Satu buah kado mengusik rasa penasaranku, nama dan kalimat yang tertera dikartu ucapannya membuatku menyipitkan mataku, memperjelas apa yang kulihat. - Selamat menempuh hidup baru - Dari yang selalu mencintaimu, Kinanti.Kinanti? Astaga ... Mungkinkah Kinanti datang ke resepsi pernikahan tadi, dan berada diantara para tamu undangan yang hadir? Siapa yang mengundangnya? Apakah Mas Rangga?***Aku menelan ludah, aku tak mengerti mengapa rasa gelisah terus menghantuiku setiap melihat atau mendengar nama itu. Ada rasa penasaran yang menyeruak dihatiku. Rasanya ingin kubuang kado dari Kinanti ini, tapi niat itu segera terhalang saat aku melihat Mas Rangga masuk kedalam kamar. "Kau belum tidur, Zia?" Tanyanya sambil melepas sepatunya. "Belum," jawabku. "Buka saja kadonya kalau kau mau!" Sahutnya karena melihatku yang masih duduk didekat tumpukan kado ini."Besok saja, aku lelah, mau istirahat. Aku hanya merapikannya saja, tadi Mbak Soraya meletakkannya sedikit berantakan, karena ia bur
"Kenalkan, namaku Kinanti, Sekar Kinanti Pramudhita Ardhani," ucapnya dengan suaranya yang lembut. Untuk beberapa saat, aku hanya terdiam, wanita ini, sangat sopan, ramah, anggun dan berkelas. Rasanya aku hampir tidak percaya jika ia yang menjebak Mas Rangga pada malam itu. Apakah mungkin jika wanita ini memiliki kepribadian ganda? ****Angin lembut menerpa wajahku, juga membuat harum wangi parfum mewahnya menguar. Aku memandangnya sejenak, Meski ragu, aku menyetujui permintaannya. Kuikuti langkah kakinya menuju cafe itu, jujur saja didalam hati, aku masih mengagumi kecantikan yang dimilikinya, wanita ini nyaris memiliki apa yang diinginkan oleh setiap perempuan.Sebuah meja yang berada disudut ruangan menjadi pilihannya, sebuah meja yang menghadap ke arah jalan. Aku tak membantahnya, kuikuti saja keinginannya, hingga akhirnya, beberapa detik kemudian, kami berdua sudah duduk saling berhadapan di tempat ini. "Bagaimana kabarmu, Zivara?" Ia bertanya beberapa saat setelah kami dudu
Zia ...!" Terdengar seseorang seperti memanggil namaku. Siapa? Perlahan kubuka mataku, seraut senyum menawan langsung menyambutku, ketika kedua kelopak mata ini terbuka sempurna."Mas Rangga!" Panggilku pelan. "Kau ketiduran, Zia. Tak biasanya kau tertidur tanpa mengganti bajumu, biasanya kau selalu mengganti baju dulu sebelum tidur. Apa kuliahmu sangat melelahkan hari ini, hingga kau tak sempat menggantinya?" Tanya Mas Rangga. Aku tak menjawabnya, memilih beranjak turun dari ranjang ini, mengucek sebentar mataku, lalu berjalan menuju wastafel, mencuci wajahku. Kulirik jam yang masih melingkar di tanganku, ah, sudah jam enam sore lewat lima belas menit, artinya sudah hampir dua jam aku tertidur. "Aku ketiduran sepulang kuliah tadi, mas." Jawabku. "Kau belum mau pakai kamar mandinya kan? Aku mau mandi sebentar," ucapku melangkah ke arah lemari pakaian, mengambil piyama, lalu menarik handuk. "Belum," Jawabnya pendek. Aku langsung masuk kekamar mandi, menyalakan showernya, lalu m
"Zia ...! Apa kabar?" terdengar suara seorang wanita menyapaku. Aku menoleh mencari asal suara, tampak seorang wanita lengkap dengan pakaian kerjanya telah berdiri didekatku. Aku menoleh mencari asal suara, tampak seorang wanita lengkap dengan pakaian kerjanya telah berdiri didekatku."Aku tak menyangka kita akan bertemu disini," desis wanita itu. "Kau?" ****"Kau ... Eliza? Ah, maaf, Mbak Eliza," ralatku.Wanita berparas bule itu tersenyum padaku, aku mempersilakan ia duduk didepanku."Duduk Mbak, sekalian pesan makanan ya, temani aku makan disini," Pintaku."Minum saja, aku masih kenyang," tolaknya halus."Baiklah." "Kau sendiri? Mana Mas Rangga?" Tanyanya sambil menoleh ke kanan dan kiri."Aku datang sendiri kesini, Mas Rangga mungkin masih dikantornya," ucapku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, yang menunjukkan pukul 17. 30 sore."Jam segini mungkin ia masih dijalan," terangku sambil memanggil seorang pelayan, untuk memesan segelas minuman untuk Eliza.Mantan ke
"Shitl!" Raut wajahnya benar benar terlihat sangat kesal. Tak lama kulirik ia mengepalkan tangannya, membuatku kembali menunduk "Sejak kapan kau mengenalnya? Kapan kalian bertemu?" Tanyanya lagi.***Aku diam, lidahku tiba tiba kaku. "Zia, tolong bicaralah. Aku ingin tahu semuanya." Aku menelan salivaku, perlahan kuangkat wajahku, jantungku semakin berdegup kencang ketika pandangan mata kami bertemu. "Kinanti ... mencariku dikampus mas, kami bicara sebentar," ucapku pelan."Dia mencarimu sampai ke kampusmu?" Tegas Mas Rangga menyipitkan matanya. "I-iya mas," Jawabku terbata lalu mengangguk. "Lalu, apa yang kalian berdua bicarakan?" Aku menggigit bibirku, lidahku kembali mendadak kelu untuk mengatakan isi pembicaraan kami di cafe kemarin. Tapi, aku tak bisa menghindarinya tatapan matanya yang kini semakin tajam padaku. Ia masih menunggu jawaban dariku. Tubuhku mendadak mengeras ketika kedua tangannya kini memegang bahuku. "Zia, lihat aku baik baik, ceritakan padaku apa yang Kin
Untuk beberapa saat lamanya aku hanya bisa diam, bolehkah jika aku sedikit gembira? Hanya saja rasa gembira ini tiba tiba terasa hambar saat kuingat kembali wajah Kinanti dan niat buruknya. Kepalaku kini terus memikirkan rencana buruk apa yang Kinanti siapkan untuk merebut Mas Rangga dariku. Aku yakin wanita licik itu, saat ini sudah mulai menjalankan rencananya. Semoga ini bukan kegembiraan semu, kutepis jauh pikiran buruk dan ancaman Kinanti dalam pikiranku, karena hal itu akan merusak liburanku bersama Mas Rangga. Aku tak boleh lengah! ***rira_faradina***Mobil ini terus melaju, Mas Rangga membawa mobilnya melaju cukup kencang, tak sampai satu Jam mobil inipun sudah tiba di Bogor. Mas Rangga sesekali kulihat memainkan kaca spion tengah mobilnya, entahlah hanya saja cukup aneh melihat sikapnya. Aku membuang pandanganku keluar jendela, tampak jalanan yang masih ramai di kota hujan ini. Mas Rangga masih fokus dengan kemudinya. Tak lama, mobil mewah ini berhenti dipertigaan ketika
Aku sedikit tertegun saat melihat sepiring tumis pepaya muda yang disajikan Bi Imas diatas meja makan sebagai menu makan malam kami. Buah pepaya muda itu oleh Bi Imas, ditumis pedas, dicampur dengan jamur kancing serta sedikit potongan daging ayam.Cukup lama aku menatap lauk itu, rasanya sudah lama sekali tak mencicipinya. Mengingatkan akan kehidupanku dulu sebelum menikah dengan Mas Rangga. "Ada apa, Zia. Apa ada masalah?" Tanya Mas Rangga, sontak membuyarkan lamunanku. *** rira-faradina ***"Tak ada apa apa mas, hanya saja begitu melihat tumis pepaya ini, jadi teringat sesuatu," jawabku. Ia tersenyum sambil menggeser piring berisi tumis pepaya itu kehadapanku."Kau lihatlah ini, Zia. Sepiring Tumis Pepaya Muda yang disajikan ini terlihat mewah dan menarik. Bahan dasarnya memang hanya buah pepaya muda, Tapi, Bi Imas membuatnya terlihat menarik. Karena diberi tambahan jamur dan potongan daging ayam." "Ini sama denganmu," lanjutnya sambil tersenyum menatapku. Aku semakin tak meng
"Mas Rangga ...." Aku mencoba berteriak memanggilnya, namun sayang, suaraku tak bisa keluar bersamaan dengan kesadaranku yang semakin menghilang***PoV. Rangga Aku melirik Zia yang mengambil sebuah cardigan dari dalam lemari lalu memakainya. Aku ingat Cardigan itu milik Mbak Soraya yang sering dipakainya semasa ia belum menikah dulu, terlihat sangat cocok dipakai oleh Zia. Cuaca pagi ini dingin, terasa menusuk kulit, meski aku telah mengatur suhu AC di kamar ini ke mode kipas, tetap saja masih membuat tubuh ini kedinginan. Ada pekerjaan yang masih belum kuselesaikan kemarin dan harus kuselesaikan pagi ini, Karena masih pagi, kupikir lebih baik aku mengurus pekerjaanku sebentar, lalu setelah sarapan, aku akan mengajak Zia jalan jalan. Berkali-kali istriku itu melirik ke arahku, mungkin ia bosan, tak lama kemudian ia meraih topi rajut yang ada di dekat tempat tidur, yang tadi sempat ia keluarkan dari lemari. "Aku mau jalan jalan sebentar kehalaman depan," cetus Zia sambil memakai