Share

Seragam Bekas Milik Keluargaku
Seragam Bekas Milik Keluargaku
Penulis: Jingga Amelia

Bab 1

Penulis: Jingga Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaf, Na. Jatah seragamnya habis, gimana kalau pakai bekas waktu nikahan Sofia dulu itu? Masih bagus, kan? Atau sudah usang gara-gara sering di pakai?" ucap Tante Gina, saudaraku yang akan menikahkan anaknya yang kedua.

Aku hanya pasrah ketika semua anggota keluarga mendapatkan seragam baru berwarna pastel sedang keluargaku tak mendapatkannya. Ayah, Ibu dan aku hanya mengiyakan perkataannya karena biasanya memang seperti itu. Kami selalu dinomor sekiankan dari seluruh keluarga karena kami paling miskin.

"Iya nggak apa-apa, Tante. Seragamnya masih, kok."

"Mbak Na, tapi aku pengen yang kaya itu. Warnanya bagus," celoteh Arum, adik perempuanku.

Aku hanya menatapnya sendu, lalu mengelus puncak kepalanya. Sedangkan Tante Gina terlihat pura-pura tak mendengar dengan sibuk mengemasi seragam-seragam milik keluarga yang lain.

"Sudah, nggak apa-apa. Seragam yang itu kan masih bagus. Yuk kita lanjutkan beres-beres, terus pulang," kataku menenangkan Arum, lalu kembali membantu beberapa asisten rumah tangga Tante Gina membereskan ruangan bekas rapat keluarga.

Meskipun kami saudara, tapi jika ada acara atau rapat keluarga, keluargaku hanya mendapatkan bagian memasak dan membereskan sisa-sisanya saja. Kami hanya terima jadi atas semua keputusan yang mereka bicarakan.

Tak jarang aku protes pada ayah ataupun ibu, tapi mereka hanya menjawab agar aku dan Arum bersabar. Katanya, pekerjaan ini justru akan membuat kami lebih mandiri dan lebih berjasa karena membantu saudara yang sedang kerepotan.

"Nana, Arum. Sudah? Ayo kita pulang, Nak. Hari sudah semakin sore," ucap ibu dari arah dapur, ia baru saja membantu beberapa asisten rumah tangga Tante Gina cuci piring.

Aku dan Arum hanya mengangguk, lalu mendekat ke arahnya. Ayah pun juga terlihat baru saja datang dari arah belakang rumah, sepertinya ia baru saja membuang semua sampah yang telah kami kumpulkan.

Hatiku miris ketika melihat semua anggota keluarga pulang ke rumah mereka masing-masing menggunakan mobil dan sepeda motor, sedangkan kami memilih jalan kali ke jalan raya depan dan menunggu angkutan umum. Tak ada satupun dari mereka yang memberikan kami tumpangan meski kendaraan mereka tak penuh.

"Sudah, nggak usah diliatin. Yuk kita jalan," kata ayah yang seolah paham dengan yang kupikirkan.

Kami lantas jalan berempat setelah berpamitan dengan Tante Gina dan suaminya. Langkah kaki kami selalu di dahului oleh para keluarga yang lain hingga berangkat paling awal pun pasti akan sampai rumah paling akhir.

Sesampainya di rumah, wajah Arum masih saja tak berubah. Masih masam. Aku tahu dia sangat kesal karena lagi-lagi keluarga kami tak dianggap oleh mereka, padahal ayah adalah saudara kandung Tante Gina.

"Yah, seharusnya Ayah bisa protes. Kenapa kita selalu tak mendapatkan jatah apapun, bahkan kita juga selalu mendapatkan tugas masak dan bersih-bersih. Memangnya kita itu pembantu?" tutur Arum terlihat jengkel, sedangkan ayah hanya memilih diam dan mendudukkan tubuhnya di ruangan yang kami sebut ruang tamu.

"Sudahlah, Nduk. Itu bukan perkara sulit, kan? Tak apa, yang penting kita sudah membantu saudara kita yang sedang kerepotan."

"Apa karena kita paling miskin?" ungkap Arum spontan membuat kami menatap seketika ke arahnya.

"Arum, jaga bicaramu. Bagaimanapun keadaan kita, kita tetap sama di mata Tuhan. Jangan membawa kata-kata miskin atau kaya," tuturku dengan nada sedikit tinggi.

Kuakui memang kami paling miskin, tapi aku tidak ingin melihat kedua orangtuaku bersedih dengan keadaan kami. Aku yakin mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuat kehidupan kami jauh lebih baik. Namun apa boleh dikata jika takdir Tuhan memang mengharuskan kita seperti ini?

"Tapi, Mbak ... Itu adalah hal yang memang terjadi. Mereka membandingkan kita karena kita miskin. Seharusnya mereka bisa adil, atau setidaknya Tuhanlah yang adil, membuat kita kaya juga seperti mereka!"

Plak!

Kutampar adik kesayanganku itu. Kata-katanya sungguh membuatku marah. Aku tahu dia sedang terbawa emosi, tapi tidak seharusnya menyebut Tuhan seperti itu.

Arum menangis, lalu berlari menuju kamar yang ia tempati bersamaku. Sedangkan aku hanya terdiam dan ikut duduk di samping ayah. Kedua orangtuaku terlihat sedih dengan apa yang baru saja terjadi ini, terlebih ibu, ia menangis sesegukan dengan sikap kedua anaknya.

Kami memang miskin, tapi tak seharusnya menyalahkan Tuhan.

...

[Assalamualaikum, Nana. Ijinkan saya untuk meminangmu. Besok, saya dan keluarga akan datang ke rumahmu untuk meminta restu kepada kedua orangtuamu. Mohon niat baik kami di terima. Terimakasih]

Kedua mataku membulat ketika membaca pesan dari Zaki, anak dari Tuan Muh, pemilik ladang terbesar di daerah kami. Kami memang sering bertukar pesan, tapi hanya sekedar untuk membahas jadwal pengajian yang kami ikuti bersama.

Apakah pesan ini nyata, atau hanya aku saja yang terlalu berharap bahwa ini nyata? Atau mungkin, ini memang jawaban Tuhan atas semua doa adikku kemarin. Dia mendoakanku untuk segera menikah, dan dengan orang yang sangat kaya dan terpandang. Aku tak sengaja mendengarnya berdoa beberapa malam yang lalu, tepat di sepertiga malam.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya.Baru awal sudah nyesek bacanya
goodnovel comment avatar
Fernando Kanine
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Mul Yani
kenapa author tak mau kasih judul di stiap part , agar pembaca tak boring ? jujur saya pribadi sebelum membaca akan melihat ada judul apa tidak di setiap part, jika tak ada saya malas untuk membaca , sebagus apa pun cerita klo tak ada judul di setiap part akan terasa mati cerita itu .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 2

    "Iya, seragam keluarga Mas Tohir memang beda. Kemarin habis, jadi aku suruh pakai bekas waktu nikahan Sofia.""Habis, atau kamu memang sengaja tak memberinya, Bu?""Sudahlah, Pak. Mereka memang pantas kok. Nggak usah terlalu di spesialkan karena mereka memang tidak spesial."Perbincangan antara Tante Gina dan suaminya kudengar jelas ketika aku dan keluarga hendak pulang siang tadi. Sampai sekarang perkataan demi perkataan pedas Tante Gina masih kuingat jelas hingga sampai dini hari pun aku tak mampu memejamkan mata. Begitu rendahnya mereka memandang keluargaku, padahal Tante Gina dan Ayah keluar dari rahim yang sama."Mbak, kok belum tidur?" ucap Arum mengagetkanku.Aku lantas menoleh ke arahnya, lalu tersenyum. "Belum ngantuk, udah kamu istirahat sana. Besok sekolah," ujarku dengan membetulkan letak selimutnya.Arum sudah membaik sejak sore tadi, sepertinya dia sudah mulai menyadari bahwa perkataannya siang tadi keliru. Sedangkan aku juga belum mengatakan pada Ayah dan Ibu mengenai n

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 3

    [Dasar sombong. Miskin saja belagu]Itulah pesan Tante Gina yang baru saja masuk ke dalam ponselku. Aku hanya menghela nafas, lalu meletakkan benda pipih itu ke atas nakas lagi. Setengah jam lagi keluarga Zaki, anak dari pemilik ladang terbesar di daerahku, akan segera tiba di rumahku, jadi aku tidak ingin merusak suasana hatiku dengan meladeni pesan Tante Gina."Pesan dari siapa, Nduk? Kok nggak di balas? Zaki?" tanya Ibu ketika ia baru saja meletakkan beberapa makanan di atas meja sebagai jamuan untuk keluarga Zaki.Aku terkejut, lalu menggeleng pelan. "Bukan, Bu. Dari orang salah kirim. Nggak penting."Dengan sengaja, aku memang menyembunyikan semua itu dari Ibu. Alasannya masih sama, aku tidak ingin melihatnya bersedih. Karena pernah suatu ketika aku menyampaikan pesan seperti itu kepada kedua orangtuaku, tapi dua hari setelah itu Ibu sakit karena terlalu banyak memikirkan hal itu. Jadi sekarang, aku lebih memilih menyimpan pesan tak enak dibaca itu dari kedua orangtuaku.Triingg

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 4

    "Apa kita akan tetap datang ke acara pernikahan anak Tante Gina setelah kita hanya disuruh pakai seragam bekas, Yah? Kita sudah tidak di hargai, kalaupun datang pasti hanya akan dijadikan bahan candaan," ujarku ketika kami berempat sedang makan malam."Betul, Yah. Arum yakin sebetulnya bukan seragamnya yang habis, tapi memang kita tidak dikasih," sambung adik perempuanku.Benar apa yang dikatakan oleh Arum, hanya saja aku tidak ingin mengatakan hal itu kepada kedua orangtuaku. Bisa-bisa ibuku akan jatuh sakit nantinya."Sudah, jangan berdebat di meja makan. Pamali," jawab Ayah tanpa berniat menyambungi pembicaraan kami.Memang begitulah Ayah, tak pernah mau berdebat ataupun menjelek-jelekkan saudaranya. Padahal sudah jelas terlihat bahwa mereka tidak suka dengan kita. Sedangkan Ibu? Dia juga hanya diam dan menuruti semua yang dikatakan oleh Ayah.Awalnya kami juga begitu, tapi lambat laun kami tahu jika sikap Tante Gina sudah diluar batas. Mereka tak hanya ingin kami membantunya, tapi

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 5

    "Hahaha ... Mana mungkin anak Tuan Muh yang kaya itu mau sama kakakmu, Arum. Mereka itu keluarga terhormat, sedangkan kalian, hanya mampu pakai seragam bekas," tutur Laras, anak bungsu Tante Gina yang kudengar juga sedang menyukai Zaki.Arum bersiap hendak berteriak, tapi aku segera mencegahnya. "Iya, memang benar adikku bergurau. Dia hanya sedang berhalusinasi. Namun jangan salahkan takdir jika sampai suatu saat nanti derajat kita akan sama, atau bahkan lebih tinggi keluargaku, keluarga Pak Tohir," ucapku dengan lantang sembari menatap ayahku yang hanya menunduk pasrah.Adikku menganggukkan kepala dengan sangat mantap, membuat semangatku berkobar dua kali dari sebelumnya. Ayah dan Ibu terlihat sedih, mungkin mereka menyayangkan sikapku dan Arum yang arogan. Padahal mereka sama sekali tidak pernah mengajarkan hal itu, mereka selalu mengajarkan kami dengan tutur kata yang baik dan harus menghormati orang yang lebih tua dari kami.Namun sekarang, kondisinya berbeda. Mereka sudah terlalu

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 6

    [Percuma kasih tanda cinta kalau cuma dikit, mending nggak usah. Terimakasih untuk saudara-saudaraku yang lain, kalian memang the best]Dadaku panas, aku yakin status Tante Gina itu ditujukan untuk keluargaku. Untuk siapa lagi kalau bukan untuk keluargaku? Memang mereka sangat benci dengan kami, entah apa alasannya.[Maaf, Tante. Memang kami hanya bisa memberikan sedikit. Kalau tak berkenan lebih baik di berikan kepada yang membutuhkan saja, tidak perlu diumbar di sosial media]Satu balasan untuk postingan Tante Gina kukirimkan. Jari-jariku begitu gatal ketika membaca postingan-postingan yang ia unggah. Hanya saja kemarin-kemarin aku tak ingin menanggapinya, tapi kali ini ia sudah sangat keterlaluan.Terlebih subuh tadi aku juga melihat jika Laras pun mengunggah sebuah ejekan untukku. Dia berkata jika keluarga miskin tak akan bisa bersanding dengan konglomerat, apalagi sampai menikahi anak juragan ladang.Baiklah, Tante Gina, Laras, dan semua keluarga yang sudah merendahkanku, akan se

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 7

    Saudara yang terlihat benci dan selalu merendahkan keluargaku karena miskin itu terlihat terkejut ketika tahu bahwa aku calon istri Zaki, anak dari juragan ladang. Mungkin dia masih berfikir, bagaimana bisa aku yang miskin ini akan bersanding dengan lelaki kaya itu."Laras, kenapa diam?" ucapku lagi ketika dia masih terlihat membeku.Baju brukat warna putih masih menempel di badanku. Tante Lusi sangat pandai dalam memadupadankan baju dan aksesoris. Meskipun baru mencoba, tapi aku sudah telihat sangat cantik sebagai pengantin.Laras tak menjawab perkataanku, tapi dia justru tertawa lantang. Dia memang terlihat aneh."Mana mungkin aku percaya, Nana? Sudahlah ... Kalian jangan bergurau," tuturnya membuatku mengernyitkan dahi.Bagaimana dia bisa tidak percaya? Padahal aku sudah mencoba baju pengantin bersama Zaki."Aa Zaki, aku tahu Anda sedang bergurau. Mana mungkin Anda sekeluarga mau meminang gadis miskin seperti dia. Mungkin Nana hanya Anda suruh untuk mencoba baju pengantin untuk ist

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 8

    "Maaf, Yah. Arum nggak mau datang. Bukan begitu, Mbak? Kami nggak mau datang ke tempat orang yang sudah merendahkan keluarga kita," tutur Arum secara tiba-tiba.Aku yang masih terdiam lantas ikut mengangguk. "Iya, Yah. Nana juga tidak mau ke sana. Nana tidak tahan dengan sikap keluarga yang lain, terutama Tante Gina dan anak-anaknya. Biar saja kita dibilang tak tahu diri, yang penting harga diri kita tak diinjak-injak terus menerus."Ayah terlihat sedih, mungkin dia menyayangkan sikapku dan Arum yang menolak di ajak ke rumah Tante Gina lagi. Biar saja, kami sudah bosan di hina."Yasudah kalau itu mau kalian, biar Ayah dan Ibu saja yang kesana," tutur Ayah membuatku lagi-lagi saling berpandangan dengan Arum.Ayah tetap akan berangkat meski aku dan Arum sudah memberinya nasehat. Bagi kami, semiskin-miskinnya kami, harga diri tetap yang utama. Namun bagi Ayah, keutuhan saudaranya lah yang paling utama. Memang, ayah kami terlalu polos sehingga tidak ingin jika saudara-saudaranya terpecah

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 9

    "Sudah, pulang sana, Mas. Tapi jangan harap setelah ini kamu sekeluarga bisa kumpul lagi bersama kita. Iya kan Mbak Risma?" tutur Tante Gina membuatku semakin murka.Kupandangi Ayah dalam, aku ingin dia melihat kesungguhan dalam manik matanya. Akankah dia tetap membela saudaranya, atau kami keluarga kecilnya."Cukup. Ini pilihan yang sulit. Apa kalian tidak bisa berdamai? Kita hidup rukun seperti dulu lagi?" tutur Ayah tak memberikan jawaban."Bisa. Kami bisa berdamai seperti dulu lagi asal semua saudara Ayah memperlakukan kita layaknya saudara, bukan pembantu!" tandasku tajam dengan menatap Tante Gina dan Budhe Risma bergantian.Lagipula aku heran, apa suami-suaminya tidak mengajarkan bagaimana bersikap baik kepada saudara? Kenapa aku lihat saudara-saudara ayahku ini seakan menerkam Ayah hidup-hidup. Seharusnya mereka menasehati istri-istrinya, bukan malah mendukung apa yang mereka lakukan."Siapa yang memperlakukan kalian seperti pembantu, Nana? Bukankah dari kamu kecil, memang suda

Bab terbaru

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 7

    Aku mundur begitu Alex berkata demikian. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Kemarin dia memintaku untuk kembali dan rujuk dengannya. Aku kira, itu artinya dia juga akan mau menerima bayi ini dengan senang hati."Alika. Kamu bohong, kan?" Lagi, pertanyaan itu diajukan oleh Alex.Namun kali ini aku sudah tidak kuasa menjawabnya. Kulangkahkan kakiku mundur dari hadapannya dan berjalan ke teras.Satu persatu ingatanku soal Gibran terulang. Ia memakiku karena aku bisa secepat ini percaya lagi pada Alex. Bukan perkara mudah, aku melakukan semua ini karena ada janin di dalam rahimku. Aku pikir, dengan adanya bayi ini maka Alex akan semakin baik. Dan juga, aku tidak mungkin egois dengan tetap mengajukan perceraian karena di dalam rahimku ada darah dagingnya.Lantas sekarang, saat semua sudah berubah seperti ini aku bisa apa?"Alika. Jawab! Kenapa kamu justru pergi?"Aku menghela nafas panjang, lalu menatapnya. "Aku? Bohong? Lalu kamu pikir ini anak siapa?"Kali ini dia mengalihkan pand

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 6

    "Dia itu jahat, Alika. Jahat." Entah sudah kata keberapa yang diucapkan Gibran kali ini.Hari ini tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu dan tanpa kuduga dia justru berkata demikian. Ini masih soal orang yang sama, Alex.Kali ini bukan aku yang mengatakan jika Alex jahat, tapi justru Gibran. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi ketika dia menyodorkan sebuah foto dihadapanku anggapanku sedikit berubah."Tapi, dia sangat baik di depanku, Gibran. Aku yakin dia sudah berubah. Siapa tahu ini hanya temannya, atau kebetulan bertemu saja dan kamu beranggapan lain," ujarku masih berusaha membela Alex.Gibran mengacak rambutnya kasar, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Terserah jika kamu tidak percaya. Yang terpenting aku sudah mengatakan yang sebenarnya padamu, bahwa Alex itu masih sama jahatnya." Dia seperti sudah menyerah, tapi aku memang sudah percaya lagi dengan Alex. Aku yakin dia sudah berubah."Tidak. Buktinya dia sekarang tidak pernah main tangan kepadaku. Bahkan

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 5

    Rasa penasaranku masih tinggi saat Alex tak kunjung menyahut panggilanku. Entah karena dia tak mendengar atau sengaja tak menjawab."Alex ...." ucapku lagi dengan setengah berteriak agar dia mendengar panggilanku.Aku masih menunggu di luar kamar, karena jujur saja aku takut jika dia marah ketika aku bertanya banyak soal yang dia lakukan di dalam. Terlebih aku sangat takut jika dia kembali memukuliku ketika aku berusaha masuk tanpa seijinnya.Namun sepertinya dugaanku salah, beberapa saat setelah aku meneriakinya, Alex menyembulkan kepalanya di pintu dengan senyuman lebar. Hal itu benar-benar di luar dugaanku."Ya, ada apa? Kamu tadi memanggilku?" ucapnya dengan lantas membuk pintu kamar lebar-lebar."Em, iy-iya. Kamu sedang apa?" tanyaku dengan hati-hati."Oh, aku sedang memasang foto pernikahan kita kembali. Maaf, seingatku dulu aku melepasnya dari dinding."Ya, saat itulah yang membuatku sekarang sangat trauma. Saat itu aku memaksa masuk dan bertanya perihal ia yang melepas beberap

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 4

    Kedua mata kami bertemu, rasanya di dalam relung hati sana masih ada getaran untuknya. Meski yang bagaimanapun dia tetap ayah dari janin yang kukandung dan kami pernah saling mencintai dengan sangat dalam."Aku sudah pernah mencintaimu dengan sangat, begitu juga sudah pernah kecewa dengan sikapmu. Rasanya aku hampir tak bisa mengenali kata-katamu lagi. Apakah itu serius, atau tidak," jawabku dengan mengatur nafasku, karena sejujurnya saja aku takut jika dia akan melayangkan pukulan atau tamparan kepadaku.Bukan karena apa, aku hanya takut jika bayi dalam kandunganku kenapa-kenapa. Meskipun dia belum tahu, tapi aku wajib melindunginya sampai dia lahir di dunia.Beberapa detik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan menjambaki rambutnya. "aarrghh! Sudah cukup Alika. Aku memang pernah bersalah, dan kedatanganku sekarang ingin menebusnya. Tolong, percaya lah."Dia berjalan menjauh dariku dengan memakai baju yang ia ambil dengan kasar. Aku tak tahu harus percaya dengan kata-katanya atau

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 3

    Kehamilanku sudah masuk usia ke empat, jika diperhatikan perutku sudah mulai menyembul. Namun semenjak hamil aku selalu menggunakan baju yang lebih longgar dari biasanya.Bukan karena apa, aku hanya takut orang-orang mengejekku karena hamil dan ditinggalkan oleh suamiku. Namun, tak kusangka jika Alex akan kembali ke rumah ini malam ini.Entah untuk tujuan apa, padahal dia sudah pernah mengirimiku pesan bahwa ia akan meninggalkanku. Dan malam ini dia seakan lupa dengan semua yang sudah ia perbuat selama ini.Bahkan aku sudah sempat akan mengejar cinta lamaku setelah kepergiannya. Bagiku Alex sudah benar-benar meninggalkanku, dan tak menginginkanku lagi. Namun ternyata dia justru datang lagi ke dalam hidupku.Apapun itu aku akan tetap mengajukan perpisahan dengannya. Sikapnya selama menjadi suamiku benar-benar membuatku tak nyaman, terlebih sikap tempramentalnya. Aku bahkan sudah pernah menginap di IGD rumah sakit karena kekerasan yang ia perbuat.Malam sudah larut, aku memutuskan untuk

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 2

    Kisah AlikaBagian 2Perkataan Dea masih mengganggu pikiranku meski sudah sampai di rumah. Dea mengatakan jika tempo hari ia bertemu Alex dan Alex pun berniat mengajakku keluar negeri. Apa itu benar? Namun, bahkan kita sudah tak saling berhubungan lagi. Jadi bagaimana bisa Alex berkata jika ia akan membawaku keluar negeri. Lagipula untuk apa?Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Sampai pukul setengah sebelas aku belum berhasil memejamkan mata meski segala cara telah kulakukan. Pertemuanku dengan Dea siang tadi benar-benar membuatku berfikir keras.Saat ini aku tinggal disebuah rumah yang memang sudah kutinggali dengan Alex dari awal menikah. Ini merupakan rumah yang kami beli hasil dari uang tabungan kami sewaktu masih bujang. Namun entah kenapa selang beberapa saat setelah menikah Alex justru berubah, suka memukuliku, dan sekarang dia pergi dari rumah ini tanpa kabar.Tokk tokk tokkSayup kudengar suara pintu depan di ketuk oleh seseorang. Seketika jantungku berdebar, karen

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Kisah Alika-Bab 1

    MENJADI BUDAK SUAMIKUBagian 1"Kamu serius mau nyusulin mereka ke Bali?"Kata-kata itu yang kuingat keluar dari mulut Erina ketika aku mengutarakan niatku untuk mengikuti Zaki dan istrinya ke Bali. Ya, Zaki mantan pacarku dulu yang sampai saat ini aku belum bisa move-on dibuatnya.Kisah cintaku dengan Zaki benar-benar membuatku mabuk kepayang. Namun sayang, semua harus berakhir karena kebodohanku sendiri.Aku bodoh dengan meninggalkan Zaki demi lelaki lain. Dan sekarang aku menyesal, benar-benar menyesal. Rasanya aku ingin sekali memutar waktu dan tak akan kulakukan kebodohan itu lagi.Namun sayang, semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, dan aku hanya perlu menikmatinya saja. Saat seperti ini aku merasa tak pantas menyalahkan Tuhan, karena rupanya aku sendiri yang bodoh.Awalnya aku berfikir bahwa menikah dengan Alex akan membuat hidupku jauh lebih bahagia ketimbang bersama Zaki. Dia adalah pria penguasaha, hidupnya sama-sama mapan seperti Zaki. Namun ada satu nilai plus ya

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 58

    Detak jantungku bertalu-talu ketika sampai di kediaman Tuan Muh, orang yang dulu sama sekali tak kusangka akan menjadi mertuaku. Mereka sangat baik kepadaku, bahkan jika kurasakan mereka sudah menganggapku seperti anak kandungnya sendiri.Meskipun beliau adalah orang kaya tapi sikap rendah hati dan penyayangnya jelas terlihat. Buktinya mereka tak segan mengangkatku menjadi menantunya meski aku datang dari keluarga yang tak sepadan dengan mereka.Namun, semakin jauh aku melangkah dan mengarungi bahtera rumah tangga dengan Zaki. Aku merasakan ada begitu banyak kepribadian Zaki yang tak kuketahui. Orangtuanya boleh baik kepadaku, tapi jika sikap Zaki saja berulang kali menyakitiku, maka kebahagiaan yang kudapatkan kemarin seakan sirna begitu saja.Kulihat Zaki tengah menunggu seseorang karena ia tak langsung masuk ke dalam rumah. Sudah kupastikan ia sedang menunggu Alika. Ada rasa panas di dalam hatiku sana, tapi aku tak bisa berbuat banyak karena rasa-rasanya semua sudah percuma.Sekuat

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 57

    Hatiku berbunga setelah bertemu dengan Adit. Bukan karena Adit, tapi karena ia bersedia untuk bertemu dengan Zaki dan keluarganya untuk memberikan saksi bahwa apa yang dikatakan Alika adalah suatu kebohongan. Jika memang Alika masih mencintai Zaki, seharusnya ia tak menerima pernikahannya dengan Adit, karena jika sudah seperti ini semua juga pasti terluka.Kuparkirkan mobilku dengan manis, lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Semoga saja, orangtua Zaki pun bersedia bertemu dengan Adit sehingga masalah ini akan cepat selesai."Lho, kok kamu udah di rumah, A?" tanyaku ketika melihat Zaki sudah membaca koran di ruang tamu.Dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu tersenyum. "Sudah, urusanku tidak banyak jadi cepat pulang. Sini, duduk," jawabnya dengan menepukkan sebelah tangannya ke sofa kosong di sampingnya.Meskipun hatiku sedikit retak akibat masalah yang datang pada kami, tapi aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik. Terlebih jika aku belum mengetahui kebe

DMCA.com Protection Status