“Bisa ngomong?” tanya Jonathan yang jengah tidak diajak bicara sama sekali oleh Kaluna semenjak mereka pulang dari rumah sakit, kembali ke restoran dan berakhir di sofa ruang keluarga Kaluna.Jonathan berusaha menahan rasa penasarannya dengan apa yang Kaluna dan Cakra obrolkan di ruang IGD. Awalnya ia ingin langsung mengepung Kaluna dengan beribu pertanyaan namun, melihat raut wajah Kaluna yang masam dan matanya yang basah, alarm siaga Jonathan berbunyi nyaring dan memaksa lelaki itu untuk mengurungkan niatannya mengajak Kaluna berbicara. Dia masih mau hidup!Tapi, sialnya Kaluna terus mendiamkan dirinya dan itu membuat Jonathan makin gelisah. Apa yang mereka bicarakan? Apa mereka membicarakan tentang masa lalunya bersama Gendis? Tapi, jika itu yang dibicarakan tak mungkin membuat Kaluna menangis, karena Kaluna sudah tau semua masalahnya dengan Gendis. Apa mereka berwisata masa lalu dengan cerita asmara mereka dulu? Nggak mungkin! Apa jangan-jangan ….Jonathan menggelengkan kepalanya
"Selamat ulang tahun pernikahan Tante Santi," ucap Kaluna seraya menyerahkan bingkisan ke tangan Santi, ibu dari Cakra setelah acara ulang tahun pernikahan selesai.Acara ulang tahun pernikahan orang tua Cakra berlangsung dengan meriah dan bahkan beberapa tamu undangan tetap di sana hingga waktunya last order."Ah ... Kaluna," bisik Santi sambil melihat bingkasan yang Kaluna berikan dan langsung terenyuh. Kaluna memberikan parfume yang selalu ia gunakan setiap harinya sebagai hadiah, "kamu masih ingat kesukaan Mama," bisik Santi.Kaluna tersenyum manis, "Aku nggak bakal lupa sama Mama," bisik Kaluna sambil mengusap air matanya. Benar hal paling berat memutuskan pertunangannya dengan Cakra bukanlah melupakan Cakra tapi, meninggalkan keluarga Cakra yang baiknya tiada dua. Calon mertuanya itu sangat baik, bahkan beberapa kali Santi mendatangi Kaluna saat Kaluna sedang terpuruk mengetahui kelakuan Cakra yang menyebalkan. Santi bahkan meminta Kaluna tetap menerima Cakra dan menjadikan diri
Kaluna terus berjalan meninggalkan Karin dan menulikan kupingnya saat mendengar Karin meneriakkan namanya. Ia sama sekali tidak peduli dengan wanita maling itu, ia lebih suka kembali ke dapur dan memotong daging sambil membayangkan apa yang ia potong itu adalah batang leher Karin.“Hei! Tunggu! Eh … jangan pura-pura budek!” sentak Karin sambil terus mengejar Kaluna bahkan saat Kaluna masuk ke dalam kawasan yang hanya pegawai restoran yang boleh masuk. Hatinya panas bukan kepalang mendengar perkataan Kaluna tadi! “Tunggu!” sentak Karin sambil menggapai tangan Kaluna dan menariknya hingga membuat Kaluna memutar tubuhnya hingga mereka berdua saling berhadapan.“Apa mau apa lagi? Mau ngapain lagi? Mau hina aku lagi? Hah?” tantang Kaluna yang saat ini sudah merasa aman untuk meluapkan emosinya karena sudah berada di tempat yang tidak ada tamu dan cctv sama sekali. “Apa?”“Kamu kalau ngomong nggak pernah disaring, kaya nggak pernah di sekolahin! Maksud kamu apa tadi bilang kerjaan aku cuma
“Argh!” Kaluna kaget saat dirinya ditarik, “kamu ngapain di sini?!” tanya Kaluna saat tahu siapa yang menariknya. “Kamu ngomong apa sama Karin?” tanya Cakra sambil melepaskan cengkeramannya dan mundur beberapa langkah sambil melihat dari atas ke bawah tubuh Kaluna seolah ingin memastikan kalau Kaluna baik-baik saja.“Bukan apa-apa, kamu kenapa ada di sini? Kamu itu emang buta atau katarak sih? Nggak liat apa kalau yang boleh masuk ke sini itu hanya karyawan? Atau jangan-jangan kamu mau resign dari tempat kerja kamu dan daftar jadi karyawan Moon?” tanya Kaluna yang geram karena selalu saja mendapati Cakra yang bisa masuk ke area terlarang. Kaluna melihat sekelilingnya, seingatnya jalan satu-satunya masuk ke sana hanya dari tempat tadi ia dan Karin lewati dan dia nggak ingat melihat Cakra. “Kalau kamu seingin itu kerja di Moon, ada tuh satu lowongan buat kamu, jadi diswasher (tukang cuci piring), cocok kurasa buat kamu biar sekalian bisa bersihin pikiran kamu yang terus aja deketin ak
“J-Jo … ah.” Kaluna melentingkan tubuhnya sembari berjuang untuk mengambil napas disela-sela ciuman Jonathan.Kaluna bahkan kesulitan mengimbangi ciuman Jonathan yang membuat setiap inci bibirnya meraung meminta lebih, Kaluna bahkan merasakan rasa manis di ujung bibir Jonathan, rasa manis permen yang membuat dirinya ingin lebih banyak lagi meraup bibir Jonathan.Seolah paham apa yang diinginkan Kaluna, Jonathan memiringkan kepalanya dan meliukkan lidahnya lebih dalam lagi, mengabsen setiap inci mulut Kaluna dan beberapa kali menggerakkan lidahnya menyentuh langit-langit mulut Kaluna.Kaluna mengerang sambil mencengkeram kemeja Jonathan saat ia merasakan rasa menggelitik berbalut nikmat di mulutnya. Tanpa sadar ia menggerakkan pinggulnya sendiri menggesek pinggul Jonathan, napas Kaluna makin tercekat saat ia merasakan sesuatu yang keras di sana.“Jo … a-aku, aku bel—“ Kaluna lagi-lagi tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Jonathan kembali memagutnya, bibirnya beberapa kali digigit da
Plak ….Kaluna tersentak saat ia merasakan pukulan di bokongnya, dengan kesal ia menatap Jonathan yang tersenyum tengil sedang menatapnya, “Jonathan! Sakit!”“Salah sendiri punya bokong mengundang,” kekeh Jonathan sambil membenamkan wajahnya di payudara Kaluna.“Aw … aw … Jonathan,” pekik Kaluna sambil menjambak rambut Jonathan hingga kepala lelaki itu menengadah, “sakit! Ngapain gigit sih? Udah awas ah, aku mau pakai baju cepet-cepet. Aku nggak mau ada karyawan lain yang lihat kita nggak pakai baju berduaan di sini,” ucap Kaluna sambil menarik lebih keras lagi rambut Jonathan karena lelaki itu berusaha untuk kembali membenamkan wajahnya di payudara Kaluna.“Sekali aja,” pinta Jonathan sambil menatap Kaluna dengan tatapan memohon. Entah kenapa melihat belahan dada Kaluna yang tersangga sempurna membuat dirinya ingin membenamkan wajahnya di sana. Empuk.“Nggak!” Kaluna membulatkan wajahnya sambil menekan payudaranya berusah menutupi agar Jonathan tidak mengejar-ngejar dirinya, “demen b
"Itu ....""Itu apa? Dijawab, Jo bukan diem aja," pinta Kaluna. Ia menatap manik mata Jonathan berharap menemukan jawaban di sana tapi, Jonathan seolah menolak untuk membalas tatapannya."Kamu nggak mau jawab karena bener atau salah?" ucap Kaluna sambil menarik tangan Jonathan meminta lelaki itu jujur, "Jo, ini hepatitis B loh! Kalau kamu nggak jujur aku bisa ketularan," paksa Kaluna sambil berusaha mengetuk sisi empati Jonathan agar lelaki itu mau mengaku. "Yang ... bisa kita obrolin di rumah? Ini udah malem dan takutnya nanti banyak karyawan yang datang, aku takut ada apa-apa," pinta Jonathan mencari seribu satu alasan agar membuat ia terhindar dari percakapan sialan ini. Dia benci membicarakan penyakitnya, ia tidak suka membicarakan kekurangannya yang terjadi akibat ketidakbertanggung jawaban orang lain. "Aku maunya diobrolin sekarang, kalau di rumah mau rumah siapa? Aku pulang ke rumah ibu bukan ke rumah kamu, aku bukan istri kamu. Aku cuman pacar kamu." Kaluna mengingatkan Jonat
"Mau diem sampai kapan?" tanya Kaluna sambil melirik Jonathan. Sepanjang jalan pulang kekasihnya itu hanya diam seribu bahasa, hanya suara lagu yang entah siapa penyanyinya mengalun dari audio mobil menemani perjalanan mereka berdua yang biasanya ditemani canda dan tawa."Hmm ...." Jonathan membelokkan stir mobilnya dan memaki saat melihat kemacetan di depan. Seingatnya ini sudah malam kenapa masih macet? Jakarta memang beda!"Jo," panggil Kaluna yang tidak suka hanya dijawab dengan gumaman, "jawab bukan hmm ... hmm ... hmm ... Tuhan nyiptain mulut buat dipakai ngomong bukan buat hmm, hmm, hmm doang," jawab Kaluna."Macet, sabtu yah?" tanya Jonathan pada dirinya sendiri karena ia yakin bukan pertanyaan itu yang ingin Kaluna dengar.Kaluna memutar bola matanya dengan kesal dan akhirnya menghempaskan punggungnya ke kursi mobil Jonathan sambil menyilangkan kedua tangannya di dada kesal, "Terserah!"Hening ....Jonathan berjuang untuk tidak melirik ke arah Kaluna karena bila ia sudah meli