Share

Aroma Parfum

Penulis: Ina R
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ma, usu!" Bocah yang baru disapih itu, mengangsurkan botol susunya yang kosong ke arahku.

Aku tersenyum gemas, melihat pipinya yang semakin hari semakin gembul.

"Ara mau susu?" Kinara langsung mengangguk. "Tunggu sebentar ya, Mama bikin dulu susunya!" 

Aku pun langsung bergegas ke dapur untuk membuatkannya susu, setelahnya kembali ke kamar, dan memberikan padanya.

Begitu menerima dot yang sudah terisi penuh, Ara langsung berguling ke atas ranjang dan meminum susunya sampai tertidur. Tak ingin menyiakan waktu, aku pun gegas ke dapur, tugasku bertambah karena tidak boleh memasak nasi menggunakan megic com. 

Saat ini aku tengah sibuk di halaman belakang, memulai rutinitas baru. Ternyata, untuk memasak nasi dengan menggunakan tungku tidak semudah yang dibayangkan.

Tidak lama kemudian. Dari dalam, aku mendengar Mama terbatuk-batuk, sambil berteriak memanggilku.

"Hanin ... Apa yang kamu lakukan?" tanya Mama, langkahnya mendekat ke arah belakang dimana aku berada.

"Asap apa ini? Apa rumah kita kebakaran?" Mama mengibas-ngibaskan tangannya berusaha menghalau asapnya yang menghalangi pandangan.

"Tidak, Ma. Ini asap dari tungku yang kubuat," jawabku sembari meniup tumpukan kayu di dalam tungku. "Mulai sekarang aku akan memasak nasinya di sini."

Kepulan asapnya mulai menipis seiring dengan api yang mulai menyala. Dari sini, aku bisa melihat Mama yang berdiri di ambang pintu dengan ekpresi terkejut, matanya membulat tak percaya.

"Apa kamu sudah tidak wa ras? Ini bukan lagi zaman batu, kenapa tidak masak nasinya di atas kompor saja?"

"Kalau menggunakan kompor, akan boros gas, Ma. Bukannya kita lagi berhemat?"

"Sudah! lupakan saja gaya berhematmu itu! Kamu mau nyiksa Mama dengan asap masakanmu itu? Cepat matikan apinya asapnya bikin Mama sesak!" ucap Mama menunjuk ke arah tungku yang mulai menyala.

"Tapi, Ma?"

"Udah gak ada tapi-tapian, kamu mau melawan Mama?"

Aku menggeleng dan mematikan apinya. Syukurlah aku bisa kembali waras kalau pekerjaan tidak bertambah. Sementara, Mama kembali masuk.

Aku menarik napas dalam, kejadian akhir-akhir ini membuatku menguras emosi. Selama ini aku diam tapi, tidak juga mengubah apapun. Jadi, mulai sekarang lebih baik aku bersikap bagaimana seharusnya saja.

Usai membereskan tungku, aku kembali ke dalam untuk memasak seperti mana biasanya. Tapi, aku lupa kalau belum beli sayur. Jadi, terpaksa aku harus ke warung sayur yang jaraknya sekitar lima rumah dari tempat kami tinggal.

"Ma, Hanin keluar dulu ya! Titip Kinara sebentar!" ucapku saat hendak keluar dan melihat Mama yang tengah nonton televisi di ruang tamu.

"Emm," jawab Mama singkat. "Eh mau kemana kamu?" tanyanya kemudian.

"Mau ke warung sayur Bi Jum, Ma!"

"Jangan lupa beli dagingnya, jangan masak seperti kemarin," tegas Mama.

"Terus masalah Mama nyuruh aku hemat gimana?"

"Udalah lupakan saja! Anggap saja Mama salah ngomong," jelas Mama.

Selama tinggal serumah baru kali ini aku mendengar Mama berkata begitu. Sepertinya mereka benar-benar tidak sanggup kalau hanya makan seadanya apa lagi kalau makan nasi pake garam.

"Baik, Ma." Aku pun lekas bergegas pergi ke warung Bi Jum membeli beberapa jenis sayur untuk masak hari ini.

Setelah pulang aku melihat Kinara sudah bangun dan tengah bermain sama Mama di teras depan. Kuakui Mama memang cukup sayang pada cucu perempuan satu-satunya itu.

"Oma, ihat itu Mama udah ulang?" ucap Kinara girang dengan bahasa cadelnya. Tangannya menunjuk ke arahku yang tengah berjalan ke arah mereka.

Dia bidadariku, pelipur lara kala hati berkecamuk oleh emosi. 

"Udah, Ara main sama Oma saja, biar Mamanya masak dulu. Ara mau es krim gak?"

"Mau Oma," jawab Kinara senang.

Akhirnya Mama dan Kinara pun pergi ke luar. Meski pun Mama terlihat galak, di sisi lain aku melihat kalau dia tulus menyanyangi Kinara. Ya bagaimana pun Kinara anaknya Mas Elang.

Aku pun langsung ke dapur, dan memasak untuk makan siang. Rencananya aku akan masak sayur sup, goreng ayam tepung dan sambal kentang goreng.

Setelah berkutat di dapur hampir dua jam akhirnya selesai juga.

***

"Nah gitu dong Mbak, masaknya kayak gini. Jangan kayak kemarin." Iza berkata senang saat melihat menu makan siang yang sudah terhidang di atas meja.

"Iya, kemarin 'kan kita lagi hemat. Anggap saja latihan kalau sewaktu-waktu kita gak punya apa-apa," jawabku sambil menuangkan air ke dalam gelas.

"Maksudnya Mbak Hanin doain kita biar hidup susah?"

"Bukan gitu juga. Tapi, 'kan kita gak tahu kehidupan kita kedepannya," terangku.

"Mbak aja yang hidupnya susah. Aku mau ogah," jawab Iza sambil mengambil goreng ayamnya.

"Ada apa sih ribut-ribut?" Mama datang dari arah ruang tamu sambil menggandeng tangan Kinara. Sejak pagi tadi bocah itu begitu betah, bahkan tidur di kamar Mama.

"Ate mau ayam oleng," ucap Kinara melihat Iza memagang ayam goreng di tangannya.

"Oh Ara mau ayamnya, nih!" Iza langsung memberika ayam goreng yang ada ditangannya.

Meski sikap mereka kadang suka terlihat keterlaluan. Tapi, aku merasa lega saat melihat mereka baik ke pada Ara.

Kami pun makan siang bersama. Mama terlihat begitu lahap.

"Kedepannya kamu masaknya seperti biasa! Jangan aneh-aneh lagi!" ucap Mama. "Tapi, meski begitu kamu jangan senang dulu begitu Elang gajian tetap Mama yang pegang uang," sambung Mama.

"Atur saja sama, Mama," balasku santai. Mama belum tahu saja pengeluaran selama ini, biar saja sesekali dia yang mengurusnya biar tahu.

"Harusnya memang begitu, aku ini, 'kan Mamanya, perempuan yang sudah melahirkan dan membesarkannya dengan kasih sayang."

"Iya, Ma. Aku juga tidak melarang Mas Elang untuk berbakti sama Mama. Bahkan demi bakti Mas Elang aku rela untuk tidak nyicil rumah atau ngontrak agar bisa tetap tinggal dan merawat Mama," terangku.

Mendengar itu wajah Mama terlihat tak suka. Tapi, apa yang kukatakan memang benar adanya. Selama ini, saat Mama atau Iza bersikap tak baik aku hanya diam. Tapi, diamku juga tidak membuat mereka mengerti. Aku tidak bermaksud untuk melawan, hanya  mengatakan yang sebenarnya.

***

Usai Salat Isya aku merebahkan diri ke atas tempat tidur, meski sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah terkadang rasanya menguras tenaga kalau badan lagi tidak fit.

Aku memandangi wajah Kinara yang sudah mulai terlelap sambil minum susu. Aku pun tanpa sadar ikut terpejam, hingga sebuah sebuah deru mobil yang memasuki halaman memaksaku untuk terbangun.

Mas Elang baru saja pulang, aku menyambutnya seperti biasa mengambil tas kerja dan bertanya apakah dia ingin makan atau mandi dulu.

"Mas mau mandi aja dulu, gerah," jawab mas Elang.

"Kalau gitu aku akan masak dulu airnya! Apa sekalian Mas mau dibuatin kopi?" tanyaku.

Mas Elang hanya mengangguk, dan berlalu ke kamar untuk mengganti pakaian. Sementara aku langsung pergi ke dapur.

Usai memanaskan air dan membuat kopi, aku lekas memindahkannya ke bak mandi.

"Mas air untuk mandinya udah siap!" ucapku ke Mas Elang yang tengah tiduran sambil memainkan ponsel.

"Ah iya." Mas Elang pun langsung bangkit, dan melangkah ke kamar mandi.

Begitu Mas Elang masuk ke kamar mandi aku langsung memunguti pakaian kerja yang ia biarkan tergeletak di atas lantai begitu saja. Bukan hal baru bagiku melihat pemandangan ini.

Namun, begitu mengambil baju Mas Elang aku mencium aroma parfum perempuan.

"Wangi parfum siapa ini, rasanya aku tidak punya aroma parfum seperti ini?" Aku berdialog dengan pikiran sendiri, bertanya-tanya milik siapakah aroma parfum ini, dan kenapa bisa melekat pada baju Mas Elang?

Aku langsung menggeleng pelan, sembari beristigfar. Bagaimana mungkin aku bisa mencurigai suamiku sendiri, dia sibuk mencari nafkah dan bertemu banyak orang. Tapi, aroma ini benar-benar mengusik pikiranku, mungkinkah?

Bersambung ...

Bab terkait

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Tak Percaya

    "Nin, sedang apa kamu?" Tau-tau Mas Elang sudah keluar dari kamar mandi. Sementara aku masih sibuk dengan pikiran sendiri, mengamati lelaki yang saat ini tengah berjalan ke arahku, sembari mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Dalam hati ada keinginan bertanya kenapa kemeja yang baru saja dipakainya bau minyak wangi perempuan."Jujur saja, Mas itu wangi parfum di bajumu milik siapa?" Akan tetapi, kalimat itu hanya tertahan di tenggorokan."Nin?" Mas Elang mengibaskan tangannya di depan wajah, membuatku langsung mengerjap, dan tersadar dari lamunan."Ah iya. Ada apa, Mas?""Kamu lagi ngapain? Dari tadi, Mas tanya malah bengong.""Eh, masa sih. Enggak kok aku gak lagi ngapa-ngapain," jawabku. Lalu, langsung berjalan ke arah pojok kamar, menaruh pakaian kotor milik Mas Elang. "Apa, Mas mau makan?""Mas masih kenyang, tadi di kantor di bawain teman makan."Aku mengangguk. "Oh gitu? Temanmu pasti baik banget ya, sampai bawain makanan segala.""Eum ... E-enggak juga sih. Katanya

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Mama dan Iza Kenapa

    "Apa-apaan tagihan listrik bisa sampai segitu?" Mama berseru penuh emosi begitu pulang ke rumah, wajahnya langsung terlihat kesal.Aku yang tengah menyapu di teras depan langsung menghentikan aktifitas."Ada apa, Ma?""Masa iya tagihan listrik hampir satu juta? WIFi lima ratus ribu, belum lagi tagihan sofa yang kemarin kamu beli 750 ribu," keluh Mama."Harusnya berapa, Ma? Biasanya aku juga bayarnya segitu kok," jawabku."Kalau kayak gini bisa tekor, Mama. Elang kasih uang buat kamu?" Aku menggeleng. "Kan, uangnya sudah Mas Elang kasih sama Mama semua.""Ya sudahlah." Wajah Mama semakin terlihat kesal. Pasalnya selama ini mereka hanya taunya ada, dan kebutuhan terpenuhi. Tidak peduli dengan cicilan yang harus segera di bayar.Mama pun berlalu masuk ke rumah. Sementara aku melanjutkan menyapu teras. Biar saja, Mama yang katanya mau mengurus keuangan, aku tak peduli toh yang penting, Mas Elang masih memberi jatah untuk jajan Kinara.Usai menyapu di depan, aku kembali masuk. Mengerjakan

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Notif Pesan

    "Mama sama Iza kenapa kok kayak lesu gitu, udah makan?" Mas Elang yang baru saja masuk ke rumah langsung bertanya.Mama menggeleng lemah, begitu pun Iza wajah mereka bahkan terlihat pucat."Nin mereka kenapa?" "Aku juga gak tahu, Mas.""Masa kamu juga gak tahu? Bukannya kamu sejak tadi di rumah?""Iya. Tapi, tadi sebelum makan siang baik-baik aja." Aku pun bingung, entah apa yang sebenarnya terjadi."Ya udah Mama sama Iza makan dulu! Ini Elang bawain makanan kesukaan kalian." Tak seperti biasanya Mama nampak tak bersemangat, begitu pun Iza.Aku melangkah mendekat meraih tubuh Mama, yang terasa dingin."Mama sakit, kita pergi ke rumah sakit aja ya!" bujukku.Mama menggeleng. "Mama cuma sakit perut. Sepertinya salah makan." Mama akhirnya bicara."Memangnya Mama sama Iza habis makan apa?" tanya Mas Elang."Cuma makan nasi sama ayam bakar aja," jawab Mama."Bukannya Mama udah biasa makan itu?" tanyaku heran. Pasalnya, kalau lagi malas makan Mama suka beli makanan di rumah makan langganan

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Perempuan Cantik

    "Nin ada makanan apa?" Tau-tau Mama sudah berdiri di belakangku membuatku terlonjak kaget."Mama? Mama udah sehat?" Aku bertanya balik."Udah mendingan, sekarang Mama laper." Mama langsung duduk di meja makan."Aku belum masak, Ma. Bahan di kulkas hanya tinggal daging ayam sepaha," jawabku."Ya sudah, kamu beli saja dulu bahannya. Ini uangnya!" Mama mengangsurkan dua lembar uang berwarna merah. "Kamu atur saja, kalau bisa bisa buat dua Minggu ke depan." ucap Mama.Kalau mau makannya sederhana mungkin bisa saja. Tapi, setiap hari harus ganti menu dan ada daging."Ya sudah aku ke warung dulu!""Emmm," jawab Mama singkat.Sambil berjalan aku membalas pesan yang tadi dikirim Vania. Tadi, Mama keburu datang jadi aku belum sempat membalasnya. Rencananya hari ini Vania ngajak ketemuan, selain membahas soal info pekerjaan yang kemarin kutanyakan, kami juga sudah lama tidak bertemu. Anggap saja sebagai reuni.Setelah ngobrol sama Vania lewat chat aku menyudahi topik pembicaraan, dan akan ketem

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Tak Secantik Wajahnya

    Saat menyadari keberadaanku, perempuan dengan kemeja putih yang dipadukan rok span itu langsung memindaiku dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu berganti menatap ke Ara."Maaf Ibu siapa, dan ada perlu apa? Kalau mau minta sumbangan, bukan di sini tempatnya." Perempuan dengan warna rambut pirang, dan memiliki wajah cantik itu bertanya dengan nada merendahkan.Entah, apa maksudnya? Apa aku terlihat seperti pengemis? Kuakui wajahnya memang cantik, tapi tak secantik kalimat yang baru saja keluar dari bibir merahnya."Maaf saya bukan pengemis!" Aku menekan pada kalimat terakhir. "Saya kesini mencari Mas Elang," lanjutku."Ada perlu apa ibu mencari Pak Elang? Kalau memang ada yang penting katakan saja, nanti akan saya sampaikan! Pak Elang sibuk tidak bisa diganggu," ucapnya ketus. Tangannya terlipat di dada.Aku langsung menarik napas dalam. Lalu, membuangnya dengan masygul. Marah? Ingin sekali rasanya. Tapi, kutahan. Entah menjabat dibagian apa perempuan ini hingga bisa berkata begitu.

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Elang

    "Pak ini berkas untuk meeting pagi ini, dan perlu Bapak tanda tangani," ucap seketarisku."Oh iya, taruh saja di situ!"Namaku Elang Dirgantara seorang manager di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran.Aku memiliki seorang istri bernama Hanindia, biasa di sapa Hanin, dan juga Puteri cantik yang kuberi nama Kinara. Selain itu aku juga masih punya tanggungan, Mama dan adikku-Fariza. Sementara Papa sudah lama meninggal.Sebelum menikah, Hanin adalah seorang perempuan yang cantik, dan bekerja di sebuah media cetak sebagai editor. Hanin adalah tipe penyanyang keluarga dan sangat menghormati orang tua.Kami pertama kali bertemu di sebuah acara pernikahan teman, saat itu dia tak sengaja menabrakku dan tak sengaja menumpahkan air digelasnya kebajuku. Seperti sinetron memang. Tapi, ya begitulah pertemuan kami. Sejak itu kami sering bertemu, dan akhirnya memilih untuk melanjutkan ke hubungan serius.Dalam bayanganku tak salah jika aku memilihnya sebagai istri, dia pastinya akan me

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Memberi kejutan

    "Iya juga sih." Akhirnya setelah sejenak terdiam Vania kembali bersuara. "Aku salut sama prinsip kamu, Nin ... Nanti kalau sudah nikah dan punya anak, sebisa mungkin aku juga gak mau menyuruh mertua atau orang tua buat ngasuh lagi. Sebagai anak, saat mereka di usia senja sudah sepatutnya kita membahagiakan. Kalau tak bisa memberi setidaknya jangan merepotkan," balas Vania."Nah itu dia, walau sebenarnya aku masih numpang tinggal di mertua," jawabku. Lalu, tertawa sumbang. "Ya mau bagaimana lagi, keadaan tidak memungkinkan," lanjutku."Ya setiap orang jalan pernikahnnya beda-beda. Sebenarnya setelah menikah, tidak ada anak yang mau menyusahkan orang tuanya lagi. kecuali, anak yang tak tau diri," balas Vania. Lalu, tertawa. "Eh ...BTW kalau gitu, kenapa kenapa kamu gak bayar baby sitter aja?" "Aku mana ada duit buat bayar baby sitter," jawabku jujur. Lalu, kembali mengambil sepotong kentang goreng. Setelahnya di dada terasa sesak, sementara di mata terasa ada yang memaksa untuk ke lua

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Iri Bilang Bos!

    Aku pun segera bersiap untuk menyusul Mas Elang, Mama juga Iza. Kenapa mereka tak ada keinginan mengajakku, bukannya aku ini juga bagian dari keluarga mereka, kerena telah menikah dengan Mas Elang.Ah, aku lupa kalau seorang istri, atau menantu itu setelah dibuang bisa jadi mantan. Jadi, aku ini orang lain yang kebetulan diikat oleh pernikahan.Ya ampun, aku tidak punya baju yang pantas untuk menghadiri sebuah pesta, apalagi pesta pertunangan anaknya bos Mas Elang, tentunya akan banyak orang kelas atas yang hadir.Tanganku terus memilih dan memilah, dan akhirnya berhenti pada satu brokat putih gading yang warnanya mulai memudar. Lalu, kupadukan dengan rok plisket berwarna putih. Untuk menyempurnakan penampilan aku memilih kerudung persegi warna coklat.Usai memilih baju, aku segera memoles bedak tipis ke wajah, dan lipstik merah yang warnanya mudah luntur. Tak ada bulu mata anti badai, tak ada istilah pasang alis. dari dulu, sebelum menikah aku lebih suka perawatan alami, kalau mau p

Bab terbaru

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Ending

    Reflek aku pun melangkah ke arah keributan. Begitu sudah dekat, dan melihat yang terjadi seketika mataku terbelalak tak percaya."Makanya kalau gak punya duit, mainnya jangan disini. Udah salah gak mau ngaku lagi," teriak perempuan paru baya itu memaki ke arah Iza.Iza menggeleng. "Tapi, saya gak mencuri, Bu!""Halah, maling mana ada yang mau ngaku?" ucap Ibu itu terlihat begitu emosi."Ada apa ini?" tanyaku kemudian. Tadinya aku tak ingin peduli. Karena, aku tak ada lagi urusan dengan keluarganya Mas Elang. Tapi, entah mengapa tiba-tiba saja hatiku tergerak.Iza yang melihat kedatanganku langsung berlari. "Eh mau kemana kamu?" teriak perempuan itu."Tenang, Bu. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik," ucapku berusaha menenangkan."Kamu siapa? Jangan ikut campur ya!" sergahnya."Saya Kakaknya!" Tiba-tiba kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku."Oh jadi kamu kakaknya? Tolong ya diajarin adiknya jangan jadi pencuri!" ucap perempuan itu masih terlihat emosi."Bukan saya ingin membel

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Terluka

    "Apa maumu?" Aku kembali bertanya dengan perasaan yang sudah tak karu-karuan. Takut, marah, emosi seketika bercampur jadi satu.Bukannya menjawab ia malah tertawa, entah apa yang lucu."Jangan main-main! Kalau tidak aku akan berteriak!" ancamku."Teriak saja sekeras yang kau mau, tidak akan ada yang mendengarmu."Ia melangkah semakin dekat, sementara aku semakin melangkah mundur, hingga tubuhku tersandar ke mobil."Kenapa kau tidak jadi berteriak?" tanyanya.Badanku mulai gemetar kala jarak kami semakin dekat, bahkan untuk berlari rasanya tidak mungkin."Apa maumu?" tanyaku dengan suara bergetar, dengan keringat dingin.Dengan segenap keberanian, aku langsung menarik kain yang menutupi sebagian wajahnya. Tapi, aku tak mengenalinya. Setelah kain yang menutupi wajahnya terbuka, dengan cepat ia langsung mengayunkan pisau itu ke wajahku. Aku yang menyadari bahaya langsung menangkisnya dengan tangan, dan hingga akhirnya tanganku yang terluka hingga mengeluarkan cairan segar. Melihatku ter

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Dicegat Seseorang

    Aku tengah berdiri di depan gedung pengadilan agama kota Bandung. Hari ini sidang perceraianku, dan Mas Elang.Lelaki itu tidak lagi berniat membujukku setelah kemarin betengkar hebat dengan Fahri di rumah makan depan kantor."Kenapa, Kak Elang mau balikan sama Mbak Hanin karena tahu Mbak Hanin kerja sebagai model, 'kan?" tanya Fahri kala itu.Mama dan Mas Elang yang mendengar pertanyaan Fahri langsung ke intinya terlihat kikuk."B--ukan begitu, kami melakukan semua ini demi Ara," terang Mama melakukan pembelaan.Tapi, Fahri tidak percaya begitu saja, dan akhirnya membuat Mama dan Mas Elang menyerah."Ibu yakin kamu kuat, Nduk!" Ibu yang saat ini tengah berdiri disamping kananku tiba-tiba membuyarkan lamunanku."Iya, Bu," jawabku.Kami pun akhirnya masuk ke dalam gedung. Aku tak pernah membayangkan jika pernikahanku akan berakhir disini, impian pernikahan sekali seumur hidup berakhir di pengadilan.Kulihat Mas Elang tertunduk lesu. Sementara Sava menatapku penuh kemenangan.Sidang pun

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Bertemu

    "Iya, Ibu mau," jawab Ibu yang akhirnya membuatku lega."Kalau begitu aku akan bicara sama Bude Maryam."Ibu mengangguk, akupun langsung memeluk tubuh Ibu dengan perasaan senang, dan berjanji pada diri sendiri disisa umurnya yang semakin tua aku akan berusaha untuk membuatnya bahagia."Yang bener kamu, Nin?" tanya Bude Maryam tak percaya saat kusuruh menempati rumah Ibu saja."Iya, Bude. Tadinya Ibu gak mau ikut denganku. Karena, khawatir rumah dan hewan ternaknya gak ada yang rawat," terangku."Ya begitulah, Ibumu," ucap Bude Maryam. "Keukeh dengan pendirian. Tapi, baik, dan mudah berempati. Sebenarnya, Ibumu juga ingin terus bersama sama kalian. Waktu pamit ke Bandung aja Ibumu bilang karena, khawatir sama kamu," lanjut Bude menjelaskan.Aku terdiam mendengar penjelasan Bude, merasa haru dengan apa yang Ibu lakukan untuk kami. Meski anaknya jauh, Ibu selalu tahu kalau anaknya tak baik-baik saja. Ah, Ibu sungguh pengorbananmu tidak akan bisa kubalas dengan apapun walaupun dunia dan s

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Pembelaan

    "Mas Elang? Kamu ngapain disini?" Aku bertanya dengan ekpresi gugup. Karena terkejut melihatnya yang tiba-tiba ada di depanku."Eum ... Mas sengaja nungguin kamu.""Mau apa lagi, diantara kita sudah tak ada urusan. Aku sudah mengurus surat perceraian kita di pengadilan. Jadi, Mas tunggu saja!"Mas Elang menggeleng. "Tapi, Mas tidak ingin pisah dari kamu!"Entah apa maksudnya, setelah membuangku begitu saja sekarang ia ingin kembali. Setelah kemarin mengetahui kalau ternyata aku bekerja sebagai seorang model."Kenapa, Mas?" tanyaku. Ingin tahu alasannya."Kasian Ara kalau sampai kita pisah," ucapnya memberi alasan. Lalu, kemarin-kemarin saat aku sudah memberi waktu sekian lama kemana dia?"Kenapa baru sekarang kamu memikirkan Ara, Mas? Kemarin kemana saja?""Eum ... Maaf! Mas tahu salah makanya Mas kesini mau minta maaf, kamu mau, 'kan maafin Mas?""Mas apa-apaan kamu?" teriak seseorang yang sontak membuat aku dan Mas Elang menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Sava."Aku pikir dianta

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Elang Ingin Hanin Kembali

    Kulihat Mas Elang hendak berangkat dari tempat duduknya. Tapi, dengan cepat Sava segera menahannya."Mau kemana kamu, Mas?" tanya Sava yang jaraknya hanya tersekat meja denganku. Meski pelan aku masih bisa mendengarnya. Bahkan, di kantor pun ia sudah memanggil Mas Elang dengan sebutan, Mas."Ingat sebentar lagi meeting dimulai!" ucap Sava memperingati. Sementara aku yang mendengar hanya berpura-pura sibuk dengan berkas di tanganku. Setelahnya tak lama kemudian meeting pun dilaksanakan, clien yang datang dari negara tetangga hanya berjumlah dua orang, dan sudah berada di ruangan.Seperti yang diperintahkan Ezra, aku mulai menjelaskan isi meeting kali ini, untungnya aku bisa berbahasa Inggris.Mas Elang, dan Sava hanya bisa tercengang setelah mengetahui posisiku di kantornya Ezra.Pihak clien terlihat puas mendengar penjelasanku, dan mereka setuju untuk bekerja sama. Selain, menampilkan produk busana muslimah pihak kantor juga memproduksi kain secara langsung, dan itu menjadi salah sat

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Satu Ruangan

    "Elang!" Tiba-tiba suara seorang perempuan yang kuhapal suaranya memanggil nama Mas Elang. Kami pun sontak menoleh ke arah sumber suara. Mataku membulat saat melihat perempuan itu bergerak maju ke arah kami."Ibu?" ucapku dan Mas Elang hampir berbarengan."I--bu kok bisa ada di sini?" tanyaku tergagap. Lalu, menyambut tangannya begitupun Mas Elang."Ibu baru saja dari rumah mertuamu. Ibu juga sudah tahu semuanya.""Eum ... Sebenarnya ini hanya salah paham, Bu. Aku bisa jelasin," ucap Mas Elang."Apa lagi yang ingin kamu jelaskan, Mas?" tanyaku."Bu!" Tiba-tiba Fahri datang, menghampiri kami. Aku yang tak tahu kalau Ibu datang bersama Fahri begitu kaget."Heh! Laki-laki bre ng sek kamu apakan kakakku?" tanya Fahri tiba-tiba wajahnya terlihat emosi. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Mama pada Ibu dan Fahri hingga mereka tahu semuanya."Sudahlah, Bu, Fahri sebaiknya kita pergi! Ini kantor tidak enak kalau ada yang lihat!" tegurku. Malu, tentu saja. Kami pun memilih pergi masuk ke dalam k

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Perempuan yang Datang

    "Jadi kamu sudah dapat tempat tinggal?" tanya Tante Sandra, saat aku datang ke rumah untuk berpamitan, dan mengambil beberapa barangku."Alhamdulillah iya, Tan." Tante Sandra tersenyum. "Tante hanya bisa mendoakan yang terbaik. Kapanpun kamu mau pintu rumah ini selalu terbuka untukmu.""Terima kasih banyak, Tan. Aku gak tau harus bilang apa? Sekali lagi terima kasih sudah merepotkan.""Tante sama Om tidak merasa direpotkan sama sekali," ucap Om Farhan yang tiba-tiba muncul dari arah dapur, dan membuat kami seketika menoleh."Om Farhan gak kerja?" tanyaku. Lalu, menyambut tangannya."Kerja, Om pulang makan siang. Soalnya gak ada masakan seenak masakan Tantemu," godanya sembari melirik Tante Sandra, membuat keduanya tersenyum.Aku senang melihat keromantisan yang tercipta diantara mereka. Usia bukan jadi penghalang untuk selalu menciptakan kehangatan. Ah, rasanya aku iri melihat keharmonisan diantara mereka, sementara aku? Pernikahan yang kuimpikan sekali seumur hidup nyata tengah bera

  • Setelah Tiga Tahun Pernikahan   Seperti Mimpi Disiang Bolong

    "Ini!" Ezra menyerahkan dua buah kunci ke arahku. "Apa ini?" tanyaku tak mengerti."Itu kunci mobil, dan apartemen untukmu. Fasilitas dari kantor," ucap Ezra. Aku yang baru datang, dan duduk tentu saja dibuat bingung dengan sikapnya itu."Untuk apa, bukankah masa kontrak kerja kita sudah berakhir?""Diperpanjang 5 tahun?" balasnya santai. "Jika kamu setuju, kamu bisa pakai mobil, dan apartemenya!" Mataku membulat, dengan mulut sedikit menganga mendengar penjelasan Ezra. Kaget, tentu saja. Ini seperti mimpi disiang bolong."Itu mulut tutup, nanti kemasukan lalat lagi," ucapnya Ezra sembari melipatkan tangan di dada.Dengan ekpresi kikuk aku langsung menutup mulutku. Ah, sial kenpa dari dulu sikapnya tidak berubah. Menyebalkan. Akukan jadi malu."Gimana apa kamu setuju?" Tuhan seperti menjawab doaku yang saat ini tengah bingung mencari tempat tinggal. Tapi, mobil aku tidak bisa menyetir.Aku mengangguk cepat. Kesempatan ini tidak boleh kusia-siakan. "Dan ini bayaran untuk bulan kema

DMCA.com Protection Status