Angga : âAyah tidak apa-apa?âMuhar âTidak apa-apa. Ayah hanya shock aja kemarin. Lira sangat ganas tidak seperti ayah kira.âAngga : âItulah kenapa Angga nggak ngizinin dia masuk. Perempuan itu nekad.â Muhar : âAyah yang menyuruh Joko membuka pintu. Ayah tidak berpikir sejauh itu. Maafkan ayah!â Angga : âSudahlah Yah. Ayah istirahat saja. Besok Angga baru pulang ke Bandung.â Muhar : âIya Nak. Hati-hati. Jaga kesehatan.âAngga : âIya yah. Ayah juga jaga kesehatan.âAngga menutup teleponnya. Angga segera memutar mobil untuk bertemu dengan Cika.Hanya tiga puluh menit. Dia sudah tiba ruangan Cika.âKamu harus cerita detail padaku!â pinta Cika.Semua cerita Angga membuatnya ternga-nga. Apalagi kalau mereka sama-sama sudah bercerai.âCik, aku ingin menyiapkan tiket holiday untuk Mahra. Gimana menurut kamu?â ujar Angga.âWow, good idea. Berarti sudah saatnya kamy menyambarnya secara langsung face to face,â Cika senang mendengarnya.âTidak, Cik. Aku masih ingin memberikan hadiah ini secar
Di pagi yang cerah Mahra tergesa-gesa memeriksa kopernya. Berkali-kali melirik arloji. Tinggal satu jam lagi keberangkatannya ke Spanyol. Meninggalkan kota Banda Aceh. Tidak lama. Hanya dua minggu.Tiket Holiday yang diperolehnya secara cuma-cuma dari penerbit. Mahra tidak pernah berpikir. Bahwa tidak ada penerbit yang pernah memberikan hadiah sebesar itu kepada penulisnya. Selaris apapun bukunya. Penerbit hanya akan menambah persen royalty, jika buku seorang penulis semakin laris.Burhan sempat bertanya-tanya tentang itu. Tapi sepertinya itu hal yang wajar saja. Mungkin saja, penerbit ingin menumbuh semangat kepada para penulis. Barangkali, putrinya salah satu yang paling beruntung diantara yang beruntung.âSudah siap, Nak?â tanya MeilidaâSudah, Mak.â Mahra meyakinkan diri tidak ada lagi yang ketinggalan.âCoba diingat-ingat lagi apa yang belum dimasukin ke koper?â perintah Meilinda lagi.Mahra kembali ke catatan kecil berupa list barang-barang yang akan dibawa. Semuanya sudah dicet
Setelah puas mengelingi kota Madrid. Mahra beranjak ke kota Barcelona. Kemudian menjelajah seluruh sudut negara Spanyol. Seorang diri tanpa ada seorang pun yang dia sebut cinta. Cinta, baginya kadang-kadang begitu menyebalkan dan menyakitkan. Tapi, kini dia sudah kehilangan separuh cinta. Cinta yang sudah diperjuangkan pergi begitu saja. Tanpa sedikitpun menghargai rasanya yang tulus dan ikhlas.Mahra menikmati perjalanannya ke kota yang terkenal dengan sepak bola itu. Madrid dan Barcelona. Dua klub bola paling terkenal di dunia. Bahkan anak-anak di sudut negerinya hafal nama pemain kedua klub ini.Setelah mengunjungi setiap kota. Dua hari digunakan untuk mengistirahatkan tubuh. Sembari menulis jurnal travelingnya. Mahra menertawakan diri sendiri, seorang penulis novel malah berubah menjadi blogger travel.Sebenarnya, Mahra sudah lama mengintip dunia blogging itu. Hanya saja, semenjak memutuskan tidak mempublikasikan tulisannya. Demi mematuhi perintah Refans. Mahra hanya mempelajari d
Mahra mendorong troly yang penuh dengan koper-koper yang terisi penuh. Dengan sebuah kacamata hitam yang hampir menutup wajahnya.Angga saat tanggal mendekati kepulangan Mahra. Dia pergi ke Spanyol, hanya untuk mengontrol perjalanan Mahra seorang diri. Dia takut, ada orang-orang yang bermaksud jahat pada perempuan pujaannya itu.âSerius kamu Ngga mau nyusul Mahra ke sana?â tanya Cika.âNampak aku main-main Cik?â tanya Angga.âYayaya cinta sejati memang harus diperjuangkan!â Cika seraya meneguk tehnya. âGimana kalau kamu ungkapin perasaan kamu di sana!ââOh tidak Cika. Itu namanya bunuh diri!â Angga membayangkan wajah dingin Mahra saat mereka bertemu dulu,âJadi kamu mau nunggu lagi?â tanya Cika.âBahkan lukanya belum kering. Mana mungkin dia dengan gegabah menerima orang baru! Mahra tidak sebodoh itu.â Rahang laki-laki 32 tahun itu menegang.âYa aku tahu. Bukankah kamu juga begitu?â tanya Cika balik.âEh nggaklah. Beda laki-laki dan perempuan! Apalagi aku dengan Lira menikah dengan ter
Akmal langsung mengikuti Angga. Laki-laki itu berjalan menuju parkiran.âMaaf sepertinya saya melihat anda berbicara dengan adik saya.â Tanya Akmal setelah mendekatinya.âMaaf, siapa yang anda maksud?â tanya Angga.âNadia Mahra.â Akmal masih menunjukkan ekspresi dinginnya.âOh iya.â Angga segera tersenyum.âAnda mengenalnya?â tanya Akmal. Dai sedang mencari tahu penyebab Mahra dan Refans bercerai.âYa, siapa yang tidak mengenalnya dia penulis best seller.â Angga tertawa pelan. âMaaf anda saudaranya?ââYa saya Kakaknya.ââSalam kenal, saya Angga, penggemar novel Nadia.â Dia berusaha agar tidak keceplos dengan masalah yang berkelit dengan mereka.âLalu siapa perempuan tadi?â tanya Akmal. âYang hendak menjambak adikku?ââDia mantan istriku?ââMantan istri?âAngga mengangguk.âSepertinya kita perlu ngopi?â ajak Akmal.âOh boleh.âAngga masih tersenyum.âSaya harus mengantar Mahra ke apartemen. Kita ngopi di dekat apartemen kami aja bagaimana?â tawar Akmal.âOh tentu saja. Ini nomorr ponsel
âAyah, Angga berencana membuka bisnis di Aceh. Bagaimana menurut Ayah?â tanya Angga sambil memijat lembut kaki ayahnya.Pak Muhar menatap putranya lekat-lekat. Dia menemukan semacam semangat menggebu di dalam iris cokelat sang putra.âUntuk sektor wisata apakah cocok dengan Aceh yang sering terjadi kontrapersepsi tentang wisata halal, Nak?â tanya sang ayah dengan sangat lembut.âKita akan mengikuti adat budaya di sana, Yah. Bukankah sangat bagus jika kita bisa mengembangkan sektor wisata di bumi serambi Mekkah itu dengan konsep islami!â ulas Angga.âAyah percaya jika kamu yakin, Nak. Tapi, kenapa tiba-tiba kamu ingin melebarkan sayap bisnismu jauh ke ujung barat sana?â sang ayah mulai menyelidiki tindak tanduk putranya.âAyah, Aceh itu sangat indah. Banyak sekali destinasi yang sangat layak untuk dikembangkan. Seperti pulau Simeulue, pulau Aceh, pulau Banyak. Sebenarnya semua pulau itu sama indahnya seperti Sabang, hanya saja tidak terkelola sebagai tempat wisata yang berkelas.â Angg
Pak Muhar sakit-sakitan sejak Angga kuliah. Sejak bertahun-tahun itu, Angga mampu membagikan waktunya. Kuliah, mengurus ayah, lalu mengurus bisnis yang makin hari makin meroket ke atas. Angga sangat elit bermain usaha. Melihat peluang dan memanage usahanya. Meskipun perusahaannya itu warisan sang ayah. Tetap saja, tanpa kepemimpinan yang epik. Tentu perusahaan tersebut sudah ambruk sejak Pak Muhar sakit-sakitan.Tapi, berkat kegigihan dan keuletan Angga. Perusahaan itu tetap gagah menjadi perusahaan travel yang cukup maju di Indonesia. Angga juga membuka penginapan, restoran sebagai cabang dari travel mereka.Sifatnya yang kompeten, loyal, kreatif, penuh tanggung jawab juga pandai merangkul anggota. Membuat perusahaan Ayahnya tetap gagah, tetap aktif dan maju.Sebagai seorang CEO berkelas. Tentunya, orang mengira dia sibuk bekerja. Pulang larut malam, sampai makan pun harus terhidang di depan. Orang-orang terdekatnya susah untuk sekadar mengajak ngobrol. Tidak, Angga justru, selalu me
Sore yang dingin, gerimis memecahkan kerinduan terdalam pada orang-orang yang sudah jauh gamitan tangannya. Pak Muhar biasanya menghabiskan waktu di kamarnya yang sudah di desain sedemikian rupa. Sehingga beliau sangat betah berlama-lama di sana.Interior yang klasik. Sebuah lukisan pemandangan sebuah pantai yang cukup populer di Aceh Pantai Lampuuk. Rak buku yang rapi. Berisikan buku-buku tentang bisnis, politik, agama dan juga beberapa novel detektif dan novel pengembangan diri. Dan sebuah meja kerja di lengkapi dengan komputer untuknya menulis. Kamar itu sangat rapi. Sebuah sajadah nampak terbentang di atas permadani di samping kanan tempat tidurnya. Ada sebuah Al-Qurâan yang selalu dibaca sebelum tidur dan sehabis salat. Sedangkan di sebelah kiri ada dua foto berbingkai unik dari kayu. Foto dia dan istri saat Angga masih balita. Dan foto istrinya seorang diri dengan pose yang nyentrik seperti anak-anak muda sekarang.Pak Muhar tidak sibuk dengan urusan sendirinya. Pada sore terse