Beranda / Pernikahan / Setelah Tiga Tahun Berpisah / Kenapa main gendong-gendongan?

Share

Kenapa main gendong-gendongan?

Penulis: Sri_Eahyuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-13 08:33:00

*Cinta bukanlah saling memandang, tetapi melihat ke luar bersama-sama ke arah yang sama.*

_____________

"Kamu jangan gila deh, Mir, baru aja ketemu Irfan lagi terus hatimu goyah. Kamu enggak ingat apa, gimana dia nyakitin kamu. Bahkan menelantarkanmu dan anak-anak, aku enggak habis pikir sama kamu yang selalu enggak tegaan!" tuduh Rista lagi tanpa mau memberi Mira penjelasan.

Mira menghela napas panjang. "Bukan begitu, Mbak. Aku cuma merasa dia sudah cukup menderita. Dendam enggak akan bikin hidup kita lebih baik."

Rista menatap Mira dengan tajam. "Jadi kamu mau maafin dia begitu saja?"

"Bukan soal memaafkan, Mbak. Aku cuma enggak mau menambah beban hidupku dengan kebencian. Aku cuma mau hidup tenang. Aku sudah memaafkan Bang Irfan, bukan berarti mau rujuk dengannya. Memaafkan bukan berarti mau mengulang kesalahan yang sama, aku enggak mau jatuh di lubang yang sama."

Rista menggelengkan kepala, frustasi. "Kamu terlalu baik, Mir. Terlalu lembut hati. Dunia ini keras, kamu harus belajar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Celine menangis

    Beberapa waktu sebelumnya...."Kak, asyik tau' main air." Celine sedang asyik tertawa dan bermain air, bahkan ia beberapa kali mencipratkan air ke wajah Kevin berharap lelaki itu akan tertawa atau terhibur. Namun, ekor matanya tak sengaja melihat perahu lain yang dihuni oleh dua orang dewasa dan satu anak seumuran Kenzo.Celine tak bisa mendengar obrolan orang tersebut, namun ia bisa melihat betapa bahagianya gadis kecil itu saat di goda sang ayah. Gadis kecil itu tertawa tanpa beban saat sang ayah menggelitik perutnya tak lama setelah itu sang Ayah mendekap tubuhnya dan mencium kening gadis tersebut. Sedangkan Ibunya juga tertawa bahagia dengan kebersamaan yang sederhana itu. 'Betapa bahagianya bila mempunyai sosok Ayah seperti lelaki itu' pikir Celine. Hati Celine terasa pilu, sejak kecil ia tak pernah merasakan kasih sayang sosok seorang Ayah, meski ia memiliki Ayah kandung dan hidup bersama namun Ayahnya sama sekali tak pernah mau menggendongnya apalagi mengajaknya bermain.Kevi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-15
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Bantuan dari hamba Allah

    Seketika tenggorokan Celine merasa tercekat, ia yang akan menyuap nasi menjadi urung."Bun, bisa enggak sih enggak usah ketemu Ayah. Aku benci Ayah!!" Tentu saja Celine hanya bisa mengatakannya di dalam hati, ia tak berani mengungkapkan. Ia tak mau Bundanya marah.Amira memperhatikan ekspresi lesu Celine dan merasa ada yang tidak beres. Meskipun Celine berusaha tersenyum, Amira merasa perlu mengungkapkan kekhawatirannya."Sayang, apa yang terjadi? Kamu tampak sedih," tanya Amira dengan lembut sambil menepuk pelan tangan Celine.Celine menatap ibunya sejenak, ragu untuk berbagi perasaannya. Namun akhirnya, dengan suara yang hampir tercekat, ia berkata, "Bun, aku... aku enggak ingin ketemu Ayah."Amira mengernyitkan keningnya, merasa sedih melihat anaknya seperti ini. "Kenapa, sayang? Apa yang terjadi?" tanyanya lagi dengan penuh perhatian.Celine menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab, "Aku merasa Ayah tidak mengerti aku, Bun. Aku merasa seperti dia tidak peduli."Amira me

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Malam Pertama Pak Andi dan Laura

    Laura benar-benar merasa kesal, apa yang ia bayangkan tidak sesuai ekspetasi. Hidup bersama Pak Andi ternyata lebih ribet plus repot.Beberapa saat kemudian setelah selesai mandi Laura mencari Pak Andi yang ternyata tertidur pulas di kamar. Ia berinisiatif segera membangunkannya."Bang, bangun. Bangun dulu, sana mandi keringatmu bau tanah sejak di angkot tadi."Pak Andi mengerang pelan sebelum membuka matanya dengan malas. "Ada apa, La? Aku baru saja tidur," keluhnya sambil merentangkan tubuhnya di tempat tidur."Ya, aku tahu, tapi kamu harus mandi. Serius, baumu sudah nggak tahan lagi," jawab Laura masih kesal.Pak Andi mendesah dan bangkit dari tempat tidur dengan enggan. "Oke, oke. Aku mandi sekarang. Tapi kamu tunggu dulu ya, lebih baik istirahat dulu dengan rebahan disini. Sebentar lagi Abang akan nyusul," ujar Pak Andi segera beranjak menuju kamar mandi.Setelah sampai di kamar mandi ternyata bak sudah terisi air membuat pak Andi tersenyum."Wah, ternyata bak-nya udah diisi Laur

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-25
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Laura Di Peralat Suaminya

    "Laura bangun, La. Bangun!" Pak Andi membangunkan Laura dan menanggil namanya berulang kali. Saat itu juga Laura mengucek kedua matanya, dan melihat jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit.Laura menatap Pak Andi dengan kesal lalu membalas, "Baru juga jam setengah lima udah di suruh bangun, Bang. Aku biasa bangun jam enam dan jangan ganggu, aku mau tidur lagi."Dengan cepat Pak Andi menyahut, "Mana ada perempuan bangun siang, perempuan tuh harus bangun jam segini. Cepat bangun, sana nimba air, masak, nyuci, ngepel, buatin aku kopi. Nanti jam tujuh kita ke toko."Dini hari, menjelang waktu subuh, udara di luar terasa sangat dingin. Suhu yang menurun drastis membuat suasana rumah semakin suram. Pak Andi, masih saja menggoyang-goyangkan lengan Laura dengan semakin keras, berusaha membangunkannya lagi. Suara teriakan dan desakan Pak Andi memecah keheningan malam yang dingin dan sepi, sementara Laura tetap terpejam, tampaknya enggan terbangun di tengah ding

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Pak Andi misterius

    "Maling, maling, tolong ada maling, Bang!" teriak Laura membuat Pak Andi segera membuka matanya."Maling, dimana malingnya?" Pak Andi kelabakan, ia bergegas melompat dari ranjang. Kedua tangannya sibuk melayang ke udara dan matanya pun awas mencari sesuatu ke sana kemari, persis seperti orang yang mau adu perang."Alat, cepat cari sesuatu buat melumpuhkan malingnya." Pak Andi lari keluar, ia menuju dapur mengambil panci dan wajan."Mana, mana malingnya biar aku pukul pakai senjata ini," kata Pak Andi sambil memamerkan barang yang di bawanya. Ia berdiri di depan pintu kamar mandi, sepertinya nyawa lelaki paruh baya itu belum sepenuhnya terkumpul.Laura segera menghampiri suaminya dan merebut panci tersebut lalu memukulkan pada kepala Pak Andi.Prang...!Prang..!!Prang...!! Prang...!! Bunyi panci saat menyentuh anggota tubuh Pak Andi."Eh apa-apaan, La. Kenapa kamu malah mukuli aku?" Raut wajah Pak Andi seketika berubah menatap Laura dengan kesal."Kan ada maling, Bang," jawab Laura."

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Bertemu Mantan Mertua

    Sore ini, Amira mengunjungi kontrakan miliknya yang terletak di luar kota. Deretan rumah kontrakan sebanyak dua puluh pintu tersebut dihuni oleh kalangan menengah ke bawah, yang sangat membutuhkan tempat tinggal dengan harga terjangkau. Amira, seorang wanita muda yang cerdas dan berani, melihat peluang besar dalam bisnis properti ini beberapa tahun yang lalu.Dengan tekad yang kuat, Amira memulai investasinya di properti. Yang berawal hanya memiliki delapan rumah kontrakan, berkat kerja keras dan strategi bisnis yang tepat, kini usahanya berkembang pesat. Ia memiliki dua puluh pintu kontrakan total semua dua puluh delapan pintu yang semuanya terisi penuh, menghasilkan keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya. Amira tidak bekerja sendirian. Ia memiliki seorang kepercayaan, Pak Budi, yang mengelola operasional kontrakan dua puluh pintu. Pak Budi, seorang pria paruh baya yang sangat teliti dan berdedikasi, memastikan semua penghuni kontrakan merasa nyaman dan segala urusan adminis

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Maaf yang Terlambat

    Bab: **Maaf yang Terlambat**"Alhamdulillah.. Ibu.. senang.. kamu datang.." jawabnya terbata-bata.Amira terkejut melihat Bu Fatma menangis. "Ibu, kenapa menangis?" tanyanya dengan cemas.Bu Fatma terisak, kenangan masa lalu kembali menghantui pikirannya. "Maafkan.. Ibu.. Amira.. Ibu.. dulu.. jahat.. padamu.." katanya dengan suara terputus-putus. Ia merasa malu dan menyesal atas perlakuannya di masa lalu terhadap Amira.Amira menggenggam tangan Bu Fatma lebih erat. "Ibu, tidak apa-apa. Yang penting sekarang Ibu harus fokus untuk sembuh. Saya sudah memaafkan Ibu sejak lama," katanya dengan tulus.Bu Fatma menangis semakin deras. "Terima.. kasih.. Amira.. Ibu.. sangat.. menyesal.." ujarnya.Amira menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri setelah mendengar suara terputus-putus dari Bu Fatma yang terbaring lemah di atas kasur lantai yang sudah tipis. Irfan berdiri di ambang pintu, diam tak berani mengganggu momen antara mantan istrinya dengan ibunya."Ibu... tak perlu minta maaf l

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Pertemuan yang Tak Terduga

    "Mobilnya aman sekarang. Terima kasih bantuannya," katanya dengan suara yang lebih tenang. Saat pria itu tersenyum, Amira melihat sesuatu yang mengejutkan. Di balik tampangnya yang kasar dan seram, ternyata pria itu sangat tampan di matanya. Senyumnya memancarkan pesona yang tak terduga, membuat Amira sedikit tergagap."Eh... sama-sama," jawab Amira pelan, masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Pria itu mengangguk sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan kembali ke mobilnya. Namun, sebelum ia sempat pergi, Amira tergerak untuk bertanya."Maaf... nama Anda siapa?" tanyanya, meski dalam hatinya ia merasa aneh menanyakan hal itu pada seseorang yang baru saja ia temui.Pria itu menoleh, tersenyum tipis. "Nama saya Raka. Terima kasih sekali lagi, Bu...?""Amira," jawab Amira, masih merasa sedikit canggung."Baik, Bu Amira. Senang bertemu Anda. Hati-hati di jalan." Raka melangkah kembali ke mobilnya, meninggalkan Amira yang masih terdiam di dalam mobil dengan pikiran yang melayang-l

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16

Bab terbaru

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Part Ending

    "Raka, kamu beneran ngasih ini semuanya buat kami?" tanya Amira setelah ia melihat mas kawin yang diberikan suaminya."Iya, Mir. Semuanya buat kalian, dan masih banyak lagi yang akan aku berikan buat kalian salah salah satunya kasih sayang," balas Raka."Masya Allah, Raka. Aku enggak meminta harta yang berlimpah, aku hanya meminta kasih sayang dan tanggung jawabmu, tetapi kenapa kamu memberiku sebanyak ini. Dari mana kamu dapatkan ini, Rak? Bahkan kamu bisa menyiapkan semuanya sebaik ini. Apa jangan-jangan kamu keluarga Sultan?" tanya Amira dengan kedua mata yang berkaca-kaca.Setelah selesai akad mereka naik ke atas panggung untuk sesi pemotretan dan lainnya."Iya, semua yang mengurus orang-orangku dari Bali. Hartaku di Bali sangat berlimpah dan aku yakin tidak akan habis di makan tujuh belas turunan. Kamu jangan ngomong kayak gitu, kamu dan anak-anak segalanya untukku. Jadi milikku juga jadi milikmu," ucap Raka menghapus air mata Amira yang mulai berjatuhan."Jangan nangis, Mir. Nan

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Ikatan Baru

    Hari Minggu yang dinanti akhirnya tiba. Di sebuah ruangan dengan cermin besar berhias lampu, Amira duduk tenang, matanya menatap pantulan wajah yang perlahan berubah semakin memukau di tangan MUA terbaik yang telah dipilih oleh anak buah Raka. Jemarinya yang halus menyentuh gaun yang menjuntai indah, seolah merasakan kehangatan hari istimewa yang sudah di depan mata.Sementara itu, di sudut lain ruangan, Celine, putrinya yang ceria, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Gadis kecil itu duduk dengan riang saat dirinya dipakaikan gaun yang membuatnya tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Senyumnya mengembang, matanya berbinar, membayangkan momen di mana ia akan berjalan di samping Amira, dan akhirnya, memiliki seorang ayah. Hari ini bukan hanya hari untuk Amira, tapi juga untuk Celine, yang merasa dunia kecilnya kini lengkap dan penuh cinta.Jantung Amira berdegup semakin cepat seiring waktu berlalu. Pernikahan kali ini terasa jauh lebih mendebarkan dibandingkan sebelumnya

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Amira Mendapat Cemoohan

    Pikiran Raka melayang-layang di dalam kecemasan, keluarganya di Bali, terutama Ajik dan Biyang—ayah dan ibunya, punya pandangan yang sangat tradisional tentang pernikahan. Status Amira sebagai seorang janda membuat segalanya terasa lebih sulit.“Halo, Bli. Saya sudah menyampaikan pesan kepada Ajik dan Biyang,” suara Pak Wayan terdengar dari seberang sana, tenang namun sedikit berat.Raka terdiam sejenak, mencoba meredakan degup jantungnya yang semakin cepat. “Bagaimana keputusan mereka, Pak?” tanyanya, tak mampu menyembunyikan kegugupannya.Di seberang telepon, Pak Wayan terdiam beberapa saat. Keheningan itu semakin membuat Raka gelisah. Ia tahu betul betapa keras kepala keluarganya dalam urusan pernikahan. Seandainya Amira tidak mendapat restu hanya karena statusnya, ia sudah bertekad tidak akan pernah kembali ke Bali—tanah kelahirannya yang selama ini ia jaga dalam hati.“Ajik dan Biyang setuju, Bli,” akhirnya Pak Wayan berbicara, suaranya terdengar lebih ringan. “Mereka sudah meres

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Cahaya Di Tengah Perjuangan

    Amira menarik napas dalam-dalam. Rasa haru memenuhi dadanya. Setiap kata yang diucapkan Raka menyentuh hatinya, meski keraguan masih bergelayut di pikirannya. Dengan Bismillah, ia akhirnya berkata, "Iya. Aku."Raka tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Alhamdulillah, terima kasih, Mira. Terima kasih sudah mau menerimaku. Jujur, aku merasa hidupku kembali berwarna sejak bertemu kamu."Amira tersenyum tipis, "Aku juga bersyukur bisa ketemu sama kamu." Mereka saling tersenyum dan menatap satu sama lain, seakan-akan dunia di sekitar mereka menghilang. Hanya ada mereka berdua, tenggelam dalam keheningan yang penuh makna, seolah-olah waktu berhenti dan semua yang mereka butuhkan hanyalah kehadiran satu sama lain."Aku mau kita menikah Minggu depan ya, aku udah enggak sabar ingin menghalalkanmu, Mir," ujar Raka serius."Hah! Kamu beneran? Nikah itu bukan permainan, Rak, kita harus mengurus ini itu dan banyak hal yang harus di urus. Paling tidak dua bulanan lah," balas Amira.

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Keputusan Di Senja Hari

    Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di parkiran pelataran gedung bioskop. Mereka berempat akhirnya turun dan masuk ke dalam gedung.Suasana lumayan ramai, kebanyakan pengunjung para muda-mudi dan para keluarga kecil yang ingin mencari hiburan di tempat ini.Raka segera membeli tiket. Setelah itu, tak lupa ia juga membeli cemilan untuk teman mereka nonton sebentar lagi. Kini dua popcorn berukuran jumbo dan empat minuman sudah berada di tangan mereka.Mereka bergegas masuk ke dalam studio yang sebentar lagi akan menayangkan film yang diinginkan Celine dan Kenzo. Mereka langsung mencari tempat duduk yang tadi sudah di pesan, tempat duduk di bagian tengah. Lokasi ternyaman di ruangan ini.Mereka berempat duduk di kursi tersebut. Celine dan Kenzo di tengah, Celine di sebelah kiri Raka sedangkan Kenzo di sebelah kanan sang bunda. "Aku udah enggak sabar, Om, nonton filmnya," ujar Celine."Iya, ini sebentar lagi mau di putar. Sabar ya," balas Raka sembari mengusap pucuk kepala Celine d

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Dalam Dekapan Kebersamaan

    Raka serta Amira dan Kenzo menjemput Celine ke sekolah. Mereka berencana untuk jalan-jalan dan makan bersama. Raka mengendarai mobil Amira menuju sekolahan Celine. Raka memutar kemudi perlahan, lalu menepikan mobil di bawah bayangan pohon besar yang menaungi gerbang sekolah. Cuaca siang itu terasa hangat, namun teduh karena dahan pohon yang melindungi dari teriknya matahari. Amira menghela napas ringan saat melihat anak-anak mulai berlari ke arah gerbang, beberapa diantaranya tersenyum lebar menyambut orang tua mereka. “Kita sudah sampai,” ujar Raka seraya mematikan mesin mobil. Ia memandang sekilas ke arah Amira yang tampak sibuk menatap keluar jendela. "Ya, akhirnya. Semoga Celine segera keluar," jawab Amira sambil membuka pintu mobil. Suaranya terdengar lembut, namun ada sedikit nada kelelahan. Sedangkan Kenzo anteng duduk di kursi barisan kedua sambil makan permen lolipop. Begitu Amira menginjakkan kaki di trotoar, angin segar menyapu wajahnya. Ia memicingkan mata, mencoba me

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Kebahagiaan Malam Itu

    Jantung Amira berdebar tak terkendali. Tiap kali Raka berada di dekatnya, perasaannya selalu bercampur aduk—antara gugup, bahagia, dan sesuatu yang lebih sulit ia ungkapkan. Tatapan Raka begitu tulus, namun Amira berusaha mengabaikan getaran-getaran yang mengguncang hatinya. Ia takut jika terlalu larut, ia akan membuka dirinya pada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tak siap ia hadapi.Mereka masih berdiri di bawah rembulan yang bersinar menambahkan suasana hangat yang tak membantu menenangkan perasaan Amira. Raka masih menatap ke arahnya seolah berusaha sabar menanti jawaban yang keluar dari bibirnya. Amira berusaha keras tetap tenang, tapi ia tahu wajahnya mungkin sedikit memerah.Raka menarik napas dalam, kemudian berkata pelan, “Mira... Aku nggak tahu gimana caranya bilang ini. Tapi tiap kali aku sama kamu, aku merasa... ada sesuatu yang berbeda. Rasanya seperti... aku menemukan sesuatu yang hilang.”Amira menunduk, hatinya berdebar semakin cepat.

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Di Bawah Bintang

    Malam itu begitu cerah. Bulan purnama menggantung di langit, cahayanya memantul di dedaunan, menciptakan bayangan lembut di sekitar markas. Di depan bangunan sederhana itu, pemanggangan sudah siap. Aroma daging yang terbakar perlahan memenuhi udara, membuat suasana semakin akrab. Raka, Amira, Celine, dan Kenzo berkumpul bersama anak-anak jalan, tertawa dan bercanda sambil menyiapkan bahan-bahan untuk acara bakar-bakaran.Kenzo, yang baru pertama kali bertemu mereka, mudah berbaur. Celine, yang awalnya tampak canggung, kini ikut tertawa bersama anak-anak lainnya. Kehangatan mereka terasa menyelimuti malam, membuat Celine dan Kenzo merasa seolah sudah lama menjadi bagian dari kelompok itu.Setelah makan bersama, suasana mulai tenang. Anak-anak mulai duduk bersandar, kekenyangan. Raka, yang sejak awal tampak lebih tenang dan memikirkan sesuatu, akhirnya mengajak Amira berbicara di belakang markas, di bawah bintang yang berkilauan.Amira mengikuti Raka dengan langkah pelan. Mereka berdiri

  • Setelah Tiga Tahun Berpisah    Rista Tak Suka Raka

    Rista dan Dimas mengendarai mobil mereka dengan perlahan, menikmati udara malam yang sejuk. Suasana jalanan cukup lengang, hanya beberapa kendaraan berlalu lalang di sekitar mereka. Mereka berniat mencari angin segar, berkeliling tanpa tujuan pasti. Namun, saat mobil melintasi sebuah trotoar di pinggir jalan, pandangan Rista tiba-tiba terpaku pada sekelompok orang yang sedang bercengkerama di sana.“Amira?” gumam Rista, menyipitkan matanya untuk memastikan. Sosok itu berdiri bersama beberapa orang yang juga tak asing baginya, termasuk Celine dan Kenzo. Namun, ada seorang pria lain di antara mereka yang tidak dikenalnya."Mas, berhenti sebentar. Itu Amira," kata Rista cepat-cepat kepada Dimas.Dimas segera memarkirkan mobil di tepi jalan, tak jauh dari Amira dan rombongannya. Rista turun dan memanggil, “Mira?”Amira menoleh, ekspresi wajahnya terkejut namun segera berubah ramah. “Mbak Rista? Wah, enggak nyangka kita ketemu di sini!”Rista tersenyum tipis, lalu menghampiri mereka dengan

DMCA.com Protection Status