Lia berjalan gontai ke arah pantai. Tak perlu waktu lama untuk sampai di pantai yang sedari tadi hanya ia pandangi dari atas sana, karena restoran ini menyiapkan lift khusus untuk menjangkaunya.Tak banyak pengunjung di sana, bahkan relatif sepi. Mungkin karena sekarang bukan weekend dan masih jam kerja. Lia terus berjalan menyusuri pantai, ia melepas sepatu dan kaos kaki yang dikenakannya, menentengnya dengan tangan kemudian berjalan tanpa alas kaki di hamparan pasir putih. Sejenak membiarkan kakinya menikmati sensasi halus pasir putih yang membuat otot-otot menjadi lebih rilex.Setelah merasa lelah berjalan, Lia memutuskan untuk duduk, masih di atas pasir putih yang sama. Ia duduk dengan memeluk kedua lututnya, di temani sepasang sepatu disisinya."Ah, miris sekali. Duduk di sisi pantai hanya ditemani sepasang sepatu. Padahal status sudah bersuami," ucap Lia pada dirinya sendiri, ia memandangi sepasang sepatu disisinya. Kemudian ia tertawa sumbang, merasa lucu dengan dirinya sendi
"Kalau begitu ayo kita pulang." ajak Lia yang membuat Lio terkejut . Pasalnya dia baru saja duduk di sisi Lia. Tiba-tiba istrinya itu mengajak pulang."Pulang? Kamu gak ingin menikmati suasana di sini dulu?" tanya Lio merasa heran."Enggak, Mas. Kita pulang aja. Aku capek." ucap Lia kemudian beranjak dari duduknya. Tanpa bertanya lebih lanjut, Lio pun hanya mengikuti keinginan istrinya.'Maafin aku, Mas. Seharusnya hari ini memang menjadi hari yang indah untuk kita. Namun suasana hatiku tiba-tiba berubah saat melihat kamu begitu akrab dan nyaman bercengkrama dengan teman kamu. Bahkan kamu sampai mengabaikan keberadaan ku. Sedangkan dengan aku yang notabenenya istri kamu sendiri, kamu justru membatasi interaksi mu. Aku tahu, Mas. Kita memang baru bertemu, dan kita menjalani sebuah pernikahan saat kita belum saling mengenal. Aku bisa maklum kalau kamu belum bisa mencintai aku. Tapi, aku tidak bisa mengerti saat kamu memutuskan membatasi diri kamu untuk mengenal aku lebih jauh, Mas. B
"Ini Mas, mau beresin bekas kompresan kamu. Kenapa, Mas?""Nanti aja diberesin. Gak papa taruh di nakas situ dulu. Kamu istirahat aja." ucap Lio menyarankan."Gak papa kamu aku tinggal, Mas?" tanya Lia memastikan."Siapa yang suruh kamu ninggalin saya?""Kamu kan? Tadi nyuruh aku istirahat?" tanya Lia heran dengan kemauan suaminya."Kamu istirahat disini aja. Sambil nungguin saya." ucap Lio sembari menepuk kasur disisinya.Sejenak Lia merasa heran dengan sikap suaminya yang tiba-tiba meminta dirinya untuk tidur disisinya. Secara, sejak awal kan suaminya yang bersikukuh untuk tidur terpisah. Namun sesaat kemudian Lia justru mensyukuri hal tersebut.'Turutin aja lah, itung-itung untuk pedekate,' batin Lia menyetujui. Ia pun segera membaringkan tubuhnya di sisi suaminya.Sejenak suasana diantara mereka menjadi hening. Kemudian tampak Lio semakin meringkuk di sisi Lia."Kamu kenapa, Mas? Kedinginan kah?" tanya Lia khawatir."Iya," jawab Lio singkat."Mau aku tambah selimutnya?" tawar Lia
Lio meraih hp nya di nakas, kemudian mengeceknya. Sedang Lia masih berdiri terpaku di sisi ranjang. Penasaran ingin tahu siapa yang tengah menghubungi suaminya.Lio memandang layar benda pipihnya. Nampak keningnya bertaut tanda ia tengah bertanya-tanya. Ia pun tak segera mengangkat panggilan tersebut."Kenapa, Mas? Siapa yang telepon pagi-pagi begini?" tanya Lia mulai penasaran."Entahalah, nomor tak dikenal." jawab Lio apa adanya."Gak diangkat, Mas? Kali aja penting." Lia menyarankan."Biarlah, masih terlalu pagi untuk berurusan dengan orang lain. Kalau penting pasti dia akan menghubungi lagi." jawab Lio menjelaskan.Lia hanya mengangguk. Kemudian beranjak dari tempatnya untuk menyiapkan sarapan. Tak lupa ia membawa serta baskom bekas kompresan suaminya. Baskom yang menjadi saksi bisu malam pertama ia tidur satu ranjang dengan sang suami.Terukir senyuman indah di bibir Lia kala mengingat momen kebersamaannya dengan Lio semalam. 'Setidaknya hubunganku dengan Mas Lio mulai ada kemaj
Suasana di toilet sanga sepi, hanya ada mereka berdua. Mungkin karena kondisi restoran yang lenggang karena memang hari masih pagi. Kini Lia tengah mematut durinya di depan cermin, berpura-pura mencuci tangannya tanpa membuka masker dan kacamata yang dikenakannya.Tak berselang lama, terdengar suara kunci pintu kamar mandi yang ditempati Angel terbuka. Segera Lia melakukan ancang-ancang untuk menyelesaikan aktifitasnya di washtuffel kemudian beranjak memasuki salah satu bilik kamar mandi yang tersedia.Namun, ia terperanjat kala melihat Angel keluar dari kamar mandi hanya dengan bikini yang menutupi kedua bagian sensualnya. Seluruh tubuhnya ia biarkan terbuka dan terkespos begitu saja. Sejenak Lia tampak tercengang, namun dengan cepat ia mengendalikan dirinya. Lia melangkah memasuki salah satu bilik kamar mandi, ia melepas masker dan kacamata yang dikenakannya. Sejenak ia menarik nafas panjang, untuk menenangkan diri dari keterkejutannya.'Astaghfirullah, apa dengan pakaian seperti i
Ternyata Lio begitu santai, ia tak bergeming, bahkan pandangannya tak lepas dari hamparan samudera di hadapannya. Seolah tak memperdulikan Angel dengan segala aksinya.'Mas Lio bisa setenang itu. Apa karena dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini? Secara dia hidup sepuluh tahun lamanya di USA. Atau mungkin karena memang dia berusaha menjaga pandangannya? Karena sedari tadi tak ku lihat dia menoleh ke arah Angel barang sebentar. Ah, apapun itu, aku bersyukur dengan mas Lio yang seperti itu,' batin Lia sembari mengulas senyuman manis.Lia tengah duduk tak jauh dari tempat Lio dan Angel berada, ia terus memperhatikan gerak gerik keduanya sembari menikmati kesegaran air kelapa muda yang baru saja dibelinya. Menunggu saat yang tepat untuk menemui suaminya.Matahari semakin terik, hangat sinarnya pun mulai mengganggu kenyamanan kulit. Pertanda hari semakin siang. Angel yang sedari tadi berjemur di kursi santainya kini mulai mengibas-ngibaskan tangannya. Tanda ia mulai merasa kepan
Lio memandang punggung Lia yang berjalan gontai meninggalkannya."Astaghfirullah, saya salah telah berbicara terlalu kasar pada Lia hingga membuatnya menangis seperti itu. Tapi saya juga tak suka dengan sikapnya yang sok paling mengerti dan mengatur-ngatur hidup saya." gumam Lio mengiringi langkah Lia yang semakin jauh.Sejenak ia merenungi apa yang telah dilakukannya terhadap istrinya. Ada sesal di hati kecilnya, namun rasa kesal yang begitu besar mendominasi diri dan mengalahkan suara hari nuraninya.Lio melanjutkan aktifitasnya, berusaha menghilangkan pikiran tentang perasaan Lia. Namun, semakin ia berusaha untuk tidak perduli, justru ia semakin merasa bersalah. Hatinya tak bisa tenang memikirkan bagaimana perasaan istrinya sekarang.Lio segera bangun dari posisi tidurnya, kemudian berniat beranjak dari tempatnya untuk mengejar istrinya. Namun, tiba-tiba Angel kembali dan mencegah Lio pergi.****"Sesuai aplikasi ya, kak?" Tanya seorang driver pada Lia yang baru memasuki taksi onl
"Dari mana kamu, Lia?" "Makam ibu." jawab Lia singkat tanpa menoleh ke arah suaminya. Ia lalu melanjutkan langkahnya."Seharusnya seorang istri izin terlebih dahulu pada suaminya saat hendak bepergian." lanjut Lio kembali menghentikan langkah Lia.Lia menoleh ke arah Lio, pandangannya menyalang ke arah suaminya."Tidak harus kalau istri tahu bahwa suaminya pasti mengizinkan kepergiannya. Lia hanya pergi ke makam ibu, apa Mas Lio tidak mengizinkan?" tanya Lia datar pada Lio.Sedang Lio hanya terdiam. Sebenarnya bukan jawaban Lia yang di harapkannya, melainkan ia hanya ingin melihat kondisi Lia lebih dekat dan detail setelah apa yang telah ia lakukan padanya.Dan Lio dibuat terkejut melihat kondisi Lia yang tampak sangat menyedihkan, matanya sembab, jilbab yang dikenakannya tampak sedikit berantakan, raut wajahnya pun sangat menggambarkan suasana hatinya.'Ya Allah, Lia. Maafkan saya.' batin Lio menyesal."Setidaknya hormati keberadaan suami kamu, jangan datang-datang langsung nyelonon