#Sepupu_dari_KampungBab 29Surprise!Arman menatap Riri, otaknya berputar hingga dapat ide brilian. "Hmm, kebetulan ada Nyonya Zian, aku akan memberi pelajaran Vivian. Perempuan tidak tahu malu itu!""Ada apa, Arman?" Riri bingung ditatap begitu. "Gapapa, sebentar, ya?"Arman menutup pintu lagi, kemudian kembali menemui Dinar. "Din, Pak Zian akan datang terlambat sekitar tiga puluh menit. Aku bisa minta tolong kamu?" Arman berbicara setengah berbisik pada Dinar. Sekretaris cantik itu mengerutkan keningnya. "Dandanin Riri?" Dinar mengulang perintah Arman. "Iya!""Emang kenapa?""Sudah, jalankan saja perintahku. Aku akan menahan Vivian di ruang Zian.""Ok lah."Bergegas Dinar dan Zian berbagi tugas. Dinar membawa tasnya yang berisi peralatan make up ke ruang tunggu tamu. "Mbak Riri, sini aku dandanin.""Maksudnya?" Riri tak mengerti. "Dinar membimbing Riri yang masih kebingungan untuk duduk. Selanjutnya, Dinar mengeluarkan peralatan makeup miliknya. Sebagai sekretaris perusahaan
#Sepupu_dari_KampungBab 30Istri kesayangan "Makasih ya, sayang, kamu sudah memberi surprise hari ini dengan datang k acara kantor." Zian menarik tangan istrinya lalu menciumnya. Selanjutnya, Zian menggenggam erat jemari Riri. Dengan satu tangannya, Zian menyetir mobil. Riri pulang bersama suaminya. Kedua pembantu yaitu Dwi dan Tini, naik taksi online. Riri tersenyum manja. Diliriknya Zian yang duduk di kursi kemudi. Lega hati Riri mengetahui bahwa suaminya tidak berselingkuh. Bahkan tadi, Zian mencium pipinya di depan semua karyawan. Riri sampai malu sebab mereka bersorak saking hebohnya. Mengenai Vivian, Riri sangat puas dengan Arman dan Dinar. Kedua orang itu mengerjai Vivian habis-habisan. Vivian tadi tampak sangat kesal. Riri sampai tidak tahu, kapan Vivian menghilang. "Sikurin, perempuan tidak tahu malu." Batin Riri. Padahal dulu, Vivian juga hadir di pernikahan Zian dan Riri, tapi, perempuan itu tetap masih ingin memiliki Zian. Riri menyandarkan punggungnya di kursi. "Ter
#Sepupu_dari_KampungBab 31Mobil baru"Non Riri, Non Riri!"Tok tok tokRentetan bunyi pintu diketuk berkali-kali dengan tergesa, terdengar dari luar kamar Riri, membuat gadis itu melompat seketika dari ranjang. Takut ada suatu kejadian, Riri dengan cepat membuka pintu."Ada apa, Mbak?"Dilihatnya Dwi dan Tini berdiri di depan pintu. Ekspresi wajah mereka seperti sangat gembira. Mata yang berbinar dan senyum lebar hingga memperlihatkan giginya."Itu, Non, itu!"Dwi menunjuk ke lantai bawah. Riri mengerutkan kening dan melihat ke lantai bawah. "Nggak ada apa-apa." Pikirnya."Mobil, Non, mobil!""Iya! Mobil baru, Non!"Dwi berlari menuruni tangga, diikuti Tini. Mereka berdua heboh. Riri menutup pintu kamar lalu berjalan cepat menuruni tangga juga. "Ada apa sih?" Riri masih belum mengerti. Kedua pembantunya nggak jelas ngomongnya. "Mobil, mobil! Mobil apaan?" Gerutu Riri.Setelah selesai mengantar makanan catering tadi, Riri memang tidak keluar kamar. Dia sibuk mengedit beberapa gambar
#Sepupu_dari_KampungBab 32Riri diancam "Jadi ada apa Riri dipanggil ke sini, Budhe?" "Huh, sombongnya!" Cibir Sania mendengar pertanyaan Riri. "Kamu itu ya, Riri! Kalau tidak dipanggil Pakdhemu apa mau datang ke sini? Sok penting banget kamu itu!" Bentak Sania emosi. "Maaf Budhe, Riri memang sibuk. Soalnya buka pesanan catering."Mata Sania yang sudah mendelik seketika melihat Riri. "Jadi sekarang, gadis kampung ini punya bisnis catering? Wuih hebat sekali!" Sania membuang nafas, melepaskan iri yang memenuhi dadanya. Purwanto hanya mendengarkan Omelan istrinya pada Riri. Lelaki itu memang tidak punya nyali di hadapan Sania. Perempuan itu terlalu mendominasi kehidupan rumah tangga Purwanto. Sebagai lelaki, harusnya Pur bisa mengendalikan istrinya. Apalagi saat berlaku buruk dan tidak adil pada keponakannya Riri. Kenyataannya, ancaman Sania yang akan meninggalkan dirinya bila tidak dituruti apa kemauannya, membuat nyali Pur ciut. "Ri, bagaimana rumah tanggamu, apakah suamimu ba
#Sepupu_dari_KampungBab 33Hargai Istriku!Purwanto yang sedang beristirahat di kamar segera terbangun mendengar suara orang memanggil manggil namanya. "Siapa siang-siang bolong berteriak-teriak du rumahku?" Lelaki setengah tua yang usianya sudah setengah abad itu pun membuka pintu dan keluar dari kamar. "Om Pur!" Panggil Zian saat melihat Pakdhe-nya Riri berjalan ke arahnya. Pur yang melihat ternyata Zian yang datang, memberi senyum kaku, "sepertinya ada yang tidak beres, kenapa Zian datang ke sini dan marah-marah?""Papa, Papa, i_ini tadi sudah aku bilang kalau Papa lagi tidur tapi, Zian memaksa masuk," kata Sania tergopoh-gopoh. Wajah Zian sudah merah menahan marah. Zian menatap tajam kedua Pakdhe dan Budhe Riri ini. "Apa maksud Om Pur mengancam istri saya?" Zian mengangkat kepala seraya berkacak pinggang. Sania sudah gemetaran dia bersembunyi di balik punggung suaminya. Perempuan culas itu ketakutan karena dirinya lah yang kemarin menarik, menjewer telinga Riri hingga memera
#Sepupu_dari_KampungBab 34Perempuan tak punya malu Vivian mengawasi dari kejauhan. Sudah satu jam lebih dia berada di dalam mobil yang menyala AC nya ini. Vivian sedang mengawasi rumah Riri dan Zian. Vivian sedang mencari tahu kegiatan apa saja yang dilakukan Riri setiap hari. Hal itu penting sebab Vivian ada rencana jahat untuk Riri. Vivian datang setelah Zian pergi ke kantor. Kalau masih ada Zian Vivian tidak akan berani. Mata Vivian sudah hampir jenuh melihat rumah yang belum ada aktivitas apapun. "Ngapain saja gadis kampung itu di rumah?" Vivian melihat jam di mobilnya," sudah jam sembilan pagi dan dia belum juga keluar rumah?" Vivian jengkel."Aku mandi dulu, ya, Mbak." Riri yang sudah selesai memasak berdiri dan bersiap untuk mandi. Dia membiarkan kedua pembantunya untuk mengemas masakan yang sudah matang. Mereka berdua sudah pandai mengemas bahkan memberi garnis agar penampilan makanan lebih menggugah selera. "Iya, Mbak," sahut Dwi dan Tini bersamaan.Riri pun bergegas mas
#Sepupu_dari_KampungBab 35Tidak Bersyukur Riri menyeret kakinya mengikuti langkah cepat Vivian yang menyeretnya ke lorong arah toilet kantor. Suasana yang sepi membuat keributan keduanya tidak didengar orang. "Vivian, lepaskan!" Suara Riri tertahan, dia masih sadar untuk tidak berteriak-teriak di kantor suaminya yang akan membuat heboh saja. Riri merasa masih sanggup mengatasi Vivian sendiri. TapTapTapLangkah cepat Vivian sampai di depan toilet yang gedung lantai sembilan belas yang sepi. Vivian membanting tubuh Riri hingga bersandar di lantai. Seolah tak memberi kesempatan Riri bernafas Vivian segera menekan leher Riri hingga gadis itu bersandar di tembok dengan kepala mengadah."Dengar ya, gadis kampung! Jangan merasa menang dariku!" Vivian menambah tenaga menekan leher Riri. Nafas Riri sampai sesak."Kau hanya gadis pembayar hutang! Zian pasti akan menceraikanmu segera!" Vivian melebarkan mata dengan sorot penuh kebencian dan emosional. Riri tak bisa menjawab, tangannya be
#Sepupu _dari_KampungBab 36Minta Maaf pada Riri "Terserah kamu saja," jawab Ega pasrah. "Bagus lah, setelah anak ini lahir, kita pisah aja!" Neni menggeser duduknya agak menjauh dari suaminya yang hanya bisa melirik. Sebenarnya Ega punya rencana mulia yaitu bila sudah selesai kuliah dan bekerja nanti dia akan mengajak istri dan anaknya keluar dari rumah mertuanya dan hidup mandiri. Ega mau mengajak Neni agar bisa menjadi seorang Ibu dab istri yang baik. Menurut Ega, pengaruh keluarga Neni sendiri tidak baik. Mertua perempuannya yaitu Sania terlalu matre dan mulutnya lemes bila menyindir atau ngatain orang. "Aku mau melanjutkan hidupku, Ga, aku mau kuliah lagi. Hidup denganmu membuatku prihatin, ingin ini itu hanya bisa nelen ludah." Cibir Neni seolah tak peduli dengan perasaan Ega. Seorang perawat keluar dan memanggil nama Neni. Bersama Ega, mereka berdua lalu memasuki ruang periksa. Hasil USG menunjukkan anak pasangan Neni dan Ega berjenis kelamin perempuan. Ega tersenyum sen