"Itu ..." Lina menggantung kalimatnya kemudian menoleh ke arah kerumunan rekan-rekan kerjanya."Itu mereka berkerumun karena penasaran siapa minggu ini yang punya giliran menggantikan jadwal shift malam kamu, karena tadi Pak Sigit bilang, kalau kita semua akan digilir bergantian bertukar jadwal shift malam dengan kamu. Kita semua sangat antusias karena untuk pertukaran shift malam dengan kamu kita akan mendapatkan bayaran dua kali lipat," jelas suster Lina membuat liat tercengang heran.Lia melirik Lio di sisinya yang sedang tersenyum merekah, " Apa mungkin ini yang dimaksud Mas Lio bahwa dia telah memperkirakan segala sesuatunya? Mas Lio memang memiliki power, dia bisa melakukan apapun untuk mewujudkan keinginannya, tapi aku bersyukur, karena dengan ini rekan-rekan kerjaku tidak merasakan kecemburuan sosial," batin Lia."Btw, aku nggak nyangka lho kalau kamu ternyara istri dari pemilik rumah sakit ini, Masya Allah, selamat ya, Lia, aku turut bahagia, semoga pernikahan kalian langgeng
Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Lidiya membuat Lio tersadar."Oh, nggak ada. Terima kasih ya," jawab Lio"Baik, kalau begitu saya permisi, Pak.""Silakan."Lio menghela nafasnya sesaat setelah Lidiya berlalu. Pikirannya berkelana mencerna ucapan Lidiya,"Lia, beri saya kesempatan sekali lagi, akan saya buat kamu menjadi wanita paling bahagia di dunia ini," gumamnya dalam hati.Memikirkan Lia membuat ia tiba-tiba teringat akan sesuatu. Tentang sebuah buku diary yang Lia berikan padanya semalam dan belum sempat dibacanya.Lio segera mengambil buku tersebut yang disimpannya di dalam tas kerja, kemudian ia mulai membuka lembar pertama dari buku yang mulai usang itu. Namun, saat ia baru saja membaca dua kata pertama dari buku tersebut, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, membuatnya membatalkan niat untuk membaca buku tersebut."Masuk!" Titah Lio pada seseorang di balik pintu. Tak lama kemudian t
"Lio buat kesalahan lagi, Bun.""Astaghfirullah, Lio! Satu masalah belum selesai dan kamu sudah buat kesalahan baru, begitu?" tanya Arumi.Lio mengangguk, "maafin Lio, Bun.''Arumi menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berlalu menuju kulkas untuk mencari minuman dingin. Cuaca di luar yang terik, ditambah berita buruk yang baru saja didengarnya membuat ia seketika merasakan dahaga."Bunda nggak tahu dan nggak ingin tahu masalah apa lagi yang terjadi di antara kamu dan Lia, karena Bunda tak ingin terlalu ikut campur urusan kalian. Tapi satu pesan Bunda, Lio. Tolong, kamu belajar untuk lebih bisa mengendalikan diri kamu. Karena terkadang, hal yang seharusnya tidak akan menjadi masalah, akan menjadi masalah besar jika kita menghadapinya dengan emosi. So, keep calm!" tutur Arumi menasihati buah hatinya sesaat setelah meneguk air mineral di depan kulkas."Iya, Bun. Lio sedang berusaha, kok," sahut Lio."Bagus," jawab Arumi.
(Komplek Anggrek)Lia yang baru saja mengecek kondisi pasien terakhirnya dibuat terkejut saat keluar dari ruangan ternyata tak sengaja berpapasan dengan Vino yang ditemani seorang suster di sisinya "Kak Vino?""Hai, Lia.""Tumben siang-siang di sini?" tanya Lia merasa heran, sebab biasanya di jam-jam mendekati waktu istirahat tidak ada jadwal dokter visite."Iya, tadi kebeulan ada pasien IGD yang perlu tindakan cepat, jadi waktu visite kakak mundur," jelas Vino."Oh, gitu," gumam Lia pelan, kemudian ia teringat kejadian semalam, saat suaminya tiba-tiba merebut ponselnya dan marah-marah pada Vino."Ehm, Kak, soal semalam Lia minta maaf, ya," ucap Lia penuh sesal."It's Okey, Lia. Kakak nggak apa-apa, kok. Wajar Pak Lio sebagai seorang suami bersikap seperti itu. Kalau kakak ada di posisi beliau, mungkin kakak juga akan melakukan hal yang sama," jelas Vino dengan senyuman menenangkan khasnya.Lia balas tersenyum, "Makasih, ya, Kak," ucap Lia."Sama-sama. Yang terpenting sekarang hubung
"Sudah?" tanya Lio yang melihat Lia berjalan ke arahnya, Lia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya."Oke," ucap Lio kemudian merangkul istrinya dan berjalan beriringan menuju ke ruangannya. "Assalamualaikum," salam Lio dan Lia pada Bunda yang sudah menunggu mereka untuk makan siang bersama. Saat Lio dan Lia masuk ke ruangan, di meja sudah tersedia berbagai macam makanan yang siap disantap sebagai menu makan siang."Bunda ....""Lia .... "Lia berjalan ke arah Arumi kemudian memeluknya erat, meninggalkan Lio yang masih berdiri di ambang pintu."Kangen banget sama Bunda," ucap Lia dalam dekapan Arumi."Sama, Bunda juga kangen sama kamu, Nak," sahut Arumi.Sedangkan Lio yang melihat dua wanita kesayangannya saling memeluk menyalurkan kerinduan hanya tersenyum hangat, merasa bahagia melihat kedekatan Bunda dengan istrinya. Ia kemudian berjalan mendekat."Gitu ya, yang lagi kangen-kangenan, yang di sini malah dikacangin," sungut Lio dengan nada bercanda, membuat Arumi dan Li
"Iya, kalau Lio, asal Lia ada di rumah, Lio pasti betah lama-lama di rumah, walau Lia nggak masak sekalipun, karena keberadaan Lia di sisi Lio itu sudah segala-galanya bagi Lio," ucap Lio menggoda Lia dengan lirikannya, membuat istrinya itu blushing tak tertahan.Arumi yang menyaksikan tingkah anak menantunya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, walau begitu ia berucap syukur, sebab hubungan mereka berangsur membaik."Alah ... Alah ... Kalau pengantin baru sih beda cerita ya, masih bucin-bucinnya," sahut Arumi meledek Lio."Tapi Lio ingin selamanya bucin seperti ini, Bun," sahut putra Arumi itu mantap, membuat Lia memandangnya lekat."Amin Ya Rabb ... Bunda juga berharap demikian, memang cinta dalam sebuah rumah tangga itu ibarat sebuah tanaman, setelah ia tumbuh, ia perlu dirawat dan dipupuk, agar terus bertumbuh dan tidak sampai layu apa lagi mati," sahut Arumi penuh harap.Kemudian mereka melanjutkan makan siang dengan suasana ke
Tok ... Tok ... Tok ..."Lia, buka pintunya, Nak!" Lia mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya, perlahan ia berjalan dan membukanya."Ibu?" tanya Lia sedikit terkejut."Boleh Ibu masuk?""Boleh dong, Bu. Ayo," ucap Lia bersemangat."Ibu, Lia kangen banget ...," ucap Lia sesaat setelah duduk di tepi ranjang lalu memeluk ibunya."Ibu juga kangen sama, Lia," sahut Ibunya membalas pelukan. "Lia kenapa di sini? Bukankah seharusnya Lia ada di rumah suami Lia?" tanya Ibunya sembari perlahan melepas pelukannya." Lia kangen sama Ibu," jawab Lia sembari memandang wajah teduh Ibunya, wajah itu kini tampak semakin segar dan cantik, berbeda dengan yang Lia lihat saat terakhir bertemu."Ibu sudah sehat?" tanya Lia ingin mengetahui kondisi ibunya.Rani tersenyum, anak perempuannya itu tidak pernah berubah, selalu mencari pelukannya setiap kali menghadapi masalah, juga selalu memperhatikan kesehatannya."Ibu sehat, Nak. Ibu sudah tidak sakit lagi, seperti yang kamu lihat," jelas Rani pada putr
Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun Lio tak kunjung datang menjemput Lia. Sedari tadi Lia tampak gelisah, langkahnya tak berhenti mengitari rumah, mondar-mandir tak tentu arah."Tumben sih Mas Lio datang telat? Apa dia lupa ya kalau harus jemput aku? Mana dihubungi dari tadi susah banget lagi. Suka begini deh kalau lagi genting,'' gerutu Lia dalam hati. Walau begitu ia sangat mengkhawatirkan kondisi suaminya yang tak kunjung datang.Waktu terus berlalu, hingga menunjukkan pukul 07.30, tapi Lio tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Perasaan Lia semakin resah, disamping ia kepikiran suaminya, kini ia juga tak dapat terlalu lama menunggu, karena ia akan datang terlambat jika tidak segera berangkat.Segera Lia membuka aplikasi hijau, dan memesan sebuah taxi online. Namun tiba-tiba sebuah panggilan dari Vino masuk.Sejenak Lia ragu untuk mengangkatnya, mengingat suaminya yang begitu sensitif jika ia berhubungan dengan Vino. Lia sengaja mengabaikan panggilan itu dan lanjut memesan