itu. Demikian pula Yustika. Akibat perhatian mereka tercurah pada Hantu Tangan Api, sehingga ketika Peramal Maut pergi diam-diam tak seorang pun yang tahu."Sontoloyo! Pasti tua bangka itu yang menjadi biang keroknya!" gerutu Si Buta dari Sungai Ular."Jangan libatkan Peramal Maut, Si Buta dari Sungai Ular. Tua bangka itu tidak tahu apa-apa!" kata Hantu Tangan Api."Jadi bukan Peramal Maut yang menyebarkan fitnah ini? Lalu, siapa orangnya, Kakek Merah?""Ini bukan fitnah, Bocah Goblok! Muridku tak mungkin berani dusta padaku," serg
Dikawal bentakan nyaring, Ratu Adil cepat mengguratkan jari-jari tangan kanan ke udara. Seketika, meluruk lima larik sinar biru dari jari-jari tangan kanannya memapak sinar-sinar merah yang dilepaskan Ki Banaspati.Classs! Classs!Lima larik sinar biru dari jari-jari tangan Ratu Adil langsung berbenturan dengan sinar-sinar merah Hantu Tangan Api. Saat itu juga tempat pertarungan jadi terang benderang. Sementara tubuh Ratu Adil pun yang masih di udara kontan terlempar jauh ke belakang.Bukkk!Ratu Adil mengeluh tertahan begitu tubuhnya menghantam tanah. Parasnya pucat pasti. Kedua bibirnya bergetar-getar hebat menahan guncangan dalam dada!"Kau tidak apa-apa, Yustika?" tanya Si Buta dari Sungai Ular cemas bukan main begitu berada di dekat Ratu Adil.Ratu Adil hanya tersenyum getir seraya menggeleng perlahan."Tapi, kau terluka dalam, Yustika?" tukas Si Buta dari Sungai Ular tak puas melihat Ratu Adil berusaha tegar di hadapannya. Padah
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana