“Makan dulu ya, aku sudah buatkan makanan,” pinta Gayatri pada Pilar yang sudah bangun dan mencuci mukanya. “Mama memasak?” Pilar melongo kaget mendengarnya.Gayatri mengangguk dengan tersenyum. “Aku bisa memasak, tapi hampir sepuluh tahun terakhir enggak dipakai. Ajak papa kamu makan juga sebelum kalian pulang.” Pilar mengangguk keluar beriringan dengan Gayatri yang mengenakan terusan semata kaki pakaian santainya ketika di rumah ditambah kakinya yang menyentuh langsung lantai pualam. Gayatri terbiasa tidak memakai alas kaki selama di rumah. Eliot sendiri menyetujui karena Pilar yang meminta ditemani makan di rumah yang baru pertama kali mereka masuki. Terlihat di meja makan terhidang makanan sederhana, Gayatri belum sanggup memasak lebih banyak karena kakinya entah mengapa cepat lelah berdiri selama memasak. “Hanya ini yang aku bisa buatkan, doyan?” tanya Gayatri pada Pilar. “Aku doyan apa
“Minum dulu.” Gayatri memberikan segelas air minum pada Pilar setelah menariknya masuk ke dalam rumah. Pilar menuruti, minum dengan wajah memerah meskipun air matanya sudah kering. Rachel sendiri masih berada si sana syok bukan karena mendengar aduan Pilar tentang papanya. Tapi syok bagaimana seorang remaja bisa menangis tersedu-sedu mengadu pada mamanya bahwa ia tidak ingin papanya menikah namun ia takut mengutarakan pada papanya sendiri. “Tarik nafas dulu pelan-pelan ... kalau sudah lega bar cerita lagi.” Gayatri membelai paras pucat Pilar. Gayatri menerima pesan singkat dari Eliot saat mengambil air minum, Eliot menitipkan Pilar sebentar padanya karena ia harus mengantar Risa ke bandara dan Pilar enggan ikut dengan mengatakan ia cepek seharian di luar bersama mereka. “Yang bilang papa kamu?” tanya Gayatri setelah melihat Pilar jauh lebih tenang. “Enggak ... tapi tante Risa,” jawab Pilar.
“Aku mau menginap tempat mama,” papar Pilar. “Boleh, setelah kita bicara.” Eliot menjawab tegas. Gayatri mengangguk memandang Pilar yang duduk di jok belakang mobil Eliot. Gayatri diantar kembali pulang ke rumah sementara Eliot membawa pulang Pilar dan siap memberikan interogasi pada anaknya. Gayatri di kamarnya menghela nafas panjang, untuk pertama kalinya sang putri menunjukkan pemberontakan di usia remaja dan masalahnya tidak mudah. Gayatri tidak dapat tidur selama menunggu kabar dari Pilar, apakah akan menginap atau tidak jadi dan bagaimana hasil pembicaraan dengan papanya. Pukul sebelas malam baru ponselnya berdering, panggilan video call dari Pilar. Begitu diangkat ternyata Pilar sedang berbaring miring memeluk bantal guling di depan layar ponselnya dengan rambut tergerai di bantal. “Yah enggak jadi tidur sama-sama kita?” Gayatri mengatakannya dengan senyuman lebar, membaringkan badan juga di atas ra
Gayatri tidak membalas ciuman kasar Eliot melainkan mendiamkannya, membiarkan Eliot menginvasi bibirnya. Saat merasa Eliot melepaskannya, barulah ia dorong pelan dada bergemuruh tersebut. “Jangan lakukan itu lagi ... kamu bisa memukulku kalau mau, tapi jangan seperti ini,” lirih Gayatri dengan kedua telapak tangan masih di dada Eliot. Eliot memejamkan mata dengan deru nafas belum sepenuhnya kembali. Gayatri tidak menamparnya maupun memukulnya, ia hanya memberikan peringatan dengan suara pelan padahal harusnya Gayatri berteriak kencang agar ia berhenti di detik pertama bibir mereka bersentuhan. Eliot menjauhkan tubuh mereka yang berhimpitan dan menyentuh kepala Gayati pelan sebelum menghela nafas mengontrol apa yang terbakar dibalik dadanya saat ia menggila dengan mencium mantan istrinya. “Maafkan aku, kamulah yang harusnya memukul aku sekarang.” Eliot menyugar rambutnya menjadi berantakan.Gayatri merapatka
“Ok thank you guys,” seru fotografer mengakhiri sesi pemotretan mereka. Gayatri menghampiri Rachel yang sedang terpekur dengan ponsel di kursi miliknya, mengambil kipas elektrik guna menghilangkan gerahnya. Mengintip layar ponsel Rachel sebelum menepuk bahunya kuat. “Ketemu astaga masih jaman LDR?” ledek Gayatri. “Kampret,” kekeh Rachel. “Nikah gih sudah berapa lama sih? aku sampai lupa.” Gayatri mengambil tas pakaiannya untuk segera berganti kostum. “Berisik.” Rachel mengambil tas di tangan Gayatri dan mendorong punggung sang model untuk ia temani berganti pakaian. Pemotretan kali ini mengenakan gaun panjang menjuntai hingga lantai, maka dari itu Rachel harus membantu melepasnya agar tidak terjadi insiden rusak. “Aku ada bertemu Manuel siang ini,” tutur Gayatri. “Manuel? Any wrong?” tanya Rachel. “Enggak, hanya makan siang biasa. Lagi di sini k
“Di ... Satrio. Tadi sedang sama teman, makan juga.” Gayatri membelai pipi penuh makanan Pilar dengan punggung tangannya.Pilar meringis. “Maaf.” “It’s ok ... habiskan makannya,” tukas Gayatri. Pada akhirnya mereka bertiga menghabiskan siang dengan makan bersama, Gayatri paham mengapa Pilar melakukan hal demikian. Sudah beberapa kali ia mendapatkan cerita memergoki papanya tengah bertelepon dengan Risa. Entah apa hasil pertemuan mereka berdua di Bali, Pilar tidak diberitahukan. Yang Gayatri tangkap adalah Pilar berusaha mendekatkan ia dan Eliot kembali namun tidak tahu bagaimana caranya. “Pilar pulang sama aku, sorry sudah mengganggu acara kamu dengan teman kamu itu.” Eliot berkata begitu Pilar memeluk Gayatri dan masuk ke mobil papanya. “No problem, aku enggak kebaratan datang. Bukan acara yang penting juga, jangan dimarahi lagi. Dia sudah sangat menyesal aku lihat,” pinta Gayatri.
"Astaga kamu mau memata-matai kami? Ayo siapa takut, lets go Pilar. Papa kamu enggak asyik.” Rachel menggandeng tangan Pilar masuk ke mobil Gayatri. Gayatri terkekeh kecil melihat bagaimana kagetnya Eliot akan sikap Rachel, ia menganggukkan kepala sekali pada sang mantan suami dan meninggalkannya untuk masuk ke mobil segera. Di tempat karaoke Gayatri mengedipkan matanya pada Rachel yang langsung paham. Ia bagai satu jiwa dua nyawa dengan sang model, hanya dengan pandang-pandangan sudah saling paham. “Pilar ... malam ini Tante mau menggila sampai tenggorokan sakit, persiapkan telinga kamu ya. Suara Tante memang kalah merdu sama mama kamu, tapi semangat Tante tidak kalah sama mama kamu, dan kamu Eliot. Jangan berikan komentar apa pun selama kita menyanyi,” kekeh Rachel sebelum mulai bernyanyi. Eliot mendengus dan melambaikan tangan dengan kepala mengangguk kecil. Ia akan jadi patung malam itu dengan gawai di tang
Eliot berdiri memandang jendela luar kantornya, ia baru saja mendapatkan pesan dari putrinya mengatakan bahwa ia sedang bersama Gayatri di sebuah tempat mengopi kekinian dengan mengiriminya foto berdua sang mama dengan senyuman lebar. “Hallo ... sudah di bawah? Ok antar masuk ya Don, terima kasih.” Eliot mematikan panggilan dan bersiap menerima tamu di ruangannya, sudah cukup waktunya melamunkan putri dan mantan istrinya yang sedang menghabiskan waktu berdua. Ketika tengah berbincang dengan kliennya, sebuah notifikasi pesan kembali masuk dari Pilar. Eliot membuka sebentar dan terpaku beberapa detik. Sebuah pesan mama cantik sekali mirip siapa ya pa? Gambar Gayatri tengah tertawa lepas dengan memegangi sebuah cangkir di meja bulat. Sepertinya diambil secara candid oleh Pilar. Berdehem sekali, Eliot meletakan ponselnya ke meja mengembalikan fokusnya. Sedangkan di tempat lain Gayatri dan Pilar sedang menghabiskan ice cream tanpa tahu Eliot t
“Kangen sekali, aku enggak bisa meninggalkan mereka lagi ah Sayang. Bawa semuanya setiap perayaan aniversary kita.” Gayatri meletakan tasnya di bangku belakang sebelum mengenakan seatbeltnya. Mereka berdua meninggalkan hotel setelah satu malam menginap, Gayatri dibuat lepas kendali berkali-kali oleh Eliot dengan caranya memuja sang istri. Jika bukan karena kerinduan mendalamnya pada kedua anak merek, Gayatri tidak keberatan memperpanjang acara di hotel dengan banyak kejutan dari suaminya. Eliot memberinya hadiah jam tangan setelah memutuskan jam Gayatri tidak sengaja di tengah bangunan butik milik sang istri. “Baiklah Sayang, baiklah,” kekeh Eliot. “Aku kok payah sekali sampai meninggalkan kado buat kamu, Sayang. Mana aku juga yang menuduh kamu enggak ingat hari pernikahan kita. Kenapa kepikiran belikan aku jam ini? ini jam keluaran lawas dan sudah sangat susah dapatkannya. Aku sangat suka.” Gayatri mengamati pergelangan
Gayatri menggeliat pelan dan langsung membuka mata saat mendengar kata aduh dari samping tempatnya berbaring. “Maaf,” kekeh Gayatri setelah melihat siapa yang tidak sengaja ia gaplok. “Untung sayang,” gumam Eliot. “Sayang saja?” Gayatri meringsek ke dada polos suaminya. “Habis menggaplok wajah aku minta dibilang cinta?” Eliot rapikan rambut di kening Gayatri yang tenggelam dalam ceruk lehernya. “Gaploknya pakai cinta,” kekeh Gayatri. “Aduh aku digombali bangun tidur. Are you ok? aku sepertinya lepas kendali ya?” Eliot merangkum wajah mengantuk istrinya yang tersenyum memandang dirinya, didaratkan kecupan lembut pada kening, mata, hidung dan bibirnya. “Iya kamu menggila, but i’m ok. Hanya capek saja, sama lapar, sama ingin berendam sama ingin pijat.” Gayatri melepas tawa saat jawaban panjangnya membuat suami menghujani wajahnya dengan ciuman bertubi-tubi.
Gayatri melepas tawa lebar hanya beberapa detik saja, kemudian menjerit histeris saat Eliot bangun dari duduk dengan seringai menyeramkan. Eliot siap memakan dirinya hidup-hidup, Gayatri langsung mundur menjauh tanpa alas kakinya. “Eliot berhenti.” Gayatri sontak berlari penuh tawa, menjauh dari Eliot yang terus menyeringai lebar. “Kamu yang mulai Sayang, lihat? celana aku jadi sangat sempit.” Eliot menunjuk celana bahannya dan tawa Gayatri semakin menggema. “Kamu duluan yang mulai, kok malah menyalahkan aku. Lagian baru dibelai dikit sudah siap perang saja,” kelakar Gayatri. Eliot berjalan santai mendekati Gayatri yang heboh memintanya berhenti serta terus tertawa. Bahkan Gayatri menaiki ranjang dan melompatinya saat ia hampir tertangkap oleh tangan-tangan panjang suaminya. “Sayang kamu seram sumpah, berhenti,” kekeh Gayatri saat terjebak antara nakas dan ranjang dalam sekali lompat Eliot
“Kamu yakin, Sayang? tante Rachel kadang keluar kumatnya,” bisik Gayatri pada Pilar. “Tante Gayatri mendengar di sini, Mama Gaya,” sindir Rachel.Gayatri tertawa kecil. “Telepon Mama jika terjadi sesuatu ya, harusnya enggak perlu seperti ini juga.” “Enggak apa-apa Mama, aku juga lama enggak main ke tempat Tante Rachel. Apalagi Mahatma pertama kali. Ada sus juga ikut. Mama tenang saja, kalau adek menangis dijahili tante Chel nanti aku yang jewer,” kelakar Pilar. Rachel selesai menaikkan Mahatma ke carseat dan meminta Pilar segera naik juga. “Kamu takut anak-anak aku siksa ya, sudah senang-senang saja kalian. Eliot sedang jalan pulang katanya. Akan aku kembalikan anak-anak besok sore,” kelakar Rachel. “Kalau Pilar enggak apa-apa menginap lama juga tempat kamu. Yang bayi janganlah, enak saja,” kekeh Gayatri. “Buka kado dari aku, aku taruh di nakas kamu tadi sory menyelinap.” Ra
“Tambah Zean, kamu juga Chel. Dari pagi dia belum makan, Zean. Menangis mulu,” ledek Gayatri. “Jangan bocor deh,” gerutu Rachel. Gayatri dan Pilar yang menolak makan karena sedang bermain dengan adiknya tertawa mendengar gerutuan Rachel. “Baru mau tanya apa boleh tambah,” kekeh Zean. “Makanan banyak di luar, buat malu saja minta makan rumah orang.” Rachel menepuk paha Zean namun tetap mengisi kembali piring makan suaminya yang sudah kosong. “Rachel memang mulutnya kadang asal ceplos, Zean. Tapi kamu lihat kan tetap diambilkan makan lagi, mulut, hati sama kepala enggak sinkron dia,” kekeh Gayatri. “Iya memang, ngeselin tapi sayang. Aduh-aduh jangan dicubit, benar sayang kok.” Zean mengelus pahanya yang mendapat cubitan dari Rachel yang wajahnya merah karena ia bilang sayang. Gayatri dan suaminya kembali melepas tawa melihat bagaimana seorang Rachel yang ketus,
“Aku yang bawa mobilnya.” Gayatri mengambil kunci di tangan Rachel. Rachel mengangguk, duduk di samping kemudi setelah mengantarkan Alea pulang. Sepanjang perjalanan ia kembali menekuri gambar-gambar dari Alea, tersenyum mengagumi keterampilan tangan teman lama sahabatnya. “Chel ... mau aku antar pulang apa mau gendong Mahatma?” tanya Gayatri. “Gendong Mahatma tentu saja, aku malas pulang. Biarkan saja Zean makan indomie,” jawab Rachel.Gayatri melepas tawa mengangguk. “Mahatma sudah merangkak tahu Chel, sudah enggak bisa diam sekali. Suka diikat sama bapaknya, benar-benar Eliot.” “Iya tadi pagi saja teriakannya lima oktaf pas aku goda. Pesanan aku belum sampai rumah kamu ya, Gaya?” Rachel meletakan ponsel di pangkuan dan duduk memutar menghadap Gayatri. “Pesanan apa? please deh Chel berhenti beli hadiah buat Mahatma dan Pilar.” Gayatri langsung paham saat Rachel terkekeh melipat tangan dan
“Ah kamu, aku sedang capek. Dan itu dua bocah ada di kamar kita.” Eliot membisiki Gayatri dengan kembali merapikan pakaiannya yang ia turunkan. “Lagian siapa yang mengajak sih, Sayang. Aku hanya mencoba salah satunya dan pas, hanya lupa ganti saja,” kelakar Gayatri. Eliot berdecap dan menarik pinggang Gayatri lebih menempelinya, sebelum mengangkat dagu sang istri dan mendaratkan ciuman dalam penuh tuntutan di sana. Gayatri melepas tawa dengan menepuk dada suami kesal saat ia dapat terlepas dari bibir candu penuh tuntutan tersebut. “Besok pagi-pagi ya, biarkan aku tidur. Yuk kamu juga harus tidur sebelum Mahatma kembali bangun minta asi dan kamu belum sempat merem. Aku akan tidur di kamar tentu saja, pakai kasur lipat. Biar kalau malam bisa gantian bangun jaga Mahatma.” Eliot bangun dan menarik tangan istrinya sebelum ia benar-benar lepas kendali menghabisi Gayatri di sofa ruang keluarga mereka. “Baiklah Sa
“Oh ya?” Gayatri melepas tawa kecil akan jawaban Eliot. Eliot mengangguk saja, ia juga membuka satu kotak lainnya, kotak berisi kaos bola untuk keluarganya. Matanya melirik Gayatri yang tersenyum begitu melihat isi kotak pesanannya. “Ini pilihan kamu apa kamu minta rekomendasi dari Victoria?” Gayatri menahan senyum setelah memeriksa isi dalam kotak ada lima pasang lingerie keluaran terbaru dengan model twopiece dan berjumlah lima pasang. “Yang dua aku pilih sendiri, yang tiga aku tanya paling baru dari koleksi mereka. Suka enggak? jangan tanya kenapa aku tahu ukurannya ya, aku cium sampai pingsan kamu nanti,” kelakar Eliot. Gayatri menengadahkan kepala tergelak pelan, suaminya memang selalu penuh kejutan. Ia menutup kembali kotak pakaiannya dan menggeser ke tengah meja untuk kemudian ia mendorong kaki kursi suaminya dengan kakinya sebelum bersandar pada tepi meja, berhadapan. “Ingin aku paka
“Mama ... adek mana?” tanya Pilar saat baru sampai rumah sepulang sekolah. “Di kamar Mama sama papa lagi berduaan biasa kalau pulang kerja papa kamu, pulang sekolah bukannya Mama dipeluk malah yang dicari adiknya. Mama sedih berasa enggak di sayang lagi.” Gayatri memasang wajah pura-pura terluka. Pilar melepas tawa dan memberikan pelukan erat pada mamanya yang sedang menyiapkan makanan di meja makan dengan dibantu mbak. Gayatri terkekeh kecil saat dipeluk si sulung yang kian tinggi menjulang. “Istirahat dulu Sayang, kamu capek hari ini kan? Mama siapkan makanan ya, turun makan dulu sebelum istirahat. Oh satu lagi ... Mama baru ganti seprei kamu karena ada noda tinta lebar. It’s ok?” Gayatri sudah sangat jarang merapikan kamar Pilar atau mengganti barang-barang di sana tanpa seizin sang anak karena ia sangat menghargai tempat pribadi anaknya walau dia memiliki akses penuh ke sana, kamar Pilar tidak pernah di kunci saat ia