AIRI MENGERNYIT, MEMPERTANYAKAN maksud instruksi sang lelaki. Dia mendengarnya kembali berbincang dengan Nogawa, meminta pria itu agar memerintahkan para anak buahnya untuk menurunkan senjata. Nogawa menuntut balik dengan meminta Kei melemparkan ponsel miliknya.
Untuk sesaat, Airi merasakan ketegangan yang luar biasa. Udara di sekitar mereka seolah berhenti bergerak. Detak jantungnya berdegup lebih kencang.
Situasi ini membuatnya sesak.
Kei menolak memberitahukan rencananya. Dia membiarkan Airi dipenuhi banyak pertanyaan hingga dia semakin waswas seperti ini.
Memutuskan untuk menoleh ke arah Nogawa yang ada di belakangnya, Airi terpaku ketika Kei merangkulnya dengan tiba-tiba, memaksanya menunduk.
Di hadapan Nogawa, ponsel sedang dilemparkan, tengah terayun di udara. Semua todongan senjata tak lagi terlalu mengarah kepada mereka berdua.
Airi masih terlalu terkejut pada apa yang terjadi. Mata dan telinganya tak mampu menangkap semua kej
DARI HASIL PERKELAHIAN, terlihat anak-anak buah Nogawa yang telah dilumpuhkan, tak terkecuali Nogawa sendiri. Chisaki baru saja menumbangkan satu orang, begitu pula dengan dua rekannya yang lain. Mereka semua telah selesai menangani kaki tangan Nogawa dan juga Nogawa sendiri. Tumbangnya Nogawa tampak dari kondisinya yang sudah tak berdaya. Dia tergeletak menyedihkan di atas lantai, berbalut rembesan darah dari banyak titik luka. Pistol yang tadi digunakan untuk mengancam Airi telah terlempar beberapa kaki dari tempatnya berada. Di atas semua kondisi menyakitkan itu, Airi mendapati keberadaan Kei—Kei yang tengah menginjak sisi wajah Nogawa, menekannya dengan menyakitkan hingga dia menahan erangan di bawah sana. Telapak tangan mengacungkan pistol tepat ke kepala pria itu, siap untuk menarik pelatuknya kapan saja, mengakhiri hidup pimpinan kelompok tersebut. Dari tempatnya berdiri, Airi menegang. Matanya terpaku atas pemandangan yang dia saksikan—atas s
“KITA AKAN MEMBICARAKAN itu,” Kei mengerling pada bekas kemerahan di leher Airi, “setelah mengobati lukamu,” lanjutnya, tak terbantah. Airi menatap Kei dengan datar. “Tentu saja,” timpal Airi. “Aku akan mengobatinya.” Kei menatapnya sesaat sebelum mendengkus pelan, menahan geli. Dia mengedikkan dagu, meminta Airi mengikutinya. Mereka telah kembali ke kamar utama tak lama kemudian. “Apa saja yang dibicarakan pria tua itu?” ungkap Kei selagi mulai membuka obat oles yang akan digunakan Airi. “Tidak banyak. Dia hanya ….“ Ketika Kei hendak mengambil isi obat tersebut agar dapat memakaikannya pada Airi, Airi sudah terlebih dulu mengambil wadah obat dari tangannya, tak peduli pada sorot mengunci sang lelaki. “Dia hanya menghinamu,” tambah Airi, berbicara sambil lalu. Obat itu dia kenakan sendiri tanpa perlu melihat. Kei terlihat tidak senang dengan tindakan Airi, tapi dia tak berkomentar apa pun. Alih-alih mengomentari tindak
“SUDAH KUKIRIMKAN PADAMU,” ungkap Airi dengan sebuah ponsel dalam genggaman. Dia mendongak, menatap sang lelaki yang tengah duduk di atas nakas. “Apakah kau masih khawatir kalau aku mengingkarinya?” tanya Airi pelan, mulai merasakan serangan lelah. Sama sekali tak memperhatikan layar ponsel Airi yang sengaja diperlihatkan untuk dapat meyakinkannya, Kei masih menatap sang perempuan lekat. “Tidak,” balasnya ringkas. Pandangan mengedar ke area sekitar. Dia menarik napas pelan dan menegakkan diri, bersiap-siap untuk beranjak pergi. “Kunci kamar ini sebelum kau tidur,” ungkapnya sambil lalu. Saat itu, Airi hanya menatapnya kosong. Dia baru mengerti setelah melihat mata sang pria. Senyuman masam tersemat pada bibir. Dia ikut berdiri, beranjak menuju pintu kamar. “Kau benar-benar membuat dirimu sendiri sulit untuk kembali kupercaya,” ujar Airi begitu mereka mencapai ambang pintu. Kei menoleh, cukup terganggu pada komentar yang dilontarkan Airi.
AIRI DAN KAZUKI TELAH pulang tanpa gangguan. Sejauh ini, orang-orang suruhan Rodo juga belum kembali bergerak. Kei mendapatkan informasi tersebut begitu dia kembali ke hotel setelah menyelesaikan agenda perusahaan. Guyuran air dingin masih terasa di kulit. Kei menyampirkan handuk ke pundak selagi dia membaca pesan singkat yang disampaikan oleh Kurata dan Akaba. Penerbangannya pagi tadi memakan waktu hampir tiga belas jam. Dengan perbedaan waktu yang besar antara Tokyo dan New York, dia tiba di tempat tujuan pada waktu yang sama seperti keberangkatannya dari Tokyo. Artinya, dia sampai di New York di waktu pagi dan langsung bergegas menghadiri agenda di hari tersebut tanpa waktu istirahat yang berarti. Waktu luang baru kembali Kei dapatkan ketika malam tiba. Informasi baru yang datang cukup memuaskan—mengingat dia yang tak begitu yakin bahwa Airi akan menyetujui pengawasan lain dari anak-anak Estella. Percakapan mereka kemarin malam cukup untuk memperl
PAGI TADI, ETHAN marah—sangat marah. Kemarahannya tak hanya disebabkan oleh Airi yang menghilangkan satu-satunya mobil yang dia punya. Tapi juga karena Kei yang dengan seenak hati melibatkan Airi dan Kazuki ke dalam bahaya. Airi ingat, Ethan teramat marah sampai hampir menghubungi Kei secara langsung. Dia bahkan tampak lebih berang dari Airi yang terlibat langsung dalam insiden malam tadi. “Aku akan mengganti mobilmu,” ungkap Airi saat itu, mencoba menenangkannya. Dia menggenggam ponsel dengan erat, menjauhkannya dari jangkauan Ethan. “Dan tak perlu menghubungi Kei. Urusan kami sudah selesai. Aku tak ingin kembali mengungkitnya. Lagi pula, apa yang mau kau bicarakan?” “Aku ingin memberinya satu dua pukulan,” tandas Ethan dengan kaku. “Satu dua pukulan?” beo Airi, terheran-heran. “Kau bahkan tak bisa mengalahkanku ketika dulu kita latihan. Tapi, kau yakin bisa memukulnya? Apakah tadi kau benar-benar mendengar ceritaku?” Detik i
BEGITU KEMBALI KE Tokyo, Kei langsung mengurus keperluan administrasi untuk melaporkan afiliasi antara dia dan Kazuki. Melalui laporan afiliasi, secara otomatis Kazuki akan berstatus sebagai putra biologisnya. Kei akan mendapatkan tanggung jawab sebagai orang tua meskipun hak asuh sang anak masih ada di tangan ibunya. Melalui afiliasi ini pula, Kei tak hanya diharuskan untuk menanggung biaya hidup Kazuki, tetapi Kazuki juga ditambahkan dalam daftar pewaris sah dari aset yang Kei miliki. Keputusan ini sering dianggap memberatkan seorang ayah. Namun, hal tersebut tampak tak berlaku untuk Kei. Dia sama sekali tak menunjukkan sedikit pun keraguan ketika menyuruh Kurata untuk mengurus keperluan administrasi itu. Caranya menyampaikan perintah juga sangat lugas, seolah dia meminta Kurata mengurus keperluan bisnis yang biasa, bukan mengurus laporan afiliasi tentang seorang anak yang merupakan putra biologisnya. Keterkejutan sang asisten sama sekali tidak diindahkan. “E-eh, s
PERTEMUANNYA DENGAN KAZUKI di tengah jalan cukup tidak disangka. Rute menuju apartemen Airi memang mengharuskannya melewati sekolah lama mereka. Dia tidak mengira akan melihat pemuda yang kentara sekali adalah Kazuki Ishihara, anak lelaki yang baru-baru ini diketahui sebagai putranya. Kazuki baru saja keluar dari minimarket di dekat gedung sekolah. Kakinya masih sedikit pincang ketika berjalan menuju gerbang. Kei menepikan mobil ke sisi jalan dan menurunkan kaca mobilnya. “Kazuki,” panggil Kei dari dalam, menyetarakan laju mobil dengan langkah sang anak. Kazuki menoleh pada sumber suara. Matanya tampak melebar. “Hasegawa-san?” tanyanya bingung. Mobil dihentikan. Kei menoleh ke sekitar, melihat suasana yang sudah sangat sepi. Dia tak menemukan kehadiran anak-anak Estella sama sekali. “Masuklah,” ujarnya langsung. Kazuki mengernyit. “Eh? Aku belum bisa pulang. Masih perlu membereskan lapangan.” Se
“KAMI SUNGGUH BAIK-BAIK saja,” timpal Airi pada sambungan telepon. “Kazuki masih belum sembuh sepenuhnya. Tapi, hari ini dia nekat masuk sekolah meski sudah kularang. Aku tak bisa melakukan apa pun, Shizune-san. Kau tahu sendiri bagaimana tabiat anak itu.” “Kalian seharusnya jangan berkeliaran dulu, masih terlalu berbahaya.” Shizune terdengar resah. “Kalau memang bisa absen selama beberapa hari, lebih baik kau melakukannya.” Airi tertawa pelan. “Mungkin bisa kalau aku bukan pimpinan Hiraishin,” timpal Airi, sedikit bercanda. “Pengajuan cuti harus disertai alasan yang jelas, Kak. Aku tak berniat membagikan insiden itu pada pihak lain. Shigaki-san akan menginterogasiku macam-macam kalau aku menceritakan alasan cutiku.” Sebelum Shizune memberi ide lain, Airi menambahkan, “Aku juga sedang terlalu malas untuk membuat alasan palsu. Lagi pula, dia begitu pelit untuk urusan perizinan cuti.” Saat ini, Shizune sedang tidak berada di Tokyo sehi
EMBUSAN ANGIN SALJU tampak membekukan. Tumpukan es telah menutupi sebagian besar tanah lapang. Airi sedang memikirkan nasib tumbuhan di dalam rumah kaca yang dilihatnya ketika seseorang datang, membawakan seduhan teh panas untuk mereka berdua. "Teh hijau adalah favoritku. Kuharap kau menikmatinya juga." Mei Hasegawa tersenyum dan duduk di seberang Airi. Dia memperbaiki baju hangatnya, menyilangkan kaki, dan mulai menyesap minuman panas itu. Airi menghirup segar aroma teh. "Sebenarnya bukan favorit. Saya hanya sering mengonsumsinya saja." Airi sedikit mencicip, merasakan hangat yang memanja indra perasa. "Sering mengonsumsi akan membuatmu terbiasa," ujar Mei sambil melengkungkan senyum. "Ah, aku lupa mem
SEJAK MEREKA MENJALIN hubungan serius, Kei belum pernah semarah ini. Airi bisa menanganinya dengan mudah kalau mereka hanya dihalangi kesalahpahaman, bukan dihalangi oleh keputusan sepihak yang dibuatnya.Sikap diam Kei nyatanya jauh mengkhawatirkan dibandingkan dengan sikap tegasnya yang biasa. Karena kondisi ini, Airi bahkan mengubah rencana menginapnya dan Yugao. Dia tak menghabiskan waktu di penginapan kantor, tapi langsung melakukan check in ulang begitu urusan kerjanya di hari kedua selesai.Pesan balasan dari Lucy, sang kawan baik, datang. Dia tampak tak masalah pada penundaan pertemuan mereka. Airi mengembuskan napas lega. Dia meletakkan tas tangan begitu saja di atas nakas. Kemudian berbaring di atas ranjang. Kedua mata menutup rapat, membayangkan guyuran hujan salju
KESEHARIAN AIRI HINGGA akhir tahun berlangsung jauh lebih normal dari yang dia duga. Menjalin hubungan dengan Kei nyatanya tidak begitu menjungkirbalikkan hidupnya. Sejak tereksposnya hubungan mereka, dia memang jadi lebih sering dihubungi wartawan majalah. Pada awalnya, mereka memang hanya memeras informasi mengenai Airi Ishihara yang merupakan kekasih Kei Hasegawa. Dia hanya dikenal sebagai kekasih seorang pengusaha kaya, bukan seorang wanita dengan karier dan pencapaiannya sendiri. Akan tetapi, selang beberapa waktu, orang-orang mulai menyadari kalau Airi bukan sekadar wanita pendamping saja. Mereka mulai menyoroti nama Airi, dia yang berhasil meniti karier dari seorang asisten produsen hingga menjadi pemimpin sebuah industri perfilman. Eksposur yang demikian jelas-jelas menguntungkan. Airi tidak merasa terganggu lagi. Dia juga mendapatkan lebi
AIRI TAK BEGITU terkejut ketika mendengar berita kerja sama Hasena dengan Huang Industrial Group. Selama ini, dia mengira kegagalan relasi pribadi Kei dan Jia akan berimplikasi besar terhadap status kerja sama perusahaan mereka. Setelah lebih mengenal Kei, Airi pun mengerti. Kei takkan menyia-nyiakan kesempatan besar itu hanya karena masalah pribadi. Dia telah memastikan Huang bergantung padanya, membuat mereka mau tidak mau mempertahankan relasi yang telah terjalin. Strategi bisnis pria itu … Airi cukup mengaguminya. Namun, di saat yang sama dia masih sering diliputi tanya. Bagaimana kalau suatu hari nanti pria itu mengambil keputusan ekstrem yang menurut Airi tak dapat dibenarkan? Cahaya pagi di musim semi menyadarkan Airi dari lamunan. Dia menghabiskan cokelat panasnya dan segera beranjak ke dalam apartemen. Seperti yang pernah dibicarakan dengan Kei
ENTAH BERAPA TAHUN Kei menantikan momen ini tiba, momen ketika paman congkaknya terlihat marah dan menderita berkat kekalahan yang menimpa. Persis seperti prediksinya, proses persidangan berjalan lancar seperti yang dia harapkan. Rodo Hasegawa terjerat pasal berlipat, pasal mengenai penggelapan dan pencucian dana serta pasal tentang percobaan pembunuhan. Kejahatan kerah putih yang dilakukan Rodo tidaklah sedikit. Seluruh kecurangannya di bidang finansial cukup menggunung. Kei sudah merasa cukup dengan tuntutan itu. Uluran tangan Airi benar-benar memberatkan tuntutan yang menjerat Rodo. Konsekuensi tindakan rencana pembunuhan memang mendapatkan hukuman yang cukup berat. Oleh karena itu, rencana hukuman penjara yang awalnya berselang lima belas tahun, kini menjadi maksimal tiga puluh tahun. Dari hasil ketukan palu, hukuman Rodo ditetapkan menjadi du
“PROSES ITU TAKKAN mudah, tapi semuanya akan berjalan lancar.” Adalah kalimat Kei yang sempat Airi ragukan.Selama kurun waktu sebulan ini, terdapat banyak hal yang terjadi. Airi merasa kewalahan dan terburu-buru, sulit untuk tenang, seolah dia sedang dituntut untuk berlari secepatnya selagi melepaskan diri dari jerat di belakang sana. Dikenal menjadi pasangan Kei Hasegawa tidaklah mudah. Menjadi penuntut hukum seseorang dari keluarga Hasegawa tidaklah enteng. Airi masih dihantui oleh ledakan besar yang hampir merenggut nyawanya. Dia masih sering terbangun di tengah malam, tersentak hebat karena peristiwa tersebut masih mengejarnya hingga ke alam mimpi.Airi telah melalui banyak kesulitan sepanjang hidupnya. Akan tetapi, sekarang adalah salah satu masa yang membuatnya lelah. Pemberitaan di berbagai media elektronik, bisikan gosip d
SEPERTI PERKIRAAN KEI, sidang pertama Rodo Hasegawa memang dilaksanakan satu minggu kemudian. Airi sempat mendengar beritanya kemarin. Pagi tadi, Kei juga sempat menghubunginya, memberitahukan mengenai dia yang akan hadir di persidangan. Proses peradilan itu bersifat terbuka sehingga masyarakat umum diperbolehkan datang, asal tidak mengganggu proses peradilan. Airi akan mencoba datang juga kalau saja dia tidak mempunyai agenda tersendiri.“Catatan rapat tadi sudah saya back-up pada akun perusahaan, Ishihara-san. Apakah ada yang perlu saya agendakan lagi untuk hari ini?” ujar Mayumi, sekretaris sementara Airi.Kolega kerja mereka sudah meninggalkan ruang pertemuan. Airi pun menoleh pada Mayumi yang telah selesai berberes.
PENAHANAN RODO HASEGAWA memudahkan polisi melakukan pengusutan lebih lanjut. Mereka bekerja sama dengan detektif swasta yang dipekerjakan oleh pengacara penuntut utama. Tak hanya Rodo dan Seizu, nama Toshiki Furuma juga sudah ikut terseret. Salah satu anggota dewan paling berpengaruh itu sudah mendapatkan surat panggilan dari polisi sejak tiga hari lalu. Dari beberapa tahun terakhir, baru kali ini kepolisian pusat menangani kasus yang melibatkan tiga orang besar sekaligus. Pemberitaan kasus pun jadi semakin marak diperbincangkan. “Rodo adalah anak angkat kakekku. Dia tidak sedarah dengan paman ataupun ayah,” jelas Kei. Pintu geser kaca di dekat dapur tampak sedikit terbuka, menampakkan sinar matahari pagi yang masih terasa hangat. Tata letak rumah milik sang lelaki memang jauh lebih lenggang dan terbuka. Mereka dapat melihat keberadaan taman belakang melalui pintu geser yang ada di sana. Airi baru selesai memasukkan es batu ke dalam wadah berisi minuman rasa
AIRI TIDAK INGAT kapan dia terlelap. Matanya tertutup begitu saja setelah mendaratkan diri di atas ranjang. Dia sudah sangat mengantuk sejak selesai berendam. Ketika mengerjap, dia tak tahu sudah jam berapa. Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Sampai kemudian dia merasakan erat rangkulan di belakangnya, juga hangat ciuman yang menjatuhi perpotongan lehernya.Airi sempat lupa kalau dia sedang tinggal di apartemen sang kekasih. Harum maskulin menggelitik hidung. Airi menoleh, menatap dalam remang cahaya kamar.“Aku ketiduran,” ungkap Airi, terdengar parau. “Maaf, tak sempat menunggumu.”Kei hanya membalas dalam gumaman. Dia tak mengatakan apa pun ketika kembali mengeratkan pelukan. Kecupan panas itu lagi-lagi hadir pada lekuk leher Airi, terus hingga rahang dan belakang telinga. Airi kontan meremang.“Ada apa?” tanya Airi, bernada rendah.“Kenapa kau tidak tidur di kamarku?” gumam Kei, sedikit tere