“Kenapa kamu tidak mengakuinya?” tanya Irish untuk kesekian kalinya dalam waktu kurang dari 24 jam. Waktu sudah menunjukkan jam dua pagi. Irish yang tidak bisa tidur nyenyak kembali merecoki Arthur dengan pertanyaan yang sama. Meskipun tahu lelaki itu tak akan membalas dengan benar. Apalagi sekarang Arthur sedang terlelap. Sejak tadi siang, sudah berulang kali Irish melontarkan pertanyaan yang sama. Namun, Arthur hanya mengatakan kalau itu tidak penting dan mengalihkan pembicaraan. Padahal ia hamya ingin memastikan apakah benar di antara lelaki itu dan Elyza tak pernah ada hubungan istimewa. “Kamu memang tega mempermainkan perasaan orang,” gumam Irish yang kembali bermonolog tanpa menatap Arthur yang berbaring di sampingnya. Irish tak mengerti mengapa Arthur mengatakan tak pernah memiliki hubungan apa pun dengan Elyza. Padahal jelas-jelas sejak bertahun-tahun lalu mereka sering bermesraan. Bahkan, Elyza sendiri yang mengatakan kalau wanita itu adalah mantan kekasih Arthur. Arthur
“Mantanmu datang. Katanya ingin menjenguk Irish.”“Suruh dia pulang. Irish sudah sembuh,” jawab Arthur tanpa minat. “Dia ingin mengejukku, biarkan saja,” sahut Irish sembari menguap lebar. Tidur Irish sudah terusik sejak terdengar suara ketukan pintu. Mendengar Elyza datang, Irish pun akhirnya benar-benar terjaga. Ia heran mengapa Elyza selalu mengetahui jika terjadi sesuatu padanya. Padahal, wanita itu tak berada di lokasi yang sama. Jangan-jangan Arthur sendiri yang bercerita pada wanita itu. Sehingga Elyza dapat mengetahui apa pun yang terjadi padanya. Kemudian, karena tahu ketahuan, akhirnya Arthur mengusir Elyza. Agar wanita itu tak menceritakan apa pun pada Irish. Irish hendak bangkit dari ranjang, namun ia menyadari ada yang aneh dari penampilannya. Ia tidak tahu sejak kapan didinya terlelap, tetapi sepertinya sejak dalam perjalanan pulang. Saat itu tentu pakaiannya masih rapi. Akhirnya, Irish kembali mengeratkan selimutnya.“Mama akan menyuruhnya ke sini,” balas Karina ser
Ketika mengurai pelukan mereka, Irish dapat melihat perubahan signifikan dari ekspresi Elyza. Namun, Irish sudah tidak terkejut lagi melihat ekspresi tersebut. Ia membalas ekspresi itu dengan senyum lebar. Dirinya lebih suka Elyza mengeluarkan sifat asli seperti ini. Sayangnya, Elyza hanya menunjukkan tabiat asli saat bersamanya. Benar-benar bermuka dua. Sedangkan di hadapan orang lain, wanita itu selalu bersikap manis. Mungkin karena pekerjaannya di dunia hiburan. Jadi, wanita itu terlatih menjaga image. “Tenang saja. Aku tidak mudah mengubah keputusan. Aku hanya perlu waktu untuk menuntaskannya,” jawab Irish dengan suara lembut, namun penuh penekanan. Irish tahu apa yang Elyza maksud. Berulang kali Elyza mengingatkannya setiap kali mereka bertemu. Padahal Irish tak mungkin lupa. Sebab, hingga saat ini rencananya masih belum berubah. Dan ia berharap apa pun yang terjadi, dirinya tetap tidak goyah. Elyza kembali menyunggingkan senyum. “Senang bertemu denganmu. Semoga lekas sembuh.
“Bengkel mengatakan mobilmu sudah usang. Kemungkinan mogok di tengah jalan sangat besar. Jadi, aku akan membelikan yang baru untukmu,” ucap Arthur seraya membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya. “Ayo turun. Kita sudah ditunggu.”Arthur mencondongkan tubuhnya dan membukakan seatbelt Irish. Mencuri satu kecupan di bibir wanita itu sekilas sebelum turun lebih dulu dari mobil. Memanfaatkan kesempatan saat Irish masih terperangah akibat perbuatannya. Lalu, langsung turun dari mobil sebelum Irish tersadar. Irish baru tersadar setelah Arthur keluar dari mobil. Ia berdecak samar sembari menatap showroom mobil di hadapannya. Tempat ini seharusnya sudah tutup sejak jam lima sore tadi. Sedangkan sekarang sudah jam tujuh malam. Jelas saja, Arthur sengaja meminta mereka menunggu. Mobil pemberian kakeknya tentu saja masih bagus. Belum sampai setengah tahun Irish menggunakan mobil tersebut. Sedikit masalah tentu tidak terlalu berpengaruh pada kinerja mobil tersebut. Bahkan, tadi pagi Arthur ya
“Maaf, aku tidak bisa,” tolak Irish di saat dirinya dan Arthur sudah sangat berantakan. Sedari tadi Irish berusaha mengumpulkan sisa-sisa kewarasannya. Sebesar apa pun keinginannya, ia tak ingin terlena lagi. Untungnya, kalimat itu sempat terucap sebelum mereka benar-benar melakukannya. Meskipun sudah sangat terlambat. Irish menyadari seharusnya sejak awal dirinya menolak. Bukan malah diam saja dan membiarkan Arthur menyentuhnya. Sayangnya, ia perlu mengumpulkan sisa kewarasannya sebelum benar-benar menghilang. Dan akhirnya membiarkan Arthur melakukan apa pun. Arthur memang tidak memaksakan, sejak awal pernikahan mereka pun begitu. Tentunya dulu Irish senang karena merasa dianggap oleh lelaki itu. Namun, entah kenapa sekarang ada saja yang mengganjal di benaknya dan membuatnya tak nyaman melakukan itu.Meskipun Arthur masih berstatus sebagai suaminya dan melakukan ini bukanlah yang pertama bagi mereka. “Oke,” jawab Arthur setelah terdiam cukup lama. Kekecewaan itu tampak sangat j
Irish terkesiap dan spontan mundur selangkah. Ia membekap mulutnya yang nyaris memekik. Matanya melebar sempurna melihat guci besar setinggi kurang lebih satu meter yang tak sengaja dirinya pecahkan. Padahal, ia merasa berdiri agak jauh dari guci tersebut. Irish sengaja diam-diam berdiri di dekat pintu ruangan Arthur karena masih ingin menguping. Ia sangat penasaran dengan apa yang dibahas oleh Elyza dan Arthur. Namun, dirinya sangat ceroboh dan malah menghancurkan properti bernilai ratusan juta itu. Tak pernah mendengar Arthur berkata ketus pada Elyza sebelumnya membuat rasa penasaran Irish kian bertambah. Sebab, yang dirinya tahu lelaki itu selalu bersikap lembut pada Elyza. Kapan pun dan di mana pun itu. Bahkan, selalu mengabulkan permintaan wanita itu tanpa ragu. “Nyonya, Anda baik-baik saja?” tanya sekretaris Arthur yang langsung menghampiri Irish. “Maaf, aku tidak sengaja,” jawab Irish dengan perasaan campur aduk. Ceklek!Keributan yang terjadi tentu saja terdengar hingga k
“Eh, apa yang ingin kalian lakukan? Aku tidak mau!” protes Irish yang spontan bergerak mundur. Entah apa yang Arthur rencanakan. Kini di rumahnya ada beberapa make up artis yang sudah siap dengan peralatan lengkap. Melihat kedatangannya, Arthur langsung memerintah mereka untuk mendandaninya. Tentu saja ia menolak. Dirinya tak ingin pergi ke mana pun setelah ini. “Kita akan menghadiri resepsi pernikahan kolega bisnisku. Sudah agak terlambat, tapi tidak masalah. Acaranya sampai tengah malam. Kamu masih bisa mandi dan bersiap-siap. Mereka akan membantumu,” jelas Arthur yang menghampiri Irish. Irish menganga tak percaya. Ia mengetahui tentang pesta pernikahan salah satu kolega bisnis Arthur yanh berlangsung malam ini. Namun, dirinya tak mendapat undangan. Dan sekarang, tiba-tiba Arthur mengajaknya ke sana. Bahkan, setelah acara berlangsung. Padahal tadi siang mereka bertemu. “Aku tidak mau! Kamu tidak bisa seenaknya! Aku baru pulang dan belum istirahat!” Irish langsung menolak mentah-
Perubahan yang signifikan terlihat jelas dari wajah Arthur. Irish tahu pertanyaannya pasti menyinggung lelaki itu. Ia sengaja bertanya sekarang agar Arthur tidak bisa langsung melampiaskan amarah. Bukankah menahan amarah sangat menyebalkan?Jujur saja, sampai sekarang Irish memang masih memikirkan ‘tanggung jawab' pada Elyza yang pernah Arthur katakan. Berbagai asumsi muncul di kepalanya, termasuk yang ini. Sebab, Arthur dan Elyza mungkin telah melakukan banyak hal bersama. Irish sudah menunggu jika Arthur akan melampiaskan amarah. Namun, setelah cukup lama terdiam, lelaki itu malah tertawa. Kening Irish mengerut. Tidak mengerti bagian mana yang lucu. Atau jangan-jangan dugaannya memang benar? “Kalau kamu menghamilinya, maka bertanggungjawab lah dengan benar. Jangan buat namanya semakin buruk di mata publik,” bisik Irish lagi. Perasaan campur aduk mulai menggerayangi dada Irish. Namun, ekspresinya tetap tenang. Seolah-olah dirinya tak merasakan apa pun. Ia tidak terlalu terkejut ji
“Billy? Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu berpapasan dengan Arthur?”Irish yang baru keluar kamar dan hendak berbelok ke meja makan terkejut bukan main melihat Billy duduk manis di ruang tengah. Masalahnya, Arthur yang terburu-buru berangkat ke kantor baru berpamitan dengannya kurang dari 10 menit lalu. Namun, jika Arthur benar-benar berpapasan dengan Billy, tak mungkin lelaki itu masih duduk manis di sini. Arthur pasti langsung mengusir bahkan menyeret Billy keluar. Tak mungkin Arthur dan Billy tiba-tiba akur saat bertemu. Kecuali jika di depan umum. Itu pun bukan benar-benar akur. Biasanya Arthur dan Billy akan bersikap seolah tak saling mengenal ataupun menyapa. Kecuali jika ada hal penting yang terpaksa membuat mereka saling bicara. Namun, ketenangan itu tak mungkin terjadi jika mereka hanya berduaan. “Tentu saja tidak. Aku menunggu mobilnya pergi agak jauh sebelum masuk. Kamu se takut itu padanya? Apa dia selalu mengancammu?” tanya Billy seraya bangkit dari sofa dan meng
Gudang rumah ini bukan berisi barang-barang usang tak terpakai seperti yang Irish pikirkan. Mungkin lebih tepatnya tempat ini memang berisi barang bekas milik mendiang ibunya. Hingga foto-foto ibunya yang tak pernah Irish lihat pun terpajang di sini. “Aku yang menyimpan semuanya di sini. Aku memang jahat. Jangan terlalu terkejut,” celetuk Karina seraya membuka pintu lebih lebar. Irish tak menanggapi dan langsung melangkah masuk ke gudang tersebut. Gudang itu terlalu rapi untuk disebut gudang. Foto-foto ibunya terpajang di dinding. Bahkan, ada juga beberapa foto ibu dan ayahnya. Mereka tampak seperti pasangan yang bahagia. Ketika Irish masih kecil, ia sering dibuat penasaran dengan ruangan ini. Namun, tak pernah diizinkan masuk. Karina selalu mengatakan jika gudang itu kotor dan berantakan. Oleh karena itu, ia tidak pernah tahu isi dalam gudang ini sampai sekarang. Dan ternyata, apa yang Karina katakan dulu hanyalah kebohongan. Gudang ini tidak berantakan ataupun kotor. Ruangan ini
Pertanyaan itu membuat Irish terkesiap. Ia bingung harus memberi jawaban seperti apa dan mengatakan yang sebenarnya adalah opsi terakhirnya. Tak tahu harus menjawab apa, akhirnya Irish berpura-pura tidak mendengar dan fokus memilih pernak-pernik bayi di hadapannya. “Kalian mengunjungi makam orang tua Billy?” tebak Arthur sembari mendorong troli yang yang kosong dan mengikuti langkah Irish. Lorong ini cukup sepi. Hanya ada mereka saja di sini. Oleh karena itu, Arthur dapat bertanya dengan leluasa. Tebakan Arthur membuat Irish lebih terkejut lagi. Namun, tebakan itu akhirnya membuatnya memiliki alasan tanpa harus membongkar rahasianya. Irish berdeham pelan. “Iya. Kamu marah?” Meskipun hanya sebentar, Irish dan Billy memang sempat mengunjungi makam kedua orang tua lelaki itu sebelum pulang. Makam tersebut ternyata berada di tempat yang sama dengan lokasi makam Azura. Irish baru mengetahuinya kemarin. Orang tua Billy mengalami kecelakaan tunggal 5 tahun lalu dan meninggal di tempat.
“Kamu bersikukuh ingin cerai karena menyesal menikah denganku?” tanya Arthur tiba-tiba. Memecahkan kesunyian di antara mereka. Irish spontan kembali membuka matanya dan menoleh ke arah Arthur. Ia pernah mengatakan itu saat sedang emosi-emosinya. Padahal sebenarnya dirinya pun tidak tahu apakah penyesalan itu benar-benar ada atau tidak. Atau mungkin hanya sedikit saja. “Kamu sudah tahu, ‘kan? Kenapa masih bertanya?” sahut Irish yang tak berniat mengelak. Irish mengubah posisi telentangnya menjadi miring menghadap Arthur. Ia dapat melihat ekspresi lelaki itu menggelap. Menyiratkan amarah tertahan. Namun, Irish malah tersenyum miring sembari menopang kepalanya. Seolah sengaja menantang lelaki itu. “Karena harusnya kamu menikah dengan Ardian?” Arthur kembali melontarkan pertanyaan dengan nada datar. Irish menggeleng samar. “Dengan Ardian atau bukan, aku memang tidak sepatutnya menikah dengan orang yang belum selesai dengan masa lalunya. Seandainya aku menikah dengan Ardian dan dia ma
Irish mengerjapkan matanya. Tak menyangka Arthur dan Maudy malah membicarakannya di tengah malam begini. Pasti sengaja agar dirinya tak ikut menguping. Namun, semesta lebih berpihak padanya hingga akhirnya ia tetap mendengar pembicaraan mereka. Mendengar sepotong pembicaraan mereka membuat Irish yakin kalau Maudy sudah bercerita pada Arthur jika dirinya pergi dengan Billy tadi siang. Namun, entah kenapa Arthur masih bersikap santai. Seolah itu bukan masalah besar. Atau mungkin Arthur memang sudah tidak peduli lagi. “Jangan gila! Kamu ingin wanita itu terus memperalatmu?!” sembur Maudy dengan suara yang semakin meninggi. Seolah tak peduli jika ada yang mendengar ucapannya. “Irish tidak pernah memperalatku. Aku yang ingin seperti ini. Dan aku harap mama tidak mempersulitku,” jawab Arthur masih dengan suara pelan, namun menyiratkan ketegasan. “Justru, mama ingin mempermudah semuanya. Sekarang dia tidak punya pekerjaan. Dia pasti akan meminta segalanya padamu! Dia akan memanfaatkan an
“Apa? Elyza mengatakan itu pada mama?” tanya Irish dengan mata membulat sempurna. Irish berusaha menerima saat dirinya dibandingkan dengan Elyza. Ia tetap diam di saat Arthur mementingkan wanita itu. Namun, Irish tak bisa menerima tuduhan keji yang Elyza katakan tentangnya. Dirinya bukan wanita murahan yang menjajakan tubuhnya pada lelaki lain. Irish memang pernah mengatakan jika anak dalam kandungannya ini bukan darah daging Arthur. Namun, itu hanya bualan semata agar lelaki itu melepasnya. Elyza tak berhak menilainya terlalu jauh. Apalagi sampai mengatakan itu pada Maudy. “Kenapa? Kamu tidak terima?” Bukannya merasa bersalah atas perkataannya, Maudy malah kembali melontarkan balasan dengan nada tak kalah sinis. “Kamu pikir dengan kamu pergi diam-diam dengan lelaki lain tidak akan membuat orang berpikir macam-macam? Apalagi sudah berapa kali kamu melarikan diri bersamanya? Kamu pikir bisa mempermainkan putraku?!” sembur Maudy lagi. Irish akui dirinya memang salah karena menyembu
[Kamu di mana? Sudah siap? Aku menunggu di dekat pos satpam. Aku memakai mobil kakek.]Irish yang masih mengaplikasikan makeup di wajahnya melirik ponselnya yang menyala. Satu pesan masuk dari nomor Billy. Seperti biasa, lelaki itu akan datang lebih cepat dari waktu janjian mereka. Tak pernah membuatnya menunggu, malah dirinya yang membuat lelaki itu menunggu. “Sebentar lagi aku ke sana.” Irish pun langsung mengirim pesan balasan sebelum menyelesaikan kegiatan makeup-nya. Ia mempercepat pergerakannya agar Billy tidak menunggu terlalu lama. Setelah dirasa tak ada yang kurang, Irish bergegas keluar dari kamarnya. Irish meminta Billy mengantarnya pergi. Meskipun awalnya meminta diantar hari ini, Irish sempat meralat permintaannya dan mengatakan akan mengikuti waktu luang lelaki itu. Namun, Billy mengatakan memiliki waktu untuk mengantarnya hari ini juga. “Kamu mau ke mana?” Pertanyaan sinis itu membuat langkah Irish kontan terhenti. Sekarang sudah agak siang, ia mengira tak akan ada
Jawaban santai Arthur membuat Irish melongo. Ia tak membenci ibu mertuanya, namun setidaknya jika ingin pindah ke sini meskipun hanya sementara waktu, dirinya perlu tahu. Tahu sejak awal. Bukan tahu paling akhir, itu pun karena ketahuan. Irish curiga Arthur melarangnya pulang lebih cepat dari rumah sakit karena tak ingin rencananya terbongkar. Bukan karena lelaki itu masih mengkhawatirkan kondisinya. Menyebalkannya, Karina juga tidak bercerita jika Maudy pindah kemari untuk sementara waktu. “Kamu punya banyak waktu untuk bercerita. Kurasa di rumah ini tidak ada kamar lain yang bisa digunakan Mama,” balas Irish yang berusaha tampak santai. Meskipun Irish merasa tersinggung karena tak ada yang memberitahunya. Namun, ia tak ingin Arthur merasakan hal yang sama. Toh, sebenarnya ini wajar saja karena mereka memang masih berstatus sebagai keluarga. Walaupun tak mirip dengan keluarga. “Untuk sementara waktu aku memindahkan ruang kerjaku ke kamar kita. Jadi, Mama memakai ruangan itu. A
Penolakan Arthur membuat Irish mengingat apa yang pernah Billy sampaikan tentang kemungkinan Arthur juga tahu sesuatu. Sebenarnya ia tidak menaruh kecurigaan sama sekali pada lelaki itu. Dan sekarang kecurigaan itu mendadak muncul. Butik itu kini menjadi miliknya, Irish memiliki hak untuk melihat sehancur apa pun keadaannya. Bahkan, seharusnya ia sudah melihatnya dalam bentuk foto ataupun video. Namun, tak ada yang menunjukkan bagaimana keadaan butiknya sekarang padanya. Bahkan, pihak kepolisian yang kata Arthur akan memintai Irish keterangan pun tak datang sampai sekarang. Billy pun malah membahas kecurigaan aneh-aneh tentang orang-orang yang kemungkinan terlibat. Padahal untuk saat ini yang ingin Irish tahu adalah kondisi butiknya terlebih dahulu. “Apa maksudmu? Tahu apa? Kondisi butikmu hancur, apa yang mau kamu lihat? Puing-piungnya juga sudah dibereskan,” jawab Arthur yang kembali menoleh ke arah Irish. “Bagaimana pun kondisinya, aku ingin datang ke sana dan melihatnya sec