"Putriiiiii." Teriak seorang wanita yang sedang berlari ke arahku.
"Fatimah? " ucapku sesaat setelah melihat wajahnya. Ia menghampiri lalu memelukku.
"Huhu, maaf ya aku ga bisa dateng awal kemarin. " ucap Fatimah sambil melepas pelukannya.
"Hehe iya gapapa, "balasku. " Kamu udah daritadi kah? " tanyaku pada Fatimah.
"Enggak, baru aja. " Jawabnya
"Eh tau gak, tadi aku nyariin kalian. Di asrama ga ada orang. Terus aku mikir, pasti kalian di Masjid. Nah bener kan, kalian ada disini. " Jelasnya sambil tertawa.
"Iya, bosan di sana. Kamu di anterin?" tanya Santi yang sedang duduk tak jauh dariku.
"Naik bus lah, makanya aku bisa dateng pagi." Balas Fatimah seraya ikut duduk di samping Santi.
Fatimah lalu menceritakan perjalanannya tadi, saat ia kesini menaiki Bus dari rumah. Tak ingin kalah, Santi pun menceritakan saat-saat kami hanya bertiga di asrama.
"Wah,, terus sekarang? Nenek itu ada dimana? " tanya Fatimah.
Rupanya Santi juga menceritakan tentang nenek tua itu. Yang sempat membuat kami harus mendorong almari untuk mengunci pintu asrama tadi malam. Alih-alih nenek tua itu yang berusaha membuka pintu, ternyata Ustadzah yang mencoba membangunkan kami untuk sholat Shubuh. Untunglah kami tidak kena marah akibat perbuatan kami. Ustadzah itu malah tertawa seraya bilang, " Ngapain kalian nyampe ngunci asrama pakai almari. " Ia masih melanjutkan tawanya, " Nenek itu ternyata orang Jogja, semalam di anterin supirnya Abi, sekaligus Abi berkunjung ke rumahnya. Abi tak sempat bilang sama pengurus, jadi ga ada yang tau. " Jelasnya, " Ada-ada aja kalian ini. " Ucapnya seraya kembali tertawa.
Begitulah kejadian di pagi hari ini.
***
Satu persatu, teman-teman mulai berdatangan. Hingga lengkap, mereka semua sudah berada di sini. Banyak dari mereka yang sore ini membersihkan, menata ulang, dan merapikan almari masing-masing . Kami bertiga hanya menikmati pemandangan ini.
"Rasanya suka aja melihat mereka sibuk beberes, " ucap Santi yang duduk di sampingku.
"Dosa gak sih kita ngelihatin aja? " tanya Isma yang juga duduk di dekat Santi.
"Ya gimana, ini pribadi kok. Jadi ga dibantu. Wkwk. " Sahut Santi seraya tertawa.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Benar juga, almari dan isinya adalah hal yang pribadi. Tak seharusnya kami ikut membantu menata isi almari milik mereka.
***
Hari sebelumnya, tak jarang aku harus keluar masuk asrama. Keluar ke depan, memasuki kantor Pondok, menyelesaikan beberapa tugas di sana bersama Kak Umi, atau teman yang lainnya.
Hari-hari telah berlalu, kini kami lumayan sibuk dengan persiapan kedatangan Santri Baru besok pagi.
Menyiapkan panggung, membersihkan halaman, menyiapkan bendera-bendera yang bertuliskan OSAH (Organisasi Santri Al Hikmah) yang akan dipasang di setiap sisi jalan menuju Pondok. Tak jauh, hanya 500 meter saja. Semua kami lakukan secara bersamaan. Panita baik ikhwan maupun akhwat. Bahkan banyak para Santri yang turut membantu.
"Put, besok pagi jam 7 udah siap di sini ya, " ujar Kak Umi saat melihatku berjalan di depan Masjid Putra.
"Oke Kak. " Jawabku dengan singkat.
"Meski tugas kita gak terlalu banyak di hari-H, tapi setidaknya kita bisa membantu bidang lain. " jelasnya.
"Okelah, besok aku bantu yang lain. " Jawabku seraya tersenyum ke arahnya. Membuatnya melakukan hal yang sama padaku.
***
"Ini terlalu di pojok, coba geser ke kanan. Di sana masih banyak tempat tuh. " Perintah Kak Farhan sambil menunjukkan tangannya ke arah yang ia maksud.
"Sini Kak? " balas Rifki sambil menarik mejanya.
"Iyaa, " jawabnya. "Eh, geser ke belakang coba, ntar kalau ada motor lewat, biar tidak mengganggu. " Ucapnya lagi. Membuat Rifki memutar bola matanya, lalu dengan terpaksa ia menarik meja itu ke belakang.
"Dah kan?" tanya Rifki
"Oke sip. " Balas Kak Farhan singkat. Kemudian Ia berjalan meninggalkan Rifki begitu saja.
"Dih." Gumam Rifki saat melihatnya pergi begitu saja.
***
"Nih, bajumu udah aku setrika. " Ucap Laila seraya menyerahkan lipatan baju koko yang sudah rapi pada kakaknya.
"Wah, punya adik baik banget, mau nyetrikain. " Balas Abbas seraya menerima baju tersebut.
"Iyalah, baru sadar aja kalau aku baik. " Sahut Laila sambil tertawa, ia pun pergi meninggalkan Abbas sendirian di kamar.
Abbas hanya tersenyum melihatnya.
Tiba-tiba Laila berhenti di pintu kamar Abbas, menoleh ke arahnya, "Kak, Hati-hati jatuh cinta. " Ucap Laila sambil tertawa.
"Idihh, mana ada aku jatuh cinta. " Balas Abbas menunjukkan ekspresi tidak terima.
"Siapa tau, ntar suka sama ukhti-ukhti. Ha-ha-ha. " Ucap Laila pergi meninggalkan Abbas.
"Ih aku mau nyari ilmu, gak nyari ukhti." Gumam Abbas lirih.
"Apa sih dari tadi kok ngomong ukhti-ukhti terus. " Tanya ibunya yang berdiri di ambang pintu kamar Abbas.
"Gak kok bu, itu Laila bercanda. " Balas Abbas sambil memasukkan bajunya ke dalam tas.
"Jatuh cinta itu gapapa, enggak salah. Yang salah itu, kamu menyakiti hati seorang wanita dengan mengatas namakan cinta. " Jelas Ibu Abbas. "Besok, kalau kamu kenal sama akhwat, di jaga hatinya ya wkwk. " Pesan ibunya yang kini sedang duduk di samping Abbas.
"Eh kok jadi ngomongin akhwat si Bu. " Balas Abbas yang berhenti memasukkan bajunya, kini ia menoleh pada ibunya.
"Ini pesan kok. Wkwk. " Jawab ibunya seraya berjalan keluar kamar.
Rasanya semuanya jadi membicarakan "akhwat" saat aku akan pindah ke Pondok itu. Hanya karena sekolahnya menjadi satu, satu yayasan dengan Pondok, satu kompleks dengan akhwat. Mereka langsung menggodaku dengan hal-hal seperti itu. Padahal ini bukan kali pertamanya aku satu sekolahan dengan akhwat. Dahulu waktu Sekolah Dasar, aku juga satu kelas dengan akhwat. Ada-ada saja.
***
"Kita udah sampai. " Ucap ayahnya Abbas saat melihat Gapura Pondok yang ada di depan sana.
"Iya Bah, " jawab Abbas singkat.
Tepat pada saat itu ia berhenti di depan bangku Bapenta putra. "Kamu tunggu sini ya, aku parkir dulu. " Ucap Ayah Abbas, membuat Abbas hanya mengangguk pelan.
"Kak Tykah!" Sapaku seraya duduk di sampingnya.
"Eh Put, mau bantuin di bagian bapenta?" Tanya Kak Tykah yang ikut duduk di sampingku.
"Emm, boleh Kak. Di sini ngapain aja tugasnya? " tanyaku.
"Nerima tamu lah, ngapain lagi. " Jawab Kak Tykah seraya tertawa. "Lihat tuh, Farhan. Kek gitu nerima tamunya. " Sambungnya seraya menunjuk Kak Farhan yang sedang menerima tamu di bagian bangku putra. Sontak aku menoleh pada Kak Farhan di sana, " Silahkan Bu, ditulis dulu nama santri nya. " Ucap Kak Tykah yang mulai berdiri dan mempersilahkan wali santri yang baru datang. Ku alihkan pandanganku, kemudian aku melihat wali santri yang baru datang serta ikut berdiri seperti Kak Tykah.
***
Acara pelepasan Santri baru dimulai tepat pada waktunya. Sebagian dari kami ikut menyaksikan, sebagian pula ada yang di bawah. Hanya sekedar duduk-duduk di kursi Bapenta atau bagian menunggu barang-barang.
Aku memutuskan untuk melihat sebentar acara tersebut. Kami melihat Ustadz pimpinan kami sedang duduk di atas panggung, menyampaikan sedikit tausyiah untuk mengawali acara pagi hari ini.
"Patah telah tumbuh, dan kini sudah terganti. " Itulah kalimat yang beliau ucapkan. Mengibaratkan Santri baru ini adalah bagian yang sedang tumbuh, menggantikan para Santri yang telah lulus.
Bersambung....
Adzan dhuhur telah berkumandang, menutup acara pelepasan santri baru pada hari ini. Setelah acara ini selesai, para orangtua harus segera beranjak pergi dari Pondok ini. Meninggalkan anak-anaknya dengan sejuta harapannya.Beberapa dari mereka masih berpelukan, beberapa juga sudah pergi dan melambaikan tangan. Membuatku yang menyaksikan pemandangan ini, ikut terhanyut dalam suasana. Teringat 1 tahun yang lalu, aku pernah berada di posisi itu.Flashback"Ibu pamit pulang ya, yang betah disini. " Ibuku berkata sambil melepas jabatan tangan kami.Aku hanya diam, menahan air mata saat melihatnya akan pergi. Begitu cengengnya aku saat itu."Jangan nangis loh ya. " Ibuku kembali berkata seraya melambaikan tangan. Ia berjalan mundur menjauhiku."Kakak pulang ya. Jangan nangis, katanya mau jadi wanita sholehah yang kuat, " ucap kakakku. S
Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi halaman ini, mengakhiri sebuah penampilan dari beberapa santri yang baru saja turun dari panggung. Hari ke-enam di masa ta'aruf bagi santri baru. Kami mengadakan sebuah pentas seni. Dimana beberapa santri baru dan santri lama akan tampil di atas panggung, menunjukkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki dan menjadi perwakilan dari setiap asrama. Acara pentas seni kali ini, kami menggabungkan antara santri putra dan santri putri. Oleh karena itu, hanya santri putra saja yang di izinkan untuk menampilkan kreatifitasnya di atas panggung. Sementara untuk santri putri, kami akan menjadi penonton setia di bawah panggung. Tak apalah, kami tak keberatan. Lagian, nanti kalau disuruh tampil juga paling malu. Acara ini kami adakan agar santri lama dan santri baru semakin akrab, khususnya untuk santri baru, agar mereka semakin betah berada di pondok. Ternyata di pondok
"Put, kok ga ada santri putra lewat ya? Pada kemana sih! " Ujar Fatimah yang terus berjalan mondar-mandir sejak tadi."Ditelan bumi. " Balasku singkat seraya tertawa pada Fatimah.Dia hanya menunjukkan raut wajah kesalnya. Kemudian berjalan meninggalkanku, melihat lapangan basket dari samping kantor MA. Biasanya, di waktu sore banyak santri yang sedang bermain basket disana, barangkali kali ini mereka sedang disana.Aku hanya melihatnya berjalan menjauhiku. Memperhatikan gerak-geriknya yang sedang mengamati lapangan basket.Tak lama, aku melihat seseorang keluar dari pintu utama Masjid Putra. Ia masih menggunakan jubah putihnya, di tambah lagi dengan sajadah yang tersampir rapi di pundaknya. Menambah kesan rapi bagi yang melihatnya."Astaga orang itu! " Gumamku dalam hati saat orang itu melihatku.Aku selalu kesal saat melihatnya. "Mengapa dia yang keluar?
" Enam orang Kak. " Ucapku seraya menyodorkan nampan berwarna oranye ke atas termos nasi."Nih! Aku kasih bonus. " Ujar Kak Rina saat memberikan secentong nasi terakhir di atas nampan."Ih, Kak Rina emang suka gitu ya?! " Sahutku membuat Kak Rina tersenyum kecil di depanku. Kemudian aku bergeser 2 langkah ke kanan, saat itu juga petugas logistik langsung menuangkan beberapa centong sayur di atasnya."Makasih Kak. " Ucapku seraya melangkahkan kaki keluar barisan."Sama-sama." Jawabnya.Ku langkahkan kaki keluar dari barisan antri, kemudian berjalan menuju serambi Masjid.Menyusul beberapa temanku yang sedang duduk seraya berbincang-bincang di sana. Belum juga aku sampai di sana, Wida datang dengan langkah tergesa-gesa."Fia sama Isma dijenguk! Bapak Ibu kalian sekarang di depan kantin Bu Pia. Sana di tem
"Allahu Akbar... " Suara imam Masjid terdengar saat kami baru saja sampai di serambi, diikuti dengan gerakan rukuk oleh para jama'ah sholat maghrib di malam hari ini. Rupanya, aku dan Zahra sudah telat sholat berjamaah maghrib. "Dimana Zah takmirnya? " Bisikku pelan pada Zahra. Ia mulai mengenakan mukenahnya. "Stttt..." Dia menyuruhku untuk memelankan suaraku, " Dah, ayo sholat aja dulu. " Sambungnya. Aku mengangguk pelan seraya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan takmir. Jangan-jangan ia sedang berdiri mengamati kami yang datang terlambat lalu siap meminta denda pada kami. Alasan apa yang akan aku persiapkan? Tak ada. Aku memang telat karena mencuci sore kali ini. Outbound santri baru kali ini telah selesai pada pukul 1 siang. Kulanjutkan dengan membersihkan diri. Penat, itulah yang aku rasakan, namun mengingat
Dinginnya udara , kini lebih terasa pada malam hari ini, menemani dalam sunyi, aku mulai meratapi, mengapa waktu cepat sekali berlalu?Besok pagi adalah hari dimana aku harus kembali ke Pondok Pesantren. Hampir 1 bulan aku di rumah untuk menghabiskan waktu semasa liburan Idul Fitri. Namun, semuanya berlalu begitu cepat seperti 1 minggu saja aku di rumah.Memang begitu, terkadang kita merasa bahwa waktu berjalan begitu cepat saat kita ingin menikmati hari-hari bersama orang yang kita rindukan. Dan sebaliknya, waktu berjalan lebih lambat saat kita mencoba untuk menjalaninya, saat kita mencoba bertahan .Andai aku bisa, Ingin rasanya aku memutar kembali masa-masa saat di Pondok. Aku menunggu, bahkan menghitung hari-H kepulangan. Rasanya 'tak sabar bertemu dengan semua orang yang ada di rumah, berkumpul dengan mereka."Put? Kok belum tidur? " Tanya ibuku yang sedang berdiri di ambang pi
Karangmojo. Empat puluh menit waktu telah berlalu. Meninggalkan rumah yang jauh disana. Tak lama lagi kami akan tiba di daerah Karangmojo, tempat dimana Pondok Pesantren Al Hikmah berdiri kokoh di atasnya. Lampu merah menyala, membuat kami terhenti di bawahnya. Syukurlah, matahari telah melewati waktu teriknya. Sehingga kini tinggalah cahaya oranye kemerah-merahan milik senja yang terlukis di atas sana. Tak lama, kini lampu merah telah padam. Berganti dengan cahaya hijau yang mulai menyala. Memberi kesempatan pada kami untuk melanjutkan perjalanan. Udara kini makin terasa dingin. Hati berdetak lebih kencang dari biasanya. Kini kami sudah berada di ujung jalan, mulai berbelok lalu memasuki gang. Gerak motor kami kini kian melambat, menyesuaikan kondisi jalan yang sedang dilalui. "Kamu umat yang terbaik, Selamat datang kekasih Allah di Pesant
"Maulana Abbas Dhiaulhaq... Hmm, namanya bagus ya Kak. " Ucapku pada Kak Umi yang masih fokus dengan layar laptop. "Nama siapa? " jawabnya singkat. "Santri baru. Nih coba lihat, Maulana Abbas Dhiaulhaq. Bagus ya. " Balasku sambil tersenyum. "Terserah kau lah Put. " Jawab Kak Umi yang tak ingin terlalu menanggapi, ia masih sibuk dengan pekerjaan di depannya. Aku hanya tersenyum sebagai balasannya. Kuraih kembali buku yang sempat aku perlihatkan pada Kak Umi beberapa menit yang lalu. Aku mulai menyalin kembali biodata santri baru. Beberapa jam yang lalu, kami mengadakan kumpul panitia, bersama Ustadz dan Ustadzah. Sejauh ini semua berjalan lancar. Selepas kegiatan tersebut, kami mulai merekap data santri baru tahun ini, karena ini memanglah tugas kami sebagai Sekretaris. Empat hari lagi santri baru akan datang ke sini, sedangkan besok pagi adalah kedatanga
"Allahu Akbar... " Suara imam Masjid terdengar saat kami baru saja sampai di serambi, diikuti dengan gerakan rukuk oleh para jama'ah sholat maghrib di malam hari ini. Rupanya, aku dan Zahra sudah telat sholat berjamaah maghrib. "Dimana Zah takmirnya? " Bisikku pelan pada Zahra. Ia mulai mengenakan mukenahnya. "Stttt..." Dia menyuruhku untuk memelankan suaraku, " Dah, ayo sholat aja dulu. " Sambungnya. Aku mengangguk pelan seraya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan takmir. Jangan-jangan ia sedang berdiri mengamati kami yang datang terlambat lalu siap meminta denda pada kami. Alasan apa yang akan aku persiapkan? Tak ada. Aku memang telat karena mencuci sore kali ini. Outbound santri baru kali ini telah selesai pada pukul 1 siang. Kulanjutkan dengan membersihkan diri. Penat, itulah yang aku rasakan, namun mengingat
" Enam orang Kak. " Ucapku seraya menyodorkan nampan berwarna oranye ke atas termos nasi."Nih! Aku kasih bonus. " Ujar Kak Rina saat memberikan secentong nasi terakhir di atas nampan."Ih, Kak Rina emang suka gitu ya?! " Sahutku membuat Kak Rina tersenyum kecil di depanku. Kemudian aku bergeser 2 langkah ke kanan, saat itu juga petugas logistik langsung menuangkan beberapa centong sayur di atasnya."Makasih Kak. " Ucapku seraya melangkahkan kaki keluar barisan."Sama-sama." Jawabnya.Ku langkahkan kaki keluar dari barisan antri, kemudian berjalan menuju serambi Masjid.Menyusul beberapa temanku yang sedang duduk seraya berbincang-bincang di sana. Belum juga aku sampai di sana, Wida datang dengan langkah tergesa-gesa."Fia sama Isma dijenguk! Bapak Ibu kalian sekarang di depan kantin Bu Pia. Sana di tem
"Put, kok ga ada santri putra lewat ya? Pada kemana sih! " Ujar Fatimah yang terus berjalan mondar-mandir sejak tadi."Ditelan bumi. " Balasku singkat seraya tertawa pada Fatimah.Dia hanya menunjukkan raut wajah kesalnya. Kemudian berjalan meninggalkanku, melihat lapangan basket dari samping kantor MA. Biasanya, di waktu sore banyak santri yang sedang bermain basket disana, barangkali kali ini mereka sedang disana.Aku hanya melihatnya berjalan menjauhiku. Memperhatikan gerak-geriknya yang sedang mengamati lapangan basket.Tak lama, aku melihat seseorang keluar dari pintu utama Masjid Putra. Ia masih menggunakan jubah putihnya, di tambah lagi dengan sajadah yang tersampir rapi di pundaknya. Menambah kesan rapi bagi yang melihatnya."Astaga orang itu! " Gumamku dalam hati saat orang itu melihatku.Aku selalu kesal saat melihatnya. "Mengapa dia yang keluar?
Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi halaman ini, mengakhiri sebuah penampilan dari beberapa santri yang baru saja turun dari panggung. Hari ke-enam di masa ta'aruf bagi santri baru. Kami mengadakan sebuah pentas seni. Dimana beberapa santri baru dan santri lama akan tampil di atas panggung, menunjukkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki dan menjadi perwakilan dari setiap asrama. Acara pentas seni kali ini, kami menggabungkan antara santri putra dan santri putri. Oleh karena itu, hanya santri putra saja yang di izinkan untuk menampilkan kreatifitasnya di atas panggung. Sementara untuk santri putri, kami akan menjadi penonton setia di bawah panggung. Tak apalah, kami tak keberatan. Lagian, nanti kalau disuruh tampil juga paling malu. Acara ini kami adakan agar santri lama dan santri baru semakin akrab, khususnya untuk santri baru, agar mereka semakin betah berada di pondok. Ternyata di pondok
Adzan dhuhur telah berkumandang, menutup acara pelepasan santri baru pada hari ini. Setelah acara ini selesai, para orangtua harus segera beranjak pergi dari Pondok ini. Meninggalkan anak-anaknya dengan sejuta harapannya.Beberapa dari mereka masih berpelukan, beberapa juga sudah pergi dan melambaikan tangan. Membuatku yang menyaksikan pemandangan ini, ikut terhanyut dalam suasana. Teringat 1 tahun yang lalu, aku pernah berada di posisi itu.Flashback"Ibu pamit pulang ya, yang betah disini. " Ibuku berkata sambil melepas jabatan tangan kami.Aku hanya diam, menahan air mata saat melihatnya akan pergi. Begitu cengengnya aku saat itu."Jangan nangis loh ya. " Ibuku kembali berkata seraya melambaikan tangan. Ia berjalan mundur menjauhiku."Kakak pulang ya. Jangan nangis, katanya mau jadi wanita sholehah yang kuat, " ucap kakakku. S
"Putriiiiii." Teriak seorang wanita yang sedang berlari ke arahku. "Fatimah? " ucapku sesaat setelah melihat wajahnya. Ia menghampiri lalu memelukku. "Huhu, maaf ya aku ga bisa dateng awal kemarin. " ucap Fatimah sambil melepas pelukannya. "Hehe iya gapapa, "balasku. " Kamu udah daritadi kah? " tanyaku pada Fatimah. "Enggak, baru aja. " Jawabnya "Eh tau gak, tadi aku nyariin kalian. Di asrama ga ada orang. Terus aku mikir, pasti kalian di Masjid. Nah bener kan, kalian ada disini. " Jelasnya sambil tertawa. "Iya, bosan di sana. Kamu di anterin?" tanya Santi yang sedang duduk tak jauh dariku. "Naik bus lah, makanya aku bisa dateng pagi." Balas Fatimah seraya ikut duduk di samping Santi. Fatimah lalu menceritakan perjalanannya tadi, saat ia kesini menaiki Bu
"Maulana Abbas Dhiaulhaq... Hmm, namanya bagus ya Kak. " Ucapku pada Kak Umi yang masih fokus dengan layar laptop. "Nama siapa? " jawabnya singkat. "Santri baru. Nih coba lihat, Maulana Abbas Dhiaulhaq. Bagus ya. " Balasku sambil tersenyum. "Terserah kau lah Put. " Jawab Kak Umi yang tak ingin terlalu menanggapi, ia masih sibuk dengan pekerjaan di depannya. Aku hanya tersenyum sebagai balasannya. Kuraih kembali buku yang sempat aku perlihatkan pada Kak Umi beberapa menit yang lalu. Aku mulai menyalin kembali biodata santri baru. Beberapa jam yang lalu, kami mengadakan kumpul panitia, bersama Ustadz dan Ustadzah. Sejauh ini semua berjalan lancar. Selepas kegiatan tersebut, kami mulai merekap data santri baru tahun ini, karena ini memanglah tugas kami sebagai Sekretaris. Empat hari lagi santri baru akan datang ke sini, sedangkan besok pagi adalah kedatanga
Karangmojo. Empat puluh menit waktu telah berlalu. Meninggalkan rumah yang jauh disana. Tak lama lagi kami akan tiba di daerah Karangmojo, tempat dimana Pondok Pesantren Al Hikmah berdiri kokoh di atasnya. Lampu merah menyala, membuat kami terhenti di bawahnya. Syukurlah, matahari telah melewati waktu teriknya. Sehingga kini tinggalah cahaya oranye kemerah-merahan milik senja yang terlukis di atas sana. Tak lama, kini lampu merah telah padam. Berganti dengan cahaya hijau yang mulai menyala. Memberi kesempatan pada kami untuk melanjutkan perjalanan. Udara kini makin terasa dingin. Hati berdetak lebih kencang dari biasanya. Kini kami sudah berada di ujung jalan, mulai berbelok lalu memasuki gang. Gerak motor kami kini kian melambat, menyesuaikan kondisi jalan yang sedang dilalui. "Kamu umat yang terbaik, Selamat datang kekasih Allah di Pesant
Dinginnya udara , kini lebih terasa pada malam hari ini, menemani dalam sunyi, aku mulai meratapi, mengapa waktu cepat sekali berlalu?Besok pagi adalah hari dimana aku harus kembali ke Pondok Pesantren. Hampir 1 bulan aku di rumah untuk menghabiskan waktu semasa liburan Idul Fitri. Namun, semuanya berlalu begitu cepat seperti 1 minggu saja aku di rumah.Memang begitu, terkadang kita merasa bahwa waktu berjalan begitu cepat saat kita ingin menikmati hari-hari bersama orang yang kita rindukan. Dan sebaliknya, waktu berjalan lebih lambat saat kita mencoba untuk menjalaninya, saat kita mencoba bertahan .Andai aku bisa, Ingin rasanya aku memutar kembali masa-masa saat di Pondok. Aku menunggu, bahkan menghitung hari-H kepulangan. Rasanya 'tak sabar bertemu dengan semua orang yang ada di rumah, berkumpul dengan mereka."Put? Kok belum tidur? " Tanya ibuku yang sedang berdiri di ambang pi