"Harusnya Kakak tolak." Kaesar menatap intens ke arah Zira, memandangi wajah cantik perempuan tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ada yang berani menolak perintah Tuan Are, Humm?" ucap Kaesar, membuat Zira terdiam– mengerjabkan mata beberapa kali dengan menatap gugup ke arah Kaesar. Benar juga! Daddynya adalah Tuan Are– sosok yang ditakuti, misterius dan kejam. Para pamannya saja yang sudah terbiasa dengan Daddynya masih takut, apalagi Kaesar. "Kau berani?" tanya Kaesar kembali, mendapat gelengan kepala secara kuat dari Zira. "Cih." Kaesar berdecis geli, menatap lamat dan berat ke arah Zira. Remaja yang baru ia nikahi ini sangat menggemaskan, tingkahnya lucu dan menggelitik perut. "Kau sangat menggemaskan, Little Wife. Cute!" Kaesar mendekat pada Zira, mengacak pucuk kepala sang istri karena terlalu gemas dengan tingkah Zira. "Little Wife? Maksud Kak Kaesar aku masih anak-anak?" Zira menepis tangan Kaesar dari atas rambut. Entah kenapa Zira gugup ketika Kaesar mengaca
"Ada apa?" tanya Kaesar, menatap Samuel lalu beralih menatap seorang perempuan mungil yang berdiri di depan Samuel. Perempuan itu menunjukkan raut muka gugup, panik serta takut. Entah kenapa itu malah menggemaskan di mata Kaesar. Ekspresi gadis mungil ini begitu lucu. "Zira dan temannya sedang dihukum meminta tanda tangan kita sekaligus foto. Tolong berikan," ucap Samuel, membantu Zira berbicara pada Kaesar. Dia tahu Kaesar adalah suami dari adiknya ini, dia hadir di pesta pernikahan tertutup keduanya. Namun, Samuel memahami situasi– adiknya masih canggung dengan Kaesar. Itu hal yang wajar sebab Kaesar dan Zira tidak pernah dekat sebelumnya. Ditambah perbedaan usia keduanya yang sangat jauh, semakin membuat keduanya mungkin canggung. Tidak masalah beda usia jauh jika masih satu zona. Namun, Zira dan Kaesar berbeda zona. Kaesar pria dewasa menuju matang sedangkan Zira gadis remaja yang masih sibuk mencari jati diri. Tentu perbedaan itu membuat keduanya tidak nyaman. "Humm." Kaesar b
Langkah Zira berhenti seketika, terpaku pada sosok pria yang menikahinya– di mana pria tersebut sedang bersama perempuan, bergandengan tangan. 'Aduhh ….' Zira membatin sembari meletakkan tangan di dada– menatap dua insan yang terlihat sangat romantis tersebut, 'kenapa dadaku nyeri yah? Nggak mungkin kan karena lihat mereka?' Matanya mengerjab, terus memperhatikan keduanya. 'Ah, enggan lah. Dadaku nyeri pasti karena mau tumbuh makin besar. Yah, pasti karena itu,' dewi batin Zira, buru-buru beranjak dari sana sebelum keberadaannya disadari. Yang dia lihat barusan adalah Kaesar dengan seorang perempuan cantik, seksi dan tinggi– cocok dengan Kaesar. Keduanya bergandengan tangan, berjalan lambat sembari si perempuan yang bercoleteh. Bukankah keduanya terlihat manis layaknya pasangan? "Jika kita berani jatuh cinta, maka kita harus bersiap-siap menanggung resiko untuk cemburu," ucap Zira, membaca sebuah kertas yang ia temukan di lantai– dekat rak coklat. "Ih, apaan sih?" gumam Zira, merob
"Razie?" Zira mengerjabkan mata secara berulang, menatap Kaesar gugup bercampur bingung. Zira akui dia salah menyebut nama, tetapi kenapa raut muka Kaesar terlihat tidak senang? Razie kembarannya, wajar jika Zira merindukan pria itu. "Maaf, aku terbiasa dengan Razie," ucap Zira kemudian, memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Kaesar hanya diam, memperhatikan Zira secara lamat yang tengah asyik membuat sesuatu. Razie. Kenapa harus nama itu yang Zira sebut? Hell! Ada dia di sini, jadi kenapa bukan dia? "Razie, tolong pegang ini. Aku ingin meng …-" Ucapan Zira langsung berhenti ketika dia menoleh ke arah belakang– menghadap pada Kaesar. Zira ingin meminta bantuan, tetapi lagi-lagi dia salah menyebut nama. Cik, ini karena dia terlalu sering serta sudah terbiasa selalu bersama dengan kembarannya. Kaesar yang sudah selesai makan memilih mendekati Zira, memegang kertas yang Zira katakan tadi. "Aku bukan Razie. Aku Kaesar-- suamimu!" dinginnya, melayangkan tatapan tajam yang menghunus
Setelah mendapat arahan untuk kompetisi, para peserta dipersilahkan mencar untuk membentuk lima kelompok. Lomba akan dimulai dari besok, di mana besok adalah hari pertama mereka pemotretan– hasil dari potretan tersebut akan diposting di akun sosial media kampus serta sosial media pribadi. Setiap Minggu mereka akan melakukan pemotretan dan posting foto, hasil vote dari foto tersebut lah yang akan menjadi salah satu poin penilaian. Mereka juga diberi kegiatan tambahan, yakni membuat pertunjukan seni– di mana mereka dibagi menjadi lima kelompok. Namun, masih ada pertunjukan bakat secara personal– lebih tepatnya setiap perwakilan king queen dari fakultas, keduanya wajib menampilkan bakat secara bersama, dan itu akan ditampilkan ketika acara penutupan dari kegiatan ini. "Kita akan menampilkan bakat apa?" tanya Gani pada Zira, di mana keduanya saat ini sedang duduk berdua– mengasingkan diri dari peserta lain yang terlihat masih sibuk mencari kelompo
Tiba-tiba saja Samuel menghampirinya, langsung menarik tangan Zira agar berdiri dan ikut dengannya. "Kakak!" pekik Zira pelan, meringis karena malu diperhatikan oleh peserta lain. "Kau akan ikut makan siang dengan Kakak," ucap Samuel, mendapat tatapan melotot kaget dari Zira. Perempuan berusia delapan belas tahun tersebut menoleh ke belakang, menatap sahabatnya yang tengah melambaikan tangan padanya lalu mengacungkan jari jempol– pertanda jika Gani tak masalah, aman-aman saja ditinggal oleh Zira. Zira sebenarnya bisa saja mereog agar tidak ikut makan dengan Kakaknya. Namun, crush-nya di sini dan tengah memperhatikannya. Zira malu untuk melakukan hal konyol. 'Harus jaga sikap, tetap anggun, manis dan lemah lembut.' batin Zira ketika dia sudah sampai di depan sang suami, berdiri kaku dengan raut muka tegang. Kaesar tersenyum lembut, mengulurkan tangan untuk menyentuh pucuk kepala Zira. Persetan jika banyak yang bertanya-tanya apa hubungannya dengan Zira, dia tak peduli akan hal it
Tak' tak' tak. Zira menoleh ke arah sebuah kaki yang mendekatinya. Jantung Zira berdebar kencang, malu semakin menyelimuti dirinya saat Kaesar datang menghampirinya yang tengah berbaring di lantai kamar mandi– akibat jatuh tadi. Zira hanya diam, tak melakukan apa-apa– membeku di tempat karena terlalu malu dengan keadaannya sekarang. Zira hanya bisa menjauhkan pandangannya dari Kaesar. Pria itu tiba-tiba berjongkok di sebelah Zira; membuat Zira langsung memalingkan wajah, memejamkan mata dengan erat. Sejujurnya, Zira sudah ingin menangis, tetapi dia malu. Jangankan menangis, menutupi bagian tubuh sensitifnya saja dengan tangan Zira tidak melakukan. Yah, tingkat malu Zira sudah menembus dimensi lain, membuat gadis delapan belas tahun tersebut membatu di tempat. Tanpa mengatakan apa-apa, Kaesar menggendong Zira– membawa istrinya tersebut keluar dari kamar mandi. Shit! Satu yang membuatnya semakin terbakar dalam sana. Ekspresi Zira! Ekspresi takut, malu serta gugup perempuan ini, mem
Kaesar buru-buru keluar dari mobil, menghampiri Zira yang terlihat sedang bermain di genangan air– sengaja berhenti di sebuah genangan air tersebut. Hah, entah apa yang istrinya ini pikirkan! Kaesar langsung menarik tangan Zira, membuat perempuan itu melotot kaget– mendongak ke arah pemilik tangan yang mencengkeram pergelangannya dengan menampilkan air muka konyol. Ketika tahu jika Kaesar lah orang ini, Zira memilih tak protes– diam ditarik oleh sang suami dari bawah hujan. Pria tersebut membawanya masuk dalam asrama– membuka jas hujan Zira lalu mendudukkan perempuan itu di sebuah tepi ranjang. Kaesar meraih es krim Zira yang tinggal setengah kemudian membuangnya ke tempat sampah. Kaesar mengambil handuk lalu melemparnya ke atas kepala Zira– membuat perempuan itu meringis, memilih me-lap kepala dengan handuk sembari melirik-lirik takut pada sang suami. "Kenapa dua hari ini kau tidak datang ke tempat pelatihan?" dingin Kaesar, bersedekap di dada sembari menatap tajam ke arah Zira.Z