20. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Penulis : Lusia Sudarti Part 20"Bang itu Oom datang, bawa banyak sekali belanjaan ....!" seru Kurnia kepada Fandi, aku mengikuti arah petunjuknya. Indra tersenyum lebar melihat kedua Anakku. "Wah, seru sekali sepertinya!" ucap Indra sembari menaruh paper bag di atas meja.Ia tersenyum kepada mereka. Aku gak enak hati kepada Indra! Bagaimanapun juga Indra bukan siapa-siapa buatku. Ia hanya orang dari masa laluku. Aku akan memintanya berhenti selalu memberikan hadiah-hadiah kepada Anakku. Aku tak ingin selalu merepotkan dan bergantung dari orang lain. "Ayo Anak-anak, cepat dihabisi es creamnya! Setelah itu kita pulang. Oom mau berangkat tugas dan Emak mau cari kerja tambahan," ungkapku. "Iya Mak! Kapan-kapan kita beli es cream lagi ya Mak, kalo punya duit ....!" kata Kurnia dengan netra berbinar dan senyum merekah di bibirnya. Indra pun tersenyum mendengar ucapan Kurnia. Ia mengulurkan tangannya dan mengusap lembut pucuk kepala Kurnia d
21. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Membaca Surat Dari Indra Penulis : Lusia Sudarti Part 21"Iya, terima kasih!" Indra meraih gelas lalu menyesap kopi perlahan. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Malam ini Selvi, ijin pamit untuk menjenguk orang tuanya. Aku duduk termenung di tepi pembaringan sembari menatap kedua buah hatiku yang telah terlelap dengan damai. Aku menyimpan semua kesedihan dan duka yang aku rasakan. Aku tak ingin Anak-anak melihatku larut dalam kesedihan. Aku tak ingin mereka tau, jika sesungguhnya Ibunya begitu rapuh. Biarlah ... biarlah semua kusimpan dalam hatiku. 'Emak akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari uang buat kalian Sayang!" lirih batinku penuh kepiluan. Aku harus kuat demi mereka, karena saat ini aku adalah orang tua tunggal. Kedua kakiku harus berdiri dengan kokoh, kedua tanganku harus sekuat besi dan kedua bahuku harus tangguh, untuk memikul beban hidup ini. Tiba-tiba aku teringat pemberian Indra siang tadi, sesaat sebelum dia berpamitan.Aku beranjak m
22. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bandi Merayuku.Penulis : Lusia Sudarti Part 22"Awas ada janda baru! Hati-hati sama Hanum lho, jaga Suami-suami kita ....!" terdengar suara sumbang dari Ibu-ibu yang sedang belanja sayur dari Kang sayur keliling. Sejenak langkahku terhenti. Namun, aku segera melanjutkan perjalanan menuju sekolah Fandi, takut jika terlambat. Dari gerbang terlihat Guru Fandi menanti kedatanganku. "Selamat pagi Bu! Saya Fajar guru Fandi ....!" Guru Fandi memperkenalkan diri kepadaku, sembari mengulurkan tangannya. Aku pun menyambut uluran tangan-nya. "Saya Hanum! Ibunya Fandi ... ada apa ya Pak?" tanyaku sembari mengulas senyum. "Oh tidak ada Bu, hanya saja saya ingin memberitahukan bahwa minggu depan Anak-anak satu kelas Fandi akan melakukan study tour ke museum Pancasila sakti di daerah Kalibata," ujar Pak Fajar memberikan penjelasan. Aku terdiam sejenak, aku bimbang karena tak ada yang menemani Fandi saat melakukan perjalanan study tour. "Tapi Pak,
23. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Aku Difitnah Bandi.Penulis : Lusia Sudarti Part 23"Heh ... kenapa Bapak berdua sama Hanum ... oh aku tau, pasti Bapak dirayu oleh janda itu kan ..." Sontak aku menoleh kebelakang ketika mendengar suara Bude Sinta. Wajahnya terlihat garang dan menyeramkan.Aku merasa tak enak hati dengan-nya. "Eh ... Ibu ... eng-enggak kok! Ha-Hanum yang merayu Bapak Bu ... !" dalihnya.Aku terkejut mendengar ucapan Bandi yang memutar balikkan fakta. Hatiku menjadi geram mendengar fitnah yang terlontar dari mulvtnya yang tajam. Seketika Bude Sinta menoleh kearahku dengan kedua bola matanya yang berkilat menahan amarah. "Apa ... aku ...!" sentakku dengan keras, sembari aku menunjuk kearah dadaku dan itu semua membuat nyalinya ciut.Bude Sinta menatap tajam kearah Suaminya, kemudian menoleh kepadaku. "Eh Num ... jangan pura-pura gak bersalah dan lempar batu sembunyi tangan! Bukankah kamu tadi yang mengajakku untuk duduk-duduk ... !" dalih Bandi sambil
24. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kedatangan Tamu Yang Mengaku Paman Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti. Part 24Kami berbincang hingga larut malam, setelah kedua netra terasa berat barulah kami masuk dalam peraduan untuk menjemput hari esok. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Suara adzan bergema memanggil seluruh umat muslim untuk melakukan kewajiban.Aku menggeliat untuk mengendurkan otot-otot yang terasa kaku dan untuk melancarkan peredaran darah. Sesaat kemudian aku membuka kedua bola mata. Aku melihat kedua Anakku yang masih pulas di bawah selimut barunya. Aku mengalihkan tatapan kearah sahabatku Siti, ia begitu menyayangiku dan Anak-anakku seperti keluarganya sendiri. Perlahan aku bangun dan duduk di tepi pembaringan, aku mengumpulkan segenap tenagaku sejenak sebelum bangkit.Keesokan harinya ...! Seperti biasa aku menyiapkan sarapan setelah membersihkan tubuh dan melakukan sholat. "Num, kamu jahat banget sih ... gak bangunin aku hooaaamm." Aku terkejut mendengar suara Siti yang
25. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kami Diusir Dari Rumah. Penulis : Lusia Sudarti Part 25"Oh iya, saya dengar Hardi meninggal dengan mengenaskan! Kamu sebagai Istri tak becus dan hanya bisa menjadi beban buat Hardi," hardik perempuan itu dengan wajah ketus. Aku tertegun mendengar kata-kata bernada hinaan yang terlontar dari bibir mereka. "Rumah ini milik almarhum Bang Joko! Bapak Hardi, itu artinya kamu tak berhak lagi tinggal disini karena Hardi telah tiada! Jadi mulai saat ini kamu harus meninggalkan rumah ini secepatnya ....!" ucap lelaki itu dengan nada ketus. Aku mendongak menatap mereka berdua dengan rasa tak percaya jika mereka akan mengusirku dengan Anak-anakku. "Paman, Bibi ... maaf tapi rumah ini adalah satu-satunya tempat kami berteduh peninggalan almarhum Ibu Bang Hardi!" jawabku lirih. Mereka saling pandang krmudian tertawa meremehkan dengan raut wajah sinis kepadaku. Anak-anakku ketakutan melihat mereka berdua. "Hahaha, apa kamu bilang ...? Itu bukan u
26. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mak, Adek Haus. Penulis : Lusia Sudarti Part 26"Hus, hus, hus cepat enyah dari hadapan kami. Gak usah terlalu banyak drama! Udah mirip drama di televisi aja kalian." Bibi Bang Hardi mengusir kami laksana b1n4ta*9.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Aku dan Anakku menyusuri jalan dengan tertatih dan terseok.Tak tau harus kemana, sedangkan saudara aku tak punya lagi. Bulir-bulir air mata seakan berlomba untuk keluar dari pelupuk netraku. 'Oh Tuhan ... rasanya aku tak sanggup lagi menjalani semua kehidupan ini! Kemana lagi aku harus berteduh dari panasnya matahari dan turun-nya hujan, juga gelapnya malam ...!" batinku berucap. Hatiku sungguh sedih dan terluka akan keadaan ini. "Mak, kita akan kemana Mak?" tanya Kurnia seraya menatapku.Aku berhenti lalu menatapnya dengan rasa yang tak dapat kuungkapkan. "Mak juga gak tau Sayang ...!" jawabku lirih sembari menyeka air mata yang tak mau berhenti menetes. "Siapa sih mereka itu Mak? Jahat sekali, masa kita
27. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Hikmah Dibalik Penderitaan. Penulis : Lusia Sudarti Part 27 "Oh iya terima kasih Pak, Teh ...!" jawabku. "Silahkan duduk Neng!" ujar Bapak dengan ramah. "Iya Pak, terima kasih banyak! Maaf merepotkan," jawabku sopan. "Neng ... ambilin makan dan minum buat tamu kita!" titah si Bapak kepada wanita muda yang sedang membersihkan meja. "Baik Pak." "Kalo boleh tau. Neng sama Adik-adik ini ... dari mana dan hendak kemana? Sepertinya sedang dalam perjalanan!" tanya beliau dengan pelan. Wajahnya pun sangat teduh di pandang. Huuffftt! Aku menarik nafas lalu kuhempaskan perlahan sebelum menjawab dan aku menundukkan kepala, menyembunyikan kesedihanku. Anak-anakku duduk dengan tertib di kursi. "Begini Pak! Kami di usir oleh orang yang mengaku Paman dari almarhum Suami saya ...!" aku menunduk untuk menghalau rasa sakit dalam hatiku. "Innalillahi wainailaihi rojiun ... tega sekali mereka," ucap beliau penuh rasa iba kepada kami. Aku menceritak