Share

Part 55

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Gerimis kembali turun malam itu. Aku rebahan di kasur lantai depan TV. Mas Ilham duduk di sebelahku sambil fokus ke layar laptop.

Semenjak aku hamil, dia mengerjakan pekerjaan kantor tidak di ruang kerjanya. Namun di dekatku seperti sekarang ini. Kadang juga di kamar saat aku tiduran di sana.

Dia menoleh sebentar saat aku mengusap perut yang kian membulat. 

"Sudah belajar menendang dia," ucapnya sambil tersenyum saat merasakan sundulan kecil pada telapak tangannya.

"Sakit tak?"

Aku menggeleng. Bukan sakit, tapi seru dan membanggakan. Meski kadang tiba-tiba membuat kaget ketika aku terlelap. 

Begitulah hari-hariku selanjutnya. Kujalani dengan fokus pada Syifa dan adiknya yang masih dalam kandungan.

Mas Ilham makin protektif meski banyak pekerjaan yang menyita waktu dan pikirannya. Dia makin sibuk dengan beberapa pro

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
mng gak bisa cuti apa ya il..bener2 brengsek ya si ilham
goodnovel comment avatar
Nur Faidatul Fitriyah
pasti sma nura msak biasnya tanya kbr selalu chat& tlpn eh malah ada alasan gk sempat megang hp pdhl di hubungi gk bisa hpnya Dasar laki2 klau sdh penghianat dia akan selalu jd seorang penghiata walaupun dia berusaha untuk memperbaikinya...dsr suami gk peka&gk pnya perasaan sama istri yg sdh bunting
goodnovel comment avatar
tye solina
ko sedih ya.. pas lahiran ga ada suami pasti sedih bngt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Setelah Lima Tahun   Part 56

    "Ma, adeknya boleh dicium, enggak?" tanya Syifa sambil memperhatikan adeknya yang tidur di box bayi. Dia baru dijemput papanya habis Maghrib ini dari rumah Ibu."Boleh," jawabku sambil tersenyum.Aku hendak berdiri dari dudukku, tapi Mas Ilham menahan. "Biar Mas saja yang gendong."Mas Ilham mengendong putranya untuk di dekatkan dengan sang kakak. Mereka bertiga duduk di sofa depan brankar. Syifa mencium adeknya berkali-kali. Mengelus pipi kemerahan itu dengan gemas. Membuat bayi yang masih merah dalam bedong itu terusik. Kepalanya bergerak-gerak tapi tidak terbangun."Adek namanya siapa, Pa?""Abian.""Abian?""Iya, bagus, 'kan?" jawab Mas Ilham sambil memandang putrinya.Abian Aarav Bagaskara, nama yang kami berikan untuk pangeran kecil kami.Syifa mengangguk senang. Aku melihat ke

  • Setelah Lima Tahun   Part 57

    Acara aqiqah Abian baru saja selesai. Mama dan para saudara sudah pamitan pulang. Aku masuk kamar dengan rasa lelah. Ingin segera berbaring dan istirahat. Namun, Abian mulai rewel, bahkan setelah minum ASI."Mungkin dia masih lapar, Vi. Coba kasih ASI lagi," kata Ibu yang masuk ke kamar kami.Ibu menungguku yang sedang menyusui. Namun Abian tidak mau minum ASI lagi. Mungkin sudah kenyang karena hampir dua puluh menit dia minum tadi. Aku sampai bingung, hingga Mas Ilham masuk kamar setelah selesai Salat Isya."Kenapa rewel? Sini Papa gendong." Tanpa berganti baju dulu, Mas Ilham mengambil Abian dari pangkuanku. Baru diayun sebentar putra kecil kami diam dan terlelap.Sejak dia lahir, seperti memiliki ikatan batin dengan papanya. Padahal waktu proses kelahirannya tidak ditunggui.Ibu berdiri dan mendekati cucunya. "Manja sama papanya dia, nih," ucap Ibu sambil m

  • Setelah Lima Tahun   Part 58

    Part 58[Hari ini, Mas pulang telat, enggak?]Aku mengirim pesan untuk Mas Ilham di jam istirahatnya siang itu.[Insya Allah, tidak Sayang. Ada apa? Mau dibelikan sesuatu?]Balas Mas Ilham beberapa menit kemudian.[Enggak ada. Aku cuman tanya aja.]Tidak lama setelah balasan pesanku terkirim, Mas Ilham menelepon."Ada apa?" tanya Mas Ilham buru-buru. Ada nada cemas dalam suaranya. Mungkin karena aku tidak biasa menanyakan hal itu."Enggak apa-apa. Aku tunggu di rumah."Agak lama baru terdengar jawaban, "Ya."Telepon kututup. Aku ke belakang, menyiapkan botol ASI untuk menampung air susu yang akan ku pompa nanti. Harus menyediakan cukup untuk semalam.Aku sudah bilang ke Ibu kalau aku dan Mas Ilham akan keluar malam ini. Ibu akan ditemani Budhe untuk

  • Setelah Lima Tahun   Part 59

    Part 59Mas Ilham membuang pandangan pada hujan di luar. Napasnya tersengal sebentar saat menahan emosi. Untuk beberapa saat kami terdiam.Rasa sesak juga menghimpit dadaku sendiri. Tidak kupungkiri aku masih mencintainya, rasa sakit dan kecewa tidak merubah segalanya."Kenapa kita harus berpisah? Mas mencintaimu dan anak-anak. Berikan Mas kesempatan, Vi," ucapnya sendu."Aku hanya enggak ingin terluka lagi, Mas. Masalah kita yang kemarin sudah kumaafkan meski mungkin aku enggak akan bisa melupakan. Tapi aku takut, kelak akan ada Nura-Nura yang lain. Mas pria yang mapan. Karier Mas cemerlang, Mas juga tampan, berada di lingkaran pergaulan kelas atas. Jujur aku takut dikecewakan lagi. Aku takut Mas mengkhianati pernikahan kita lagi. Perempuan seperti Nura akan mengincar pria seperti, Mas. Tidak peduli beristri atau belum."Mas Ilham menatapku lekat sambil mendekat. Dia

  • Setelah Lima Tahun   Part 60

    "Antarkan Mama ke toilet, Vi," pinta Mama padaku."Biar saya saja yang ngantar, Tante," sahut Nura cepat sambil berdiri."Enggak usah, terima kasih. Biar Vi saja," tolak Mama halus.Aku segera berdiri dan memapah beliau. Sedangkan tangan kiriku membawakan infusnya.Mama sudah jauh lebih baik. Tubuhnya cukup kuat untuk berjalan, tidak gemetar seperti kemarin."Sini saya bantuin, Ma," ucapku setelah meletakkan infus di capstok. Biar aku dapat membantu Mama membuka celananya.Wanita itu menahan tanganku sambil menggeleng."Mama enggak pengen kencing," bisiknya pelan. Kemudian beliau memutar keran air."Jangan hiraukan semua ucapan dia. Kamu harus kuat dan hati-hati. Bertahanlah dengan Ilham, jaga rumah tangga kalian. Kasihan anak-anak." Mama bicara sangat lirih di dekat telingaku. Tatapan netranya pen

  • Setelah Lima Tahun   Part 61

    Suasana makin gelap. Hujan juga belum berhenti."Mas, apa ada yang ingin kamu bicarakan lagi? Ini sudah mau Maghrib" tanyaku memandang Mas Ilham."Tidak ada, kita pulang sekarang. Kasihan anak-anak menunggu di rumah.""Pulanglah kalian. Nggak perlu mengantarku. Aku bisa pulang sendiri." Nura berkata pelan tanpa memandang kami."Aku hanya ingin minta maaf padamu, Vi. Aku telah menyakitimu selama ini. Aku juga ingin minta maaf pada Mas Ilham. Maaf, karena aku pernah memanfaatkan keadaan." Perempuan itu bicara dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan isak. Aku sebenarnya terkejut saat dia bicara tentang maaf.Hatiku tersentuh, entah kenapa aku melihat luka yang menganga di netranya. Jemarinya menyentuh mata dan melepas soft lens yang dipakainya, lantas membuangnya begitu saja. Melihat ambisinya yang selama ini menggebu-gebu, apakah penyesalannya ini su

  • Setelah Lima Tahun   Part 62

    Part 62Bunyi ponsel berdering tanpa henti. Sementara aku masih sibuk mengganti diaper Abian. Apalagi anaknya bakalan rewel kalau buang air besar tapi tidak segera diganti popoknya.Akhirnya kuambil ponsel dan menjepitnya antara bahu dan telinga. Misalnya ku loud speaker juga percuma, pasti suaranya tidak begitu jelas."Halo, Mas.""Kenapa tidak lekas di angkat teleponnya, mumpung Mas dapat signal bagus ini," omelnya."Maaf, aku lagi ganti popoknya Abian. Tahu sendiri kan dia bakalan rewel kalau popoknya enggak segera di ganti. Mas sudah makan siang apa belum?"Aku melangkah ke dekat jendela kamar setelah selesai mengganti popok. Abian sendirian di atas kasur."Sudah baru saja. Syifa sudah pulang sekolah? Mana dia, Mas mau bicara.""Lagi main di toko. Nanti saja kalau Mas telepon lagi baru ngomong sama Syifa. Enggak t

  • Setelah Lima Tahun   Part 63

    Part 63Selesai menidurkan Abian pagi itu, aku cepat-cepat berganti baju. Aku mau ke supermarket sebentar untuk membeli diaper untuk Abian, beberapa peralatan menulis untuk Syifa, dan membeli keperluanku sendiri.Abian dijaga Budhe yang sambil masak di dapur.Aku hanya melapisi kaos dengan jaket, memakai hijab instan, mengambil dompet, lantas menyambar kunci motor di gantungan kunci belakang pintu rumah.Suasana pagi ini tidak begitu panas. Angin juga semilir. Lalu lintas yang lengang membuatku cepat sampai ke tujuan.Troli ku dorong menuju rak perlengkapan bayi. Mengambil beberapa kebutuhan Abian lantas berlanjut ke rak keperluan sekolah.Ponsel di dompet berdering saat aku memilih perlengkapan sekolahnya Syifa. Sepagi ini Mas Ilham menelepon."Halo, Assalamu'alaikum Mas.""Wa'alaikumsalam. Lagi di mana ini. Ko

Bab terbaru

  • Setelah Lima Tahun   Part 151 Ending

    Vi Ananda's POV"Mas, tidur saja. Biar aku yang jaga Abrisam," ucapku sambil memandangnya. Dia kelihatan capek malam ini."Nanti kamu bisa bangunin Mas kalau butuh sesuatu."Aku mengangguk. Perlahan mata yang selalu bersorot tajam itu terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halusnya.Sebulan ini Mas Ilham kurang tidur karena Abrisam sering mengajak begadang. Kami bergantian menjaganya. Tapi sudah dua hari ini si bungsu tidak lagi begadang. Dia nyenyak tidurnya, terbangun dan menangis kalau mau susu saja.Betapa capeknya Mas Ilham. Siang sibuk dengan pekerjaan, malamnya bergantian jaga Abrisam. Ini tidak pernah dilakukan pada dua anak sebelumnya.🌺🌺🌺Sore yang cerah. Aku mendorong stroller Abrisam menyusuri jalan berpaving yang menghubungkan jalan ke bangunan hotel dan sebuah kafe. Di depanku Abian berlarian

  • Setelah Lima Tahun   Part 150 Pulang

    Vi Ananda's POV"I love you," bisik Mas Ilham di telinga saat aku sedang menyusui Abrisam. Kedekatan kami membuat suster yang bertugas tersipu malu, lantas izin ke luar kamar.Salah satu fasilitas yang kami dapat adalah adanya seorang suster yang stand by selama dua puluh empat jam."Didit ngirim pesan kalau akan datang ke sini agak siang. Hari ini guru home schooling-nya Abian mulai ngajar, jadi Didit nunggu sekalian.""Ya, nggak apa-apa."Home schooling. Sebenarnya ini seperti les yang dilakukan Syifa setiap hari. Abian memang sudah waktunya masuk PAUD. Meski start belajar secara formal masih dua bulan lagi, tapi sekarang sudah di mulai. Aslinya, yang mengajar Homeschooling memang orangtua, bukan guru privat. Tapi beda buat kami, Pak Broto yang memfasilitasi semuanya, gaji guru privat plus uang tranport-nya.Akan tetapi setelah ini aku d

  • Setelah Lima Tahun   Part 149

    Ilham's POV"Ibu, mau pergi ke hajatan, ya?" godaku bercampur jengkel karena khawatir.Wanita di hadapanku tersenyum santai. "Ayo, kita berangkat!" ajaknya sambil menggamit lenganku. Persis seperti pasangan model yang akan melewati red karpet."Kenapa pakai sandal seperti ini?" protesku sambil menunjuk ke arah kakinya."Nggak apa-apa, kita kan mau naik mobil."Sudahlah. Dituruti saja, habis ini aku bisa mencuri sandal itu untuk kusingkirkan.Mobil meluncur pergi di bawah tatapan dua satpam yang sempat mendoakan agar proses kelahiran putra kami lancar.Aku duduk di bangku belakang bersama Vi. Tangannya yang memegang lenganku kadang terasa mencengkeram, mungkin mulasnya kembali datang. Namun saat kupandang dia hanya tersenyum. Tanpa memedulikan adanya Didit, aku menciumi pipi Vi. Pikiranku serius tegang kali ini.

  • Setelah Lima Tahun   Part 148 Kelahiran yang Indah

    Ilham's POV"Pak Ilham, ini berkas yang Bapak minta tadi." Seorang staf bernama Wita menahan langkahku yang hendak keluar kantor."Taruh di meja. Biar nanti saya periksa."Aku segera bergegas keluar ruangan, berjalan lurus ke arah utara menuju ruang pribadiku. Beberapa hari ini aku memang tidak bisa tenang menjelang persalinan anak ketiga kami."Papa," sapa Abian yang sedang asyik bermain di depan TV ditemani Arum. Aku mendekat dan mencium rambut putraku. Lantas aku masuk kamar, Vi sedang duduk di ranjang sambil menyusun baju bayi dan beberapa perlengkapannya sendiri ke dalam travel bag ukuran sedang."Mas, kok pulang lagi?" tanya Vi heran karena sepagi ini aku sudah dua kali menemuinya."Nggak usah cemas gitu. HPL-nya kan masih sepuluh hari lagi. Lagian kalau aku terasa mau lahiran, bayinya juga nggak langsung nongol. Masih ada prosesnya.

  • Setelah Lima Tahun   Part 147

    Vi Ananda's POVSiang itu aku duduk menemani Abian dan Arum yang bermain dengan si kucing hitam. Suasana redup, mendung mengantung menutupi sang surya.Hari ini hatiku berdebar-debar menunggu hasil pembicaraan Mas Ilham dan Pak Broto. Sebenarnya hak Mas Ilham untuk menolak, karena perjanjian awal hanya sampai pada dua bulan ke depan lagi. Tapi aku tahu bagaimana suamiku, terkadang dia terbawa oleh rasa tak enak hati. Mungkin karena dia juga nyaman kerja di sini.Perhatianku beralih pada mobil Fortuner yang memasuki lokasi. Itu kendaraan Pak Petra. Tiba-tiba aku berharap kalau ada Bu Melinda ikut serta, tapi aku kecewa. Yang turun justru Pak Broto, Pak Rony, dan di susul perempuan itu. Perempuan masa lalu suamiku. Dia memakai gamis dan jilbab yang ujungnya dimasukkan ke kerah gamisnya.Pak Petra mendekatiku dan menyalami. "Apa kabar?""Alhamdulillah, kabar baik Pak.

  • Setelah Lima Tahun   Part 146 My Sexy Wife

    Vi Ananda's POVPagi yang dingin, jaket tebal yang kupakai masih membuatku menggigil. Tapi Mas Ilham yang berdiri di sebelahku sudah mandi keringat. Aku sedang menemaninya jogging di tepi pantai sepagi ini. Hanya berdua, karena Abian belum bangun.Dia menenggak habis air mineral di tangannya. Kami berdiri menghadap laut lepas."Kita akan merindukan tempat ini, Mas," kataku.Mas Ilham merangkulku. "Suatu hari nanti kita bisa liburan ke sini ngajak anak-anak," ujarnya sambil tersenyum. Lantas dia terdiam, memandangku lalu tersenyum lagi. Seperti ada yang ingin dibicarakan tapi dia masih tampak bingung."Pak Alex kapan datang?" tanyaku."Kemungkinan dua bulan lagi."Diam. Kami menikmati indahnya pemandangan, sejuk dan berkabut. Angin pagi berembus membuat bergo yang kupakai berkibar. Mas Ilham menahan dengan tangannya aga

  • Setelah Lima Tahun   Part 145

    Ilham's POVAbian masih bermain di depan TV bersama Arum. Gadis umur delapan belas tahun itu telaten menjaga jagoanku. Sementara aku duduk agak ke belakang sambil menyimak email yang masuk. Signal di sini sudah lancar sejak enam bulan terakhir ini. Lima belas menit yang lalu Vi baru masuk kamar setelah menemani Abian bermain.Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengannya. Mengenai bos yang ingin agar aku tetap bertahan mengurus proyek ini sampai finish. Inilah yang membuatku bingung beberapa hari, nanti Alex hanya akan sesekali saja ke sini karena akan ada design interior dari sini saja, tapi tetap dalam pantauan Alex.Tidak tega aku menyampaikan ini pada Vi. Dia sudah bahagia mau pulang dan berkumpul lagi dengan putri kami. Abian tahun depan juga masuk PAUD. Vi mau melahirkan di sana dan tinggal di rumah kami yang sudah selesai direnovasi. Kusandarkan punggung di sofa dan menarik napas dalam-dalam. Dil

  • Setelah Lima Tahun   Part 144 Bagaikan di Surga

    Ilham's POV"Janin Ibu sudah berumur delapan minggu," kata dokter Etik sambil menunjukkan layar USG."Alhamdulillah," ucapku. Vi tersenyum lantas kembali menatap layar USG dan memerhatikan ucapan dokternya.Dulu waktu Vi hamil Syifa, aku yang terkejut karena tidak menyangka kalau dia akan hamil secepat itu. Bulan ini menikah bulan depannya dia sudah mengandung.Terus kehamilan kedua yang keguguran karena dia tidak tahu dan aku benar-benar kehilangan. Waktu itu kami lagi berada di puncak masalah. Hamil kali ketiga aku yang merencanakan, disaat dia belum siap, tapi aku yang memaksa diam-diam, karena itu peluang besar kami bisa hidup bersama lagi. Dan kehamilan keempat ini yang benar-benar kami persiapkan berdua."Sayang, mau makan apa? Siang belum makan, 'kan?" tanyaku setelah kami masuk mobil."Apa ya? Ada yang jual lontong sayur nggak ya,

  • Setelah Lima Tahun   Part 143

    Vi Ananda's POVHari ini cuaca sangat terik. Matahari serasa berada tepat di atas kepala. Abian merenggek minta main ke luar, tapi aku melarangnya. Kadang kasihan sama Abian, tidak punya teman bermain. Kalau cucunya Bu Asti diajak ke proyek, Abian baru punya teman. Tapi pasti berujung drama, cucunya Bu Asti -anak lelaki umur enam tahun- itu tidak mau diajak pulang dan Abian sendiri juga nangis kalau ditinggal. Senang dan susah jadinya."Mama, ayo!" Abian kembali menarik tanganku."Jangan, Sayang. Ini jam dua belas lho, panas banget di luar. Abian makan siang terus bobok, nanti sore baru kita jalan-jalan ke pantai sama Papa." Perlahan kutarik lengannya dan kupangku.Abian masih merengek dan diam ketika pintu kamar di ketuk dari luar. Aku bergegas membuka pintu. Bu Asti tersenyum, ditangannya ada semangkuk besar kolak pisang. "Mau nganterin kolak pisang, Bu.""Iya, Bu Asti. T

DMCA.com Protection Status