"Bu Neti, tunggu. Ibu salah paham," ucap Hafsa."Salah paham bagaimana, jelas-jelas saya melihat kamu dan lelaki itu sedang ciuman," ucap Bu Neti tetangga Hafsa.Wanita paruh baya yang merupakan tetangga Hafsa itu tadinya ingin memberi makanan pada Hafsa, tetapi ia tidak menemukan Hafsa hingga akhirnya mencari ke dalam kamar. Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu saat membuka pintu kamar yang tidak dikunci malah melihat sepasang kekasih yang sedang bercumbu di atas tempat tidur."Iya kami memang sedang ciuman, tetapi hal itu tidak apa-apa kan kalau dilakukan oleh suami istri," ucap Hafsa."Suami istri?" tanya Bu Neti."Iya, Bu. Lelaki ini adalah suami saya namanya Aslan, jadi Ibu tidak perlu melaporkan ini kepada Pak RT," ucap Hafsa."Jangan ngarang kamu, Hafsa. Ibu itu tahu kamu dari kecil, sejak kamu pindah ke rumah ini bersama ibu kamu. Ibu tidak pernah melihat kamu dekat dengan lelaki manapun, masa tiba-tiba kamu bilang sudah menikah dengan dia, kapan kamu nikah?!"Hafsa terseny
"Temen ibu sama anaknya yang waktu itu pernah kesini," ucap asisten rumah tangga.Saida mengerutkan keningnya lalu berjalan ke depan rumah untuk melihat siapa yang datang, ternyata itu adalah Feli dan Mamanya. Saida tidak langsung menyuruh mereka masuk karena takut Feli membuat kegaduhan saat melihat Aslan dan istrinya."Jeng Lidya, Feli, kok datang ke sini nggak bilang-bilang dulu?" tanya Saida basa-basi."Iya, maaf ya dadakan. Tadi ada acara di luar terus pas mau pulang Feli ngajak mampir ke sini dulu," ucap Lidya."Oh gitu," ucap Saida."Kami gak di suruh masuk ni, Tante?" tanya Feli.Saida tersenyum dan terpaksa menyuruh mereka masuk karena tidak enak untuk mengusir, saat melihat ruang tamu kosong dan Hafsa sudah tidak lagi duduk di sofa itu Saida pun menghela nafas lega."Silakan duduk, aku minta bibi siapkan minuman dulu," ucap Saida.Feli dan Lidya mengangguk dan duduk di sofa, sementara Saida meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan minum lalu berjalan menuju kamar Aslan.
"Emangnya bisa sekilat itu Mas mempersiapkan pesta pernikahan? Tetangga aku aja dulu mau nikah persiapannya kurang lebih 1 bulan," ucap Hafsa."Kalau ada uang apapun bisa dilancarkan, Sha. Hari ini aku bisa mengerahkan anak buahku untuk mempersiapkan semuanya. Masing-masing akan dapat tugas mengurus booking gedung, wedding organizer, catering, undangan, souvernir, dan semua yang berkaitan dengan pesta pernikahan," ucap Aslan.Hafsa hanya bisa menganggukan kepala, memang uang bisa memperlancar segalanya. Kehidupan Aslan benar-benar berbanding terbalik dengan ia yang selama ini hidup pas-pasan dan selalu sabar menunggu jika menginginkan sesuatu."Jadi, kamu ingin pesta pernikahan dengan konsep seperti apa, Sha?" tanya Aslan."Aku bingung, karena selama ini tidak pernah menginginkan pernikahan seperti apapun. Aku tidak ingin menikah setelah melihat kegagalan pernikahan kedua orang tuaku dan bagaimana keluarga ayahku memperlakukan ibuku," ucap Hafsa.Saida menghela nafas mendengar ucapan
"Amel," ucap Hafsa mengenali pegawai toko furniture itu."Ngapain kamu di sini, Sha?" tanya wanita bernama Amelia itu."Aku–""Pasti kamu mau kerja di rumah ini ya? Jadi apa, tukang bersih-bersih?" tanya wanita itu sambil mengejek menyela ucapan Hafsa.Aslan yang mendengar hal itu menatap wanita tersebut dengan tatapan tidak suka, lalu ia menarik tubuh Hafsa hingga menempel padanya."Sasha adalah istriku, Nyonya di rumah ini. Kamu datang kesini untuk menawarkan barang, bukan untuk bertanya tidak sopan pada istriku!" ucap Aslan.Wanita itu terkejut mendengar ucapan pria tampan di hadapannya, ia menelan saliva nya saat melihat Hafsa di rangkul dengan mesra dan mendapat pembelaan dari lelaki tersebut."Maaf, Tuan. Saya tidak tahu, silakan Tuan dan Nyonya pilih barang yang ingin di beli," ucap Amel menyodorkan katalog pada Aslan.Aslan menerimanya dan langsung melihat isinya bersama Hafsa, ia menyerahkan semua keputusan di tangan sang istri. Barang seperti apa yang akan di beli untuk meng
"Dia kembali berdiri." Aslan menunjuk benda pusakanya yang kembali menegang. Hafsa membelalakkan matanya dan langsung menutup wajah saat melihat benda yang ditunjuk oleh sang suami, baru pertama kali wanita itu melihat milik lelaki seperti itu. Rupanya jamu yang diberikan oleh mamanya kembali bereaksi dan Aslan pun meminta sang istri untuk kembali melayaninya."Sepertinya dia minta nambah, Sha," ucap Aslan."Nambah apa, Mas?" tanya Hafsa."Nambah yang seperti tadi di kamar itu, surga dunia masa nggak ngerti sih!" Hafsah melebarkan bola matanya mendengar ucapan sang suami, belum hilang rasa perih bagian intinya, tetapi harus melakukan hal itu lagi. Namun, lagi-lagi Hafsa tidak berani menolak permintaan sang suami, Mereka pun melakukan penyatuan kembali dan mengulang adegan tersebut. Hafsa benar-benar di buat kelelahan oleh stamina Aslan dan Aslan menyesal meminum jamu yang di berikan sang mama padanya."Mas, apakah kamu kuat yang di berikan mama padamu?" tanya Hafsa."Sepertinya iy
"Ada apa, Sha?" tanya Aslan."Aku mau coba gaun yang itu, tapi kebetulan dia juga mau. Cuma gara-gara itu dia menghina aku perempuan kampungan yang gak cocok pake gaun itu," ucap Hafsa.Mendengar ucapan sang istri Aslan pun menatap wanita di hadapannya dengan tajam seperti seekor singa yang siap memangsa. Sementara wanita di hadapan Aslan yang ternyata Feli begitu terkejut mengetahui wanita yang berebut gaun dengannya adalah istri Aslan."Sudah, Sha. Lebih baik kamu pilih gaun lain yang lebih cocok untukmu, yuk ikut mama," ucap Saida menarik sang menantu menjauh dari Feli.Wanita paruh baya itu tak ingin ada keributan di butik milik temannya itu, sehingga ia pun memilih menenangkan anak dan menantunya agar tidak berdebat dengan Feli. Aslan mengikuti langkah mama dan istrinya hingga akhirnya mama nya menunjuk sebuah gaun berwarna putih tulang dengan model ball gown, payet-payet halus memenuhi gaun terlihat seperti taburan bintang dan bagian dada gaun terdapat tambahan kain berbentuk ku
"Ada apa ini?" tanya Lingga pada security."Tuan Lingga, security ini kurang ajar. Dia tidak mengizinkan anak saya masuk!" ucap seorang pria paruh baya yang bernama Fandy.Saida melihat Feli yang sudah berdandan cantik memakai gaun yang pernah di perebutkan dengan Hafsa beberapa hari lalu, gadis itu datang bersama ayah dan ibunya. Namun, di larang masuk oleh security dan hal itu membuat mereka kesal hingga terjadi keributan."Tuan Aslan yang memerintahkan saya, dia bilang jika ada wanita bernama Feli maka di larang masuk ke acara pesta," ucap Security.Aslan bahkan memberikan foto Feli kepada security agar tak salah mengenali orang, mendengar hal itu dari security Feli dan keluarganya sangat kesal. Mereka tidak menyangka jika Aslan melakukan hal itu padanya, sementara Saida hanya tersenyum tipis, ia merasa apa yang di lakukan Aslan sudah benar. "Jika Aslan yang memerintahkan seperti itu maka saya tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Lingga."Tapi Tuan, Anda papa nya bukankah Anda bisa m
"Aku gak mau pakai baju ini, Mas. Emangnya gak ada baju lain ya?" tanya Hafsa."Emangnya kenapa?" tanya Aslan.Hafsa menggelengkan kepalanya dan meletakan paperbag itu diatas nakas, Aslan lalu melihat isi paperbag itu dan mengeluarkan baju tersebut.Aslan tersenyum setelah tahu baju apa yang di persiapkan sang mama untuk menantu nya, ia tetap meminta Hafsa memakai baju tersebut."Pakai, Sha. Kamu pasti akan terlihat sangat seksi dengan lingerie ini," ucap Aslan."Tapi aku malu, Mas.""Kenapa harus malu, aku bahkan sudah melihat seluruh tubuhmu tanpa penutup," ucap Aslan."Mas, ih!" Hafsa merasa malu saat Aslan membahas itu, wajahnya merona dan ia menarik paperbag tersebut lalu di bawa kedalam kamar mandi. Mau tak mau ia harus memakai baju itu karena tidak ada baju lainnya, tidak mungkin ia tidur dengan menggunakan gaun pengantin.Aslan menghela nafas saat melihat sang istri telah memasuki kamar mandi, ia merebahkan tubuhnya diatas kasur dengan mata menatap kosong langit-langit kamar
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu