Aldo memegang gelas yang pinggirannya berembun. Isinya air dingin. Hendak ia siramkan pada adik perempuan kesayangannya yang sangat kebo dan masih asik bergelung nyaman dalam selimut. Dengan sekali ayunan, isi gelas itu sudah tumpah membasahi si tukang tidur.
"ADUH DINGINNNNN!!!!" Titan langsung melek selebar-lebarnya, terduduk di kasurnya dengan selimut tersingkap.
"Bangun nggak?! Atau habis ini gantian lo mau gue siram pakai air termos, Dek?" Aldo mengancam setelah mengguyur adik perempuannya dengan segelas air dingin tadi. Tangannya sudah berkacak pinggang dengan wajah tidak sabaran. Menanti dengan gemas agar adiknya yang bandel itu segera bangun dan lekas bersiap ke sekolah.
Namun tetap saja, Titan berusaha tak peduli, ia kembali menarik selimut, hendak melanjutkan bobo cantiknya. Padahal tubuhnya juga sudah basah menggigil karena kedinginan, tapi Aldo tentu tidak akan membiarkan gadis itu tidur lagi. Ia kembali menyibak selimut Titan dan menarik tangan Titan sampai gadis itu terjatuh dari kasur dengan suara debaman keras. Sungguh sebuah keributan yang tidak pernah absen di tiap pagi antara kakak beradik ini.
"Aduh, dasar abang laknat! Tega banget tarik-tarik adeknya sampai jatoh! Kalau kepentok terus imutnya Titan hilang gimana?! Mau tanggung jawab?!" Titan mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus pantatnya yang menabrak lantai dengan keras tadi.
"Lo mau ngebo sampai kapan, hah? Ini udah jam tujuh. Bel di sekolah lo lagi bunyi sekarang sementara lo baru bangun." Aldo menatap adiknya lempeng. Sudah hampir menyerah dengan tingkah malas Titan yang sudah kelewatan. Dirinya waktu SMA dulu bahkan tidak pernah semalas ini. Heran....
"HAH???!! BANG ALDO SIH AH KOK NGGAK BISA BANGUNIN TITA-AWWW IYA-IYA TITAN MANDI NIH MANDI, AMPUN!!!" Titan melepaskan jeweran abangnya dan segera ngacir ke kamar mandi setelah meyambar handuk di jemuran. Gadis itu pasti hanya akan sekadar mandi bebek.
"Ampun dah. Kalau Mama sama Papa nggak balik-balik dari luar kota terus gue yang mesti ngurusin nih bocah tiap hari, makin pendek umur gue pasti ya ampun...." Aldo mengelus-ngelus dadanya sendiri, berusaha banyak-banyak sabar. Dia tidak mau menua sebelum waktunya cuma karena mengurusi Titan si anak bandel.
Selesai mandi, Titan memakai seragamnya dengan buru-buru. Rambutnya masih acak-acakan, lupa untuk disisir. Dasinya bahkan lupa ia pasang. Ia lalu segera berlari untuk turun ke lantai satu. Mengambil roti di meja makan dan memakannya rakus seperti belum diberi makan selama tiga hari. Ia melihat jam dinding di ruang makan yang menunjukkan sudah pukul 7.25. Sepertinya dia harus pasrah saja akan sekolahnya hari ini.
"Bang, hari ini Titan mimpi buruk. Itu pertanda kalau hari ini Titan bakalan apes, Bang. Lagian ini udah telat banget. Titan mau bo-"
Ucapan Titan tidak didengarnya sampai selesai. Sudah capek mendengar adiknya yang absurd itu, Aldo langsung menyeret Titan menuju mobil tanpa basa-basi.
****
7.45.
Titan baru sampai di sekolah sekitar pukul segitu. Salahkan saja mimpinya. Salahkan dinosaurus dalam mimpinya semalam. Salahkan juga Aldo yang telat menyiram Titan, yah walau kalau tidak begitu ya Titan pasti masih molor. Pokoknya, salahkan siapa saja selain dirinya.
Sekarang karena sudah terlambat, Titan harus memutar otak. Dia berdiri sepuluh meter dari gerbang depan dan harus berpikir keras tentang bagaimana caranya selamat sampai kelas dengan jiwa dan raga yang masih utuh. Dia tidak boleh sampai ketahuan terlambat pokoknya. Dia tak mau kena hukuman.
Maka Titan berlari menuju gerbang belakang, maksud hati ingin cari aman dari satpam sekolah yang biasanya cuma mejeng di gerbang depan. Dirinya menatap sedikit ragu ke arah gerbang belakang SMA Garuda yang tingginya sekitar 2,5 meter. Baru kali ini dia hendak masuk lewat jalur sini. Titan menarik napas dalam-dalam untuk menghapus ketakutannya, lalu berkata dalam hati kalau pagar ini masih sangat logis untuk dipanjat.
Titan mulai memanjat. Ternyata mudah. Percuma dia sudah takut duluan tadi. Oke, sepertinya Titan memang ada bakat tersembunyi menjadi monyet sehingga dia bisa dengan gampangnya memanjat walau memakai rok sepan sekolahnya.
Saat sudah sampai di atas gerbang dan hendak melompat turun, tiba-tiba gerbang itu seperti baru saja ditendang seseorang hingga bergetar kuat. Titan yang belum siap pun langsung terjerembap keras ke paving block karena tidak bisa menyeimbanngkan tubuh. Beruntung refleksnya cukup bagus, ia berhasil jatuh dengan posisi bersujud dan tangan yang membantu menahan bobot tubuhnya sendiri. Jadi kepalanya aman. Yah, walau lututnya harus berakhir nyut-nyut karena sukses menghantam lantai duluan dan ikut menahan bobot tubuhnya.
"Jatuh ya? Kasihan.... lagian si bego, gerbang nggak dikunci kok malah repot-repot manjat." Terdengar suara penuh ledekan dari seseorang yang begitu tidak asing. Oke, karena ingatan Titan masih bagus, dia ingat betul suara ini milik si cowok edan yang ia siram kopi panas kemarin.
"Lo-" Titan baru sajamembuka mulut untuk bicara, tapi omongannya hanya sampai di ujung lidah karena sudah keburu disela.
"Iya ini gue, kenapa? Gue udah bantuin lo buat turun dari gerbang kan? Nyadarin lo dari kebodohan lo yang kayaknya emang udah meresap sampai ke DNA sama RNA. Silahkan bilang makasih," potongnya cepat dengan tangan bersedekap di depan dada. Mata cowok itu menatap sinis ke arah Titan yang masih berlutut di bawah.
"Hah? Apa lo bil-" ucapan Titan keburu dipotong untuk kedua kalinya.
"Kan gue udah kasih tahu lo kemarin, gue nggak bakal lepasin lo selanjutnya. Gue bakal sepenuh hati ngeganggu lo! Ingat itu ya!"
Kalimatnya dipotong. Lagi.
"Lah-"
"Karena lo udah bikin gue sama teman-teman gue apes seharian kemarin. Lo tahu? Gue sama teman-teman gue disuruh bersihin gudang belakang sampai bersih mengkilat. Lo tahu sendiri kan itu gudang kagak pernah dipakai dan debunya ampun-ampun. Habis beresin gudang eh malah telat masuk jam Bu Damara jadi kita kena hukum lagi disuruh bersihin toilet belakang. Lo tahu itu toilet baunya kayak napas naga?! Habis selesai beresin toilet, gue haus banget jadi beli minum di kantin dan ketahuan lagi sama guru piket jadi gue disuruh nyapu lorong depan tiap hari selama seminggu nanti. Belum lagi tugas sekolah yang harus tetap gue kelarin. Jadi intinya gue nggak bakalan biarin lo merdeka di sekolah ini," celoteh cowok itu dalam satu tarikan napas lalu beranjak meninggalkan Titan yang masih bersujud dengan muka cengo. Kuat juga napasnya.
"Tapi Titan kan nggak nanya. Lagian apaan, sih? Rese banget jadi cowok. Sensi banget sampai dendam gini! Dasar alay!" semprot Titan tapi cowok itu nampaknya sudah merasa menang hingga tak mendengarnya.
Kok berasa deja vu gini sih, batin Titan.
•••••
Baiklah, setelah kilas balik yang panjang itu, Titan akhirnya sukses mengingat dosa-dosanya pada Tristan. Sebenarnya ya tidak banyak juga sih kalau dihitung, paling hanya menyiramnya dengan kopi panas sampai melepuh, menyingkap dosanya di depan anak-anak kelas perihal merokok dan bolos, membuatnya dihukum berkali-kali, PR segunung, membersihkan lorong seminggu, sudah itu aja kok. Eh, ditambah menendang selangkangannya juga sampai cowok itu harus berjalan tertatih-tatih.Tapi siapa suruh dia pakai acara bolos-bolos ceria sambil ngerokok segala. Kan dia kegep sama guru piket ya gara-gara salah dia sendiri. Titan mah baik, udah bantuin guru piket nemuin dia yang lagi bolos sama temannya,batin Titan.Titan kembali mengamati lututnya yang berdarah dan lebam berwarna ungu-kebiruan. Perih, sakit juga. Belum lagi Titan juga harus
Setelah istirahat pertama yang ternyata berlangsung sejahtera tanpa adanya tanda-tanda dari cowok menyebalkan yang bisa saja datang lagi untuk mengganggunya, Titan dan Rheva kembali masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Ralat, itu tidak berlaku untuk salah satu gadis. Titan seperti biasa langsung lipat tangan di meja, bukan tertib bukan berdoa, ia malah langsung menenggelamkan kepalanya dan tertidur. Yah, sudah kebiasaan memang. Penjelasan guru ia jadikan sebagai dongeng pengantar tidur. Benar-benar murid yang tidak patut dibanggakan....Titan tidur selama tiga jam penuh. Nyenyak sekali tidurnya. Memang ada beberapa guru yang oke-oke saja waktu materinya malah dijadikan dongeng tidur oleh Titan karena nilainya memang tinggi di beberapa mata pelajaran seperti Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Olahraga. Iya cuma tiga mata pelajaran itu saja. Sisanya? Tidak usah dibahas. Guru yang lain
Hari Senin. Hari terkutuk yang paling dibenci semua siswa SMA Garuda atau bahkan se-Indonesia. Karena dengan diadakannya upacara, membuat semuanya jadi sangat malas dan gerah. Tidak bersemangat walau jarum jam masih menunjukkan pukul delapan.Matahari di langit pagi Bandung memang sedang bersinar dengan teriknya. Bahkan matahari saja mendukung jalannya upacara, membuat Titan yang harus berdiri di barisan paling depan kelasnya merasa sangat dongkol. Selalu di baris depan, karena dia yang paling pendek di antara teman-temannya. Otomatis, dia juga tidak bisa menghindar dari silau dan panasnya matahari yang membakar kulit wajah sensitifnya. Ia jadi merutuki Bu Damara dalam hati karena selalu berpidato panjang lebar di tengah lapangan dengan semangat empat lima yang menggebu-gebu. Sementara semua siswanya semakin loyo di barisan masing-masing.
Setelah memakai sepatu Bimo yang sangat-sangat kebesaran, maka Titan dan Rheva kembali ke kelas untuk menyimpan buku komputer, mengambil botol minum, lalu mereka menuju kantin. Untuk menuju ke kantin, mereka perlu menaiki beberapa anak tangga.Ya dan di sanalah si biang keladi sudah menunggu Titan sambil bersandar di salah satu tiang penyangga atap kantin bersama teman-temannya. Tristan, cowok itu langsung gondok begitu melihat gadis yang habis dikerjainya malah datang dengan memakai sepatu. Jelas sekali itu sepatu laki-laki. Merasa tak senang korbannya mendapat bantuan, ia mulai angkat bicara. Ingin cari masalah lagi. Pokoknya, membuat Titan kesal adalah motonya untuk beberapa saat ke depan."Sepatu baru lo?" ucapnya sambil turun satu anak tangga, menjulang di hadapan Titan yang jauh lebih pendek darinya.
Hari Selasa. Entah kesialan apa lagi yang akan dialami Titan hari ini. Untuk menyemangati dirinya sendiri, ia memutuskan untuk sedikit berias di pagi hari. Biasanya ia hanya akan menguncir rambutnya, tapi hari ini gadis itu memilih membiarkannya tergerai dan menambahkan sedikitcurlydi bagian bawah. Ia juga memakai bedak tabur tipis ke wajahnya, memberi kesan kulit wajah yang halus. Memakaimascaratipis-tipis untuk menambah kesan manis dan terakhir memoles bibirnya yang mungil denganliptintwarna merah muda natural. Ia tampil benar-benar manis hari ini.Oke, udah dandan cakep-cakep imut jadi harus semangat hari ini,batinnya dalam hati sambil berusaha menyemangati diri sendiri.Titan lalu turun ke lantai bawah dan sarapan bersama Aldo. Baru sebentar duduk, abangny
Titan masih merasa nyaman bergelung di alam mimpinya sendiri. Setelah melewati dua mata pelajaran sambil molor, ia akhirnya terbangun karena suara grasak-grusuk di sebelahnya. Rheva sepertinya sedang sibuk."Hoaaam.... berisik banget dah lo, Rev. Nyari apaan, sih? Grasak-grusuk mulu dari tadi." Titan melirik malas pada Rheva yang masih terlihat rusuh membongkar semua isi tasnya seperti sedang mencari sesuatu."Jas lab gue ke mana, njir? Gue ingat gue taroh di laci meja." Rheva masih sibuk mencari bahkan sudah berjongkok karena siapa tahu jasnya itu jatuh di lantai. Sementara bel mata pelajaran ketiga sudah berbunyi dan sekarang kelas XII IPA 4 harus menuju ke Laboratorium Biologi."Oh, tadi pas istirahat jatuh di bawah meja lo. Mau gue taruh di laci lo, eh penuh banget jadi daripada en
Hari ini Titan tidak banyak molor di kelas. Ia justru lebih banyak melamun sepanjang pelajaran. Matanya sendu menatap ke arah ubin kelasnya. Hanya penjelasan dari Bu Fatimah yang mencegahnya agar tidak kesambet. Rheva yang jadi temannya saja sampai heran."Tumben lo nggak molor?" Rheva menepuk jidat sahabatnya dengan pulpen, menyadarkan Titan kalau-kalau temannya itu beneran kesambet."Sssh!" Titan berdesis tapi tatapannya tetap kosong ke depan.Sekarang pulpen Rheva sudah berpindah posisi ke lipatan ketiak Titan. Rheva menggelitiki Titan tapi tak berpengaruh sama sekali. Cewek itu tetap bergeming.Wah kesambet beneran nih anak, batin Rheva.Rheva lalu menarik kunciran rambu
Titan lapar. Cacing-cacing di perutnya memang paling tidak bisa diajak buat kompromi. Di luar langit sudah gelap dan Aldo belum pulang juga. Titan membuang napas kasar lalu beranjak menuju meja belajarnya. Ia mengambil dompet dan berjalan keluar kamar. Menuruni tangga lalu keluar rumah dan mengunci rapat pintu rumahnya.Demi cacing-cacing di perut, Titan datang!!!Ia beranjak keluar kompleks menuju ruko-ruko di depan kompleks perumahan. Ada minimarket di daerah belakang deretan ruko tersebut. Karena letaknya di belakang, maka minimarket tersebut tidak terlalu ramai karena hanya segelintir orang yang tinggal di dekat ruko atau kompleks depan yang tahu letaknya.Titan menarik napas dalam-dalam. Merasakan tiap desiran angin malam yang menyapu anak rambutnya. Tiap tarikan napas ya
"Sayang-sayang pala lo peyang!" sentak Titan kesal seraya meninju bantal tidurnya tak henti-henti. Setelah meninjunya, ia melempar bantal itu ke sembarang arah. Iya, Titan sedang dalam mode siluman ekor rubah. Ia benar-benar kesal kala mengingat bagaimana Tristan memanggilnya sayang tadi saat di aula ketika latihan. Satu aula benar-benar menyorakinya dan ia langsung bingung harus menaruh muka di mana. "Sayang-sayang lo banyak! Bukan cuma Titan doang!" geramnya lagi. Bahkan sekarang ia mulai menggigiti sarung guling saking kesalnya. Ia semakin kesal kala mengingat bagaimana Tristan begitu dekat dengan teman-teman ceweknya yang lain. Mungkin saja kan ada si sayang nomor dua, nomor tiga, dan seterusnya. Mau marah juga rasanya aneh, statusnya bukan siapa-siapa walau tak bisa juga dibila
"Cie... habis kena marah ya? Kusut bener mukanya kayak keset depan WC." Titan terkikik geli sekembalinya Tristan setelah sesi berbincang-bincang tidak ria dengan papanya di atap rumah sakit barusan.Sekarang mereka ada di taman rumah sakit, setelah Tristan selesai dengan papanya dan langsung menghubungi Titan untuk bertemu di sana."Kamu juga kusut mukanya," balas Tristan."Hah, masa? Udah cuci muka tadi pakai air padahal." Titan memegang pipinya sendiri dengan punggung tangannya."Iya kusut, kayak kurang asupan perhatian dari aku.""Jijik banget dengernya tahu nggak?" Ekspresi Titan langsung berubah sedatar mungkin."Aku kayaknya y
Setelah mendapat lokasi balapan motor dengan lagi-lagi harus menelpon Bams, maka Rheva semakin menggas mobilnya. Ia jarang ngebut apalagi kebut-kebutan begini. Alhasil, ia hampir menabrak seorang pejalan kaki yang menyeberang jalan di tengah gelapnya malam ditambah guyuran hujan. Syukur-syukur selamat."Rev." Titan memanggil."....""Rev.""Hm?""Rev!""Apa, sih?!""Lo bawa mobil mahal apa bawa bajaj sih!""Mobil mahal lah ini.""Lelet banget tahu nggak?! Saingan sama siput?!""Yang penting jalan mobilnya.""INI CUMA 20 KILOMETER PER JAM REPPPP!!!! KAPAN NYAMPENYA ISHHH!!! LIMA BELAS MENIT LAGI TENGAH MALEM NIH UDAH MULAI BALAPANNYA ENTAR!!!""Udah cepet ini! Lo mau kita hampir nabrak lagi apa?! Jantung gue tadi rasanya mau loncat keluar tahu nggak?!""Ishhh Rhevaaaaa...." Titan merengek."Entar lagi juga sampe elah. Gue kapok ngebut! Lagian ini hujan, buram kacanya!""Entar mere
"Aku sayang sama kamu, Tan!" teriak Aundy di ujung lorong yang sudah sepi.Tristan ada di hadapannya, menatap dirinya dengan tatapan datar dan tak tertarik sama sekali."Guenya nggak.""Bohong! Kamu meluk aku waktu itu! Waktu di parkiran aku nangis kejer-kejer bahkan di rumah sakit kamu temenin aku sampai malem." Mata gadis itu berkaca-kaca, berusaha meyakinkan dirinya sendiri pada sebuah harapan kosong."Waktu itu, cuma itu yang bisa gue lakuin buat nolongin lo. Jangan kegeeran.""Nggak mungkin cuma gara-gara itu. Kalau emang iya kamu sukanya sama Titan, kamu harusnya ninggalin aku gitu aja. Kamu tahu Titan nggak suka sama aku deketin kamu."
Tristan seharian ini tidak sempat bertemu dengan Titan. Entah ke mana gadis itu saat ia mencarinya, mereka tidak berpapasan sama sekali. Mereka juga sudah sibuk dihadang berbagai ujian menjelang UN, membuat kesempatan bertemu semakin sulit karena gadis itu biasanya langsung ngacir pulang begitu selesai ujian.Sekolah tidak pernah terasa seluas ini bagi Tristan, namun ketika dia tidak bisa bertemu Titan, semua berbeda. Hari ini, ketika ia bertemu salah satu siswa laki-laki yang diingatnya sekelas dengan Titan, maka ia pun bertanya di mana keberadaan cewek itu. Cowok itu menjawab, hari ini seharusnya anakbandakan latihan.Maka ia bergegas, mencari ke aula tapi tak ada siapapun di sana. Ia lalu berlari ke ruang musik, namun melihat dari jendela luar saja sudah kelihatan jelas bahwa tempat itu juga kosong, pintunya pun
Tristan mengerang, pusing. Ia masih terjebak di tempat ini, Rumah Sakit Medika. Orang tua Aundy mengalami kecelakaan cukup parah, yang memerlukan operasi untuk segera menangani mereka. Luka-luka dan patah tulang. Sementara keluarga Aundy yang lain yaitu om dan tantenya baru saja datang.Pengurusan untuk surat tindakan medis semuanya ditangani mereka yang sudah berusia di atas 21 tahun. Sementara Aundy sendiri hanya bisa menangis sedari tadi, terlebih setelah mendengar penjelasan dokter sebelumnya mengenai kondisi papa dan mamanya yang akan segera ditangani."Tolong temani Aundy dulu, ya. Biar saya dan omnya yang mengurus semua."Tristan tadi dimintai tolong oleh Arini dan Budi yaitu tante dan om dari Aundy agar bantu menenangkan Aundy yang masih histeris. Setelah Arini dan Budi menguru
Tristan bergegas keluar kelas begitu bel tanda istirahat berbunyi. Ia tidak bolos pagi ini, berhasil memposisikan pantatnya untuk tetap menempel pada kursi walau tidak betah. Jika pantatnya punya nyawa sendiri, sudah pasti pantatnya itu bakalan kabur duluan.Ia uring-uringan sejak kemarin, ketika sempat berselisih dengan Titan sebelum pulang sekolah. Ia sadar ia yang salah. Seharusnya ia tidak boleh egois dengan meminta Titan menunggunya sementara ia akan berdua dengan Aundy walau hanya untuk sekadar latihan drama. Ia seharusnya memilih salah satu antara latihan atau mengantar Titan pulang. Satu yang ia tahu, ia tidak akan senang memilih salah satunya. Ada konsekuensi di antara kedua pilihan itu.Pentas seni sialan,batinnya.Ia akan meminta maaf pada Titan, oleh
Esoknya, Tristan datang ke kelasnya seperti kebiasaannya belakangan ini untuk mengajak Titan makan ke kantin. Titan pun tak bisa pura-pura seolah biasa saja. Senyumnya langsung merekah begitu melihat penampakan cowok itu muncul di ambang pintu kelasnya bahkan sebelum Bu Endah yang sedang mengajar di XII IPA 4 keluar kelas."Ngapain kamu mejeng di sini?" Bu Endah yang hendak keluar tentu saja bertemu dengan Tristan di ambang pintu."Mau nyari anak didiknya Bu Endah buat ngajakin makan berdua di kantin. Kenapa? Ibu mau ikutan? Jangan jadi orang ketiga di antara kami dong Bu," jawab Tristan sambil senyum-senyum."Hah, ngawur aja kamu nih. Emang kamu ngajakin siapa toh?""Ini Bu, anaknya udah ketemu." Tristan langsung merangkul pundak Tit
Tristan menahan napas ketika melihat wujud manusia di depannya. Seketika, bayangan wajah cemburu Titan tergambar di otaknya dan membuatnya berasa sedang selingkuh. Padahal pacaran aja mereka tidak.Aundy.Sesosok gaib-eh manusia yang belakangan ini selalu absen di depan wajahnya tiap hari. Menggerayanginya ke mana-mana sampai terkadang membuat Tristan berasa punya penunggu di punggungnya.Kadang ia kesal sendiri, tapi pernah beberapa kali ia bersikap cukup baik pada cewek itu ketika ingin melihat reaksi Titan bila ia berdua dengan perempuan lain. Makan bersama di kantin beberapa kali dan mengantarnya pulang.Sekarang rasanya ia ingin ganti muka saja. Biar tak terus-terusan dikejar sana-sini. Toh cewek satu ini juga cuma naksir sama ta