“Ini pasti salah! Aku nggak mungkin hamil!” guman Lira seorang diri di kamar mandi. Dia baru saja melakukan tes pack.
“Tapi, ini garis dua lho!” ujarnya lagi sembari melihat lebih jelas pada benda di tangannya.
“Ya Tuhan, ini gawat!” dia terus memperhatikan alat tersebut. Sangat jelas di sana, dua garis merah muncul cukup kentara.
Lira segera mengecek kalender.
“Yah, aku udah telat dua bulan!” dia seraya menutup mulutnya.
Bayang-bayang hubungannya dengan Refans.
“Ini pasti anak Refans?” pikirnya lagi. “Mana mungkin anak Mas Angga. Dia bahkan setahun menikah tidak pernah menyentuhku!”
“Tapi bener nggak sih anak Refans?” Lira nelansa. Karena seingatnya, juga pernah dugem beberapa kali hingga ke menghabiskan malam panjang dengan laki-laki tersebut.
Dia menatap nanar ke jendela yang terbuka. Menautkan alisnya, berpikir keras, kemana harus diminta pertanggung jawabkan kehamilannya. Angga tidak sebodoh itu, jika harys rujuk lagi dengannya hanya karena dia hamil.
Kehidupannya sangat kacau. Karena setahun menikah dia hanya menjadi istri pajangan. Angga memilih tidur di lantai dari pada seranjang dengannya. Karena bosan dianggurin terus. Lira kembali menajdi liar. Main ke klub, dugem setiap malam. Lalu tidur dengan siapa saja. Tapi, selama itu dia selalu meminta siapapun itu pakai pengaman.
“Mas kita bisa jumpa. Ada yang mau aku omongin!” tulis Lira. Lalu mengirim pada Angga.
Hanya lima detik. Pesannya sudah dibalas.
“Kita sudah nggak ada urusan apa-apa,” balas Angga.
Lira menatapnya nanar. Ya semenjak diceraikan kemarin. Angga sudah tidak pulang lagi ke rumah mereka. Lira masih di sana. Percuma, sejak dulu. Dia selalu sendirian di rumah besar itu. Hanya ada pembantu yang pagi datang pulang sore.
“Mas, barang-barang kamu masih di rumah kita lho!” balas Lira lagi.
“Oh ya, hari ini juga kamu angkat kaki dari rumahku. Itu bukan rumah bapakmu ya! Aku harap nggak perlu pakai pemaksaan untuk mengusirmu dari sana!” balas Angga.
“Mas, nggak bisa gitu dong. Ini sudah menjadi rumah aku ya. Harta gono gini masak nggak ada?” balas Lira lagi.
“Mimpi lho! Satu jam lagi kamu sudah tidak ada lagi di rumah itu. Karena pembelinya akan segera menempatinya!” balas Angga.
“Oh ya, mobil, dan uang di atm itu harta gono gini untukmu. Baik juga kan aku. 200 juta cash tambah mobil untukmu!” tulis Angga lagi.
Lira masih belum terima. Hanya segitu yang dia terima. Padahal kekayaan Angga sangat banyak. Belum lagi kini dia mengandung. Ayahnya pasti tidak mau mengurusnya lagi.
Lira hendak menelpon mantan suaminya itu. Tapi, nomornya sudah di blokir.
**
Setahun yang lalu, Lira merasa sangat beruntung. Karena Ayahnya menjodohkan dia dengan seorang laki-laki tampan dan kaya raya. Namun, semua tak seindah mimpi. Lira justru tidak mampu menaklukkan dinginnya sikap Angga.
“Mas, mau kemana ini kan malam pertama!” seru Lira setelah mereka di kamar.
“Aku ada pekerjaan. Karena seharian sibuk di sini!” ujar Angga dengan tatapan dingin.
“Tapi, Mas. Ini malam pertama kita! Masa kamu mau anggurin aku!” goda Lira. Dia sudah menggunakan lingery yang cukup seksi untuk bersenang-senang dengan suaminya.
“Sori ya, aku harus pergi! Pekerjaanku tidak bisa ditunda. Besok ada meeting dengan klien!” jelas Angga masih dengan cara yang cukup baik.
“Mas, aku….”
“Assalamualaikum!” Angga pun melenggang pergi. Dia memutar mobil ke kantornya. Tidak ada ketemu klien, tidak ada pekerjaan apa-apa. Dia hanya menghindar dari Lira.
Minggu pertama, Angga semakin sibuk di kantor. Lira semakin merasa tak dihargai.
“Ma, sebenarnya, aku nikah sama Angga hanya agar dia mau investasi di perusahaan Papa?” tanya Lira.
“Eh kok kamu nanya gitu?” Maria menatap putrinya yang cemberut.
“Terus untuk apa juga? Lihat sekarang, percuma aku menikah dengan dia. Dianya sibuk sendiri!” protes Lira.
“Kamu harus paham-paham dong. Angga itu pembisnis, perusahaannya banyak. Dia memang sangat sibuk. Lihat Papamu yang hanya perusahaan satu aja sibuknya minta ampun. Apalagi dia punya banyak unit perusahaan!” jelas Maria.
“Tapi, Ma. Harusnya sekarang aku lagi bulan madu! Lihat udah seminggu dia pulang aja jarang!” protes Lira lagi.
“Kamu yang sabar! Itu resiko nikah sama orang tajir. Kamu harus pintar-pintar dong agar tidak dibuang sama Angga. Mimpi apa Mama bisa punya menantu sekaya Angga!” Maria memujinya dengan bangga,
Lira masih saja belum terima. Sejauh ini. Angga belum menunjukkan ketertarikan padanya.
**
“Mas kapan kita honeymoon?” tanya Lira setelah dia bertamu ke kantor Angga.
“Aku sedang tidak bisa Lira. Proyekku di Batam, baru di mulai!” jelas Angga.
“Mas kamu itu bos besar lho. Kita honeymoon 3 hari atau empat hari. Kana da staf yang menghandle!” Lira tentu paham soal perusahaan. Dia juga bekerja selama ini di perusahaan papanya.
“Nggak bisa Lira! Investor asing akan datang dalam pekan ini!” jelasnya lagi.
“Mas, nggak bisa gitu dong! Aku menuntut hakku sebagai istri!” tegas Lira.
“Kamu mau apa?” Angga menatapnya dengan tajam.
“Aku mau nafkah dari kamu sebagai istri!” Lira tergagap.
“Oke, besok kita pulang ke rumah kita! Aku akan memberikan semua nafkahmu. Mulai dari tempat tinggal, uang belanja dan semua kebutuhan kamu!” tegas Angga.
“Rumah baru? Kita akan tinggal di rumah baru mas!” Lira hanpir berteriak saking senangnya.
Angga mengangguk. Sebagaimana pesan sang ayah. Dia harus segera mendidik Lira agar menjadi lebih baik. Meskipun untuk menyentuhnya dia butuh waktu. Semua itu karena permintaan ayahnya. Karena Yatma merupakan sahabat karib sang ayah. Dan Lira satu-satunya anak perempuan Yatma.
Lira pindah ke rumah yang baru saja dibeli oleh Angga. Rumahnya cukup mewah, di komplek perumahan elit. Dia tak menyangka, akan semakin jaya hidupnya. Apalagi Angga juga memberikan dia sebuah mobil mewah untuknya.
“Lira, kamu tahu kan kita menikah karena perjodohan!” ujar Angga.
Lira mengangguk.
“Aku belum bisa menjadi suami seutuhnya untukmu. Aku butuh waktu, karena aku tidak mencintaimu! Jadi selama aku belum bisa mencintaimu. Kita tidak tidur sekamar!” ujar Angga.
Lira menatapnya dengan rasa tidak bisa dijelaskan. Karena dia tidak pernah memahami tentang cinta.
“Tapi, tenang, rumah ini, mobil semua fasilitas yang ada. Dan ini kartu kredit dan atm. Bebas kamu gunakan!” ujar Angga.
Lira menalan salivanya, Tidak terlalu buruk.
“Bagaimana? Bisa kan?” tanya Angga lagi.
“Bisa mas!” dia mengangguk cepat. Setidaknya fasilitasnya lebih dari cukup. Soal urusan biologis dia yakin, laki-laki mana yang akan tahan dengan pesonanya. Mereka akan tinggal serumah, sangat mudah menggoda Angga.
Setahun sudah berlalu. Lira tak pernah berhasil merayu Angga untuk menyentuhnya. Bahkan dia sudah berpikir kalau Angga tidak normal. Bahkan dia pernah telanjang bulat mendekatinya. Angga justru mengejeknya.
“Kamu ini tak lebih kurang dari pelacur di luar sana!” ejek Angga. Membuat Lira sangat malu.
Suatu malam, Lira pulang hampir subuh dalam keadaan mabuk. Angga memapah sang istri ke kamar.
Keesokan harinya. Menjelang sore Lira baru terbangun. Dia menemui Angga di ruang kerjanya.
“Kalau kamu nanti hamil, jangan berharap aku mengakui itu anakku!” tegas Angga.
“Kamu juga tak pernah menyentuhku!” geram Lira.
“Kamu itu tidak bisa bersabar! Aku sudah bilang butuh waktu!” tegas Angga.
“Ini udah setahun Mas!” tegas Lira.
Angga mendekat. “Aku jijik dengan kamu Lira! Kamu itu menjajakan tubuhmu pada setiap laki-laki di luar sana! Kamu itu lebih murah dari pelacur! Pelacur meminta uang setelah tidur dengan laki-laki manapun. Sedangkan kamu, menjajakan tubuhmu dengan gratis!” tegas Angga.
3000 LOVE untuk pembaca :)
“Papa tidak mau tahu, kamu harus mencari investor baru untuk perusahaan kita!” tegas Yatma.Lira nampak ciut, bukan mudah mencari investor sekelas Angga. “Itu semua gara-gara kelakuan bodohmu. Sudah punya suami ganteng-ganteng kaya lagi masih aja selingkuh! Dasar bodoh!” umpat Maria ibunya Lira. Mereka sangat kesal dengan sikap putri mereka yang menimbulkan kerugian besar. Perlu diketahui bahwa pernikahan Lira dan Angga merupakan pernikahan bisnis Antara Yatma dan Muhar.“Angga itu di…”“Stop, Papa tidak mau dengar ocehanmu.” Yatma pergi dari ruang tamu menuju ruang kerjanya. Dia sangat frustasi mengingat keadaan perusahaan yang diambang kebangkrutan.“Kamu memang anak tidak tahu diuntung, bisanya Cuma buat orang kesusahan saja.” Maria menatapnya tajam, lalu meninggalkannya seorang diri.“Ah sialan. Ini semua gara-gara Angga. Kenapa pula dia harus menceraikanku? Tapi, Refans juga harus bertanggung jawab dia telah memutar balik semua ini.” Lira bergumam sendiri.“Arrrrgh sialan. Seka
“Kenapa aku tidak menemui Papa mertuaku. Bukankah dia sangat menyayangiku! Aku akan membujuknya. Tentu dia sangat senang jika tahu kalau aku hamil! May bee?” pikir Lira di tengah hatinya yang sangat buruk. Lira segera memutar arah ke rumah mantan ayah mertuanya.Bunyi klakson bertalu-talu, membuat satpam pun mendongak di sana.“Ada apa?” ujar Joko dengan ketus.Lira sangat kesal dengan sikap Joko seakan dia tamu tak dikenal.“Heh Joko buka pintu jangan songong begitu lo! Lo cuma satpam di sini!” sembur Lira dengan kesal.“Maaf Tuan Angga sudah meningatkan saya untuk tidak membuka pintu jika ada yang datang bernama Lira.” Joko bersikap seakan tidak mengenali Lira.“Woi sialan lo bajingan. Buka nggak! Gue tabrak ni!” teriak Lira lagi sehingga dia adu mulut dengan Joko yang ngotot tidak mau buka. Keributan itu di dengar Muhar. Dengan pelan-pelan dia mendekati pintu. Joko segera berlari menuju Muhar yang duduk di atas kursi roda.“Siapa yang datang?” tanya Muhar dengan lembut.“Itu Tuan,
Sepagi itu, jam 6:45 WIB. Cika sudah menjadi salah satu orang pemburu waktu di jantung Kota Jakarta. Karena diprediksinya, hari senin akan lebih macet dari biasanya. Sedangkan dia harus sampai ke kantor penerbit lebih cepat pada hari tersebut. Keadaan Kota metropolitan ini benar-benar menyesakkan napas. Untuk orang-orang yang memiliki prinsip on time seperti Cika. Kedisplinan waktu baginya, merupakan anak tangga pertama yang harus diinjak oleh orang-orang yang berharap sukses dalam karirnya.Selepas tamat SMA. Perempuan berdarah Manado tersebut hanya ingin kuliah. Agar bisa mengangkat derajat kelas status sosialnya yang lebih baik. Di awal-awal berada di kota Jakarta tersebut. Tidak lantas membuatnya hanya menunggu kiriman orang tuanya, yang hanya petani biasa. Lima belas hari, setelah diterima di kampus swasta tersebut. Dia bekerja paruh waktu disebuah rumah makan sebagai tukang cuci. Tidak begitu besar, hanya menerima lima ribu per jam kerjanya.Rumah makan yang menerima Cika bekerj
Angga : “Ayah tidak apa-apa?”Muhar “Tidak apa-apa. Ayah hanya shock aja kemarin. Lira sangat ganas tidak seperti ayah kira.”Angga : “Itulah kenapa Angga nggak ngizinin dia masuk. Perempuan itu nekad.” Muhar : “Ayah yang menyuruh Joko membuka pintu. Ayah tidak berpikir sejauh itu. Maafkan ayah!” Angga : “Sudahlah Yah. Ayah istirahat saja. Besok Angga baru pulang ke Bandung.” Muhar : “Iya Nak. Hati-hati. Jaga kesehatan.”Angga : “Iya yah. Ayah juga jaga kesehatan.”Angga menutup teleponnya. Angga segera memutar mobil untuk bertemu dengan Cika.Hanya tiga puluh menit. Dia sudah tiba ruangan Cika.“Kamu harus cerita detail padaku!” pinta Cika.Semua cerita Angga membuatnya ternga-nga. Apalagi kalau mereka sama-sama sudah bercerai.“Cik, aku ingin menyiapkan tiket holiday untuk Mahra. Gimana menurut kamu?” ujar Angga.“Wow, good idea. Berarti sudah saatnya kamy menyambarnya secara langsung face to face,” Cika senang mendengarnya.“Tidak, Cik. Aku masih ingin memberikan hadiah ini secar
Di pagi yang cerah Mahra tergesa-gesa memeriksa kopernya. Berkali-kali melirik arloji. Tinggal satu jam lagi keberangkatannya ke Spanyol. Meninggalkan kota Banda Aceh. Tidak lama. Hanya dua minggu.Tiket Holiday yang diperolehnya secara cuma-cuma dari penerbit. Mahra tidak pernah berpikir. Bahwa tidak ada penerbit yang pernah memberikan hadiah sebesar itu kepada penulisnya. Selaris apapun bukunya. Penerbit hanya akan menambah persen royalty, jika buku seorang penulis semakin laris.Burhan sempat bertanya-tanya tentang itu. Tapi sepertinya itu hal yang wajar saja. Mungkin saja, penerbit ingin menumbuh semangat kepada para penulis. Barangkali, putrinya salah satu yang paling beruntung diantara yang beruntung.“Sudah siap, Nak?” tanya Meilida“Sudah, Mak.” Mahra meyakinkan diri tidak ada lagi yang ketinggalan.“Coba diingat-ingat lagi apa yang belum dimasukin ke koper?” perintah Meilinda lagi.Mahra kembali ke catatan kecil berupa list barang-barang yang akan dibawa. Semuanya sudah dicet
Setelah puas mengelingi kota Madrid. Mahra beranjak ke kota Barcelona. Kemudian menjelajah seluruh sudut negara Spanyol. Seorang diri tanpa ada seorang pun yang dia sebut cinta. Cinta, baginya kadang-kadang begitu menyebalkan dan menyakitkan. Tapi, kini dia sudah kehilangan separuh cinta. Cinta yang sudah diperjuangkan pergi begitu saja. Tanpa sedikitpun menghargai rasanya yang tulus dan ikhlas.Mahra menikmati perjalanannya ke kota yang terkenal dengan sepak bola itu. Madrid dan Barcelona. Dua klub bola paling terkenal di dunia. Bahkan anak-anak di sudut negerinya hafal nama pemain kedua klub ini.Setelah mengunjungi setiap kota. Dua hari digunakan untuk mengistirahatkan tubuh. Sembari menulis jurnal travelingnya. Mahra menertawakan diri sendiri, seorang penulis novel malah berubah menjadi blogger travel.Sebenarnya, Mahra sudah lama mengintip dunia blogging itu. Hanya saja, semenjak memutuskan tidak mempublikasikan tulisannya. Demi mematuhi perintah Refans. Mahra hanya mempelajari d
Mahra mendorong troly yang penuh dengan koper-koper yang terisi penuh. Dengan sebuah kacamata hitam yang hampir menutup wajahnya.Angga saat tanggal mendekati kepulangan Mahra. Dia pergi ke Spanyol, hanya untuk mengontrol perjalanan Mahra seorang diri. Dia takut, ada orang-orang yang bermaksud jahat pada perempuan pujaannya itu.“Serius kamu Ngga mau nyusul Mahra ke sana?” tanya Cika.“Nampak aku main-main Cik?” tanya Angga.“Yayaya cinta sejati memang harus diperjuangkan!” Cika seraya meneguk tehnya. “Gimana kalau kamu ungkapin perasaan kamu di sana!”“Oh tidak Cika. Itu namanya bunuh diri!” Angga membayangkan wajah dingin Mahra saat mereka bertemu dulu,“Jadi kamu mau nunggu lagi?” tanya Cika.“Bahkan lukanya belum kering. Mana mungkin dia dengan gegabah menerima orang baru! Mahra tidak sebodoh itu.” Rahang laki-laki 32 tahun itu menegang.“Ya aku tahu. Bukankah kamu juga begitu?” tanya Cika balik.“Eh nggaklah. Beda laki-laki dan perempuan! Apalagi aku dengan Lira menikah dengan ter
Akmal langsung mengikuti Angga. Laki-laki itu berjalan menuju parkiran.“Maaf sepertinya saya melihat anda berbicara dengan adik saya.” Tanya Akmal setelah mendekatinya.“Maaf, siapa yang anda maksud?” tanya Angga.“Nadia Mahra.” Akmal masih menunjukkan ekspresi dinginnya.“Oh iya.” Angga segera tersenyum.“Anda mengenalnya?” tanya Akmal. Dai sedang mencari tahu penyebab Mahra dan Refans bercerai.“Ya, siapa yang tidak mengenalnya dia penulis best seller.” Angga tertawa pelan. “Maaf anda saudaranya?”“Ya saya Kakaknya.”“Salam kenal, saya Angga, penggemar novel Nadia.” Dia berusaha agar tidak keceplos dengan masalah yang berkelit dengan mereka.“Lalu siapa perempuan tadi?” tanya Akmal. “Yang hendak menjambak adikku?”“Dia mantan istriku?”“Mantan istri?”Angga mengangguk.“Sepertinya kita perlu ngopi?” ajak Akmal.“Oh boleh.”Angga masih tersenyum.“Saya harus mengantar Mahra ke apartemen. Kita ngopi di dekat apartemen kami aja bagaimana?” tawar Akmal.“Oh tentu saja. Ini nomorr ponsel
Sudah dua jam, Mahra duduk di depan laptop. Menulis sebuah artikel. Selama beberapa tahun terakhir, dia membangun sebuah blogger parenting. Cukup berpenghasilan dan maju. Mahra sudah lama tidak menulis buku, karena anak-anaknya masih balita. Dia tidak ingin anak-anaknya kekurangan kasih sayangnya. Membangun blogger tidak begitu sulit dan menguras waktunya. Setidaknya dia masih menulis setiap 3 atau 2 kali seminggu.Dia menyisihkan sedikit waktu ketika putranya tidur atau bermain dengan orang lain. Seperti malam ini karena putra bungsunya sedang asyik bermain dengan Angga. Angga nampak piawai bermain dengan si bungsu yang baru bisa berdiri, bahkan sesekali sudah bisa mengangkat langkah dengan gemetar. Sedangkan ketiga anaknya lagi sedang belajar mengaji di mushalla rumahnya. Angga sengaja memanggil orang ke rumah. Ketiga anak itu punya guru yang berbeda. Berdasarkan tingkatan mereka belajar.Si kembar sudah belajar kitab kuning dan fasahah alquran. Sedangkan Alesya masih di iqra’. Sese
Proses lamaran Yatim berlangsung sempurna. Keesokannya, juga dilangsung lamaran abangnya. Mahra sangat senang menjadi bagian menyukseskan acara tersebut. Angga sudah memastikan tidak sesi foto bersama mereka. Karena takut tersebar di sosial media. Karena sosok istrinya cukup popular untuk masyarakat di aceh Besar dan Banda Aceh. Sangat sering, tiba-tiba Mahra diajak berfoto di tempat keramaian.“Nggak terasa Mas, kita sudah tua!” ujar Mahra saat pulang dari acara tersebut. Pikirannya melayang, saat menerima kedua anak yatim piatu tersebut. Kini mereka menjelma laki-laki yang gagah melamar gadis pujaan mereka. Keadaan ekonomi mereka terbilang sukses. Mereka punya usaha kelontong, dan air isi ulang di depan yayasan. Selain itu mereka juga mendapatkan pekerjaan di yayasan sebagai dewan guru.“Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk mereka?” tanya Angga sembari menggemgam tangan sang istri.“Mahra mereka sudah cukup Mas, usaha juga sudah punya!” sambung Mahra.“Bagaimana kalau kita hadiahka
“Siapa sih baik banget mau bakar rumah itu?” tanya Randi setelah mereka di dalam mobil.“Entahlah, aku juga bingung!” Bian merebahkan tubuhnya. Randi terus membanting setir dengan cepat. Harap-harap segera bisa membawa Bian jauh dari Meri dan Rena. Bisa saja kedua perempuan itu kembali meminta Randi menikah dengan anak mereka yang gila.“Kita kemana bos?” tanya Randi.“Ke Bandung!” sahut Bian.“Bandung?” Randi menoleh sejenak.“Istri dan anakku sekarang di Bandung. Aku akan meminta pada Riana untuk bersembunyi di sana sebentar,” jelas Bian.“Oh oke bos.”Bian rasanya tidak sabar untuk sampai ke sana bertemu anak istri. Memeluk dan mencium mereka. Padahal baru tadi pagi mereka berpisah.Sedangkan di kediaman Meri. Semua orang kocar-kacir, tim pemadam kebaran sudah tiba. Polisinya juga sudah tiba. Tidak ada korban, tapi, Meri rugi jutaan rupiah. Banyak perabotannya yang rusak. Dia perlu uang renovasi sekitar dua ratus juga demi kembali merehap rumahnya.“Astaga Ren, aku nggak habis pik
Angga memastikan kalau bertamu adalah Yatim dan Yatam. Kedua laki-laki adik beradik itu duduk dengan sopan di depan istrinya. Bukan mudah masuk ke dalam rumah putih megah itu sekarang. Bahkan sekalipun orang-orang terdekat, mereka akan diperiksa dengan detail. Itu semua dilakukan Angga demi keselamatan anak istrinya. Laki-laki itu bernapas lega setelah melihat mereka.Begitu melihat Angga, mereka seraya bangun dan menyalami suami dari bunda mereka itu.“Sudah lama?” tanya Angga basa-basi setelah duduk berhadapan mereka.“Belum Mas. Tuh minum aja belum tiba!” jelas Mahra. Dia tidak sabar ingin mengatakan kedatangan mereka. “Mas lihat anakku yang tertua sudah mau nikah aja!”Angga menaikkan alisnya, seulas senyum kaget tercipta di sana.“Masha Allah, maaf ya Yatim Yatam. Selama ini, saya benar-benar sibuk sampai tidak sempat mampir-mampir ke tempat kalian. Dan juga maaf banget, sesusah itu sekarang kalian masuk ke sini bertemu bunda kalian ini!” jelas Angga.“Iya, Pak. Nggak apa-apa. K
Kepergian sang ayah, membuat Angga merasa ada ruang dihatinya yang kosong. Tidak ada lagi tempat dia bercerita tentang keluh kesahnya dalam mengelola perusahaanya yang besar. Mahra sering melihat suaminya berlama-lama di kamar ayahnya hingga tertidur. Dia pun mengalami kenyataan pahit, kehilangan mertua yang sangat mencintainya.Mahra masih terngiang. Tepat beberapa hari yang lalu saat Mahra menyuapkan makan siang untuk sang mertua.“Mahra!” panggil Pak Muhar dengan lemas.“Terima kasih!” tambahnya detik kemudian.Mahra menautkan alisnya.“Kenapa ayah?” tanya Mahra bingung.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup ayah. Memberikan ayah cucu! Dan teman hidup untuk angga!” jelasnya lagi suaranya sudah sangat lemas.“Mahra yang bersyukur ayah. Mahra beruntung memiliki Mas Angga!” ucapnya setelah memotong telur rebus untuk disuap.“Mahra, sebelum menikah Angga hanya punya ayah seorang keluarga intinya. Sekarang ayah bisa melihat kebahagiaanya!” tambah Pak Muhar.Mahra tersenyum. “Semoga Mah
Masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Sesibuk apapun Angga, dia selalu menyempatkan mengurus ayahnya. Meskipun sekarang anak istrinya membantu. Namun, setiap dua kali sekali selalu memastikan ayahnya baik-baik saja.Pagi hari efektif, penghuni rumah mewah itu sangat sibuk dengan agenda masing-masing. Mahra yang sibuk membereskan keperluan anaknya yang hendak berangkat sekolah. Mahra tidak membiarkan hal-hal kecil seperti memastikan buku-buku dan keperluan anaknya ke sekolah dilewatkan anaknya. Padahal ada banyak pelayan di rumah itu. Pagi hari seperti ibu pada umumnya. Dia memastikan anak-anak bangun cepat. Salat subuh berjamaah, baca alquran bersama lalu olahraga. Semua itu selalu tidak terlewatkan oleh anak-anak Mahra. Bahkan anak-anak ini terkesan seperti tinggal di asrama.Begitu azan berkumandang, di yayasan. Mahra sigap membangunkan anak-anak dan suami.“Anak-anak bangun kita salat subuh!” begitu terdengar Mahra di subuh hari.Angga selalu mengimani anak istrinya salat subu
Bian terbangun saat suara ponsel sang istri mengganggunya. Dia tidak melirik ke sana. Justru memandang sang istri dengan tenang.“Boleh, saya bicarakan sesuatu?” tanya Riana setelah berdiri di samping Bian.“Apa?” sahut Bian dengan ketus, wajahnya sama sekali tidak berpaling dari buku yang dia baca.“Ini tentang ibu dan adik-adikku,” ujar Riana sambil meremas ujung piyamanya.“Duduk,” perintah Bian.Riana duduk di ujung tempat tidur.“Katakan!” tanya Bian sambil menutup bukunya.“Mila dan Dewi sudah lama berhenti sekolah, kontrakan di sana juga sudah habis. Kalau …..” ucapan Riana langsung terpotong.“Aku akan mendaftarkan Mila di pesantren terpadu, Ibu dan Dewi bisa tinggal di salah satu ruko kosong milikku,” sambung Bian.“Benarkah?” tanya Naina kegirangan.“Aku tidak pernah berbohong,” ujar Bian sambil memandang Riana dengan tatapan tajam. “Aku sudah janji akan memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluargamu.”Riana tertunduk dalam, dia ketakutan melihat Bian yang menatapnya
Mahra mengadakan rapat bulanan di yayasannya. Untuk mendengar permasalahan demi permasalahan di yayasan Mata Hati tersebut. Para dewan guru, para pengasuh, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan menyampaikan segala hal mengenai kejadian di lapangan.Yayasan tersebut memiliki pengeluaran rutin setiap bulan 300.000.000. Gaji pegawai biaya makan kebersihan, listrik dan semua tata kelolanya. Uang tersebut diambil dari pendapatan properti dan rumah makan serta hasil sewa ruko-ruko yang disewakan.Angga dan Mahra memiliki 3 rumah makan, dua penginapan serta dua belas ruko yang disewakan. Semua hasil pendapatan dari properti tersebut diperuntukkan untuk yayasan. Makanya yayasan tersebut tidak pernah minus anggaran. Apalagi ada sejumlah investor yang menyumbang tidak sedikit. Maka tidak dapat dipungkiri yayasan anak yatim piatu itu menjelma menjadi yayasan pendidikan yang bergengsi. Gedungnya megah, tenaga guru-gurunya berkualitas bahkan siswanya sangat cerdas-cerdas.Meskipun harga saham peru
Setelah Sembilan bulan dari acara ulang tahun Abda Nasution yang sangat mengheboh jagad dumai. Bian mendapat kabar kalau buku biografi ayahnya sudah terjual banyak. Dan sudah dibuka pre-order lagi untuk cetakan ketiga, sudah dipesan ribuan orang. Buru-buru Bian menghampiri Riana yang sedang memasak di dapur. Dengan tawa sumringah, Bian berujar.“Buku Ayah sudah dipesan ribuan orang.”“Keren sekali,” sahut Riana dengan ceria.“Semua ini karena kamu. Thanks, ya,” tambah Bian .Riana mengangguk pelan, sambil memamerkan tawa sumringahnya.“Sudah masak?” tanya Bian sambil mengelus perutnya sendiri.“Belum, sebentar lagi ya,” sahut Riana.“Oke, aku siap-siap dulu kalau gitu,” ucap Lian sambil beranjak meninggalkan istrinya.Bian kembali ke kamarnya. dia sangat bangga kepada istrinya itu. Tidak sia-sia dia memperistrikan Riana. Meskipun ada satu yang masih membuat dia tertahan untuk menyentuh sang istri, memberikan napakah lahir batin.Di perpustakaan mini yang membatasi kamar Bian melihat h