Eliot menyentuh pinggangnya yang tergores pisau dengan sebelah tangan kembali menutup pintu yang terbuka, Gayatri hendak keluar dari mobil dengan jeritan lantangnya. Mengedikkan dagu memberikan kode menyerang dari punggung tersangka pada Manuel yang juga tengah meringis kesakitan namun langsung paham akan gerak samar Eliot. “Beraninya menampakkan diri,” desis Eliot penuh amarah. Tersangka pembawa pisau lipat kembali menerjang Eliot yang sudah siap memasang kuda-kudanya. Gerakan penuh amarah sang lawan dapat Eliot baca dengan jelas, betapa ceroboh adalah kebodohan yang terpampang nyata dan membuatnya dapat memberikan pukulan telak pada dada tersangka. Ketika tubuh itu terhuyung, dari belakang Manuel melayangkan tendangan kencang hingga tersangka terjerembab dengan pisau terpelanting di aspal parkiran restoran. Manuel berlari menendang pisau sejauh mungkin dan Eliot sudah menimpa punggung tersungkur itu dengan lututnya. Ke du
“Ini kapan kejadiannya?” Gayatri bertanya dengan tangan masih menyusuri bekas jahitan lumayan panjang hingga ia menurunkan karet celana Eliot lebih ke bawah. “Delapan tahun lalu,” jawab Eliot dengan mata menunduk memperhatikan Gayatri yang masih menyentuh perutnya lembut. “Benar ginjal sampai diangkat?” tanya Gayatri kembali. “Benar, bocor dan ... tidak bisa dipertahankan.” Bukan menghentikan gerak berulang Gayatri pada jahitan panjang di perutnya, Eliot justru diam membiarkan mantan istrinya menekuri bekas lukanya. “Karena mengabaikan kesehatan saat menjaga Pilar yang aku tinggalkan? Dan ini kembali terluka karena aku juga. Dua luka ini karena aku, so sorry,” lirih Gayatri. Eliot tidak menjawab, hanya menahan pergelangan tangan Gayatri agar berhenti menyentuh luka-lukanya kemudian menurunkan pakaiannya agar menutupi perutnya. Meminta Gayatri berdiri dengan menyentuh kedua bahunya.
“Aku kedinginan,” jawab Eliot Gayatri sontak menyentuh bahu terbuka, punggung dan dada Eliot. Terasa amat dingin dengan bibir pucat, Gayatri menarik lengan itu untuk bangun dari sana mendudukkan di tepian ranjang dan beranjak menuju walk in closet mengambil pakaian panjang. Memberikan pada Eliot semua yang ia ambil. “Pakai dulu, aku tunggu di luar.” Gayatri memutar badannya untuk keluar dari kamar bernuansa jantan tersebut. Akan tetapi langkah Gayatri terhenti saat lengan kurusnya ditahan dan punggungnya terasa dipeluk seketika. Pinggang ramping Gayatri terbungkus lengan-lengan liat Eliot yang sedingin es karena terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Merinding sekujur tubuh Gayatri akan perlakuan mengejutkan yang ia terima dari mantan suaminya. “Terima kasih sudah mencemaskan aku,” lirih Eliot tepat di telinga Gayatri. “Iya ... tapi ini lepas.” Gayatri menyentuh lengan yang membelit pingg
“Cukup,” lirih Gayatri mencoba waras. Eliot menghentikan gerak bibirnya di leher Gayatri, menumpukan kepala peningnya pada bahu sang wanita yang sudah tersibak oleh dirinya yang begitu terbuai dengan kehalusan kulit Gayatri. “Kita tidak bisa seperti ini. Kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi, Eliot.” Gayatri mengangkat kepala Eliot yang rebah di bahunya, memberinya tatap dengan senyuman getir dan membelai pipi Eliot lembut. “Do you still love me?” tanya Eliot langsung. “I don’t know. Kamu memancing dan aku terpancing,” desah Gayatri. “Respons tubuh kamu sudah menjawabnya Gayatri. Apa kamu pernah berhubungan dengan laki-laki lain selama sepuluh tahun ini?” Eliot menurunkan kedua tangan Gayatri pada wajahnya, merapikan pakaiannya kembali dan berganti ia letakan kedua telapak tangan besar miliknya pada leher Gayatri. “Tidak pernah, sepuluh tahun aku gunakan untuk berkarier dan sib
“Bisa tolong tenang?” Eliot mencekal kedua pergelangan tangan Risa kuat agar berhenti memukulinya. Sementara Gayatri dan Pilar keluar dari mobil dengan raut wajah kagetnya, untuk pertama kalinya melihat Risa yang anggun nan cantik mengamuk memukuli Eliot. “Kenapa Gayatri ada di mobil kamu?” Pukulan Risa berhenti saat melihat sosok Gayatri.Eliot menoleh ke arah Gayatri dan Pilar. “Kalian masuk.” “Tunggu! Kenapa Gayatri bisa sama kalian berdua? kamu berhubungan dengan model itu? Eliot lepas!” Risa meronta saat ditarik menuju mobilnya menjauhi mobil Eliot. “Aku bilang tenang, bisa? kamu akan malu kalau menjerit-jerit di sini. Dan kamu menakuti Pilar, aku akan jelaskan tapi tidak di sini dengan kamu yang emosi.” Eliot masih memegang kedua pergelangan tangan Risa yang wajahnya memerah. Risa memandang Gayatri dengan tatap curiga, marah dan kesal. Kemudian memandang Pilar yang tampak ngeri melihatn
“Tidak ada yang akan merebut Eliot, dan kamu sudah tahu kan kalau aku mama Pilar. Bagaimanapun keadaan orang tuanya, aku tetap mamanya. Tidak ada cerita rebut-merebut anak di sini.” Gayatri mengambil baju yang ia ganti berniat keluar dari ruang sempit tersebut akan tetapi ditahan bahunya oleh Risa. “Kamu tidak bisa mengambil Eliot setelah kejahatan yang kamu lakukan padanya, jangan pernah lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan pada Eliot,” ancam Risa. “Aku ada pekerjaan dan kamu menghambat membuat tim menunggu. Kalau kamu masih ingin bicara, maka tunggu aku selesai pemotretan,” tegas Gayatri. Risa mendorong bahu Gayatri hingga membentuk partisi ruang ganti dan menimbulkan bunyi keras. Gayatri kembali menghela nafas, ia tidak akan terima begitu saja saat mendapatkan intimidasi. “Jangan pernah berbuat kasar.” Gayatri memberikan peringatan dengan menarik tangan Risa di bahunya dengan kasar juga.Risa mendengus
Rachel mengamati dalam diam apa yang dilakukan Eliot di hadapannya, pertama memeriksa Pilar dan terlepaslah sebuah umpatan walau pelan namun dapat terdengar ketika melihat siku putrinya. Kemudian beralih ke Gayatri memeriksa dengan cara sama, memegangi kedua bahu Gayatri. “Aku enggak terluka, benar ... aku baik-baik saja.” Gayatri melepas tangan Eliot yang masih memegangi kedua bahunya erat. Rachel menahan senyum penuh ledek pada Gayatri yang tengah memandangnya, kemudian mengucapkan tanpa suara bahwa Rachel menunggu penjelasan akan pertunjukan Eliot padanya. “Kamu enggak bisa urus satu wanita gila, Eliot? Sampai Gayatri di dorong-dorong dalam kamar ganti dan membuat Pilar berdarah,” pancing Rachel. “Kamu di dorong-dorong?” seru Eliot kaget. “Chel ... kamu menyiram bensin pada lahar panas,” tegur Gayatri kesal sedang sahabatnya yang menyeringai ketahuan tengah memanasi Eliot guna melihat rea
“Eliot,” bisik Gayatri parau. “What?” jawab Eliot. Gayatri menghentikan bibir Eliot yang bergerilya di lehernya, setelah Eliot menawarkan membantu mengobati lebam di punggungnya, Eliot membalikkan badan Gayatri dan menciumnya tepat di bibir. Lebih gilanya lagi Gayatri membalas dengan sadar dan suka rela. Begitu Gayatri mengalungkan lengannya pada leher Eliot dan membelai tengkuk sang laki-laki, tubuhnya semakin menuntut lebih dan ia tidak bisa menghentikannya. Eliot mengangkat Gayatri dan mendudukkan pada samping sink yang lebar dan mengkilap berwarna coklat terang. Merengkuh pinggang yang ia rindukan dengan sangat tanpa ia sadari selama ini. Balasan dari Gayatri memberinya percikan kepercayaan diri bahwa Gayatri juga sama menginginkannya. Tepat ia menghisap dalam bibir bengkak Gayatri, sang model meremas rambut belakang kepalanya lembut. “Apa yang kita lakukan?” Di tengah gempuran nikmat, Gayatri masih mem
“Kangen sekali, aku enggak bisa meninggalkan mereka lagi ah Sayang. Bawa semuanya setiap perayaan aniversary kita.” Gayatri meletakan tasnya di bangku belakang sebelum mengenakan seatbeltnya. Mereka berdua meninggalkan hotel setelah satu malam menginap, Gayatri dibuat lepas kendali berkali-kali oleh Eliot dengan caranya memuja sang istri. Jika bukan karena kerinduan mendalamnya pada kedua anak merek, Gayatri tidak keberatan memperpanjang acara di hotel dengan banyak kejutan dari suaminya. Eliot memberinya hadiah jam tangan setelah memutuskan jam Gayatri tidak sengaja di tengah bangunan butik milik sang istri. “Baiklah Sayang, baiklah,” kekeh Eliot. “Aku kok payah sekali sampai meninggalkan kado buat kamu, Sayang. Mana aku juga yang menuduh kamu enggak ingat hari pernikahan kita. Kenapa kepikiran belikan aku jam ini? ini jam keluaran lawas dan sudah sangat susah dapatkannya. Aku sangat suka.” Gayatri mengamati pergelangan
Gayatri menggeliat pelan dan langsung membuka mata saat mendengar kata aduh dari samping tempatnya berbaring. “Maaf,” kekeh Gayatri setelah melihat siapa yang tidak sengaja ia gaplok. “Untung sayang,” gumam Eliot. “Sayang saja?” Gayatri meringsek ke dada polos suaminya. “Habis menggaplok wajah aku minta dibilang cinta?” Eliot rapikan rambut di kening Gayatri yang tenggelam dalam ceruk lehernya. “Gaploknya pakai cinta,” kekeh Gayatri. “Aduh aku digombali bangun tidur. Are you ok? aku sepertinya lepas kendali ya?” Eliot merangkum wajah mengantuk istrinya yang tersenyum memandang dirinya, didaratkan kecupan lembut pada kening, mata, hidung dan bibirnya. “Iya kamu menggila, but i’m ok. Hanya capek saja, sama lapar, sama ingin berendam sama ingin pijat.” Gayatri melepas tawa saat jawaban panjangnya membuat suami menghujani wajahnya dengan ciuman bertubi-tubi.
Gayatri melepas tawa lebar hanya beberapa detik saja, kemudian menjerit histeris saat Eliot bangun dari duduk dengan seringai menyeramkan. Eliot siap memakan dirinya hidup-hidup, Gayatri langsung mundur menjauh tanpa alas kakinya. “Eliot berhenti.” Gayatri sontak berlari penuh tawa, menjauh dari Eliot yang terus menyeringai lebar. “Kamu yang mulai Sayang, lihat? celana aku jadi sangat sempit.” Eliot menunjuk celana bahannya dan tawa Gayatri semakin menggema. “Kamu duluan yang mulai, kok malah menyalahkan aku. Lagian baru dibelai dikit sudah siap perang saja,” kelakar Gayatri. Eliot berjalan santai mendekati Gayatri yang heboh memintanya berhenti serta terus tertawa. Bahkan Gayatri menaiki ranjang dan melompatinya saat ia hampir tertangkap oleh tangan-tangan panjang suaminya. “Sayang kamu seram sumpah, berhenti,” kekeh Gayatri saat terjebak antara nakas dan ranjang dalam sekali lompat Eliot
“Kamu yakin, Sayang? tante Rachel kadang keluar kumatnya,” bisik Gayatri pada Pilar. “Tante Gayatri mendengar di sini, Mama Gaya,” sindir Rachel.Gayatri tertawa kecil. “Telepon Mama jika terjadi sesuatu ya, harusnya enggak perlu seperti ini juga.” “Enggak apa-apa Mama, aku juga lama enggak main ke tempat Tante Rachel. Apalagi Mahatma pertama kali. Ada sus juga ikut. Mama tenang saja, kalau adek menangis dijahili tante Chel nanti aku yang jewer,” kelakar Pilar. Rachel selesai menaikkan Mahatma ke carseat dan meminta Pilar segera naik juga. “Kamu takut anak-anak aku siksa ya, sudah senang-senang saja kalian. Eliot sedang jalan pulang katanya. Akan aku kembalikan anak-anak besok sore,” kelakar Rachel. “Kalau Pilar enggak apa-apa menginap lama juga tempat kamu. Yang bayi janganlah, enak saja,” kekeh Gayatri. “Buka kado dari aku, aku taruh di nakas kamu tadi sory menyelinap.” Ra
“Tambah Zean, kamu juga Chel. Dari pagi dia belum makan, Zean. Menangis mulu,” ledek Gayatri. “Jangan bocor deh,” gerutu Rachel. Gayatri dan Pilar yang menolak makan karena sedang bermain dengan adiknya tertawa mendengar gerutuan Rachel. “Baru mau tanya apa boleh tambah,” kekeh Zean. “Makanan banyak di luar, buat malu saja minta makan rumah orang.” Rachel menepuk paha Zean namun tetap mengisi kembali piring makan suaminya yang sudah kosong. “Rachel memang mulutnya kadang asal ceplos, Zean. Tapi kamu lihat kan tetap diambilkan makan lagi, mulut, hati sama kepala enggak sinkron dia,” kekeh Gayatri. “Iya memang, ngeselin tapi sayang. Aduh-aduh jangan dicubit, benar sayang kok.” Zean mengelus pahanya yang mendapat cubitan dari Rachel yang wajahnya merah karena ia bilang sayang. Gayatri dan suaminya kembali melepas tawa melihat bagaimana seorang Rachel yang ketus,
“Aku yang bawa mobilnya.” Gayatri mengambil kunci di tangan Rachel. Rachel mengangguk, duduk di samping kemudi setelah mengantarkan Alea pulang. Sepanjang perjalanan ia kembali menekuri gambar-gambar dari Alea, tersenyum mengagumi keterampilan tangan teman lama sahabatnya. “Chel ... mau aku antar pulang apa mau gendong Mahatma?” tanya Gayatri. “Gendong Mahatma tentu saja, aku malas pulang. Biarkan saja Zean makan indomie,” jawab Rachel.Gayatri melepas tawa mengangguk. “Mahatma sudah merangkak tahu Chel, sudah enggak bisa diam sekali. Suka diikat sama bapaknya, benar-benar Eliot.” “Iya tadi pagi saja teriakannya lima oktaf pas aku goda. Pesanan aku belum sampai rumah kamu ya, Gaya?” Rachel meletakan ponsel di pangkuan dan duduk memutar menghadap Gayatri. “Pesanan apa? please deh Chel berhenti beli hadiah buat Mahatma dan Pilar.” Gayatri langsung paham saat Rachel terkekeh melipat tangan dan
“Ah kamu, aku sedang capek. Dan itu dua bocah ada di kamar kita.” Eliot membisiki Gayatri dengan kembali merapikan pakaiannya yang ia turunkan. “Lagian siapa yang mengajak sih, Sayang. Aku hanya mencoba salah satunya dan pas, hanya lupa ganti saja,” kelakar Gayatri. Eliot berdecap dan menarik pinggang Gayatri lebih menempelinya, sebelum mengangkat dagu sang istri dan mendaratkan ciuman dalam penuh tuntutan di sana. Gayatri melepas tawa dengan menepuk dada suami kesal saat ia dapat terlepas dari bibir candu penuh tuntutan tersebut. “Besok pagi-pagi ya, biarkan aku tidur. Yuk kamu juga harus tidur sebelum Mahatma kembali bangun minta asi dan kamu belum sempat merem. Aku akan tidur di kamar tentu saja, pakai kasur lipat. Biar kalau malam bisa gantian bangun jaga Mahatma.” Eliot bangun dan menarik tangan istrinya sebelum ia benar-benar lepas kendali menghabisi Gayatri di sofa ruang keluarga mereka. “Baiklah Sa
“Oh ya?” Gayatri melepas tawa kecil akan jawaban Eliot. Eliot mengangguk saja, ia juga membuka satu kotak lainnya, kotak berisi kaos bola untuk keluarganya. Matanya melirik Gayatri yang tersenyum begitu melihat isi kotak pesanannya. “Ini pilihan kamu apa kamu minta rekomendasi dari Victoria?” Gayatri menahan senyum setelah memeriksa isi dalam kotak ada lima pasang lingerie keluaran terbaru dengan model twopiece dan berjumlah lima pasang. “Yang dua aku pilih sendiri, yang tiga aku tanya paling baru dari koleksi mereka. Suka enggak? jangan tanya kenapa aku tahu ukurannya ya, aku cium sampai pingsan kamu nanti,” kelakar Eliot. Gayatri menengadahkan kepala tergelak pelan, suaminya memang selalu penuh kejutan. Ia menutup kembali kotak pakaiannya dan menggeser ke tengah meja untuk kemudian ia mendorong kaki kursi suaminya dengan kakinya sebelum bersandar pada tepi meja, berhadapan. “Ingin aku paka
“Mama ... adek mana?” tanya Pilar saat baru sampai rumah sepulang sekolah. “Di kamar Mama sama papa lagi berduaan biasa kalau pulang kerja papa kamu, pulang sekolah bukannya Mama dipeluk malah yang dicari adiknya. Mama sedih berasa enggak di sayang lagi.” Gayatri memasang wajah pura-pura terluka. Pilar melepas tawa dan memberikan pelukan erat pada mamanya yang sedang menyiapkan makanan di meja makan dengan dibantu mbak. Gayatri terkekeh kecil saat dipeluk si sulung yang kian tinggi menjulang. “Istirahat dulu Sayang, kamu capek hari ini kan? Mama siapkan makanan ya, turun makan dulu sebelum istirahat. Oh satu lagi ... Mama baru ganti seprei kamu karena ada noda tinta lebar. It’s ok?” Gayatri sudah sangat jarang merapikan kamar Pilar atau mengganti barang-barang di sana tanpa seizin sang anak karena ia sangat menghargai tempat pribadi anaknya walau dia memiliki akses penuh ke sana, kamar Pilar tidak pernah di kunci saat ia