Share

Part 97

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Melinda's POV

Jam sembilan pagi kami sudah menunggu penerbangan pulang ke Indonesia. Dalam boarding pass tertera jadwal penerbangan kami tiga puluh menit lagi. Wajah-wajah lelah tapi sumringah duduk di bangku-bangku besi boarding lounge, ruang tunggu keberangkatan. Mereka bukan rekan-rekan kami. Karena tujuan berbeda maka penerbangan pulang dengan tim liburan pun tidak sama. 

Om Broto dan Tante Ros sudah terbang duluan jam tujuh pagi tadi. Pak Alex dan beberapa rekan ikut penerbangan jam sepuluh nanti.

Ilham yang mondar-mandir sambil menggendong putranya. Sementara Vi duduk di sebelahku.

"Semoga ada kabar gembira setelah liburan kali ini. Kakak tunggu berita kehamilanmu," kataku pada wanita cantik ini.

Vi tersenyum sambil memandangku. "Abian masih kecil, Kak. Lagian saya memakai alat kontrasepsi. Enggak mungkin hamil."

"Enggak ingin nambah

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Intan Ruddy
pendek ya kak babnya
goodnovel comment avatar
Max Lua
Oalaahh,,, kasian rama.
goodnovel comment avatar
Senja
terharu rama sayang banget sama ibunya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Setelah Lima Tahun   Part 98 Butuh Pengakuan

    Petra's POVExel sangat bahagia saat melihat isi paper bag yang kubawa. Beberapa kaus yang dibelikan Melinda diperhatikan sambil tersenyum. Tadi dalam perjalanan aku juga sempat membelikannya mainan.Dia yang duduk di pangkuanku berdiri lalu berbalik dan memelukku. "Aku kangen, Papa," ucapnya sambil melingkarkan lengan kecilnya di leherku.Kupeluk tubuh kecil itu erat. Bau minyak telon memenuhi penciuman. Wangi dan khas sekali. Winda masih sering membalurkan minyak itu di tubuh Exel sehabis mandi."Di minum dulu kopinya, Bang." Winda meletakkan secangkir kopi di meja sebelahku. Kebetulan kami duduk di karpet depat TV.Wanita itu berbinar bahagia sejak melihat kedatanganku tadi, meskipun wajahnya agak pucat. Dia berdiri dan pergi. Membiarkan aku bermain dengan Exel, setelah itu terdengar Winda membersihkan tempat tidur dan mengganti seprai. Menyiapkan baju gantiku da

  • Setelah Lima Tahun   Part 99

    Petra's POVBukannya aku meragukan ketulusan Melinda dalam merawat Exel. Dia juga paham bagaimana aku merengkuh Rama, mencintai putra sulungku seperti darah dagingku sendiri.Namun, nyamankah Exel bersama kami. Jauh dari mamanya. Sebab dia akan memulai semuanya setelah dia paham dan cukup tahu bahwa Melinda bukan Mama kandungnya. Sanggupkah dia berpisah dengan Winda?"Bang.""Ya, Sayang.""Rama telah tahu semuanya. Tadi malam dia cerita padaku."Aku terkejut. Kurenggangkan pelukan dan menatap Melinda."Dia tahu sendiri. Dia sudah dewasa untuk peka terhadap permasalahan orang tuanya."Kukecup kening Melinda, kemudian aku melangkah cepat keluar kamar. Menaiki tangga untuk ke kamar Rama. Kamarnya saja yang ada di lantai dua.Kudorong pintu perlahan. Remaja kecil yang duduk di bang

  • Setelah Lima Tahun   Part 100 Pria Masa Lalu

    Vi Ananda's POVAku menggeliat sebentar di pagi yang dingin. Malas untuk bangun. Kepulangan kami dari liburan sudah berlalu hampir dua Minggu. Mas Ilham hanya istirahat sehari saja kemudian sibuk dengan pekerjaannya.Dalam waktu lima belas hari ini, sudah berapa kali saja Mas Ilham pergi ke kota untuk meeting. Bertemu supplier, urusan dengan Pak Petra, dan beberapa hal lain. Meski perginya dengan sopir, tetap saja melelahkan.Punya waktu untuk aku dan Abian hanya malam saja. Itu pun dia masuk kamar saat Abian sudah tidur. Kantornya memang dekat, tapi aku tidak akan datang menemuinya kalau jam kerja. Baru kali ini aku melihat secara langsung kesibukannya mengurus kerjaan.Aku tidak berani menganggunya, meski cuman sekedar curhat tentang kerinduanku pada Syifa. Walaupun diam, aku yakin dia pun merasakan hal yang sama.Sesibuk apapun Mas Ilham tidak pernah mengeluh capek

  • Setelah Lima Tahun   Part 101

    Melinda's POVWarna jingga di langit sebelah barat mulai pudar warnanya. Gelap malam kian membayang. Ingin sekali punya teman bicara, tapi balasan pesan dari Vi belum kuterima. Begitu susahnya signal di sana. Kalau tidak repot mengambil rapotnya anak-anak, aku ingin sekali datang menemui Vi, menginap di sana barang semalam saja.Rama mendekatiku yang berdiri di teras samping rumah."Ma," pangginya sambil menyentuh tanganku."Kakak, ada apa?" tanyaku."Besok, setelah pulang ngambil raport. Rama ingin jalan-jalan sama Mama. Berdua saja."Dahiku mengernyit heran mendengar permintaannya. Baru kali ini Rama ingin hanya jalan berdua denganku. Biasanya selalu ramai-ramai dengan adiknya."Bisa, 'kan, Ma?"Akhirnya aku mengangguk. "Bisa, Kak.""Aku yakin Mama adalah ibu yang hebat. Mama

  • Setelah Lima Tahun   Part 102 Di Persimpangan

    Melinda's POVDokter Herlina, SpOG. Tulisan dengan huruf warna keemasan itu menempel di pintu ruang praktek dokter kandungan. Dia dokter langgananku sejak aku hamil Vita. Dokter Herlina ini juga teman SMA-ku dulu.Di bangku besi ruang tunggu ini masih ada beberapa orang yang antri periksa. Dua di antaranya sedang hamil besar. Masih dua nomer lagi baru tiba giliranku.Bang Petra sibuk menerima panggilan telepon dari kantor dan tim kerja. Sepertinya dari Ilham, mereka ada janji bertemu."Kalau Abang repot, Abang tinggal kembali ke kantor saja. Nanti aku kabari hasilnya," saranku setelah dia selesai menelepon."Tidak perlu. Setelah ngaterin kamu pulang, baru Abang kembali ke kantor.""Apa Pak Ilham ke mari?""Pak Ilham tidak ke sini. Dia mengurus keperluan di kota kabupaten.""Oh."

  • Setelah Lima Tahun   Part 103

    Melinda's POVSaat sedang tiduran di kamar aku mendengar Vita dan Rama pulang sekolah hampir bebarengan. Aku lega mendengar suara anak lelakiku yang ceria bicara sama adiknya. Berarti Arvan tidak menemuinya. Biasanya kalau ada apa-apa dia langsung menemuiku dan bertanya.Kuraba perut yang masih rata. Hamil? Rasanya masih tidak percaya aku mengandung lagi. Meskipun tiga kali lancar saat melahirkan, tapi memang tidak ada niat mau tambah anak. Mengingat hubunganku dengan Bang Petra yang rumit lima tahun terakhir ini.Tanggungan Bang Petra makin berat sekarang. Dia harus menanggung lima anak dan dua istri. Aku tersenyum getir.'Semoga kamu kuat, Bang. Dan aku juga sanggup hidup begini demi anak-anak.'Aku mengambil ponsel yang berdering di dalam hand bag di atas nakas. Ada beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Vi. Dia membalas pesanku. Akhirnya aku mengabarkan kehamilan ini

  • Setelah Lima Tahun   Part 104 Cemburu

    Vi Ananda's POVSetelah turun dari mobil yang di kemudikan Didit, aku berjalan tergesa menuju ruang IGD. Didit dan Sekar yang menggendong Abian berjalan menyusul di belakangku.Sampai di depan pintu kaca, seorang perawat laki-laki menahanku. "Maaf, Ibu ingin menjenguk siapa?" Dia bertanya."Saya istrinya Pak Ilham yang kemarin pagi kecelakaan tunggal.""Oh, beliau ada di ruang perawatan. Mari saya antar."Aku mengikuti perawat menyusuri lorong rumah sakit. Didit dan Sekar ikut melangkah cepat mengikuti di belakang.Pintu kamar perawatan di dorong oleh perawat tadi. Mas Ilham duduk kursi sebelah brankar, tempat berbaring Nino, sopirnya. Aku menubruknya, sampai dia menjauhkan tangan kanannya yang terbalut perban dariku.Melihatnya bisa duduk dan bercanda dengan sopirnya aku merasa lega. "Mas, enggak apa-apa?" tanyaku.&

  • Setelah Lima Tahun   Part 105

    Petra's POVSetelah Exel tidur aku keluar kamar perawatan untuk menelepon Melinda. Untuk memberitahunya kalau malam ini aku tidak bisa pulang. Sebab kemarin malam waktu aku tinggal pulang, Exel menangis mencariku saat terbangun tengah malam.Diagnosis dokter, Exel terkena typus.Dua kali panggilanku di abaikan. Pesan yang kukirim juga belum ada balasan. Marahkah dia?Dari teras rumah sakit aku menatap malam yang kelam. Rintik hujan turun perlahan. Hawa dingin menyapa tubuhku yang hanya terbalut t-shirt warna hitam.Satu deringan mengalihkan perhatian. Ada balasan dari Melinda. Hanya kata 'iya' sebagai balasan pesan panjang yang kukirimkan."Nak Petra," suara ibunya Winda memanggilku. Sudah tiga hari ini beliau mengunjungi putri dan cucunya.Beliau mengajakku duduk dan bicara di bangku besi tidak jauh dari depan k

Bab terbaru

  • Setelah Lima Tahun   Part 151 Ending

    Vi Ananda's POV"Mas, tidur saja. Biar aku yang jaga Abrisam," ucapku sambil memandangnya. Dia kelihatan capek malam ini."Nanti kamu bisa bangunin Mas kalau butuh sesuatu."Aku mengangguk. Perlahan mata yang selalu bersorot tajam itu terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halusnya.Sebulan ini Mas Ilham kurang tidur karena Abrisam sering mengajak begadang. Kami bergantian menjaganya. Tapi sudah dua hari ini si bungsu tidak lagi begadang. Dia nyenyak tidurnya, terbangun dan menangis kalau mau susu saja.Betapa capeknya Mas Ilham. Siang sibuk dengan pekerjaan, malamnya bergantian jaga Abrisam. Ini tidak pernah dilakukan pada dua anak sebelumnya.🌺🌺🌺Sore yang cerah. Aku mendorong stroller Abrisam menyusuri jalan berpaving yang menghubungkan jalan ke bangunan hotel dan sebuah kafe. Di depanku Abian berlarian

  • Setelah Lima Tahun   Part 150 Pulang

    Vi Ananda's POV"I love you," bisik Mas Ilham di telinga saat aku sedang menyusui Abrisam. Kedekatan kami membuat suster yang bertugas tersipu malu, lantas izin ke luar kamar.Salah satu fasilitas yang kami dapat adalah adanya seorang suster yang stand by selama dua puluh empat jam."Didit ngirim pesan kalau akan datang ke sini agak siang. Hari ini guru home schooling-nya Abian mulai ngajar, jadi Didit nunggu sekalian.""Ya, nggak apa-apa."Home schooling. Sebenarnya ini seperti les yang dilakukan Syifa setiap hari. Abian memang sudah waktunya masuk PAUD. Meski start belajar secara formal masih dua bulan lagi, tapi sekarang sudah di mulai. Aslinya, yang mengajar Homeschooling memang orangtua, bukan guru privat. Tapi beda buat kami, Pak Broto yang memfasilitasi semuanya, gaji guru privat plus uang tranport-nya.Akan tetapi setelah ini aku d

  • Setelah Lima Tahun   Part 149

    Ilham's POV"Ibu, mau pergi ke hajatan, ya?" godaku bercampur jengkel karena khawatir.Wanita di hadapanku tersenyum santai. "Ayo, kita berangkat!" ajaknya sambil menggamit lenganku. Persis seperti pasangan model yang akan melewati red karpet."Kenapa pakai sandal seperti ini?" protesku sambil menunjuk ke arah kakinya."Nggak apa-apa, kita kan mau naik mobil."Sudahlah. Dituruti saja, habis ini aku bisa mencuri sandal itu untuk kusingkirkan.Mobil meluncur pergi di bawah tatapan dua satpam yang sempat mendoakan agar proses kelahiran putra kami lancar.Aku duduk di bangku belakang bersama Vi. Tangannya yang memegang lenganku kadang terasa mencengkeram, mungkin mulasnya kembali datang. Namun saat kupandang dia hanya tersenyum. Tanpa memedulikan adanya Didit, aku menciumi pipi Vi. Pikiranku serius tegang kali ini.

  • Setelah Lima Tahun   Part 148 Kelahiran yang Indah

    Ilham's POV"Pak Ilham, ini berkas yang Bapak minta tadi." Seorang staf bernama Wita menahan langkahku yang hendak keluar kantor."Taruh di meja. Biar nanti saya periksa."Aku segera bergegas keluar ruangan, berjalan lurus ke arah utara menuju ruang pribadiku. Beberapa hari ini aku memang tidak bisa tenang menjelang persalinan anak ketiga kami."Papa," sapa Abian yang sedang asyik bermain di depan TV ditemani Arum. Aku mendekat dan mencium rambut putraku. Lantas aku masuk kamar, Vi sedang duduk di ranjang sambil menyusun baju bayi dan beberapa perlengkapannya sendiri ke dalam travel bag ukuran sedang."Mas, kok pulang lagi?" tanya Vi heran karena sepagi ini aku sudah dua kali menemuinya."Nggak usah cemas gitu. HPL-nya kan masih sepuluh hari lagi. Lagian kalau aku terasa mau lahiran, bayinya juga nggak langsung nongol. Masih ada prosesnya.

  • Setelah Lima Tahun   Part 147

    Vi Ananda's POVSiang itu aku duduk menemani Abian dan Arum yang bermain dengan si kucing hitam. Suasana redup, mendung mengantung menutupi sang surya.Hari ini hatiku berdebar-debar menunggu hasil pembicaraan Mas Ilham dan Pak Broto. Sebenarnya hak Mas Ilham untuk menolak, karena perjanjian awal hanya sampai pada dua bulan ke depan lagi. Tapi aku tahu bagaimana suamiku, terkadang dia terbawa oleh rasa tak enak hati. Mungkin karena dia juga nyaman kerja di sini.Perhatianku beralih pada mobil Fortuner yang memasuki lokasi. Itu kendaraan Pak Petra. Tiba-tiba aku berharap kalau ada Bu Melinda ikut serta, tapi aku kecewa. Yang turun justru Pak Broto, Pak Rony, dan di susul perempuan itu. Perempuan masa lalu suamiku. Dia memakai gamis dan jilbab yang ujungnya dimasukkan ke kerah gamisnya.Pak Petra mendekatiku dan menyalami. "Apa kabar?""Alhamdulillah, kabar baik Pak.

  • Setelah Lima Tahun   Part 146 My Sexy Wife

    Vi Ananda's POVPagi yang dingin, jaket tebal yang kupakai masih membuatku menggigil. Tapi Mas Ilham yang berdiri di sebelahku sudah mandi keringat. Aku sedang menemaninya jogging di tepi pantai sepagi ini. Hanya berdua, karena Abian belum bangun.Dia menenggak habis air mineral di tangannya. Kami berdiri menghadap laut lepas."Kita akan merindukan tempat ini, Mas," kataku.Mas Ilham merangkulku. "Suatu hari nanti kita bisa liburan ke sini ngajak anak-anak," ujarnya sambil tersenyum. Lantas dia terdiam, memandangku lalu tersenyum lagi. Seperti ada yang ingin dibicarakan tapi dia masih tampak bingung."Pak Alex kapan datang?" tanyaku."Kemungkinan dua bulan lagi."Diam. Kami menikmati indahnya pemandangan, sejuk dan berkabut. Angin pagi berembus membuat bergo yang kupakai berkibar. Mas Ilham menahan dengan tangannya aga

  • Setelah Lima Tahun   Part 145

    Ilham's POVAbian masih bermain di depan TV bersama Arum. Gadis umur delapan belas tahun itu telaten menjaga jagoanku. Sementara aku duduk agak ke belakang sambil menyimak email yang masuk. Signal di sini sudah lancar sejak enam bulan terakhir ini. Lima belas menit yang lalu Vi baru masuk kamar setelah menemani Abian bermain.Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengannya. Mengenai bos yang ingin agar aku tetap bertahan mengurus proyek ini sampai finish. Inilah yang membuatku bingung beberapa hari, nanti Alex hanya akan sesekali saja ke sini karena akan ada design interior dari sini saja, tapi tetap dalam pantauan Alex.Tidak tega aku menyampaikan ini pada Vi. Dia sudah bahagia mau pulang dan berkumpul lagi dengan putri kami. Abian tahun depan juga masuk PAUD. Vi mau melahirkan di sana dan tinggal di rumah kami yang sudah selesai direnovasi. Kusandarkan punggung di sofa dan menarik napas dalam-dalam. Dil

  • Setelah Lima Tahun   Part 144 Bagaikan di Surga

    Ilham's POV"Janin Ibu sudah berumur delapan minggu," kata dokter Etik sambil menunjukkan layar USG."Alhamdulillah," ucapku. Vi tersenyum lantas kembali menatap layar USG dan memerhatikan ucapan dokternya.Dulu waktu Vi hamil Syifa, aku yang terkejut karena tidak menyangka kalau dia akan hamil secepat itu. Bulan ini menikah bulan depannya dia sudah mengandung.Terus kehamilan kedua yang keguguran karena dia tidak tahu dan aku benar-benar kehilangan. Waktu itu kami lagi berada di puncak masalah. Hamil kali ketiga aku yang merencanakan, disaat dia belum siap, tapi aku yang memaksa diam-diam, karena itu peluang besar kami bisa hidup bersama lagi. Dan kehamilan keempat ini yang benar-benar kami persiapkan berdua."Sayang, mau makan apa? Siang belum makan, 'kan?" tanyaku setelah kami masuk mobil."Apa ya? Ada yang jual lontong sayur nggak ya,

  • Setelah Lima Tahun   Part 143

    Vi Ananda's POVHari ini cuaca sangat terik. Matahari serasa berada tepat di atas kepala. Abian merenggek minta main ke luar, tapi aku melarangnya. Kadang kasihan sama Abian, tidak punya teman bermain. Kalau cucunya Bu Asti diajak ke proyek, Abian baru punya teman. Tapi pasti berujung drama, cucunya Bu Asti -anak lelaki umur enam tahun- itu tidak mau diajak pulang dan Abian sendiri juga nangis kalau ditinggal. Senang dan susah jadinya."Mama, ayo!" Abian kembali menarik tanganku."Jangan, Sayang. Ini jam dua belas lho, panas banget di luar. Abian makan siang terus bobok, nanti sore baru kita jalan-jalan ke pantai sama Papa." Perlahan kutarik lengannya dan kupangku.Abian masih merengek dan diam ketika pintu kamar di ketuk dari luar. Aku bergegas membuka pintu. Bu Asti tersenyum, ditangannya ada semangkuk besar kolak pisang. "Mau nganterin kolak pisang, Bu.""Iya, Bu Asti. T

DMCA.com Protection Status