Setelah mendapat arahan untuk kompetisi, para peserta dipersilahkan mencar untuk membentuk lima kelompok. Lomba akan dimulai dari besok, di mana besok adalah hari pertama mereka pemotretan– hasil dari potretan tersebut akan diposting di akun sosial media kampus serta sosial media pribadi. Setiap Minggu mereka akan melakukan pemotretan dan posting foto, hasil vote dari foto tersebut lah yang akan menjadi salah satu poin penilaian. Mereka juga diberi kegiatan tambahan, yakni membuat pertunjukan seni– di mana mereka dibagi menjadi lima kelompok. Namun, masih ada pertunjukan bakat secara personal– lebih tepatnya setiap perwakilan king queen dari fakultas, keduanya wajib menampilkan bakat secara bersama, dan itu akan ditampilkan ketika acara penutupan dari kegiatan ini. "Kita akan menampilkan bakat apa?" tanya Gani pada Zira, di mana keduanya saat ini sedang duduk berdua– mengasingkan diri dari peserta lain yang terlihat masih sibuk mencari kelompo
Tiba-tiba saja Samuel menghampirinya, langsung menarik tangan Zira agar berdiri dan ikut dengannya. "Kakak!" pekik Zira pelan, meringis karena malu diperhatikan oleh peserta lain. "Kau akan ikut makan siang dengan Kakak," ucap Samuel, mendapat tatapan melotot kaget dari Zira. Perempuan berusia delapan belas tahun tersebut menoleh ke belakang, menatap sahabatnya yang tengah melambaikan tangan padanya lalu mengacungkan jari jempol– pertanda jika Gani tak masalah, aman-aman saja ditinggal oleh Zira. Zira sebenarnya bisa saja mereog agar tidak ikut makan dengan Kakaknya. Namun, crush-nya di sini dan tengah memperhatikannya. Zira malu untuk melakukan hal konyol. 'Harus jaga sikap, tetap anggun, manis dan lemah lembut.' batin Zira ketika dia sudah sampai di depan sang suami, berdiri kaku dengan raut muka tegang. Kaesar tersenyum lembut, mengulurkan tangan untuk menyentuh pucuk kepala Zira. Persetan jika banyak yang bertanya-tanya apa hubungannya dengan Zira, dia tak peduli akan hal it
Tak' tak' tak. Zira menoleh ke arah sebuah kaki yang mendekatinya. Jantung Zira berdebar kencang, malu semakin menyelimuti dirinya saat Kaesar datang menghampirinya yang tengah berbaring di lantai kamar mandi– akibat jatuh tadi. Zira hanya diam, tak melakukan apa-apa– membeku di tempat karena terlalu malu dengan keadaannya sekarang. Zira hanya bisa menjauhkan pandangannya dari Kaesar. Pria itu tiba-tiba berjongkok di sebelah Zira; membuat Zira langsung memalingkan wajah, memejamkan mata dengan erat. Sejujurnya, Zira sudah ingin menangis, tetapi dia malu. Jangankan menangis, menutupi bagian tubuh sensitifnya saja dengan tangan Zira tidak melakukan. Yah, tingkat malu Zira sudah menembus dimensi lain, membuat gadis delapan belas tahun tersebut membatu di tempat. Tanpa mengatakan apa-apa, Kaesar menggendong Zira– membawa istrinya tersebut keluar dari kamar mandi. Shit! Satu yang membuatnya semakin terbakar dalam sana. Ekspresi Zira! Ekspresi takut, malu serta gugup perempuan ini, mem
Kaesar buru-buru keluar dari mobil, menghampiri Zira yang terlihat sedang bermain di genangan air– sengaja berhenti di sebuah genangan air tersebut. Hah, entah apa yang istrinya ini pikirkan! Kaesar langsung menarik tangan Zira, membuat perempuan itu melotot kaget– mendongak ke arah pemilik tangan yang mencengkeram pergelangannya dengan menampilkan air muka konyol. Ketika tahu jika Kaesar lah orang ini, Zira memilih tak protes– diam ditarik oleh sang suami dari bawah hujan. Pria tersebut membawanya masuk dalam asrama– membuka jas hujan Zira lalu mendudukkan perempuan itu di sebuah tepi ranjang. Kaesar meraih es krim Zira yang tinggal setengah kemudian membuangnya ke tempat sampah. Kaesar mengambil handuk lalu melemparnya ke atas kepala Zira– membuat perempuan itu meringis, memilih me-lap kepala dengan handuk sembari melirik-lirik takut pada sang suami. "Kenapa dua hari ini kau tidak datang ke tempat pelatihan?" dingin Kaesar, bersedekap di dada sembari menatap tajam ke arah Zira.Z
"Pergi!" Brak'Asta buru-buru menutup pintu kamar setelah itu langsung melangkah cepat dari sana dengan raut muka bertanya-nyata. "Zira di sini? Di dalam kamar Kaesar?" gumamnya dengan nada pelan, mencicit setengah panik dan khawatir. Dia dengan mudah sangat mengenali Zira, selain karena visual Zira yang sangat cantik serta auranya yang kuat juga karena beberapa kali dia mendapati Kaesar mengamati Zira ketika di tempat pelatihan model. Sekarang perempuan itu di sini. Apa jangan-jangan Kaesar menculiknya? Terlihat kondisi Zira seperti takut, kacau dan pucat. Dia bahkan seperti mengalami mimpi buruk. 'Kenapa kamu ada di rumahku?' Ucapan Zira tadi mengiyang di dalam kepala Asta. Gadis remaja manja itu menyebut jika ini rumahnya, bahkan Zira sempat menyebut jika dia sedang bermimpi. Fix, tadi Zira memang sedang bermimpi. "Zira masih tergolong remaja, dia pasti trauma sampai terbawa ke alam mimpi, makanya dia seper
Saat ini Zira tengah makan malam dengan suami dan kedua kakaknya. Kaesar duduk di kepala meja– makan dengan tenang. Lalu di sebelahnya, ada Zira yang tengah makan … meski terlihat lahap, perempuan itu makan begitu anggun dan manis. Tentu saja, Zira sedang menjaga image di depan suaminya. Jika di rumahnya, Zira sering dimarahi oleh Daddynya karena makan terlalu cepat-cepat– jauh dari kata anggun. Betul sekali, Zira adalah langganan kemarahan Daddynya. Di sisi lain, Asta diam-diam mengintip ke arah ruang makan. Sejujurnya, dia ingin sekali bergabung ke sana. Namun, dia takut diamuk oleh Xander. "Ke--kenapa anak … dia Zira kan? Salah satu peserta king Queen kampus BF? Kenapa dia di sini?" tanya Maya, mengerutkan kening ketika melihat seorang gadis ikut makan dengan Kaesar maupun dua pria tampan berbahaya di sana. "Awalnya kukira dia disini karena diculik oleh Kaesar. Tetapi … lihat saja! Gadis itu terlihat senang," jawab Asta, mengepalkan tangan secara kuat -- tak terima Zira ikut mak
'Ini kan …?' Zira menatap ke sekeliling, memperhatikan bangunan mega berupa villa di tengah perkebunan. "Wah, bagus sekali villa-nya. Sial, yang punya pasti orang kaya banget," celutuk salah satu teman Zira, berjalan ke teras dan memilih menunggu di sana. Sedangkan Zira, dia duduk di atas koper miliknya– menghadap ke villa dengan perasaan campur aduk. Dia bertopang dagu, begitu serius menatap bangunan cantik di depannya. Villa ini begitu luas, terdiri dari beberapa bangunan yang terpisah, punya pemandangan yang indah dan punya desain yang bagus– sederhana, klasik tetapi penuh pesona. Zira buru-buru mengeluarkan ponsel, mengambil foto villa tersebut kemudian mengirim gambar pada kembarannya. [Aku ada di Villa Granddad.] Pesan yang Zira kirim pada Razie. Dia tak menunggu balasan dari kembarannya tersebut karena dia tahu Razie tak akan membalas pesannya secepat itu. Butuh-- mungkin nanti malam baru dia mendapat balasan pesan dari Razie. It's ok, karena Zira terbiasa dan memang begit
"Ini kamarku?" tanya Zira setelah berada di sebuah kamar–berbeda bangunan dengan staf atau rekan yang lain. Kaesar menganggukkan kepala, membereskan koper miliknya dan koper milik istrinya. Sedangkan Zira, dia memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Namun, menyadari sesuatu, Zira kembali duduk– menghadap ke arah suaminya yang tengah beres-beres. 'Koper Kak Kae juga di--' Zira mengerutkan kening. "Kak Kae di sini juga? Maksudku-- kita satu kamar?" tanya Zira, masih mengamati suaminya yang sedang membereskan pakaian dalam sebuah lemari. "Humm." Kaesar menganggukkan kepala, "di bangunan ini hanya ada tiga kamar. Dua kamar sudah dipakai oleh Xander dan Samuel." Zira memangut pelan. Tentu saja dia tahu jika bangunan villa bagian ini memang hanya memiliki tiga kamar. Biasanya jika mereka berlibur kemari, Daddynya yang sering menggunakan bangunan ini karena memisah dan cukup jauh dari bangunan lain. Daddynya memang terkenal dengan pribadinya yang suka tenang, sepi dan sunyi