Mendengar pemberitahuan pelayan tersebut membuat ekspresi Irish berubah seketika. Ia nyaris tak percaya. Namun, ketika mengintip dari jendela di kamarnya yang terhubung dengan halaman depan rumah, Irish tak bisa menyangkal. Arthur benar-benar ada di sini. Arthur tahu dirinya dan anak-anak mereka berada di sini sejak melarikan diri dari rumah ayahnya. Selama itu juga, Arthur tak pernah sekali pun datang kemari. Dan sekarang, setelah lelaki itu mengacaukan sidang perceraian mereka, dia malah muncul di depan rumah kakeknya. “Apa dia ingin cari mati?” gerutu Irish sembari menatap Arthur yang bersandar di belakang pintu gerbang tinggi yang kini masih tertutup rapat. Dari kamarnya yang berada di lantai dua, Irish dapat melihat lelaki itu dengan jelas. Pintu gerbang yang tak dibuka padahal ada tamu menunjukkan jika Arthur tak boleh masuk. Seharusnya lelaki itu mengerti dan langsung pergi, bukan malah menunggu. Hari ini, kakeknya dan Billy memang sedang berada di luar kota. Seharusnya Iri
“Elyza sudah kembali. Bersiaplah, sebentar lagi Arthur akan meninggalkanmu.”“Setelah dua tahun menikah, bahkan kamu tidak bisa memberinya anak. Benar-benar tidak berguna.”Bisikan sang ibu mertua membuat manik mata Irish semakin memerah dan berkaca-kaca. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, menahan desakan air mata yang nyaris keluar. Tanpa memedulikan kata-katanya yang telah melukai menantunya, Maudy—mertua Irish langsung beranjak pergi dari sana. Irish masih membeku di posisi yang sama. Menatap lurus ke arah gerbang yang kini sudah kembali ditutup oleh security. Kemudian, tatapan beralih ke meja makan yang sedikit terlihat dari pintu utama. Meja yang masih penuh dengan berbagai menu masakannya yang belum tersentuh sama sekali. Arthur—suaminya terburu-buru pergi setelah menerima telepon entah dari siapa. Lelaki itu tak menjawab meski Irish sudah mencoba bertanya. Meninggalkan dirinya begitu saja padahal hari ini adalah anniversary pernikahan mereka yang kedua. Jangankan ing
Ringisan pelan lolos dari bibir Irish karena cengkraman Arthur hingga membuat pergelangan tangannya terasa perih. “Sakit. Lepas!” Irish pikir Arthur akan mengabulkan permintaannya dengan mudah. Namun, yang dirinya dapati malahan ekspresi lelaki itu semakin gelap. Tanpa peduli dengan Irish yang meringis meminta dilepaskan, Arthur malah sengaja menarik Irish hingga menabrak tubuhnya. “Apa? Cerai?” desis Arthur sinis. “Beraninya kamu meminta cerai? Kamu bukan siapa-siapa tanpa diriku!” sembur Arthur penuh penekanan. Sekuat tenaga Irish mendorong Arthur hingga akhirnya cekalan lelaki itu terlepas dari tangannya. Menyisakan rasa perih hingga berdenyut-denyut. Namun, ia mempertahankan ekspresinya tetap datar. Wanita itu mengangkat kepala membalas tatapan Arthur tak kalah sengit. “Aku ingin kita berpisah secepatnya. Dia sudah kembali. Kurasa sudah waktunya pernikahan ini berakhir,” jawab Irish tanpa ragu. Ekspresinya memang tampak sangat meyakinkan. Seolah-olah inilah yang di
Usapan lembut di kepalanya membuat Irish terbangun. Namun, ketika membuka mata, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah tatapan tajam suaminya. Ia spontan mengalihkan pandangan dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Saat itu pula Irish menyadari dirinya sedang berada di rumah sakit. Dan sudah pasti Arthur telah mengetahui kehamilannya. Lelaki itu tampak marah besar. Entah karena Irish menyembunyikan kehamilannya atau karena kabar kehamilan Irish bukanlah kabar yang menyenangkan bagi lelaki itu. Sepertinya opsi kedua lah yang paling tepat. Irish yakin Arthur pasti merasa jika kehamilannya hanya akan menjadi penghalang hubungan lelaki itu dengan Elyza. Ia menyentuh perutnya, khawatir Arthur gelap mata dan melakukan sesuatu yang buruk pada janinnya. “Kamu tidak bisa membawa anakku pergi,” ucap Arthur dingin. Suara dingin itu terasa amat menusuk hingga Irish bergidik ngeri. Ia berdeham pelan dan berkata, “Dia bukan anakmu. Tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggung
Penjelasan pria paruh baya di sampingnya membuat Irish berkaca-kaca. Tadinya ia tidak langsung mempercayai cerita pria itu. Namun, setelah melihat semua bukti yang Prayoga bawa, akhirnya Irish percaya jika pria paruh baya itu adalah kakeknya. Ayah kandung ibunya. Irish tidak pernah mengenal keluarga ibunya sebelumnya. Sebab, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya. Dan yang merawatnya selama ini adalah ibu tirinya. Tak pernah ada yang menceritakan tentang keluar mendiang ibu kandungnya. Tidak ada juga yang menemuinya selama ini. “Irish, Kakek tahu kamu pasti terkejut dan belum mempercayai Kakek sepenuhnya. Tapi, Kakek tidak berbohong. Kakek mencarimu selama ini. Maaf, Kakek terlambat menemukanmu,” tutur Prayoga sembari menggenggam tangan Irish yang berada di atas meja. “Harusnya Kakek menemuimu lebih awal. Sebelum mereka membuatmu menderita. Mereka benar-benar pandai menyembunyikan kebusukan mereka di depan umum,” lanjut Prayoga dengan alis menukik tajam, menunjukkan amarah terta
[“Berani-beraninya kamu mengirim surat gugat cerai padaku!”][“Di mana kamu?! Jangan bersembunyi!”]Mendengar bentakan Arthur membuat sebelah sudut bibir Irish terangkat. Setelah beberapa hari sebagai mematikan ponselnya, ia tak menyangka akan mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Arthur. Dan akhirnya ia memilih mengangkat telepon dari Arthur ketika lelaki itu menghubunginya lagi. Irish sengaja menonaktifkan ponselnya selama beberapa hari agar tidak diganggu oleh siapa pun. Waktu tersebut ia gunakan untuk menenangkan pikirannya. Dan begitu ponselnya menyala, gangguan itu kembali datang tanpa bisa dicegah. Sebelumnya, Arthur tak pernah sekalipun menghubunginya lebih dulu. Bahkan, lelaki itu selalu membalas singkat pesan darinya dan lebih banyak yang tidak dibalas. Apalagi jika ditelepon, Arthur selalu menolak telepon dari Irish. Seolah itu sangat mengganggu. “Kenapa aku harus takut? Aku tidak membuat kesalahan. Bukankah harusnya kamu senang? Setelah perceraian kita selesai, k
Tatapan tajam Arthur kian menusuk. “Kamu pikir bisa membodohiku?” “Kamu tidak percaya? Buktikan saja!” jawab Irish santai. Senyum manis menghiasi wajahnya yang menawan. Akhirnya, persidangan tersebut ditunda dan Arthur langsung menyeret Irish menuju ke mobilnya. Lelaki itu tak membiarkan Irish mengendarai mobil sendiri. Sebab, tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk melarikan diri lagi. “Aku tidak mau meninggalkan mobilku di sini!” tolak Irish yang berusaha melepas cekalan Arthur dan hendak memasuki mobilnya sendiri. Secara kebetulan, mobil Irish dan Arthur terparkir bersebelahan. Tadi, Irish tidak menyadari itu karena terburu-buru. Ia hanya asal memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Kemudian, langsung buru-buru masuk ke ruang persidangan. “Aku tidak akan kabur! Kalau perlu, kamu bisa mengikuti mobilku dari belakang!” Irish tak ingin satu mobil dengan Arthur meski hanya beberapa menit saja. Irish sudah benar-benar menyerah dan malas berurusan dengan Arthur. Jika
“Kamu—” “Apa yang kamu lakukan?! Jangan sakiti Irish atau kamu akan berurusan denganku!” Lelaki yang baru datang itu langsung mendorong Arthur sekuat tenaga. Kemudian, langsung menarik Irish ke sisinya. Sengaja berdiri di antara keduanya agar Arthur tidak memiliki kesempatan untuk menyakiti Irish lagi. Kedua lelaki itu saling melempar tatapan bengis. Terutama Arthur. Bahkan, wajah lelaki itu tampak merah padam dengan tatapan menggelap. Sedari tadi Arthur sudah menahan amarahnya yang nyaris meledak. Kini pengacau malah datang, merecokinya dan ingin menjadi pahlawan kesiangan. “Kamu siapa?! Jangan ikut campur!” bentak Arthur sembari menunjuk wajah lelaki di hadapannya. Lelaki bernama Billy itu tersenyum sinis. “Itu tidak penting! Aku hanya ingin memberi peringatan padamu, jangan pernah mengganggu Irish lagi! Apalagi sampai berani menyakitinya!” Irish yang menggenggam tangan Billy berusaha memberi isyarat agar lelaki itu tak perlu memperpanjang perdebatan. Ini rumah sakit dan
Mendengar pemberitahuan pelayan tersebut membuat ekspresi Irish berubah seketika. Ia nyaris tak percaya. Namun, ketika mengintip dari jendela di kamarnya yang terhubung dengan halaman depan rumah, Irish tak bisa menyangkal. Arthur benar-benar ada di sini. Arthur tahu dirinya dan anak-anak mereka berada di sini sejak melarikan diri dari rumah ayahnya. Selama itu juga, Arthur tak pernah sekali pun datang kemari. Dan sekarang, setelah lelaki itu mengacaukan sidang perceraian mereka, dia malah muncul di depan rumah kakeknya. “Apa dia ingin cari mati?” gerutu Irish sembari menatap Arthur yang bersandar di belakang pintu gerbang tinggi yang kini masih tertutup rapat. Dari kamarnya yang berada di lantai dua, Irish dapat melihat lelaki itu dengan jelas. Pintu gerbang yang tak dibuka padahal ada tamu menunjukkan jika Arthur tak boleh masuk. Seharusnya lelaki itu mengerti dan langsung pergi, bukan malah menunggu. Hari ini, kakeknya dan Billy memang sedang berada di luar kota. Seharusnya Iri
Penuturan Arthur membuat Irish terbelalak. Ia bisa menerima jika Arthur marah padanya karena dirinya tiba-tiba menggugat cerai lelaki itu. Namun, seharusnya kemarahan itu hanya Arthur perlihatkan saat bersamanya saja. Tak perlu membuat onar di tempat seperti ini. Irish tak menyangka Arthur akan melakukan ini. Memfitnah keluarganya seolah-olah keluarganya telah melakukan kesalahan. Keluarganya tak pernah memperalatnya. Justru, Irish mengurus gugatan ini sendirian. Kakeknya hanya membantunya mencari pengacara saja. “Jangan bicara sembarangan! Aku memang ingin bercerai denganmu!” balas Irish tajam. Irish sampai spontan berdiri. Jika akhirnya akan seperti ini, lebih baik Arthur tak perlu mendatangi persidangan ini. Ia kembali duduk saat menyadari orang-orang mulai menatapnya dengan sorot aneh. Ia memejamkan matanya sejenak, tak ingin semakin tersulut emosi. “Hubungan kita baik-baik saja. Lalu, tiba-tiba keluargamu membawamu pergi diam-diam. Kalai mereka mengancammu, harusnya kamu kata
“Mario masih belum mau mengaku siapa yang menyuruhnya. Tapi, aku sudah yakin orangnya pasti Arthur. Dia sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang Arthur katakan pasti dituruti,” ucap Billy pada Irish yang sengaja ia ajak makan siang di ruangannya. Kunyahan Irish terhenti sejenak. Namun, setelah itu ia kembali melanjutkan makan siangnya dengan tenang. Sebenarnya Irish sudah mengetahui persoalan ini dari kakeknya. Dan entah bagaimana cara menyelesaikannya karena Mario benar-benar tak mau mengatakan apa pun. Mario sudah Billy jebloskan ke penjara sejak lelaki itu menyerangnya tempo hari. Akan tetapi, hingga saat ini Mario tak mau membuka suara tentang siapa yang menyuruhnya. Lelaki itu malah mengatakan bergerak sendiri karena keinginannya. Alasan tersebut kurang masuk akal karena Irish tak memiliki masalah dengan Mario. Jangankan bersinggungan, saling berbicara pun hanya beberapa kali saja selama bertahun-tahun ini. Padahal jika lelaki itu mengaku, penyidikan akan lebih mudah dilakukan.
Bunyi ketukan high heelsnya terdengar seiring laju langkah Irish. Hampir setahun dirinya tak berani memakai high heels lagi karena khawatir akan membahayakan kandungannya. Setelah itu pun, sandal biasa masih menjadi andalannya karena lebih nyaman digunakan. Irish sudah terbiasa menangani butik, namun belum pernah bekerja di kantor sungguhan. Apalagi kantor sebesar milik kakeknya. Namun, cepat atau lambat, ia memang harus ikut mengelola perusahaan tersebut. Sebenarnya kakeknya memberinya pilihan, bekerja di kantor atau mencari butik baru, dan Irish memilih bekerja di kantor. Irish masih belum selesai dengan traumanya atas insiden di butik lamanya. Ia belum siap mengelola butik baru, lengkap dengan segala persiapannya. Untuk saat ini, masuk ke perusahaan kakeknya lebih masuk akal. Ini juga menjadi caranya untuk mempelajari strategi bisnis yang baik.“Selamat pagi, Bu Irish!” sapa beberapa karyawan yang berpapasan dengan Irish. “Pagi semuanya!” Irish menghentikan langkah sejenak dan m
Bukan hanya Arthur yang terkejut, Irish tampak jauh lebih terkejut lagi. Mendadak wanita itu menyentuh tangan Arthur, khawatir Arthur kalap dan memukul kakeknya. Dan benar saja, Arthur sudah menunjukkan gelagat akan mengamuk. Namun, orang-orang kakeknya lebih dulu datang. “Belum cukup Anda membunuh ayahku?! Anda juga ingin membunuh ibuku dan semua orang yang ada di sana?!” sentak Arthur dengan suara menggelegar. Beberapa orang sudah memegangi Arthur, seolah takut lelaki itu akan bertindak nekat. Melihat itu membuat Irish tak tega. Seharusnya tak perlu sampai seperti itu. Lelaki itu hanya ingin menuntut penjelasan darinya, bukan ingin menyakiti siapa pun. “Itu karena kamu membakar butik milik mendiang putriku. Ibunya Irish. Kamu yang menggunakan cara kotor untuk menjerat cucuku, itu hanya balasan kecil yang aku berikan. Rumahmu tidak rata dengan tanah seperti butik milik putriku!” balas Prayoga tak kalah tegas. “Aku menentang hubunganmu dan Irish. Selama ini kamu hanya menyakiti cu
Arthur menjadi tamu terakhir yang tiba di pesta yang diselenggarakan oleh Prayoga Mahesa. Ekspresi malas dan enggan tampak jelas di wajahnya. Namun, Arthur terpaksa mendatangi pesta tak penting ini demi mencari keberadaan Irish. Asistennya mengatakan jika supir taksi online yang Irish tumpangi saat melarikan diri itu pernah menemui Billy dan pergi bersama. Sejak awal, Arthur sudah curiga jika Billy ada kaitannya dengan menghilangnya Irish dan anak-anaknya. Dan ia harus menemukan Irish di sini. Arthur dan sekretarisnya menempati satu-satunya meja yang kosong di dekat pintu masuk. Karena saat ini sudah detik-detik menjelang waktu pembukaan acara, tidak perlu ada basa-basi tak penting. Arthur bisa langsung duduk dan mengabaikan beberapa orang yang menyapanya. “Ck! Kenapa acaranya lama sekali?!” Belum sampai 10 menit duduk, Arthur sudah mulai menggerutu. Arthur hanya ingin melihat Irish. Namun, sejauh mata memandang, ia belum menemukan keberadaan wanita itu. Entah karena memang Irish
“Bagaimana pun caranya, cari keberadaan istri dan anak-anakku secepatnya. Atau kalian akan aku pecat!” titah Arthur pada asisten dan lima orang anak buahnya. Sudah seminggu berlalu dan tidak ada satu pun anak buahnya yang berhasil menemukan Irish. Memang tak ada petunjuk mengenai keberadaan istri dan anak-anaknya. Meskipun begitu, seharusnya mereka tetap bisa menemukan petunjuk. Satu minggu bukan waktu yang singkat. “Baik, Tuan!” jawab seluruh anak buah Arthur secara bersamaan sebelum melenggang pergi dari ruangan sang tuan. Hanya asisten baru Arthur yang tersisa di sana. Sang asisten meletakkan sebuah undangan di atas meja Arthur. “Ada undangan dari Billy Mahesa. Acaranya pekan depan.”Arthur tak berminat melirik undangan tersebut sama sekali. Ia sedang tidak mau menghadiri acara tak penting, apalagi hanya undangan dari Billy. Fokusnya sekarang adalah mencari dan menemukan keberadaan Irish dan anak-anaknya. Bahkan, selama seminggu ini ia selalu menolak undangan di luar jam kerjany
Sembari menghapus air matanya yang meleleh tanpa ia sadari, Irish bergegas pergi dari rumah ayahnya. Keadaan di luar kamarnya sepi, seperti yang dirinya inginkan. Mobil Billy menunggunya di area yang cukup jauh dari rumahnya. Katanya area tersebut tak terjamah CCTV. Karina dan Tristan masih menunggu di samping mobil. Sedangkan Kenneth dan Kennedy sudah berada di dalam mobil Ketiganya berpelukan singkat. Sebagai tanda perpisahan. Padahal sebenarnya mereka masih bisa bertemu kapan pun. “Hati-hati. Masalah Arthur, biar kami yang urus,” ucap Karina sebelum melepas rengkuhannya. “Terima kasih. Maaf mengganggu istirahat kalian.” Setelah mengatakan itu, Irish bergegas masuk ke mobil Billy. “Tidak ada yang tertinggal?” tanya Billy yang sudah menggendong Kennedy. Sedangkan Kenneth berada di car seat bayi di samping lelaki itu. Irish menggeleng samar. “Aku tidak membawa apa pun.”Billy langsung meminta supirnya melajukan mobil. “Oke. Kakek sudah menyiapkan semuanya. Kamu memang tak perlu
“Masih berani kamu datang ke sini?!”Irish menatap tangannya yang baru saja mendarat di wajah Arthur. Ia tak berniat menampar lelaki itu. Namun, melihat kedatangan Arthur membuat emosinya terbakar. Sehingga Irish tak bisa mengontrol pergerakannya sendiri. Tetapi, ia tidak menyesal. Irish yakin Arthur sudah mengetahui apa yang menimpanya semalam. Dan seharusnya, lelaki itu tak perlu menemuinya lagi. Melihat wajah Arthur membuat sakit di hatinya kian terasa. Apalagi lelaki itu memasang ekspresi seolah tak tahu apa-apa. Mengabaikan nyeri di wajahnya, Arthur pun menyentuh bahu Irish. “Ada apa, Sayang? Kamu dan anak-anak baik-baik saja, ‘kan? Maaf aku baru datang. Aku dengar Mario menyerangmu.”Irish tertawa sinis. “Hanya mendengar? Atau itu perintahmu?”Billy memang mengatakan kemungkinan besar Arthur bukanlah dalang dari penyerangan Mario semalam. Irish pun tak tahu kebenarannya. Akan tetapi, yang dirinya tahu selama ini, Mario sangat loyal pada Arthur. Apa pun yang lelaki itu perintah