Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 52Ada Apa Dengan Sindy? Tiba-tiba Mas Damar menggenggam jemariku erat. Jari-jariku berada dalam sela-sela jemari tangannya yang kekar. Wajah itu tampak santai, tak sedikitpun menunjukkan rasa kesal atau apapun. Namun jemarinya kian erat menggenggam jemariku. "Tinggal di mana sekarang, Wi?" tanya Mas Firman lagi. Ia masih terus mengamati wajahku hingga membuatku risih. Pantas jika Mas Damar menunjukkan emosinya dengan menggenggam jariku. Seolah-olah ia sedang menunjukkan pada Mas Firman bahwa aku adalah miliknya. "Tinggal di Surabaya, Mas. Oh iya kenalkan ini Mas Damar, suamiku." Aku menunjuk arah Mas Damar dengan wajahku. Kemudian Mas Damar mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sejenak ia melepas jemarinya yang menggenggam tanganku. "Damar.""Firman.""Siapa, Dek?" tanya Mas Damar. Akhirnya dia yang sejak tadi hanya diam kini mulai bersuara. "Saya dulu pengagum rahasia Dewi, tapi Dewi lebih milih orang dari luar kota timbang yang di daerahnya s
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 53Ucapan Bela Sungkawa"Mas ngga kesana?" tanyaku setelah ia kembali duduk di pinggiran ranjang. Aku turut duduk di sebelahnya sambil memandangi wajahnya. Kupegang bahunya lembut, lalu kuusap. "Ada apa, Mas? Cerita sama aku.""Diantara kami sudah tidak ada apa-apa. Biarlah dia pergi dengan tenang.""Sudah tidak ada apa-apa bukan berarti hubungan antara dua keluarga putus begitu saja kan, Mas? Menjaga hubungan baik lebih baik dari pada menambah satu musuh," ujarku. Aku mencoba mengingatkan Mas Damar untuk terus menjaga hubungan baik, meskipun itu dengan mantan."Apa yang harus dijaga jika mamanya memintaku untuk bertanggung jawab atas apa yang bukan urusanku?""Bertanggung jawab? Maksudnya?""Kemarin Sindy ke kantor. Dia meminta satu kesempatan untuk kembali memperbaiki hubungan kami. Ya kubilang aja kalau aku sudah menikah. Jujur kan. Dianya malah ambil pisau dalam tasnya trus dipake buat motong nadinya. Bukan salahku jika dia akhirnya berbuat seper
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 54Perhatian Seorang MenantuMas Damar membanting pintu mobil dengan keras setelah ia masuk ke dalamnya. Aku terperanjat melihat tingkah kasar itu. Ia lantas membanting tangannya di atas setir dengan frustasi. Aku hanya mampu mehatapnya dengan hati diselimuti rasa takut. "Bagaimana bisa aku diusir dengan cara seperti itu?!" dengkusnya kesal. Ia memijit keningnya dengan tangan kanannya. "Maklum lah, Mas. Namanya juga orang lagi emosi. Baru kehilangan anak di usia yang sudah dewasa. Tentu tak mudah bagi seorang Ibu menerima takdir yang menyakitkan ini," jawabku. Aku sedang mencoba memposisikan diri sebagai Mama Sindy. Bagaimana jika aku berada di posisi itu, belum tentu bisa menjadi lebih baik dari Mama Sindy tadi. "Ancamannya itu perlu diwaspadai, Dek!""Orang kalau lagi marah apapun bisa diucapkan, Mas. Belum tentu terjadi juga. Jadi kita jangan asal percaya begitu saja!" pintaku padanya. Tak akan ada habisnya jika terus mempercayai ucapan orang ya
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 55Tetangga Baru"Mass iihh!" pekikku saat melihat tingkah Mas Damar. "Biarin! Aku sudah ngga tahan pengen makan kamu!" desisnya dengan seringai menggoda. Ia kembali menyusuri wajahku dengan bibirnya. Sepertinya pengalaman tadi tak dibuat pelajaran olehnya. Ya sudah biarlah. Tak ada yang bisa dengan baik mengendalikan nafsu memang. Apalagi nafsu sepasang pengantin baru. Belum selesai Mas Damar dengan aktivitasnya, dering ponsel mengganggu apa yang Mas Damar lakukan. Kembali ia kesal karena banyak sekali hal yang mengganggu kami siang ini. Jelas saja kan siang hari masih banyak orang yang beraktifitas, tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang baru menikah. Ck! Segera Mas Damar meraih ponsel dari dalam saku celananya. Tertera nama "MY WIFE" dalam benda layar datar yang dipegangnya. Sengaja ponselku kutinggal di rumah Bapak agar memudahkan anak-anak untuk menghubungiku saat mereka rindu. Karena baru ini anak-anak jauh dariku. "Sabar ya Sayang," ujar
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 56Jangan Berburuk Sangka"Aku antar Mama ya? Kayaknya aku nginep ditempat Mama aja. Kamu hati-hati di rumah sendiri. Besok pagi sebelum ke kantor aku mampir ke sini," pamitnya setelah aku dan kedua anakku turun dari mobil. Mas Damar pun turut turun mengantarku hingga aku sudah berada di ambang pintu ruang tamu. Hari yang kian larut juga kondisi badan Mas Damar yang sepertinya letih membuatku harus rela membiarkannya menginap di rumah Mama agar bisa segera istirahat. "Iya, tak apa. Besok pagi kusiapkan bekal untuk Mas ke kantor," sahutku. Aku kembali belajar memahami keadaan suami. Menyelami tiap karakter yang dulu belum pernah kulakukan karena hubungan kami masih belum halal. Sedekat apapun saat pacaran, rasanya akan berbeda jika keduanya sudah menikah. Akan ada kejutan-kejutan kecil dari sikap dan sifat pasangan yang baru kelihatan setelah hidup bersama. "Baik, Mas pamit ya?" Tangannya terulur ke arahku. Segera kusambut tangan itu untuk kucium khi
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 57Tuduhan Yang Tak Terbukti"Nggak ada salahnya hati-hati, toh kalau ada apa-apa juga kamu ngga bisa kerjain sendiri," ucapnya lembut. "Iya tapi jangan berburuk sangka lebih dulu sebelum tahu bagaimana sikap dan sifat seseorang," sanggahku. Aku tak ingin asal menuduh orang lain berbuat buruk sementara kita baru berkenalan. "Kamu memang polos," selanya. Mas Damar mendekat padaku lalu mengusap ujung rambutku asal. "Ck! Mas ihh!" kesalku. Namun yang bersangkutan malah tertawa puas. "Mbak sudah? Ditunggu Ayah, ini!" panggil ku pada Danisa saat Mas Damar berkali-kali melihat jam di pergelangan tangannya. Ia takut telat karena harus mengantar Danisa lebih dulu ke sekolahnya. Sementara ia sudah memiliki janji dangan seseorang di kantornya. "Nggak apa-apa, tunggu sebentar," sahutnya. Tak lama kemudian Danisa keluar dengan membawa tas sekolahnya. Ia lalu mengulurkan tangan padaku untuk bersalaman. Setelah mencium punggung tanganku Danisa berjalan lebih d
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 58Kemana Mereka Membawaku? Kuselesaikan dengan segera semua pekerjaan yang masih tersisa. Lalu setelahnya aku hendak berkunjung ke rumah Mbak Fitri. Tak enak bila tak datang karena dia sudah baik denganku meskipun baru tinggal di sini. Sebelum ke tempat Mbak Fitri kusempatkan untuk ke warung Mbak Darmi lebih dulu. Tak enak bila hanya datang tanpa buah tangan sebagai oleh-oleh. "Mbak beli gulanya lima kilo?" ucapku setelah sampai di depan warung Mbak Darmi. "Kok banyak, Mbak? Buat apa?" tanya Mbak Darmi. Beliau menatapku dengan serius, menunggu jawaban dariku yang sepertinya penting. "Itu ada tetangga baru mau syukuran. Tadi aku diminta untuk bantu-bantu, ngga enak kalau datang tanpa bawa apa-apa," jelasku. "Walah sebelah rumahmu itu ya?""Iya," jawabku. Dengan cekatan Mbak Darmi memasukkan gula sesuai pesananku dalam kantong plastik. Kemudian kutukar dengan sejumlah uang sesuai dengan harga gula tersebut. "Makasih ya, Mbak dewi?" ucap Mbak Dar
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 59Karena DendamPov DamarJam di dinding kamar sudah menunjukkan angka lima pagi. Percintaan semalam membuatku tidur telalu nyenyak. Hampir saja istriku putus asa untuk membangunkanku. Beruntungnya ia adalah istri yang sabar sehingga rela membangunkanku dengan segala macam cara agar aku segera membuka mata. Belaian lembut tangannya lama-lama membuatku tersadar dari tidur lelapku. Segera kugerakkan kelopak mataku saat tangannya bermain di pipiku. Kutangkap tangannya yang lentik saat ia sibuk menggodaku agar mataku terbuka. Suaranya memekik kaget saat dengan cepat tangannya berada dalam genggamanku dan segera kuraih tubuh yang segar itu untuk segera kupeluk. "Mas ihh! Dibangunin malah rese'!" teriaknya. Aku pun tersenyum puas bisa menggoda wajah cantik yang menjadi candu bagiku. Selalu ada cinta yang terpancar dari matanya untukku yang membuatku selalu ingin berada di dekatnya. Tak sia-sia aku menyendiri hingga Allah kembali mempertemukan kami untuk
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 70Keluarga Bahagia"Maafkan Mama yang sudah emosi tanpa mengetahui alasan yang jelas," ujar Mama saat beliau baru saja datang ke tempat tinggal Ibu di kampung. Ia langsung saja memelukku begitu turun dari mobil. Ada gurat sesal yang tersirat dari wajahnya yang mulai menua. Binar kesedihan terpancar dari sinar matanya yang meredup. Mama kembali meraih tubuhku untuk direngkuhnya begitu sampai di dalam rumah. Aku terharu dengan sikap Mama. Beliau yang kusangka enggan untuk datang, nyatanya kini benar-benar ada di hadapanku dan meminta untukku agar kembali mendampingi putranya di kota. "Maafkan Mama, Nak. Mama salah. Mama terlalu percaya omongan teman yang kusangka baik ternyata punya niat jahat denganmu." Air mata Mama menganak sungai. Perlahan aku meminta Mama untuk duduk di kursi ruang tamu. Ia yang terlampau sedih butuh sandaran untuk menopang bobot tubuhnya karena tiba-tiba saja aku lemas. Mas Damar dan Papa hanya memandang kami sambil tersenyum.
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 69Bahagia Itu Akhirnya KembaliMenangis adalah jalan satu-satunya untuk meluapkan rasa yang begitu menyesakkan dada. Tak ada lagi yang mampu melegakan hati kecuali dengan menghabiskan sisa air mata hingga ia tak lagi mau menetes. Sesaknya dada seperti udara tak lagi bersahabat denganku. Seakan ia tak mau masuk ke dalam rongga hidungku untuk sejenak saja memberikan kesegaran dalam diriku. Pada akhirnya aku tahu bahwa rasa itu sudah masuk memenuhi dinding hati yang membuatku kian berat untuk melepasnya. Aku rindu. Ibu datang menghampiri saat aku tengah duduk termenung di ruang tamu malam ini. Beliau bisa merasakan keadaan anaknya tanpa banyak bertanya padaku. Benar saja. Orangtua sudah makan asam garam kehidupan. Tanpa banyak bertanya pun, dari ekspresi wajah yang terpancar dari wajahku beliau sudah paham perasaanku saat ini. "Menangislah hingga kamu tak lagi ingin menangis." Ibu mengusap bahuku pelan. "Maafkan Dewi, Bu. Ini berat," ujarku lirih. Ta
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 68Cinta Tak Harus MemilikiMas, maaf jika aku pergi tanpa pamit. Maaf jika aku harus pergi secepat ini. Aku hanya tak ingin menjadi duri dalam keluargamu yang harmonis. Aku hanyalah wanita dari desa yang tak pantas menjadi pendamping seorang pengusaha seperti dirimu. Benar apa yang diucap Mama, jika aku adalah perempuan murahan karena aku telah membuatmu melepas Sindy begitu saja demi menikah denganku. Apapun masa lalu kita, tak seharusnya merubah masa depan yang akan kau rajut bersama dia yang sepadan. Maaf jika selama ini aku salah. Aku terlalu grusa-grusuh dalam mengambil keputusan. Maaf jika aku harus menyembunyikan masa laluku darimu juga Mama karena aku tak punya cukup nyali untuk menerima konsekuensinya. Dan sekarang terbukti, apa yang aku takutkan menjadi kenyataan. Aku memang tak pantas untukmu. Aku tak pantas jadi bagian dari keluarga besarmu. Lebih baik aku pergi, menjauh dari dirimu meskipun aku tahu ini sulit bagiku. Berusahalah untuk
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 67Hancur. Kebahagiaan yang sudah di depan mata tiba-tiba saja menepi dari pandangan. Rasanya aku ragu untuk bisa mereguk bahagia itu kembali jika sikap mertua tak baik padaku. Sejak dulu, memiliki mertua yang baik adalah idaman bagiku, namun siapa sangka sikapnya yang semula baik tiba-tiba berubah menjadi mengerikan seperti ini. Mana berani aku berharap banyak. Bisa bertahan menikah dengan putranya tanpa mendengar sindirannya saja sudah untung. Namun tetap saja ada yang mengganjal jika masalah ini tak segera diselesaikan. Aku tahu sikap Mama berubah karena sesuatu yang ditunjukkan oleh Mama Sindy padanya kemarin saat resepsi. Namun ucapannya yang menyakitkan bak bekas paku yang sekalipun telah dicabut, bekasnya tak akan bisa hilang. Berlubang. "Dek, jangan diambil hati ucapan Mama." Mas Damar menyusulku yang tengah terduduk lemas di teras rumah. Tiang penyangga atap ini kini menjadi sandaran punggungku untuk menikmati luka yang kembali menganga. I
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 66PoV. Damar: Ucapan Mama"Sebaiknya kamu ajak istrimu ke kamar, biar istirahat. Ucapan Mamamu jangan diambil hati," ujar Papa. Kulihat Dewi tengah menunduk dengan tangan yang beberapa kali mengusap sudut matanya. Ia pasti terluka karena ucapan Mama. "Yuk ke kamar?" ajakku yang langsung disambut anggukan olehnya. Dewi lantas bangkit dari tempat duduknya dan kugandeng menuju kamar untuk istirahat. Tubuhnya sudah lelah setelah seharian menjalani resepsi pernikahan kemarin, hari ini hatinya telah terluka karena ucapan Mama. Aku kasihan pada Dewi. Meskipun sebenarnya aku juga syok mendengar kabar yang baru saja kudengar namun aku masih bisa memaklumi. Tidak emosi seperti Mama. "Maafkan aku, Mas. Aku tak pernah jujur padamu sejak dulu." Dewi terisak di bibir ranjang. Ia menunduk sambil menelungkupkan kedua tangannya untuk menutupi wajahnya yang basah. Istri yang baru saja sah secara negara menjadi istriku itu kini tampak merasa bersalah. Aku pun tak t
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 65Salah PahamPov Damar"Jangan hiraukan sikap Mama, biar aku yang bicara setelah di rumah besok. Malam ini milik kita, aku tak mau ucapan Mama tadi merusak malam pengantin kita." Aku berucap pada istriku saat ia menikmati sepiring sate ayam. Ia makan dengan enggan, sepertinya ucapan Mama begitu menusuk hatinya. Aku harus berbuat sesuatu besok. Tak bisa dibiarkan. Acara resepsi sudah selesai digelar. Kini semua orang tahu bahwa aku telah beristri. Dia yang kunantikan kini nyata menjadi istriku. Sungguh, aku tak pernah menyangka. Kukira, ia hanya akan menjadi angan dalam ingatanku. Kukira dia hanya akan menjadi wanita penghias masa laluku yang sangat kudambakan kehadirannya. Sungguh takdir Allah membuatku tak bisa berkata apa-apa. Wanita cantik yang selalu kusebut dalam doaku kini telah sah menjadi pendamping hidupku. Meskipun aku tahu, kehadirannya tak sendiri. Ada dua anak yatim darinya yang harus kusayangi sepenuh hati. Cinta kami satu paket. Ak
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 64Pesta PernikahanHatiku kian berdebar menanti acara ini. Dua kali ijab qabul tak menjamin calon pengantin tak merasa resah. Aku pun demikian. Tak terbayang bagaimana indahnya dekorasi pelaminanku yang dalam proses pemasangan. Ah hidupku, sungguh mengesankan. Setelah sepuluh tahun aku berjuang membangun bahtera rumah tangga dengan lelaki yang tak kucintai, kini saat aku telah menerima takdir itu Allah ambil semuanya dan diganti dengan keinginan yang telah lama kupendam.Sungguh Allah Maha Baik karena telah memberi sesuatu yang kuinginkan setelah perjuanganku menerima kehendakNya. Rasa pahit yang dulu terpaksa kutelan perlahan menjadi nikmat dan mulai pudar berganti dengan rasa manis yang memabukkan. Kini akupun merasakan apa yang Mas Bima rasakan. Adakalanya masa lalu tetap menjadi rahasia antara aku dengannya. Akan tetap menjadi rahasia kami bagaimana awal mula pertemuan kami di sebuah tempat karaoke. Tuan Bram. Ya kini ia menjadi Papa mertuaku.
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 63Cinta Pertamaku"Ada apa, Bang?" tanya Mas Damar pada seseorang saat mobil kian dekat dengan keramaian. "Pak De Karman meninggal, Pak."Tubuhku lemas seketika mendengar nama yang disebut oleh lelaki itu. Tiba-tiba saja air mataku mengalir deras tanpa jeda. Getar hebat dalam jantungku tak lagi bisa kukendalikan. Aku limbung. Aku pilu mendengar kabar duka yang baru saja kudengar. Cinta pertamaku telah Allah ambil tanpa aku disisinya. Harusnya aku ada saat hembusan napas terakhirnya. Harusnya aku ada untuk membacakan doa sebelum nyawa itu lepas dari raga. Harusnya aku yang memeluknya saat ruhnya terlepas dari raga yang selama ini telah melindungiku dari segala mara bahaya hingga aku dewasa. Lelaki pertama yang memelukku kini telah pergi. Tak lagi bisa kugambarkan bagaimana rasanya. Aku seperti seonggok kain yang tak berguna. Aku merasa menjadi anak yang paling sial karena tak bisa membersamai Bapak berjuang melawan maut. Kupaksa kakiku untuk berjal
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 62Mendapati suami yang perhatian adalah sebuah kebahagiaan buatku. Namun terkadang perhatian yang ia berikan membuatku terikat. Susah untuk bebas. Mau ini ngga boleh, mau itu ngga boleh, saking perhatiannya. Ia mau segala sesuatu yang terbaik untukku. Cukup menyenangkan diperlakukan seperti itu, namun terkadang ada rasa kesal menelusupi hati. Aku jadi seperti memiliki satpam yang siap siaga menjagaku dari segala sesuatu yang kubutuhkan juga dari segala mara bahaya. Seringkali perhatiannya membuatku tersenyum senang. Senang diperlakukan bak ratu dalam istana. Setelah menginap semalam di rumah sakit, akhirnya dokter mengizinkan aku untuk pulang. Meskipun kakiku masih harus memakai perban namun itu tak jadi masalah. "Akhirnya aku boleh pulang, Mas," ujarku senang. Binar kebahagiaan tersirat dari bibirku yang sejak tadi tak lepas dari senyuman. Pun dengan Mas Damar. "Alhamdulillah. Setelah ini kamu cukup di rumah saja! Ngga boleh kemana-mana." Mata co