Share

Setahun Tanpa Sentuhanmu
Setahun Tanpa Sentuhanmu
Penulis: pramudining

1. Menggoda

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Happy Reading

*****

Baju tipis berbahan dasar satin warna merah menyala dikenakan. Lipstik serta make up lainnya juga sudah dibubuhkan. Sentuhan terakhir adalah menyemprotkan parfum pada titik-titik tertentu sensitifnya. Risma tersenyum menatap tampilannya kali ini.

'Aku yakin kamu akan menyentuhku malam ini, Mas. Lelaki mana yang nggak akan tergoda saat melihat perempuan memakai pakaian seperti ini. Harusnya, aku gunakan lingeri ini dari dulu.'

Sudah lebih setahun perempuan bernama Risma Oktarini menikah dengan Riswan Rahardian. Biduk rumah tangga mereka memang dibangun bukan berdasar rasa cinta selayaknya pasangan kekasih lain. Semua terjadi karena janji yang terucap oleh kedua ayah mereka.

Suara pintu kamar mandi dibuka terdengar, Risma menoleh. Ada suaminya yang menatap intens dengan bola mata terbuka sempurna. Kesempatan itu tidak dibiarkan begitu saja olehnya.

Risma berjalan dengan sangat sensual mendekati Riswan. Sengaja menyentuh pipi dengan sangat pelan. Menempelkan bibir tepat di bawah jakun sang suami, lalu mengecup singkat. Hilang sudah rasa malu sebagai perempuan. Di pikirannya saat ini, hanyalah mencari tahu posisinya di hati sang suami.

Berdesir darah Riswan mendapat perlakuan seperti itu. Namun, reaksi selanjutnya sungguh menjengkelkan bagi Risma.

"Maaf, Dik. Aku harus ke tempat Ayah hari ini. Ada hal penting yang harus dibicarakan." Riswan menggeser posisi tubuh sang istri seolah-olah dia jijik.

Pandangan perempuan itu berubah marah. "Apa aku terlalu menjijikkan untuk kau sentuh, Mas? Hingga setahun pernikahan belum juga kau tunaikan hakku. Aku capek, Mas. Setiap kali ditanya Ibu atau Ayah kapan bisa ngasih cucu." Suara Risma meninggi. Dia menghapus lipstik serta riasan wajah. Segera naik ke ranjang dan menarik selimut tebal menutupi seluruh tubuh.

"Dik, aku perlu waktu menyiapkan semua." Riswan menyentuh bahu istrinya.

"Butuh waktu berapa lama lagi, Mas? Kita sudah menikah lebih dari setahun. Apa masih kurang?" Risma bangun dan menyandarkan tubuh pada kepala ranjang. "Jujur saja, Mas. Apa kamu mencintai perempuan lain? Kalau seperti itu, mengapa kamu nggak nolak perjodohan kita?"

Lelaki berumur 27 tahun itu menatap ke depan. Pandangannya kosong, entah apa yang dipikirkan.

"Mas, jawab!" Risma mulai kehilangan kesabaran. Jika selama setahun dia masih bisa menahan semua, tetapi tidak kali ini. Semua harus jelas sebelum mereka melangkah terlalu jauh dan menyakiti hati seluruh keluarga.

"Aku belum siap punya anak. Masih banyak yang mau aku raih," ucap Riswan lirih seolah ada beban yang tersimpan.

"Mas, dengar. Kita sudah memiliki segalanya untuk menjadi orang tua. Dari segi umur dan ekonomi kita mampu. Lalu, kesiapan apa lagi yang dibutuhkan? Kita tinggal berproses mewujudkan keinginan orang tua, perkara hasil biarlah Allah yang menentukan." Risma mulai kehilangan kontrol. Sedikit berteriak agar keinginannya terpenuhi.

"Aku tahu, tapi aku belum siap punya anak!" Riswan juga mulai terpancing emosi. "Sudahlah. Aku capek dengan bahasan kita yang tiap hari seperti ini."

"Kalau kamu nggak siap punya anak. Kenapa menikah, Mas?" Tangis Risma pun pecah. Tak kuat menanggung beban mental dan desakan dari keluarga. Setiap kali menyinggung masalah anak, maka Risma yang selalu terlihat bersalah.

Ya, sebagian masyarakat masih memandang jika dalam pernikahan belum juga dikarunia anak. Maka, pihak perempuanlah yang akan selalu dicurigai tentang kesuburannya. Jarang mereka berasumsi seorang lelakilah yang mengalami gangguan.

"Aku ke rumah Ayah. Nggak usah nunggu." Riswan meninggalkan istrinya yang menangis.

"Jahat kamu, Mas." Risma kembali berteriak dan melempar bantal ke arah pintu. "Sudah sepenuh hati aku menerima perjodohan ini dengan ikhlas. Melayanimu dengan segenap jiwa raga bahkan aku merelakan studiku nggak lanjut." Mengeluh sendiri dalam kamar berikuran 5x7 m, Risma menumpahkan segala kesakitan hatinya.

Cepat perempuan itu mengganti pakaian. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh, Risma segera mengenakan kerudung dan keluar dari rumah. Sampai di garasi, dia melihat mobil sang suami yang terparkir dengan rapi.

Tumben naik motor. Bukannya kamu nggak suka, ya.

Mengembuskan napas panjang, Risma urung keluar. Mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. setelah berbincang sejenak dia masuk ke kamar. Mencoba memajamkan mata walau pikirannya berkelana entah ke mana.

*****

Sampai di rumah orang tuanya, Riswan langsung masuk kamar. Sapaan sang Bunda yang menanyakan keberadaan tak digubris. Lelaki itu malah mengunci pintu kamarnya. Duduk bersandar di tepian ranjang sambil memegang kepala.

'Maafkan aku, Dik. Aku nggak bisa menyentuhmu saat ini. Aku tahu hatimu terluka, tapi aku jauh lebih terluka lagi. Aku sangat tersiksa dengan keadaan ini.'

Riswan menangis dalam diam. Perlahan tetesan air dari langit terdengar menghantam genteng, lelaki itu teringat pada istrinya yang sendirian di rumah. Mengusir rasa bersalah dalm hati, dia mengirimkan chat permintaan maaf.

ketukan pintu terdengar kembali. Suara bundanya terdengar. "Ris, boleh Bunda masuk?"

Riswan yang tengah asyik dengan lamunan dan angannya tersentak kaget. Cepat dia membuka pintu setelah membereskan semua. "Bunda mau ngomong apa?" kata si putra tunggal.

Perempuan berdaster batik khas ibu-ibu rumahan, duduk di kursi depan meja rias. "Duduk!" perintahnya. Tepat di hadapan perempuan itu ada ranjang. Sekarang posisi mereka sudah berhadap-hadapan. "Mas tengkar sama Risma?"

Tergagap, Riswan menjawab, "Nggak lho, Nda. Kenapa pertanyaannya gitu amat."

Perempuan pemilik nama Rofiqoh itu mengembuskan napas. "Wajar Bunda tanya seperti itu, Mas. Nggak biasa kamu pulang ke rumah sendirian. Bunda nyapa tadi kamu langsung masuk kamar." Dia menjeda ucapan. meneliti perubahan wajah putranya. "Kalau ada masalah selesaikan berdua terlebih dahulu. Jangan meninggalkan rumah dalam keadaan marah. Pertengkaran dalam rumah tangga itu adalah hal wajar."

"Nda, Mas nggak lagi tengkar sama Risma. Niat ke sini tadi mau nemui Ayah terkait ruko yang akan kita sewa di dekat pasar."

"Lalu, kenapa kamu langsung masuk kamar? Kenapa nggak nyari Ayah padahal beliau ada di ruang tengah lagi nonton berita." Rofiqoh masih terus mendesak.

"Mas cuma kangen sama kamar ini, Nda. Biarkan Mas sendiri dulu di sini. Setelah itu baru menemui Ayah."

Melihat raut permohonan putranya, Rofiqoh akhirnya luluh. Dia keluar kamar dan membiarkan Riswan sendiri. Namun, dia masih merasakan kejanggalan dari kedatangan putranya. Biarlah dia akan mencari tahu lewat sang menantu. Ada masalah apa sebenarnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
pramudining
Terima kasih, Kak. sudah berkenan membaca cerita ini. ............
goodnovel comment avatar
Sofwan Nasir
bagus sy baca sampe hampir 80 %
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2. Awal Pernikahan

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, Risma meminta ijin ke rumah orang tuanya. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, bersamaan dengan keberangkatan Riswan. Dia pun bersiap pergi."Tunggu! Biar Mas mengantarmu," perintah Riswan. Sebagai suami yang bertanggung jawab, dia tidak akan membiarkan istrinya keluar rumah sendirian. Apalagi istrinya itu akan mengunjungi orang tua."Nggak usah sok perhatian, Mas. Aku bisa naik motor sendiri." Risma mengambil tasnya dan bersiap keluar kamar.Riswan mencekal tangan sang istri, menatap manik mata Risma. "Kamu memang bisa berangkat ke rumah Ibu sendiri, tapi pikirkan pertanyaan selanjutnya." Lelaki itu mengeratkan pegangan tangan pada istrinya dan memaksa berjalan beriringan ke arah mobil. Memaksanya masuk, duduk di sebelah kemudi."Kenapa baru sekarang memikirkan perkataan orang tua kita?" tanya Risma saat mobil sudah berjalan, "di mana jawabanmu saat semua orang bertanya tentang anak padaku, Mas?" Suaranya mulai bergetar."Dik, semalam kit

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   3. Sang Mantan

    Happy Reading******"Mungkin aku nggak bisa bantu, tapi ada salah satu rekan yang akan mendengar semua keluhan dan memberi solusi. Lagian nggak enak juga kalau kamu harus konsul ke aku. Akan ada fitnah pastinya." Perempuan berjilbab dengan jas warna putih dan senelli di bahunya berjalan beriringan dengan Riswan."Terima kasih, sudah mau membantu." Riswan mengatupkan dua tangannya."Sama-sama. Sudah tugasku sebagai dokter untuk membantu pasiennya." Perempuan bernama Iklima Rahayu. Dia adalah salah satu perempuan yang dulunya dekat dengan Riswan. Cukup populer sebagai kekasih si lelaki."Gimana kabar si kecil?""Sudah lama kayaknya kamu nggak ketemu sama Dara. Mainlah ke rumah sesekali jangan ngurus persatean melulu." Iklima tertawa, nyaris melupakan bahwa sekarang dia sedang di rumah sakit tempatnya dinas."Ya gimana kalau nggak ngurus sate. Mau makan apa aku? Secara aku bukan pegawai negeri sepertimu" Riswan tertawa, tetapi di dalam hati merasakan sakit yang teramat. "Aku pulang dulu

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   4. Sebatas Sahabat

    Happy Reading*****"Apaan sih, Mas?" sanggah Risma, "datang-datang malah nuduh yang nggak jelas. Zikri itu sahabatku dari bayi. Lagian kami bertetangga. Wajar dong dia main ke sini.""Kamu anggap hal ini wajar? Ikut aku!" Riswan menarik pergelangan tangan istrinya. Masuk ke kamar mereka ketika berkunjung.Ayahnya menatap bingung. Sementara dua wanita yang sejak tadi berjibaku di dapur tergopoh penasaran."Lepas, Mas! Sakit tahu," pinta Risma sambil tangannya berusaha melepas cekalan sang suami."Maaf," ucap Riswan. Dia melihat tangan dang istri memerah. "Mas nggak suka lihat kamu deketan sama Zikri.""Kenapa nggak suka? Aku, kamu larang deket sama Zikri. Lalu, kenapa kamu masih deket sama mantanmu?" Risma menatap nyalang, seolah menantang kemarahan suaminya."Mantan yang mana?""Oh!" jawab Risma kaget. "Mantanmu banyak berati, ya. Semakin mantap aku untuk berpisah.""Risma!" teriak Riswan penuh emosi. "Buang jauh-jauh pikiran negatifmu. Aku nggak seperti yang kamu pikirkan."Suara k

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   5. Pertengkaran Terulang

    *****Puas melampiaskan keinginannya yang tak bisa dicegah, Riswan keluar kamar mandi di dekat dapur. Saat itu, Risma baru saja turun untuk mengambil minum. Dilihatnya sang suami dengan rambut basah dan wajah yang terlihat segar."Mas mandi malam-malam? Terus pake handuk sama sabun siapa?" Risma mulai mengintimidasi. Matanya awas menatap Riswan dari ujung kaki hingga kepala.Ditanya seperti itu oleh istrinya, Riswan gelagapan. "Aku gerah, Ris, jadi mandi. Ada sabun cair di dalam. Ibu juga naruh tumpukan handuk di lemari kecil dekat bak.""Emang dari warung belum mandi?" Risma masih terus mengejar."Ya belumlah. Dari warung tadi aku langsung ke sini. Rencana jemput kamu, tapi ternyata kamu minta nginep." Riswan sudah seperti maling yang akan tertangkap. Padahal, hanya hal sepele. Dia sering melakukannya juga di rumah. Mandi tidak pada umumnya.Sekarang, semenjak sang istri menuntut haknya. Hal sekecil apa pun yang memicu kecurigaan Risma akan menjadi pertanyaan besar dan berkepanjangan

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   6. Bertemu

    Happy Reading***** Riswan begitu bahagia bertemu dengan putrinya Iklima, Dara Narendra. Sampai-sampai menyeruh si sahabat untuk memvideokan aktifitas mereka. Sebelum bertemu dengan orang yang akan membantunya, sengaja si lelaki menyempatkan diri mampir ke rumah Iklima. "Wan, dia udah ada di rumah. Baiknya kamu langsung ke sana. Dua jam lagi dia harus ke rumah sakit lagi," kata Iklima. "Oke. Rumahnya no 25 kan?" "Iya." Disertai anggukan Iklima. "Sorry aku nggak bisa nemeni." "Its okey." Riswan mencium pipi Dara beberapa kali setelannya meninggalkan mereka. Rumah dengan nomor 25 terletak tak jauh dari tempatnya kini. Menurut Iklima, dokter tersebut adalah salah satu sahabat Iklima pas SMA dulu. Agak ragu sebenarnya si lelaki harus berkonsultasi dengan seseorang yang belum dikenalnya. Akan tetapi, Riswan mencoba menepis semua rasa canggung itu. Tuntutan dan tekanan dari Risma membuat pening keoala dan memaksanya harus melakukan. Ragu-ragu, dia memencet bel yang berada di luar pa

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   7. Alasan Klasik

    ***** "Apa?" tantang Risma tak mau kalah. "Bukannya Mas juga menikmati saat-saat bersama mantan dan putrinya." Dia sengaja menggandeng tangan Zikri untuk menyingkir. "Jangan gini, dong, Ndut. Aku makin merasa bersalah. Dikira pebinor nanti." "Biarin. Dia aja seenaknya kok. Masak aku nggak boleh?" Risma tetap menggandeng tangan Zikri dan membiarkan suaminya melihat dengan mata membulat. "Risma!" panggil si lelaki yang telah berstatus suaminya. "Berhenti atau aku akan melarangmu nginep di rumah Ayah." Si perempuan berbalik. "Beraninya cuma ngancam. Larang aja, aku bakalan minggat." Zikri menganga, omongan si sahabat ngawur saja saat emosi. Apa katanya tadi, minggat? Mau ke mana Risma, jika pergi paling jauh saja cuma di kecematan sebelah. Ingin rasanya tertawa, tetapi jelas akan memperparah keadaan. "Ya udah terserah kamu. Jangan nyalahin, Mas, kalau Bunda sampai menginterogasimu nanti." Santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, Riswan berbalik arah akan meninggalkan

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   8. Curiga

    ***** Risma baru akan mendengarkan percakapan suaminya kembali. Namun, suara panggilan dari perempuan yang telah melahirkannya terdengar. Gegas dia menghampiri tak berapa lama setelahnya kedua mertua menyapa. Kedua orang tua dan mertua Risma tampak berbahagia. Dua sahabat yang tak setiap hari bertemu itu saling melempar candaan. Risma mengatur napas panjang dan perlahan meninggalkan mereka. Duduk pada sebuah meja kosong sambil memperhatikan interaksi sang suami dengan para sahabatnya. Andai dia mengundang Zikri beserta keluarga pasti tak akan kesepian seperti sekarang. Di saat suaminya sibuk dengan para tamu, dia malah sendiri merenungi nasib. Saat tatapan Risma tak menemukan sosok Riswan. Rasa khawatir itu datang apalagi Iklima juga menghilang padahal tadi keduanya terlihat bersenda gurau. "Di mana mereka? Apa mungkin lagi kencan? Kenapa aku bisa kecolongan." Celingak-celinguk mencari sosok suaminya, Risma dikejutkan dengan sebuah suara. "Sayang, makan dulu." Menengok ke sumber

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   9. Mencoba

    Hari semakin larut saat dua pasangan muda itu sampai di rumah. Dua hari berada di kediaman orang tuanya membuat Risma rindu dengan kamar yang setahun ini telah menjadi saksi bisu perjalanan rumah tangganya. Teringat kembali tentang wanita yang membuat suaminya enggan berpaling menatap yang lain. Dia bertekad akan meluluhkan hati Riswan.Bisa jadi, usaha Risma kurang maksimal untuk menarik perhatian suaminya. Berjalan ke arah lemari. Kembali, perempuan itu mencari koleksi baju seksi yang beberapa waktu lalu dibelinya. Kali ini, warna hitam menjadi pilihan. Membayangkan Riswan akan menatapnya dengan buas, jantung Risma berdetak cepat.Sebelum lelaki itu masuk kamar, gegas Risma mengganti pakaiannya. Menyemprotkan parfum yang katanya bisa membangkitkan libido seoarang lelaki. Riasan minimalis juga disapukan ke wajah. Malam ini, rencananya tak boleh gagal. Hampir setengah jam berlalu, akhirnya pintu kamar dibuka.Menatap pose menantang sang istri di atas ranjang, Riswan berjalan mendeka

Bab terbaru

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   208. Rencana Masa Depan

    Happy Reading*****"Kok, bisa nyusul ke sini, Pa?" tanya Hirawan pada Riswan, tetapi matanya malah menatap Rosma. "Bisalah. Apa sih yang nggak bisa dilakuin buat mantu kesayangan Papa," sahut Risma setengah menggoda putranya. Bukan berarti dia tidak bersedih dengan kematian bayi Dara, tetapi lebih kepada memberikan sedikit hiburan pada dua lelaki yang wajahnya terlihat sedih dan sangat lelah. "Hmm, ternyata anak ayah udah kangen sama suaminya. Baru juga nggak ketemu sehari kemarin," tambah Farel. Dia memeluk sahabatnya itu dan menyalami Risma serta Fattah. "Bukan gitu, Yah. Adik kepikiran sama Kak Dara, makanya minta Papa sama Mama buat nganter ke sini," jelas Rosma merasa tak enak hati. Tak ingin semua orang salah paham dengan kehadirannya sekarang. "Beliau semua bercanda, Yang. Nggak perlu diambil serius gitu," kata Hirawan. Segera menarik sang istri dalam pelukan dan menciumi wajah serta keningnya. "Banyak orang, woy," teriak Fattah tak terima jika pasangan muda itu berbuat d

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   207. Terguncang

    Happy Reading*****Hirawan segera membangunkan ayahnya."Ada apa, Mas?""Kak Dara lari, Yah.""Astagfirullah. Lari ke mana?" Farel berdiri dan langsung mencari putrinya. "Ke arah mana dia tadi pergi?""Kanan, Yah." Hirawan mulai panik. Pergerakan Dara sungguh cepat. Mereka berdua berpisah di persimpangan lorong. Hirawan sudah hampir mencapai pintu keluar khusus tamu pengunjung. Keadaan larut malam dan sepi membuatnya mudah mengenali sosok Dara yang hampir mencapai gerbang. "Kakak," panggil Hirawan, Dara menoleh. Namun, perempuan itu malah sengaja mempercepat langkah. Tak mau terjadi apa-apa dengan kakak iparnya, Hirawan berlari dan menarik pergelangan tangan Dara. Si perempuan mendelik sebal. "Lepas, Wan. Kakak mau nyari orang yang sudah nabrak tadi. Kakak bakalan tuntut dia karena sudah membunuh anakku," teriak Dara di tengah sepinya malam. "Kak, jangan seperti ini. Kasusnya sudah ditangani pihak berwenang. Kakak nggak boleh main hakim sendiri," peringat Hirawan. Dia masih meme

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   206. Janin Dara

    Happy Reading*****Risma mendelik mendengar cerita Iklima. Sedikit berteriak ketika memanggil Hirawan. Suami Rosma itu pun setengah berlari mendekati mamanya. "Ada apa, Ma?""Cepatan ambil perlengkapanmu dan segera temani ayahmu, Dik," kata Risma panik. Tanpa bertanya, Hirawan berbalik arah dan segera mengambil perlengkapannya di kamar. "Ada apa sebenarnya, Ma?" tanya Riswan pada sahabatnya, Iklima. "Dara, Wan. Sekali lagi, aku teledor menjaga anak itu," kata Farel menjawab pertanyaan besannya karena sang istri masih sesenggukan. Riswan mengembuskan napas panjang. Dia merangkul sahabatnya. "Tenangkan Dirimu, Rel. Kamu akan menempuh perjalanan panjang."Beberapa menit kemudian, Hirawan muncul di depan kedua orang tua dan mertuanya. "Ayo, Yah. Kita berangkat sekarang."Tanpa bertanya ada masalah apa, sang menantu mengajak mertuanya pergi. Riswan dan Risma menganggukkan kepala, tanda mereka setuju. Demikiam juga Rofikoh dan Fadil yang baru saja bergabung. Setelah bersalaman, Hiraw

DMCA.com Protection Status