6 tahun berlalu sejak kejadian buruk yang menimpa Rose dan Jasmine.
Di sebuah Mansion Mewah yang ada di pinggiran kota A.
Pagi itu...
“Papa, semalam Rose berkata ingin berlibur ke pulau O. Apakah Papa ada waktu?” tanya Jasmine sembari menikmati sarapannya.
“Em, benarkah. Mengapa dia tak membicarakannya langsung dengan Papa?” ucap Ramos, santai.
Belum lagi Jasmine menjawab.
“Memangnya Kakek ada waktu, kemaren?” tiba-tiba seorang bocil bermata bulat muncul sambil membawa boneka berbie di tangannya.
Ramos dan Jasmine menoleh ke arah suara berasal.
“Oh, sayang. Kau sudah bangun?” Ramos lalu merentangkan kedua tangannya menyambut pelukkan hangat si bocil yang adalah cucunya itu.
Bocil cantik itu pun lalu berlari dan memeluk Ramos, kemudian mencium pipi Ramos penuh kasih sayang.
“Uh, cucu kesayangan Kakek.” gemas Ramos sambil mencium balik pipi cubi si bocil yang ada di pangkuannya.
“Lalu, ciuman buat mommy mana?” Jasmine pasang tampang cemburu sembari menatap putri cantiknya.
*
Ya! bocil yang cantik itu adalah putri Jasmine. Yang kemudian di beri nama "ROSE". Rose dan Jasmine yang 6 tahun lalu terluka parah di bagian Vital yang berbeda, membuat Ramos harus kehilangan satu putrinya untuk menyelamatkan putri lainnya.
Dan Jasmine lah yang di pilih Ramos untuk berkesempatan hidup dan menatap dunia untuk kedua kalinya. Dan semenjak itu pula, Ramos yang notabenenya seorang penguasa berpengaruh di dunia hitam, memilih mundur dari kekuasaannya dan menutup rapat-rapat masa lalunya.
Kini, Ramos hidup sebagai pengusaha biasa yang cukup sukses dan memainkan peran sebagai Kakek yang baik bagi Rose, cucu cantiknya.
*
“Mommy!” teriak Rose si bocil cantik, panik.
Mendengar teriakan Rose, Jasmine yang sedang bersiap di kamarnya, lalu berlari ke ruang kerjanya.
“Ada apa sayang?” tanya Jasmine, ikut panik.
“Em,” si bocil Rose menunjuk polos, layar sebesar tembok di sisi ruang.
Jasmine menatap bingung layar besar di hadapan Rose.
“Kau mau membuat Kakek ku bangkrut heuh!” si bocil Rose menatap curiga ibunya.
“Astaga! Apa ini. Apa yang terjadi. Mengapa saham kita kacau begini?” Jasmine yang panik lalu mengotak-atik layar hologram di hadapannya.
Si bocil Rose ikut menatap layar besar di hadapannya.
“Hm?” si bocil Rose yang mengusap dagunya pelan, seperti memahami sesuatu.
Jasmine terlihat kualahan dengan jarinya. Sambil terus menatap layar besar di hadapannya, si bocil Rose berjalan pelan menggeser posisi Jasmine.
Tanpa banyak bicara, si bocil cantik itu lalu mengambil alih tombol-tombol hologram di hadapan Jasmine. Jari mungilnya sangat lincah, dan hal itu membuat Jasmine terpukau keheranan.
Dan benar saja, sedetik kemudian.
DONE!!!
Kurang dari 5 menit saja, si bocil Rose berhasil mengatasi masalah perusahan kakeknya yang ternyata sedang di retas. Jasmine tercengang melihat kemampuan si bocil Rose.
“ROSE, putriku kah?” batin Jasmine tak melepas pandang dari wajah bulat putri cantiknya.
*
Seminggu kemudian, si bocil Rose yang ingin berlibur akhirnya memilih pulau O sebagai tempat menikmati akhir pekan bersama ibu dan kakeknya.
Sebuah Villa di pinggir pantai dengan pemandangan yang indah dipilih Jasmine untuk memanjakan mata putri kesayangannya.
“Sayang, Mommy mandi dulu ya. Jangan bermain terlalu jauh oke!” ucap Jasmine sembari berjalan masuk ke kamar mandi.
“Em,” Jawab singkat si bocil Rose sembari berjalan keluar kamar.
Terlihat Ramos sedang sibuk melihat pekarang sekitar Villa bersama si tukang kebun. Si bocil Rose hanya melirik sekilas kegiatan kakeknya sebelum akhirnya memutuskan menikmati pemandangan di pinggir pantai.
Sambil tengak tengok tak jelas, si bocil Rose yang larut dalam keindahan alam tak fokus pada langkahnya. Akibatnya si bocil Rose yang kehilangan keseimbangan, menabrak seseorang.
“Uch,” rintih imut si bocil Rose, menahan sakit di jidatnya.
Si bocil Rose lalu mendongak menatap orang yang di tabraknya.
Oh, benar saja! seorang pria berwajah dingin super tampan sedang menunduk dan menatapnya, datar.
DEG!
Batin si pria tampan, seolah tersambar petir tegangan maut.
“Bocah ini. Dia mirip sekali dengan ku.” Imbuhnya lagi sembari menatap dalam-dalam wajah cantik si bocil Rose.
Si bocil Rose balik menatap tenang si pria tampan yang kini terlihat kaget bercampur marah itu.
“Sudah cukup?” tanya si bocil Rose, dingin.
Si pria tampan tak menjawab, hanya dahinya terlihat mengernyit, bingung.
“Maksudku, sudah cukup kah kau menatapku?. Jika sudah, aku minta maaf karena sudah menabrakmu.” si bocil Rose lalu membungkuk hormat kemudian berlalu begitu saja.
Tapi belum lagi langkah pendek si bocil menjauh, si pria tampan lalu berkata: “Kau pergi begitu saja! Apa kau sudah mendapat persetujuanku?”
Si pria tampan pasang tampang songong sambil menaikkan satu alisnya, menatap si bocil Rose.
Bocil Rose berbalik. Dengan sorot mata tajam dan tenang, si bocil Rose berjalan mendekati si pria tampan.
Sambil mendongak karena perbedaan tinggi badan keduanya, si bocil Rose berkata: “Gendong aku.”
“Hee-uh???” Si pria tampan habis kata.
*
Setengah jam kemudian, di sebuah kedai eskrim pinggir pantai.
“Jadi?” ucap si pria tampan sembari menatap bingung wajah imut si bocil Rose yang duduk tenang di hadapannya.
Si bocil Rose tampak menikmati eskrim vanilla yang dipesannya, tak terlihat rasa canggung apalagi takut dari raut wajahnya.
“Kau tak makan?” tanya si bocil Rose sambil melihat es krim di atas meja yang belum di sentuh pemiliknya.
“Aku yang traktir. Makanlah,” si bocil Rose menatap polos si pria tampan yang duduk menyilangkan tangan di hadapannya.
“Apa ini tanda permohonan maaf mu?” tanya si pria tampan, datar.
“Em,” jawab singkat si bocil Rose sembari mengangguk sekali.
“Ya! Bocah! Kau sejak tadi berbicara santai padaku. Apa orang tua mu tak mengajarimu bagaimana harus bersikap kepada orang asing? Terlebih, aku jauh lebih tua darimu.” Si pria tampan menatap remeh si bocil Rose.
“hm. Kau ini bicara apa. Pelajaran Mommy tentu adalah yang terbaik di dunia.” jawab si bocil Rose sambil memasukkan sendok es krim ke mulutnya.
“Cih, Mommy? Lalu bagaimana dengan Daddy mu, apa Daddy mu tak ikut mengajarkanmu tentang hal-hal lain yang berbahaya di dunia ini?”
“Daddy? Apa itu Daddy? Aku tak memilikinya sejak aku lahir kemuka bumi ini?” si bocil Rose menjawab cuek.
“Ya! Bocah. Kau bodoh kah. Semua orang itu punya Daddy. Memangnya mommy mu membuatmu dari tepung???” ucap si pria tampan setengah mengejek.
“Emm, mungkin saja.” si bocil Rose, menjawab asal tanpa tersinggung sedikitpun.
Si pria tampan tak paham. Wajahnya terlihat bingung melihat ekspresi tenang si bocil Rose.
“Siapa anak ini, dia menimpali semua ucapanku seenak udelnya. Menarik sekali.” Batin si pria tampan sembari menaikkan sudut bibirnya.
“Baiklah, aku harus kembali. Atau Mommy akan meratakan pulau ini jika tak melihatku di villa.” si bocil Rose lalu turun dari bangkunya dan berjalan keluar kedai dengan cueknya.
Namun tiba-tiba langkah si bocil Rose terhenti, tanpa membalikkan badannya, si bocil Rose berkata: “ROSE.”
Dan benar saja, satu kata yang keluar dari mulut si bocil Rose berhasil membuat si pria tampan yang tak lain dan tak bukan adalah LEON, sesak napas.
Leon lalu berdiri dan menatap tajam si bocil Rose yang sekilas memiliki aura akrab baginya. Leon tak bisa berkata apapun. Begitu banyak pertanyaan di otaknya.
“Rose, namaku Rose, he he he.” ucap si Bocil sambil cengingisan ramah.
“heuh?” Otak Leon seolah berjalan lambat. Rupanya “ROSE” yang di ucap si bocil Rose adalah perkenalan dirinya.
“Astaga, apa yang kupikirkan. Bagaimana mungkin bocil ini tau tentang "Rose-ku" kan. Ah, sepertinya aku terlalu berlebihan.” batin Leon sembari memaksakan diri untuk membalas senyuman bocil Rose.
“Leon. Aku Leon.”
“Aku tau.” jawab si bocil Rose sembari tersenyum aneh kemudian berbalik dan pergi.
Leon lagi-lagi di buat tak paham dengan sikap dan ucapan si bocil Rose.
“Bocil cantik ini, dia terus membuatku kagum. Siapa dia sebenarnya?” Leon menatap punggung si bocil Rose yang mulai menjauh.
*
*
*
To Be Continued...
Pulau O.“APA! Bagaiamana mungkin kalian tak tau bocah sebesar itu tak ada di Villa. Apa kalian pikir putriku memiliki kesaktian dan menghilang begitu saja! Cari di semua tempat! Bahkan jika harus melenyapkan pulau ini, aku tak peduli! Temukan putriku, atau kalian akan terkubur dipulau ini!” Jasmine yang tak mendapati batang hidung si bocil Rose di Villa, mengamuk hebat.Para pengawal dan bahkan para pekerja Villa biasa ikut kena imbasnya.Jasmine benar-benar lepas kendali saat semua berhubungan dengan putrinya.“Mommy, kau mencariku?” tanya si bocil Rose yang baru kembali ke Villa.Jasmine menoleh.“Sayang, kau darimana saja. Kau baik-baik saja?” Jasmine memeriksa seluruh tubuh si bocil Rose dengan cemas.“Oh ayolah Mom, aku baik-baik saja. Aku hanya menikmati pemandangan alam yang belum pernah kulihat saja.” si bocil Rose lalu menaruh bokong di sofa ruang tamu.“Kau yakin
Pulau O.Dan masih di hotel mewah.Kedatangan tak terduga Leon ke pesta peresmian hotel kakek Sean benar-benar mencuri perhatian para tamu undangan.“Kau. Siapa kau?” tanya Sean, dingin.Leon lalu menatap Sunny, si bocil tampan.Masih dengan senyum aneh yang sesekali singgah di bibirnya. Leon berkata: “Aku...”“Daddy-ku!!!” si bocil Rose, menatap angkuh wajah tampan Leon.Ramos keget setengah mati.Jasmine sesak napas!.“Rose,” Jasmine yang panik lalu menarik tubuh putrinya menjauh dari Leon.Leon hanya terdiam menatap wajah cantik Jasmine yang mendekati si bocil Rose. Leon terlihat menahan amarah dan rasa rindu yang bercampur aduk.“Bebie...,” batin Leon, menahan diri.*LEON POVSesaat setelah kepergian si bocil Rose dari kedai es krim.“Dalam 30 menit. Temukan semua tentang si bocil kurang ajar, barusan!”
Pulau O. Di Villa Leon. Setelah makan malam dengan sebuah fakta yang membingungkan, Leon yang berhasil mendominasi si bocil Rose, tanpa bertanya langsung membawa Jasmine dan si bocil Rose ke Villanya. Awalnya Jasmine berontak hebat, minta di pulangkan ke Villanya. Tapi karena si bocil Rose terus merengek dan tertidur di pelukkan Leon, Jasmine akhirnya mengalah saja. Disebuah kamar mewah yang ada di lantai dua, Jasmine tampak terdiam sambil menatap wajah cantik putrinya yang terlelap. Jasmine yang duduk di sisi ranjang, terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Kau, sungguh bukan Rose kah?” sederet kalimat tanya yang Leon lontarkan kala di resto, membuat Jasmine tak bisa melupakannya. Tatapan penasaran dari wajah tampan Leon terus mengganggu pikirannya. Sedetik kemudian, serangan sakit di kepala Jasmine kambuh. Lagi-lagi, potongan bayangan-bayangan kisah manis Leon yang bercumbu dengan seorang wanita muncul di ingatan Jasmine
Masih di Villa Leon.Di ruang makan.“Mommy, Daddy.” sapa si bocil Rose yang melihat Jasmine dan Leon muncul bersamaan.“Pagi sayang.” Jasmine lalu mencium kepala si bocil Rose yang duduk manis sambil memegang gelas susu.“Apa tidurmu nyenyak?” Leon ikut mencium kepala si bocil Rose, dengan lembut.“Em.” jawab si bocil Rose, polos.“Lalu, bagaimana dengan kalian. Apa Mommy dan Daddy bersenang-senang?” si bocil Rose menatap lugu wajah Jasmine dan Leon.Leon dan Jasmine mendadak gugup. Jasmine tak menjawab. Jasmine memilih minum air putih di hadapannya biar tenang.“Tentu saja. Daddy dan Mommy bersenang-senang. Sangat senang, malah.” Jelas Leon, yakin.Dan benar saja, “ukhuk, ukhuk,” jawaban Leon membuat Jasmine tersedak batuk-batuk. Jasmine melotot ke arah Leon.Leon masa bodoh.“Mom. Kau baik-baik saja?” tanya si
Pulao O, dan masih di Villa Leon.Jasmine yang melihat Leon sudah babak belur muntah darah, tak memiliki kesan sedikit pun. Seolah, Leon bukanlah apa-apa atau sesuatu yang harus di perhitungkannya. Sementara Leon yang menatap Jasmine penuh cinta, terus tersenyum seperti orang bodoh.“Cih! Kurasa, belaianku yang sangat lembut itu, sudah membuat otakmu bergeser ya?” ejek Jasmine.“Hm! Kau sangat mengenaliku rupanya, bebie. Jadi, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan ini di ranjang saja.” Leon menggoda Jasmine dengan tatapan penuh napsu.“Ya! Kau!” Jasmine terprovokasi.Dengan rasa kesal yang setinggi gunung Himalaya, sedalam samudra Hindia, Jasmine kembali hendak menghantam Leon.Leon bersiap dengan senang hati, menyambut bogem mentah dari bebie tercinta-nya. Namun belum lagi kepalan kuat Jasmine mendarat di wajah Leon, tiba-tiba....Bruk! Jasmine jatuh bersimpuh dihadapan Leon. Serangan sakit di
Di Villa Rose."Oh, tampaknya kau tak terkejut dengan kedatangan kami,papa." ucap Jasmine yang muncul bersama si bocil Rose.Ramos yang saat itu sedang duduk di ruang tamu bersama Pak tua Han, menatap kedatangan putri dan cucunya, tenang. Tak ada ekspresi terkejut ataupun cemas karena Jasmine dan si bocil Rose tak pulang semalaman.Jasmine lalu mendekati ayahnya dan duduk berhadapan dengan Ramos. Sementara pak tua Han yang duduk disamping Ramos memilih berdiri dan meninggalkan kedua ayah anak itu."Kalian berdua, bicaralah dengan kepala dingin. Jantungku sedang tak sehat saat ini." ucap pak tua Han sembari melangkah pergi.Jasmine tak menimpali ucapan Kakek Sean, pandangan fokus pada Ramos yang kini juga sedang menatapnya."Jadi, darimana kau akan mulai, papa?" Jasmine tersenyum remeh pada ayahnya."Hm! Jadi kau sudah mengetahuinya. Lalu, apa lagi yang perlu ku jelaskan?" Ramos menyandarkan tubuhnya, lebih bersantai."PAPA!" be
Masih di pulau O. Setelah malam dimana kecurigaan pak tua Han dan Ramos mengarah pada satu sosok yang di yakini adalah otak dari segala kemungkinan yang terjadi, Ramos yang ragu bercampur yakin, memilih mengawasi si bocil Rose diam-diam. Sementara si bocil Rose yang tau rencana kakeknya, memilih bersikap biasa saja dan menghentikan segala gerakan ektreemnya. “Cih! Mengawasi setiap gerak gerikku. Kau terlalu mudah di tebak kakekku sayang,” batin si bocil Rose sembari melirik ekor mata kakek yang duduk di sampingnya. “Jadi, kita pulang sore ini Pah?” tanya Jasmine yang baru muncul entah darimana. “Hm, pagi ini Sean sedang mengurus kepindahannya, mungkin akan selesai siang hari. Karena kelak dia akan tingal bersama kita. Jadi, sekalian saja berangkatnya.” Jawab Ramos, santai. “Heuh? Apa kakek bilang? Sean akan tinggal bersama kita. Kok kakek tak ada cerita?” si bocil Rose terlihat tak senang. “Aku kan tunanganmu, ya sudah se
Masih di markas senjata milik Shadow.Di ruang kerja “KETUA”.Jasmine tampak menyelidik seisi ruang.Sambil menumpu kedua telapak tangannya ke belakang, Jasmine kemudian menatap hampa jendela kaca yang tembus ke sebuah taman besar di halaman belakang.“Uh~ Mengapa kau memukulku dengan sangat keras. Ini benar-benar sakit Sweety,” rintih Tiger sambil mengompres wajahnya yang bengkak.Jasmine tak menjawab. Hanya melirik sekilas teman lamanya itu kemudian kembali menatap hampa taman belakang Markasnya.“Terima kasih.” Ucap Jasmine tiba-tiba, tanpa berbalik menatap Tiger.Tiger kaget setengah mati, mendengar ucapan Jasmine. Karena sejauh ingatannya, Rose yang kini berganti nama menjadi Jasmine itu adalah MONSTER berdarah dingin yang irit bicara.Tak pernah bicara lebih dari 10 kata saat mulutnya terbuka, dan tak mengenal kata “MAAF” apalagi “TERIMA KASIH”.Tapi
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
"Oh, kalian pulang," Jasmine yang sedang duduk santai ditemani Leon menatap kedatangan dua bocah berparas elok, Sean dan si bocil Rose. "Hai Dad, kau tidak bekerja?" si bocil Rose menghampiri Leon sembari mencium pipi kanan kiri di Daddy. "Bekerja, tentu saja Daddy bekerja. Kalo tak kerja, bagaimana bisa Daddy memberikan yang terbaik untuk dua bidadari di hadapan Daddy ini," Leon melirik sekilas Jasmine yang cuek bebek kemudian mencoel pipi chubby si bocil Rose. Jasmine pura-pura tuli. "Ayo ke atas. Kau bau. Kau harus mandi dan istirahat." Sean yang sejak tadi menatap tak senang pada Leon meraih tangan si bocil Rose dengan wajah dinginnya. Si bocil Rose hanya tersenyum, meski tau kondisi sebenarnya yang mana Sean sedang cemburu buta. Sambil berjalan cepat meninggalkan Leon dan Jasmine yang berduaan di ruang keluarga. "Oh ayolah, kami anak dan ayah. Kau tak harus menunjukkan hal ini terlalu je
Di sebuah taman yang tak jauh dari mansion Jasmine. Tampak si bocil Rose dan Sean sedang duduk sambil marahan. Lebih tepatnya Sean yang marah sich. "Ya, kau ini kenapa? Kau cemburu kah?" tanya si bocil Rose, polos. Sean melirik tajam tunangan kecilnya. "Iya!" jawab Sean sambil melotot kesal. "Oh," si bocil Rose hanya ber "Oh" ria kemudian menatap santai penjual es krim keliling yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Sean cukup terkejut dengan jawaban tunangan kecilnya. Sean melirik lagi wajah cantik si bocil Rose tak terlihat tak merasa berdosa itu. Si bocil Rose yang sadar Sean sedang sedang menatap kesal padanya, pura-pura cuek dan tak butuh. "Mau kemana?" tanya Sean cepat. Si bocil Rose rupanya angkat bokong dan hendak berjalan entah kemana. "Beli es krim, mau?" tawar si bocil Rose polos. "Mau, yang coklat!" ucap Sean badas dengan tak tau malu. Si bocil Rose menyembunyikan senyuman gelinya. "Menggemaskan sek
Di sekolah Elite tempat si bocil Rose dan Sean, Kenzo belajar.Bunyi bel jam istrirahat berbunyi. Semua siswa dengan teratur, berhambur keluar ruang kelas. Tak terkecuali Sean dan Kenzo. Dua bocah tampan itu berjalan angkuh dengan satu tangannya masuk ke kantong celana.Sean berjalan cuek mendahului Kenzo. Kenzo tak acuh dengan keberadaan Sean. Lagi, lagi dan lagi. Puluhan pasang mata kembali menyorot kedua sosok anak baru itu. Sepanjang perjalanan, Sean dan Kenzo benar-benar mencuri perhatian murid lain yang kebanyakan adalah seorang wanita.Sampailah Sean dan Kenzo di depan pintu ruang kelas si bocil Rose."Sudah selesai?" tanya Sean sesaat setelah mendekati meja si bocil Rose.Si bocil Rose yang sedang beberes mejanya,mendongak. "Hm? Sean?" ucapnya polos.Sean tak menjawab. Hanya menatap datar si bocil Rose. Dan si bocil Rose yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Sean, biasa saja."Sudah, mau ke kantin ya?""Hm," jawab sin
Di karenakan Sean lebih tua dari si bocil Rose dan Kenzo yang sekolah melalui jalur Akselerasi, membuat kedua bocah tampan itu duduk di kelas yang sama. Kelas senior, dua tingkat di atas si bocil Rose yang masih duduk di kelas 2.Sebenarnya, sekolah yang kini dihuni tiga anakkan monster itu, bukanlah sekolah biasa. Sekolah itu adalah sekolah Elite, tempat para Genius saling adu kecerdasan. IQ dan EQ para siswa nya pun tak main-main. Jelas harus diatas rata-rata anak normal baru bisa menjadi murid disana. Tapi tidak melulu sesulit itu kok, asal orang tua berduit, maka semua akan mudah tergantung nominalnya. Ha ha ha....Sean dan Kenzo memasuki kelas mereka. Suasana kelas dengan murid yang hanya 15 ekor itu, terasa begitu tegang. Ya bagaimana tidak! Dengan 10 murid murid laki-laki yang ketampanannya jelas jauh di bawah Kenzo dan Sean, membuat 5 pasang mata elang itu seperti hendak menelan Kenzo dan Sean hidup-hidup.Maklum, kalah saing ya gitu! Ha ha
Si bocil Rose dan Sean akhirnya sampai di sekolah mereka diantar supir Sean. Hari itu adalah hari pertama Sean bersekolah di tempat yang sama dengan si bocil Rose.Sean dan si bocil Rose jalan berdampingan memasukki kawasan sekolah Elite, para anak orang kaya.Dan benar saja, ketampanan Sean yang bag ukiran Dewa Yunani versi mini, berhasil membuat puluhan pasang mata menatapnya, kagum. Sepanjang perjalanan, murid yang berpapasan dengan Sean, secara otomatis akan terbius dengan pesona Sean yang sungguh menawan.Sean biasa saja, karena tatapan seperti itu, adalah makanan hari-hari baginya saat di tempat umum. Tapi tidak demikian dengan si bocil Rose.Entah apa yang dirasakannya, yang pasti, perasaannya saat ini ingin marah dan mengamuk saja. Wajah cantiknya mulai cemberut. Sesekali manik emeraldnya melirik tajam ke arah Sean. Sean yang tak mengerti, cuek saja. Toh si bocil Rose memang sering menatapnya seperti itu."His!" si bocil Rose menghentakkan
Ceklek!Sean membuka kamar si bocil Rose, dilihatnya tunangan kecil itu sedang ketawa ketiwi dari balik selimut yang menutup seluruh badannya.Sean mendekati ranjang si bocil Rose, penasaran."Apa sesuatu yang menarik ada di dalam situ?" tanya Sean, datar.Tapi tak ada jawaban dari tunangan kecilnya itu. Sean mulai tak sabaran. Di tariknya selimut yang menjadi cangkang si bocil Rose. Sontak si bocil cantik itu kaget setengah mati. Gerakan reflek, karena merasa terancam nyaris membuat wajah tampan Sean memar tujuh turunan. Beruntung si bocil Rose yang bersiap menghantam wajah Sean dengan kakinya, berhenti gerak tepat waktu.Sean tak bergeming di sisi ranjang, berkedip dengan pelan seolah tak ada yang terjadi dan semua baik saja. Sementara si bocil Rose yang dengan posisi satu kakinya siap menghantam wajah Sean dan satu kaki lagi menopang tubuh mungilnya, bergerak lambat menarik telapak kaki lancangnya yang sejajar dengan wajah tunangannya itu. Si bo
Di sudut pertigaan gang yang masih di area toko buku.Tampak seorang gadis berambut panjang yang diikat kucir kuda, memakai topi sedang merintih kesakitan. Tak berapa lama, muncul seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya membawa sebongkah es batu dan plastik kelcil berisi obat-obatan."Hm," Kenzo menyodorkan barang bawaanya.Si bocil Rose mendongak dengan wajah kesal. Meski begitu, tetap saja di raihnya barang pemberian kenzo, meski dengan kasar."Berhenti menatapku dengan mata seperti itu, aku tak menyukainya." ucap kenzo sembari duduk lesehan di sebelah si bocil Rose."Cih!" Si bocil Rose melirik tajam, sosok Kenzo disampingnya."Bisa tak? Sini," Kenzo yang melihat si bocil Rose kerepotan mengompres tangan kanannya membantu dengan cueknya.Si bocil Rose pasang tampang ogah-ogahan tapi menurut saja.Kenzo dan si bocil Rose tak berbicara sepatah katapun untuk beberapa saat. Kedua bocah itu hanya terdiam tanpa menatap satu
“Jika kau tak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, aku mungkin tak akan percaya, bahkan jika itu Mommy yang mengatakannya sendiri!” gumam si bocil Rose sembari mengikat rambut panjangnya di depan cermin.Di tutupnya kembali, rambut indah itu dengan tudung Hoodie yang masih di pakainya. Dan bola mata si bocil Rose kini benar-benar membulat sempurna.“Tidak salah lagi. Aku harus memeriksanya sendiri!” batin si bocil Rose yang merasa bentuk wajahnya secara keseluruhan memang sangat mirip dengan Kenzo. Bisa di katakan, Kenzo adalah versi pria dari paras cantiknya.Sementara itu, di Mansion Leon. Kenzo yang duduk terdiam di halaman belakang Mansion, tampak sedang memikirkan sesuatu. Sambil menikmati secangkir coklat panas di tangannya, Kenzo terus menatap hampa rerumputan hijau di halaman taman.“Sedang apa kau, apa yang kau lihat sampai kau mengabaikan panggilanku?” tanya Sean memudarkan lamunan si bocil Rose.