"Mas Cakra!" Kaluna spontan berteriak dan berlari ke arah Cakra, "Cak ... Cakra ... obat kamu di mana? Obat kamu!" sentak Kaluna sambil melonggarkan kerah Cakra dan membuka beberapa kancing kemeja Cakra."Mo-mobil ... mob-il ... n-nggak na-na-napas ... se ... mobil." Cakra menunjuk ke arah luar, rasa sesak bercampur panas membuat ia kesulitan untuk bernapas. Tangannya mencengkeram lengan Kaluna meminta pertolongan karena makin lama makin sulit untuk menghirup oksigen, rasanya ada beban berat yang menghimpit lehernya hingga ia kesulitan untuk bernapas.Rasa panas menjalar tanpa ampun disekujur tubuh Cakra hingga ia paham kalau dirinya harus segera mendapatkan obat yang ada di mobilnya, kalau tidak dirinya akan sangat tersiksa dan berujung dengan sesuatu yang tidak ia inginkan. Kematian."Lun ... o-obat ... o ...." Kesadaran Cakra makin menurun dan pandangan matanya terasa aneh. Berubah-ubah dari gelap ke terang terus menerus."Lo nggak beneran masukin arsenik ke supnya?" tanya Raka pani
"Maaf, siapa diantara kalian yang menjadi penanggung jawab pasien?" tanya pegawai rumah sakit bernama Ana sambil melihat Jonathan dan Kaluna bergantian."Nggak ada," jawab Jonathan ketus."Lah ... terus bagaimana dengan bagian administrasi dan data pasien?" tanya Ana kaget, masalahnya kalau bukan mereka yang tanggung jawab kenapa mereka datang bersama pasien? Tidak mungkin mereka sukarelawan, kan.Kaluna menghela napas, "Sini biar saya yang isi," ucap Kaluna sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil kertas berisikan pertanyaan yang harus diisi."Saya saja yang tulis," ucap Ana sambil mengambil pulpen, "nama lengkap?""Cakra Rasyid," jawab Kaluna."Tempat tanggal lahir, golongan darah, alergi yang dimiliki dan nomer telepon keluarga yang bisa dihubungi?" tanya Ana."Jakarta, 28 Agustus XXXX, golongan darah B-, dia alergi udang dan tadi sudah saya kasih epinephrine." Kaluna mulai mengingat apa lagi yang harus dia sampikan, "dia punya asma dari umur 12 tahun, dia nggak kuat dingin dan
"Maaf ...."Sebuah suara yang terdengar tidak enak membuat Kaluna dan Jonathan melepaskan pelukannya dan mendapati salah satu perawat menatap mereka berdua."Iya, kenapa Sus?" tanya Kaluna sambil melepaskan pelukkannya, "gimana?""Pak Cakra sudah siuman dan katanya dia ingin bertemu dengan orang bernama Kaluna, apakah ada yang namanya Kaluna?" tanya Perawat tersebut."Mau apa lagi sih?" tanya Jonathan kesal, walaupun sekarang dia sudah yakin kalau Kaluna tidak akan kembali terpincut pada Cakra tapi, Jonathan tetap saja kesal mendengar Cakra ingin bertemu Kaluna."Pak Cakra mau ketemu sama Ibu Kaluna," sahut perawat tersebut yang tidak paham dengan situasi yang ada. "Iya tahu, tapi, buat apa? Emang nggak ada manusia lain di bumi pertiwi ini yang bisa si Baby Shark itu temui selain pacar orang?" tanya Jonathan kesal sambil berkacak pinggang. Saat ini bukan rasa cemburu yang menguasai dirinya tapi, perasaan marah dan ingin meremas Cakra karena keinginan lelaki itu benar-benar membuat da
“Sekarat? Maksudnya?” tanya Kaluna sambil kembali berjalan mendekati Cakra.“Dia sakit, Lun … dia sekarat,” ucap Cakra sambil menunjuk ke arah luar.Kaluna menatap Cakra tak percaya, “Jonathan sakit? Kamu mabok? Jonathan nggak mungkin sakit, dia itu manusia paling bugar yang pernah aku kenal,” ucap Kaluna yang tidak terima dengan ucapan Cakra.Dulu waktu SMA memang Jonathan sudah bugar karena lelaki itu sangat suka berolahraga tapi, saat Kaluna kembali bertemu dan bahkan kembali menjalin kasih, Kaluna menyadari kalau tubuh Jonathan makin bugar. Otot perut Jonathan buktinya!“Dia sakit, Lun.”“Ngaco sumpah, yah. Dia sehat, kalau sakit atau sekarat aku orang terdekatnya yang bakal sadar,” ucap Kaluna sambil kembali menutup tirai.“Dia sakit, Lun.”“Kata siapa? Siapa yang bilang dia sakit?” tanya Kaluna, “kalau pun iya, Jonathan sakit. Sakit apa?”“Aku tau dari Karin, dia cerita sama aku kalau Jonathan itu sakit.”Brak!Kaluna menendang sisi pinggir ranjang Cakra sekeras mungkin hingga me
“Bisa ngomong?” tanya Jonathan yang jengah tidak diajak bicara sama sekali oleh Kaluna semenjak mereka pulang dari rumah sakit, kembali ke restoran dan berakhir di sofa ruang keluarga Kaluna.Jonathan berusaha menahan rasa penasarannya dengan apa yang Kaluna dan Cakra obrolkan di ruang IGD. Awalnya ia ingin langsung mengepung Kaluna dengan beribu pertanyaan namun, melihat raut wajah Kaluna yang masam dan matanya yang basah, alarm siaga Jonathan berbunyi nyaring dan memaksa lelaki itu untuk mengurungkan niatannya mengajak Kaluna berbicara. Dia masih mau hidup!Tapi, sialnya Kaluna terus mendiamkan dirinya dan itu membuat Jonathan makin gelisah. Apa yang mereka bicarakan? Apa mereka membicarakan tentang masa lalunya bersama Gendis? Tapi, jika itu yang dibicarakan tak mungkin membuat Kaluna menangis, karena Kaluna sudah tau semua masalahnya dengan Gendis. Apa mereka berwisata masa lalu dengan cerita asmara mereka dulu? Nggak mungkin! Apa jangan-jangan ….Jonathan menggelengkan kepalanya
"Selamat ulang tahun pernikahan Tante Santi," ucap Kaluna seraya menyerahkan bingkisan ke tangan Santi, ibu dari Cakra setelah acara ulang tahun pernikahan selesai.Acara ulang tahun pernikahan orang tua Cakra berlangsung dengan meriah dan bahkan beberapa tamu undangan tetap di sana hingga waktunya last order."Ah ... Kaluna," bisik Santi sambil melihat bingkasan yang Kaluna berikan dan langsung terenyuh. Kaluna memberikan parfume yang selalu ia gunakan setiap harinya sebagai hadiah, "kamu masih ingat kesukaan Mama," bisik Santi.Kaluna tersenyum manis, "Aku nggak bakal lupa sama Mama," bisik Kaluna sambil mengusap air matanya. Benar hal paling berat memutuskan pertunangannya dengan Cakra bukanlah melupakan Cakra tapi, meninggalkan keluarga Cakra yang baiknya tiada dua. Calon mertuanya itu sangat baik, bahkan beberapa kali Santi mendatangi Kaluna saat Kaluna sedang terpuruk mengetahui kelakuan Cakra yang menyebalkan. Santi bahkan meminta Kaluna tetap menerima Cakra dan menjadikan diri
Kaluna terus berjalan meninggalkan Karin dan menulikan kupingnya saat mendengar Karin meneriakkan namanya. Ia sama sekali tidak peduli dengan wanita maling itu, ia lebih suka kembali ke dapur dan memotong daging sambil membayangkan apa yang ia potong itu adalah batang leher Karin.“Hei! Tunggu! Eh … jangan pura-pura budek!” sentak Karin sambil terus mengejar Kaluna bahkan saat Kaluna masuk ke dalam kawasan yang hanya pegawai restoran yang boleh masuk. Hatinya panas bukan kepalang mendengar perkataan Kaluna tadi! “Tunggu!” sentak Karin sambil menggapai tangan Kaluna dan menariknya hingga membuat Kaluna memutar tubuhnya hingga mereka berdua saling berhadapan.“Apa mau apa lagi? Mau ngapain lagi? Mau hina aku lagi? Hah?” tantang Kaluna yang saat ini sudah merasa aman untuk meluapkan emosinya karena sudah berada di tempat yang tidak ada tamu dan cctv sama sekali. “Apa?”“Kamu kalau ngomong nggak pernah disaring, kaya nggak pernah di sekolahin! Maksud kamu apa tadi bilang kerjaan aku cuma
“Argh!” Kaluna kaget saat dirinya ditarik, “kamu ngapain di sini?!” tanya Kaluna saat tahu siapa yang menariknya. “Kamu ngomong apa sama Karin?” tanya Cakra sambil melepaskan cengkeramannya dan mundur beberapa langkah sambil melihat dari atas ke bawah tubuh Kaluna seolah ingin memastikan kalau Kaluna baik-baik saja.“Bukan apa-apa, kamu kenapa ada di sini? Kamu itu emang buta atau katarak sih? Nggak liat apa kalau yang boleh masuk ke sini itu hanya karyawan? Atau jangan-jangan kamu mau resign dari tempat kerja kamu dan daftar jadi karyawan Moon?” tanya Kaluna yang geram karena selalu saja mendapati Cakra yang bisa masuk ke area terlarang. Kaluna melihat sekelilingnya, seingatnya jalan satu-satunya masuk ke sana hanya dari tempat tadi ia dan Karin lewati dan dia nggak ingat melihat Cakra. “Kalau kamu seingin itu kerja di Moon, ada tuh satu lowongan buat kamu, jadi diswasher (tukang cuci piring), cocok kurasa buat kamu biar sekalian bisa bersihin pikiran kamu yang terus aja deketin ak