Share

Datang

last update Last Updated: 2021-10-06 15:18:24

"Put, kok ga ada santri putra lewat ya? Pada kemana sih! " Ujar Fatimah yang terus berjalan mondar-mandir sejak tadi. 

"Ditelan bumi. " Balasku singkat seraya tertawa pada Fatimah. 

Dia hanya menunjukkan raut wajah kesalnya. Kemudian berjalan meninggalkanku, melihat lapangan basket dari samping kantor MA. Biasanya, di waktu sore banyak santri yang sedang bermain basket disana, barangkali kali ini mereka sedang disana. 

Aku hanya melihatnya berjalan menjauhiku. Memperhatikan gerak-geriknya yang sedang mengamati lapangan basket.

Tak lama, aku melihat seseorang keluar dari pintu utama Masjid Putra. Ia masih menggunakan jubah putihnya, di tambah lagi dengan sajadah yang tersampir rapi di pundaknya. Menambah kesan rapi bagi yang melihatnya. 

"Astaga orang itu! " Gumamku dalam hati saat orang itu melihatku. 

Aku selalu kesal saat melihatnya. "Mengapa dia yang keluar? Ga ada orang lain kah? " Aku terus saja bergumam dalam hati. Tiba-tiba orang itu berjalan mendekat. 

Sudah kuduga, Dia pasti akan kesini, "Fatimah! " Panggilku pada Fatimah yang masih saja mengamati lapangan basket disana. Ia tak menyadari bahwa ada santri putra yang berjalan mendekati. 

Fatimah menoleh, kemudian tertawa seraya berjalan ke arahku, "kamu manggil dia put? Wahh keren banget ih. " Ejek Fatimah. 

"Dia dateng sendiri! Aku gak manggil! " Balasku sambil menunjukkan raut wajahku yang kesal. 

"Aku kasih tahu ya! Dia dateng karena lihat kamu di sini. Perca-" Ucap Fatimah tiba-tiba terhenti saat Azzam berhenti di depan kami. 

"Assalamu'alaikum? Ada yang bisa saya bantu? Sepertinya dari tadi saya melihat kalian sedang mencari seseorang. " Ucap Azzam menyapa kami. 

"Wa'alaikumussalam." Balasku singkat. Kemudian aku membuang muka. 

"Wa'alaikumussalam, iya kami lagi nyari orang hehe. Tapi belum ketemu. Tapi berhubung ada kamu di sini, aku nitip flashdisk aja ya buat panitia PSB putra. Sebelumnya maaf ngerepotin." Jelas Fatimah sambil menyerahkan flashdisk yang ia bawa. 

"Oke gapapa. Ada lagi gak? " Tanya Azzam sebelum pergi. 

"Gak ada, makasih banyak ya. " Jawab Fatimah seraya tersenyum. Aku hanya melihatnya sambil menggelengkan kepalaku. Saat itu juga Azzam melihat ke arahku. Membuatku berhenti menunjukkan wajah kesalku. Membuatnya juga ikut menunduk, menunjukkan senyum kecilnya. 

Saat itu juga, Azzam mulai berjalan meninggalkan kami. 

"Eh Azzam! " Teriak Fatimah membuat Azzam berhenti, lalu menoleh kembali ke arah kami. 

"Minta tolong lagi ya? " 

"Apa? "

"Minta tolong panggilkan satu santri putra buat Putri. Bilangin di tunggu Putri! " 

Aku yang mendengarnya sontak menoleh ke arah Fatimah. "Ih kok gitu! " Batinku. 

Azzam yang mendengarnya langsung mengangguk, dan lanjut meninggalkan kami. 

"Dih, kok aku sih!" Ucapku tak terima pada Fatimah. 

"Kamu ingat kan? Suruh ngapain tadi? " 

Aku hanya menunduk memendam kesalku. Kini aku merasakan kesal sekaligus malu, siapa yang akan datang kesini? 

Tak lama aku melihat seseorang berjalan ke arah kami. Menggunakan celana hitam, baju koko berwarna coklat dan sesuai khasnya, ia menggunakan peci yang tak begitu asing untuk kulihat. 

Akankah dia yang datang menuju kami? 

Kini bahkan aku melihatnya, tanpa harus mencari dimana keberadaannya. 

Aku terus memperhatikannya yang terus berjalan mendekat. Jantungku berdetak begitu cepat, entah mengapa. Akankah aku akan se-grogi itu? Akankah aku akan se-malu itu? 

"Put, ada yang dateng. Pokoknya kamu yang bilang. Aku gak ikut campur, sukses ya! " Ucapnya seraya menepuk pundak ku. Kemudian ia berjalan mundur menjauhiku untuk beberapa langkah. Menandakan ia benar-benar tak ingin ikut campur. 

"Assalamu'alaikum? " Ia menyapaku dengan sopan. 

"Wa'alaikumussalam... " Aku menjawabnya dengan sedikit kikuk. 

"Kak Putri ya? Katanya manggil salah satu santri putra? " Ia bertanya padaku. 

"Ii-iya, mau minta tolong ambilkan tempat sayur putra. " Jawabku padanya, kali ini aku merasa sangat malu. 

"Oh, ya kak. Sebentar saya ambilin ya. " Ia mengangguk kemudian berjalan meninggalkanku. 

Hufttt

Aku menghela nafas panjang. Mengapa aku begitu grogi saat bicara dengannya. 

"Bagus! " Ujar Fatimah mengagetkanku. Sedari tadi ia hanya memperhatikan ku dari belakang. 

Tak butuh waktu lama, orang itu kembali datang membawa tempat sayurnya. 

Aku hanya melihatnya berjalan ke arah kami. 

Sadar jika ia diperhatikan, ia juga melihatku. Lalu tersenyum. Aku yang menyadari bahwa ia tersenyum, sontak dengan cepat menunduk malu. 

"Ini Kak. " Ia berkata sambil menyerahkan tempat sayurnya padaku. 

Aku menerimanya seraya tersenyum kecil, " Terimakasih ya. " Ucapku padanya, membuatnya mengangguk lalu tersenyum kembali, " Sama-sama. " Balasnya singkat. 

"Ngomong-ngomong, kamu santri baru ya? " Tanya Fatimah yang berada di sampingku. 

"Iya Kak. " 

"Nama kamu siapa? " 

"Abbas." 

Aku yang mendengarnya menoleh ke arah lelaki itu. Mengapa nama itu begitu tak asing untukku? 

"Ouh, ya sudah makasih ya Abbas! " Ucap Fatimah pada Abbas. 

"Iya kak Sama-sama." Abbas menjawab dengan singkat, lalu pamit pergi untuk melanjutkan persiapannya. Ia melihatku kemudian mengangguk sopan, tak lupa ia menunjukkan senyum manisnya. 

Aku hanya tersenyum untuk membalasnya. Kini aku memperhatikan Abbas yang berjalan menjauhi kami. 

" Manis ya. " Ucapku pada Fatimah, seraya memperhatikan punggung lekaki itu yang berjalan semakin jauh.

Kemudian aku berbalik arah dan pergi dari tempat ini. 

"Iya, Jangan-jangan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama awal aku berjumpa! " Ia malah bernyanyi sambil menggodaku. 

"Enggak lah. " 

Aku hanya tertawa. 

***

"Asyfi mau kemana? " Sapaku pada Asyfi dan Rahma yang berjalan berpapasan dengan kami. 

"Mau ke Koperasi. Hehe" Jawab Asyfi. 

"Oalah, oke! " Ucapku pada Asyfi seraya tersenyum pada mereka. Suasana hatiku sedang baik. Oleh karena itu, aku menyapa beberapa santri Putri yang berjalan berpapasan dengan kami di sepanjang jalan. Biasanya aku hanya mengangguk, dan disapa duluan oleh mereka. Kali ini aku yang mengawali. 

***

Sore ini, seperti biasa. Kami mengantri untuk mendapatkan giliran mandi. Apapun itu, jika kami lakukan di pondok tentu saja tak terlepas dari kata "Antri".

Mandi antri, makan antri, ambil minum pun antri. Semua melatih kita untuk menjadi pribadi yang sabar dan disiplin. 

Aku masih menunggu giliran untuk mandi. Di luar lorong kamar mandi aku duduk di halaman seraya membaca buku. Aini yang berada di sampingku pun melakukan hal yang sama. 

Kami benar-benar hening, tanpa bicara. Sibuk dengan buku masing-masing. Menyisakan riuh suara beberapa santri yang hilir lewat kesana-kemari. 

Aku yang membaca buku tiba-tiba teringat dengan nama "Abbas.", aku terus saja mengingatnya. Mengapa aku begitu tak asing dengan nama itu? Kembali aku berfikir. 

" Abbas Abbas Abbas Abbas. " Aku terus saja mengucap namanya lirih seraya menutup buku yang sedang ku baca, kemudian aku memejamkan mataku sebentar. 

"Kenapa Put? " Aini yang mendengarnya kemudian menoleh ke arahku. 

"Eh enggak. " 

"Abbas siapa hayooo. " Ucap Aini menggodaku. 

"Eh apa sih, engga ya. " Aku menjawabnya dengan sedikit membuang muka. Takut dia akan melihat wajahku memerah, sedang menahan malu. 

Aini hanya tersenyum sambil terus saja menggodaku. Untung saja Isma keluar dari kamar mandi, membuat Aini harus segera mandi, " Nih, nitip buku ya! " Ujar Aini seraya menyerahkan bukunya padaku. Aku menerima bukunya dengan wajah sedikit kesal dan malu. Kemudian ia tertawa, mungkin masih ingin menggodaku. 

Aku menghembuskan nafas lega. 

Kemudian mencoba berfikir lagi. 

"Abbas Abbas Abbas Maulana Abbas?" Sontak kalimat itu terdengar lirih, keluar dari mulutku tak sengaja, "Maulana Abbas Dhi- Dhi- Dhiul? Eh Dhias? Eh Dul? Siapa sih? " Aku terus saja berfikir. Bukankah itu namanya? Siapa kepanjangannya? Apa akhirnya? "Dhul? Dhias? Dhaul? Ah, intinya ada huruf D. " Aku bergumam dalam hati. 

Tak lama Fia keluar dari kamar mandi, dan menyuruhku untuk segera masuk. Baiklah ini giliran ku. 

***

Kali ini, Abbas duduk di pos satpam yang terletak di samping koperasi. Ia mengamati Masjid putra yang terletak tak jauh dari sana. Ia terus saja mengamatinya seraya menunggu temannya datang untuk ke Masjid. 

Tak lama ia teringat kejadian kecil sore ini, 

"Aku melihat Kak itu, " Begitulah gumam Abbas dalam hati. 

Bersambung... 

***

Related chapters

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Outbound Santri Baru

    " Enam orang Kak. " Ucapku seraya menyodorkan nampan berwarna oranye ke atas termos nasi."Nih! Aku kasih bonus. " Ujar Kak Rina saat memberikan secentong nasi terakhir di atas nampan."Ih, Kak Rina emang suka gitu ya?! " Sahutku membuat Kak Rina tersenyum kecil di depanku. Kemudian aku bergeser 2 langkah ke kanan, saat itu juga petugas logistik langsung menuangkan beberapa centong sayur di atasnya."Makasih Kak. " Ucapku seraya melangkahkan kaki keluar barisan."Sama-sama." Jawabnya.Ku langkahkan kaki keluar dari barisan antri, kemudian berjalan menuju serambi Masjid.Menyusul beberapa temanku yang sedang duduk seraya berbincang-bincang di sana. Belum juga aku sampai di sana, Wida datang dengan langkah tergesa-gesa."Fia sama Isma dijenguk! Bapak Ibu kalian sekarang di depan kantin Bu Pia. Sana di tem

    Last Updated : 2021-10-29
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Menjadi Mudabbir

    "Allahu Akbar... " Suara imam Masjid terdengar saat kami baru saja sampai di serambi, diikuti dengan gerakan rukuk oleh para jama'ah sholat maghrib di malam hari ini. Rupanya, aku dan Zahra sudah telat sholat berjamaah maghrib. "Dimana Zah takmirnya? " Bisikku pelan pada Zahra. Ia mulai mengenakan mukenahnya. "Stttt..." Dia menyuruhku untuk memelankan suaraku, " Dah, ayo sholat aja dulu. " Sambungnya. Aku mengangguk pelan seraya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan takmir. Jangan-jangan ia sedang berdiri mengamati kami yang datang terlambat lalu siap meminta denda pada kami. Alasan apa yang akan aku persiapkan? Tak ada. Aku memang telat karena mencuci sore kali ini. Outbound santri baru kali ini telah selesai pada pukul 1 siang. Kulanjutkan dengan membersihkan diri. Penat, itulah yang aku rasakan, namun mengingat

    Last Updated : 2021-11-18
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Kembali ke Penjara Suci

    Dinginnya udara , kini lebih terasa pada malam hari ini, menemani dalam sunyi, aku mulai meratapi, mengapa waktu cepat sekali berlalu?Besok pagi adalah hari dimana aku harus kembali ke Pondok Pesantren. Hampir 1 bulan aku di rumah untuk menghabiskan waktu semasa liburan Idul Fitri. Namun, semuanya berlalu begitu cepat seperti 1 minggu saja aku di rumah.Memang begitu, terkadang kita merasa bahwa waktu berjalan begitu cepat saat kita ingin menikmati hari-hari bersama orang yang kita rindukan. Dan sebaliknya, waktu berjalan lebih lambat saat kita mencoba untuk menjalaninya, saat kita mencoba bertahan .Andai aku bisa, Ingin rasanya aku memutar kembali masa-masa saat di Pondok. Aku menunggu, bahkan menghitung hari-H kepulangan. Rasanya 'tak sabar bertemu dengan semua orang yang ada di rumah, berkumpul dengan mereka."Put? Kok belum tidur? " Tanya ibuku yang sedang berdiri di ambang pi

    Last Updated : 2021-09-10
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Sunyi Tempat yang Ramai

    Karangmojo. Empat puluh menit waktu telah berlalu. Meninggalkan rumah yang jauh disana. Tak lama lagi kami akan tiba di daerah Karangmojo, tempat dimana Pondok Pesantren Al Hikmah berdiri kokoh di atasnya. Lampu merah menyala, membuat kami terhenti di bawahnya. Syukurlah, matahari telah melewati waktu teriknya. Sehingga kini tinggalah cahaya oranye kemerah-merahan milik senja yang terlukis di atas sana. Tak lama, kini lampu merah telah padam. Berganti dengan cahaya hijau yang mulai menyala. Memberi kesempatan pada kami untuk melanjutkan perjalanan. Udara kini makin terasa dingin. Hati berdetak lebih kencang dari biasanya. Kini kami sudah berada di ujung jalan, mulai berbelok lalu memasuki gang. Gerak motor kami kini kian melambat, menyesuaikan kondisi jalan yang sedang dilalui. "Kamu umat yang terbaik, Selamat datang kekasih Allah di Pesant

    Last Updated : 2021-09-10
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Indah Namamu

    "Maulana Abbas Dhiaulhaq... Hmm, namanya bagus ya Kak. " Ucapku pada Kak Umi yang masih fokus dengan layar laptop. "Nama siapa? " jawabnya singkat. "Santri baru. Nih coba lihat, Maulana Abbas Dhiaulhaq. Bagus ya. " Balasku sambil tersenyum. "Terserah kau lah Put. " Jawab Kak Umi yang tak ingin terlalu menanggapi, ia masih sibuk dengan pekerjaan di depannya. Aku hanya tersenyum sebagai balasannya. Kuraih kembali buku yang sempat aku perlihatkan pada Kak Umi beberapa menit yang lalu. Aku mulai menyalin kembali biodata santri baru. Beberapa jam yang lalu, kami mengadakan kumpul panitia, bersama Ustadz dan Ustadzah. Sejauh ini semua berjalan lancar. Selepas kegiatan tersebut, kami mulai merekap data santri baru tahun ini, karena ini memanglah tugas kami sebagai Sekretaris. Empat hari lagi santri baru akan datang ke sini, sedangkan besok pagi adalah kedatanga

    Last Updated : 2021-09-13
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Tumbuh dan Terganti

    "Putriiiiii." Teriak seorang wanita yang sedang berlari ke arahku. "Fatimah? " ucapku sesaat setelah melihat wajahnya. Ia menghampiri lalu memelukku. "Huhu, maaf ya aku ga bisa dateng awal kemarin. " ucap Fatimah sambil melepas pelukannya. "Hehe iya gapapa, "balasku. " Kamu udah daritadi kah? " tanyaku pada Fatimah. "Enggak, baru aja. " Jawabnya "Eh tau gak, tadi aku nyariin kalian. Di asrama ga ada orang. Terus aku mikir, pasti kalian di Masjid. Nah bener kan, kalian ada disini. " Jelasnya sambil tertawa. "Iya, bosan di sana. Kamu di anterin?" tanya Santi yang sedang duduk tak jauh dariku. "Naik bus lah, makanya aku bisa dateng pagi." Balas Fatimah seraya ikut duduk di samping Santi. Fatimah lalu menceritakan perjalanannya tadi, saat ia kesini menaiki Bu

    Last Updated : 2021-09-16
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Dia siapa?

    Adzan dhuhur telah berkumandang, menutup acara pelepasan santri baru pada hari ini. Setelah acara ini selesai, para orangtua harus segera beranjak pergi dari Pondok ini. Meninggalkan anak-anaknya dengan sejuta harapannya.Beberapa dari mereka masih berpelukan, beberapa juga sudah pergi dan melambaikan tangan. Membuatku yang menyaksikan pemandangan ini, ikut terhanyut dalam suasana. Teringat 1 tahun yang lalu, aku pernah berada di posisi itu.Flashback"Ibu pamit pulang ya, yang betah disini. " Ibuku berkata sambil melepas jabatan tangan kami.Aku hanya diam, menahan air mata saat melihatnya akan pergi. Begitu cengengnya aku saat itu."Jangan nangis loh ya. " Ibuku kembali berkata seraya melambaikan tangan. Ia berjalan mundur menjauhiku."Kakak pulang ya. Jangan nangis, katanya mau jadi wanita sholehah yang kuat, " ucap kakakku. S

    Last Updated : 2021-09-24
  • Shalaff The Magic Of Prayer   Melihatnya

    Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi halaman ini, mengakhiri sebuah penampilan dari beberapa santri yang baru saja turun dari panggung. Hari ke-enam di masa ta'aruf bagi santri baru. Kami mengadakan sebuah pentas seni. Dimana beberapa santri baru dan santri lama akan tampil di atas panggung, menunjukkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki dan menjadi perwakilan dari setiap asrama. Acara pentas seni kali ini, kami menggabungkan antara santri putra dan santri putri. Oleh karena itu, hanya santri putra saja yang di izinkan untuk menampilkan kreatifitasnya di atas panggung. Sementara untuk santri putri, kami akan menjadi penonton setia di bawah panggung. Tak apalah, kami tak keberatan. Lagian, nanti kalau disuruh tampil juga paling malu. Acara ini kami adakan agar santri lama dan santri baru semakin akrab, khususnya untuk santri baru, agar mereka semakin betah berada di pondok. Ternyata di pondok

    Last Updated : 2021-10-01

Latest chapter

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Menjadi Mudabbir

    "Allahu Akbar... " Suara imam Masjid terdengar saat kami baru saja sampai di serambi, diikuti dengan gerakan rukuk oleh para jama'ah sholat maghrib di malam hari ini. Rupanya, aku dan Zahra sudah telat sholat berjamaah maghrib. "Dimana Zah takmirnya? " Bisikku pelan pada Zahra. Ia mulai mengenakan mukenahnya. "Stttt..." Dia menyuruhku untuk memelankan suaraku, " Dah, ayo sholat aja dulu. " Sambungnya. Aku mengangguk pelan seraya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan takmir. Jangan-jangan ia sedang berdiri mengamati kami yang datang terlambat lalu siap meminta denda pada kami. Alasan apa yang akan aku persiapkan? Tak ada. Aku memang telat karena mencuci sore kali ini. Outbound santri baru kali ini telah selesai pada pukul 1 siang. Kulanjutkan dengan membersihkan diri. Penat, itulah yang aku rasakan, namun mengingat

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Outbound Santri Baru

    " Enam orang Kak. " Ucapku seraya menyodorkan nampan berwarna oranye ke atas termos nasi."Nih! Aku kasih bonus. " Ujar Kak Rina saat memberikan secentong nasi terakhir di atas nampan."Ih, Kak Rina emang suka gitu ya?! " Sahutku membuat Kak Rina tersenyum kecil di depanku. Kemudian aku bergeser 2 langkah ke kanan, saat itu juga petugas logistik langsung menuangkan beberapa centong sayur di atasnya."Makasih Kak. " Ucapku seraya melangkahkan kaki keluar barisan."Sama-sama." Jawabnya.Ku langkahkan kaki keluar dari barisan antri, kemudian berjalan menuju serambi Masjid.Menyusul beberapa temanku yang sedang duduk seraya berbincang-bincang di sana. Belum juga aku sampai di sana, Wida datang dengan langkah tergesa-gesa."Fia sama Isma dijenguk! Bapak Ibu kalian sekarang di depan kantin Bu Pia. Sana di tem

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Datang

    "Put, kok ga ada santri putra lewat ya? Pada kemana sih! " Ujar Fatimah yang terus berjalan mondar-mandir sejak tadi."Ditelan bumi. " Balasku singkat seraya tertawa pada Fatimah.Dia hanya menunjukkan raut wajah kesalnya. Kemudian berjalan meninggalkanku, melihat lapangan basket dari samping kantor MA. Biasanya, di waktu sore banyak santri yang sedang bermain basket disana, barangkali kali ini mereka sedang disana.Aku hanya melihatnya berjalan menjauhiku. Memperhatikan gerak-geriknya yang sedang mengamati lapangan basket.Tak lama, aku melihat seseorang keluar dari pintu utama Masjid Putra. Ia masih menggunakan jubah putihnya, di tambah lagi dengan sajadah yang tersampir rapi di pundaknya. Menambah kesan rapi bagi yang melihatnya."Astaga orang itu! " Gumamku dalam hati saat orang itu melihatku.Aku selalu kesal saat melihatnya. "Mengapa dia yang keluar?

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Melihatnya

    Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi halaman ini, mengakhiri sebuah penampilan dari beberapa santri yang baru saja turun dari panggung. Hari ke-enam di masa ta'aruf bagi santri baru. Kami mengadakan sebuah pentas seni. Dimana beberapa santri baru dan santri lama akan tampil di atas panggung, menunjukkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki dan menjadi perwakilan dari setiap asrama. Acara pentas seni kali ini, kami menggabungkan antara santri putra dan santri putri. Oleh karena itu, hanya santri putra saja yang di izinkan untuk menampilkan kreatifitasnya di atas panggung. Sementara untuk santri putri, kami akan menjadi penonton setia di bawah panggung. Tak apalah, kami tak keberatan. Lagian, nanti kalau disuruh tampil juga paling malu. Acara ini kami adakan agar santri lama dan santri baru semakin akrab, khususnya untuk santri baru, agar mereka semakin betah berada di pondok. Ternyata di pondok

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Dia siapa?

    Adzan dhuhur telah berkumandang, menutup acara pelepasan santri baru pada hari ini. Setelah acara ini selesai, para orangtua harus segera beranjak pergi dari Pondok ini. Meninggalkan anak-anaknya dengan sejuta harapannya.Beberapa dari mereka masih berpelukan, beberapa juga sudah pergi dan melambaikan tangan. Membuatku yang menyaksikan pemandangan ini, ikut terhanyut dalam suasana. Teringat 1 tahun yang lalu, aku pernah berada di posisi itu.Flashback"Ibu pamit pulang ya, yang betah disini. " Ibuku berkata sambil melepas jabatan tangan kami.Aku hanya diam, menahan air mata saat melihatnya akan pergi. Begitu cengengnya aku saat itu."Jangan nangis loh ya. " Ibuku kembali berkata seraya melambaikan tangan. Ia berjalan mundur menjauhiku."Kakak pulang ya. Jangan nangis, katanya mau jadi wanita sholehah yang kuat, " ucap kakakku. S

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Tumbuh dan Terganti

    "Putriiiiii." Teriak seorang wanita yang sedang berlari ke arahku. "Fatimah? " ucapku sesaat setelah melihat wajahnya. Ia menghampiri lalu memelukku. "Huhu, maaf ya aku ga bisa dateng awal kemarin. " ucap Fatimah sambil melepas pelukannya. "Hehe iya gapapa, "balasku. " Kamu udah daritadi kah? " tanyaku pada Fatimah. "Enggak, baru aja. " Jawabnya "Eh tau gak, tadi aku nyariin kalian. Di asrama ga ada orang. Terus aku mikir, pasti kalian di Masjid. Nah bener kan, kalian ada disini. " Jelasnya sambil tertawa. "Iya, bosan di sana. Kamu di anterin?" tanya Santi yang sedang duduk tak jauh dariku. "Naik bus lah, makanya aku bisa dateng pagi." Balas Fatimah seraya ikut duduk di samping Santi. Fatimah lalu menceritakan perjalanannya tadi, saat ia kesini menaiki Bu

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Indah Namamu

    "Maulana Abbas Dhiaulhaq... Hmm, namanya bagus ya Kak. " Ucapku pada Kak Umi yang masih fokus dengan layar laptop. "Nama siapa? " jawabnya singkat. "Santri baru. Nih coba lihat, Maulana Abbas Dhiaulhaq. Bagus ya. " Balasku sambil tersenyum. "Terserah kau lah Put. " Jawab Kak Umi yang tak ingin terlalu menanggapi, ia masih sibuk dengan pekerjaan di depannya. Aku hanya tersenyum sebagai balasannya. Kuraih kembali buku yang sempat aku perlihatkan pada Kak Umi beberapa menit yang lalu. Aku mulai menyalin kembali biodata santri baru. Beberapa jam yang lalu, kami mengadakan kumpul panitia, bersama Ustadz dan Ustadzah. Sejauh ini semua berjalan lancar. Selepas kegiatan tersebut, kami mulai merekap data santri baru tahun ini, karena ini memanglah tugas kami sebagai Sekretaris. Empat hari lagi santri baru akan datang ke sini, sedangkan besok pagi adalah kedatanga

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Sunyi Tempat yang Ramai

    Karangmojo. Empat puluh menit waktu telah berlalu. Meninggalkan rumah yang jauh disana. Tak lama lagi kami akan tiba di daerah Karangmojo, tempat dimana Pondok Pesantren Al Hikmah berdiri kokoh di atasnya. Lampu merah menyala, membuat kami terhenti di bawahnya. Syukurlah, matahari telah melewati waktu teriknya. Sehingga kini tinggalah cahaya oranye kemerah-merahan milik senja yang terlukis di atas sana. Tak lama, kini lampu merah telah padam. Berganti dengan cahaya hijau yang mulai menyala. Memberi kesempatan pada kami untuk melanjutkan perjalanan. Udara kini makin terasa dingin. Hati berdetak lebih kencang dari biasanya. Kini kami sudah berada di ujung jalan, mulai berbelok lalu memasuki gang. Gerak motor kami kini kian melambat, menyesuaikan kondisi jalan yang sedang dilalui. "Kamu umat yang terbaik, Selamat datang kekasih Allah di Pesant

  • Shalaff The Magic Of Prayer   Kembali ke Penjara Suci

    Dinginnya udara , kini lebih terasa pada malam hari ini, menemani dalam sunyi, aku mulai meratapi, mengapa waktu cepat sekali berlalu?Besok pagi adalah hari dimana aku harus kembali ke Pondok Pesantren. Hampir 1 bulan aku di rumah untuk menghabiskan waktu semasa liburan Idul Fitri. Namun, semuanya berlalu begitu cepat seperti 1 minggu saja aku di rumah.Memang begitu, terkadang kita merasa bahwa waktu berjalan begitu cepat saat kita ingin menikmati hari-hari bersama orang yang kita rindukan. Dan sebaliknya, waktu berjalan lebih lambat saat kita mencoba untuk menjalaninya, saat kita mencoba bertahan .Andai aku bisa, Ingin rasanya aku memutar kembali masa-masa saat di Pondok. Aku menunggu, bahkan menghitung hari-H kepulangan. Rasanya 'tak sabar bertemu dengan semua orang yang ada di rumah, berkumpul dengan mereka."Put? Kok belum tidur? " Tanya ibuku yang sedang berdiri di ambang pi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status