"Akhirnya datang juga," ucap Lea, tersenyum lebar ke arah Ziea yang baru datang ke kediaman Mahendra. Lea begitu semangat untuk menghampiri adik ipar sekaligus sahabatnya tersebut. Setalah cipika-cipiki dan membiarkan Ziea bersalaman dengan orang tuanya, Lea langsung mengajak Ziea untuk duduk di sebelahnya. Padahal minggu depan dia baru bertemu dengan Ziea, tetapi Lea sudah sangat merindukan sahabatnya ini. "Setelah ada kembar, kamu makin cantik deh, Ziea. Kamu kayak --" Lea memperhatikan Ziea secara detail, lamat dan mencermati, "kayak masih Ziea tetapi dalam versi yang-- wah banget. Apa ini yang disebut dengan aura kecantikan yang memancar?" "Cik, perasaan kamu saja, Le." Ziea mendengkus pelan. Anehnya, semenjak Lea hamil, perempuan ini sangat suka memuji-mujinya. Bukan hanya Ziea sebenarnya, semua orang dipuji. Termasuk Abang tukang bakso! Jadi Ziea tak merasa ge'er sama sekali atas pujian sahabatnya ini. Lagian Ziea mah sudah cantik dari lahir. "Enggak loh, Ziea. Sumpah, kamu
"Ziea," panggilnya dengan nada lirih dan berkaca-kaca, menatap dalam k arah perempuan cantik di hadapannya.Wanita di sebelah pria tesebut terkejut, menatap Ziea sang bos lalu menatap kekasihnya dengan wajah murung bercampur khawatir. Wanita itu mengulas senyuman, mengeratkan genggamannya pada sebuah kado di tangan. Perasaan sesak dan kalut mulai merasuki hatinya. "O--oh, hai, Bagas." Ziea tersenyum simpul, berusaha untuk tidak gugup ataupun panik. "Ya elah, Ziea doang yang diingat," seru Lea, sengaja agar mengalihkan perhatian Bagas pada Ziea. Dia tebak jika karyawannya yang berada di sebelah Bagas adalah kekasihnya, dan Lea cukup tak enak pada karyawannya tersebut atas apa yang terjadi di situasi sekarang. "Lea." Bagas menoleh kemudian tersenyum ke arah Lea. Sebuah senyuman tipis tanpa makna apapun. Setelah itu, Bagas kembali menatap Ziea, menyunggingkan sebuah senyuman serta tatapan akan kerinduan yang mendalam. 'Lama tidak jumpa, Dewi bulanku.' batinnya, masih tersenyum pada Z
--Musim baru telah tiba. Happy reading, MyRe!!--"Kau sudah dua puluh tujuh tahun, tetapi sampai sekarang kau belum pernah dekat dengan perempuan manapun." Pria yang sedang diajak bicara oleh sepupunya tersebut hanya diam, melirik sekilas pada sang sepupu lalu memilih kembali melanjutkan hobi-nya, membaca buku. Yah, dia sama seperti Daddynya, gemar membaca buku. Tentunya itu buku yang penuh dengan ilmu pengetahuan, bukan novel atau komik seperti yang sering dibaca oleh Mommy atau kembarannya. Razie Dominic Azam, pria berusia dua puluh enam tahun tersebut memilih tidak menanggapi perkataan sepupunya. Bagi Razie, hidupnya adalah miliknya. Jadi orang lain tidak berhak mencampurinya. "Jangan jangan kau menyimpang, Razie," ucap sepupunya tersebut sembari terkekeh mengejek. "Zira saja sudah menikah. Ouh iya, rumor mengatakan kau kan jatuh cinta pada kembaranmu sendiri. Hahaha … masuk di akal. Razie jatuh cinta pada Zira, oleh sebab itu Razie memutuskan untuk tidak menikah. Ah, ternyata i
"Karena Razie menabraknya, Mommy.""APA?!!""Dan dia pergi," lanjut Razie sembari tersenyum pada Mommynya. Ziea hanya bisa geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan putranya tersebut. Dari cerita singkat Razie, Ziea bisa menyimpulkan jika putranya tersebut mengalami tragedi yang bernama cinta pandang pertama. "Mommy no comment lah, tapi semoga kamu dan gadisnya berjodoh yah, Sayang," ujar Ziea, lalu pamit dan segera keluar dari sana. Kenapa Ziea mengatakan seperti itu? Karena harapan putranya untuk bertemu dengan gadis itu sangat kecil, putranya tidak mengetahui namanya dan mereka tidak sempat berkenalan. Hais, miris sekali putranya! ***Saat ini Razie dan Ebra berada di sebuah pesta ulang tahun salah satu sepupunya yang diadakan di sebuah hotel. Razie sebenarnya sangat malas ke tempat-tempat seperti ini, tetapi Ebra memaksa. Jadilah Razie terjebak di tempat yang sangat memuakkan ini. "Kak Razie." Razie melirik sekilas pada perempuan yang menyapanya tersebut. Beby Tifany, sep
Tujuh tahun kemudian. "Mama tidak makan?" tanya seorang anak lelaki berusia enam tahun pada Mamanya. Perempuan muda yang dipanggil Mama tersebut menggelengkan kepala. "Mama sudah makan, kamu saja yang makan," ucapnya– melirik sekilas pada anaknya tersebut lalu berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya. Kanza Adiba, perempuan itu kino berusaha dua puluh lima tahun. Anak yang sekarang memanggilnya Mama adalah anak hasil pelecehan yang dia terima. Tak mudah! Bahkan sampai detik ini Kanza masih berjuang mati-matian untuk putranya. Terlebih sekarang anaknya akan memasuki pendidikan sekolah dasar, Kanza harus lebih keras lagi untuk mencari uang. Kenapa Kanza sangat menyayangi anak ini? Bukankah dia anak hasil pemerkosaan yang dialami Kanza? Awalnya Kanza juga berat menerimanya, dia bahkan berniat menggugurkannya. Namun, kehadiran anak ini seolah menguatkan Kanza. Mama Kanza sudah meninggal, sedangkan ayahnya … pria kejam itu mengusir Kanza hanya karena mencintai keluarganya yang baru. Kanz
Razie memilih meninggalkan Mommynya yang saat ini sedang sibuk mengobrol dengan mantan mertua Razie. Shit! Razie benci situasi seperti ini, dia benci apapun yang berhubungan dengan mantan istrinya. But, mereka sangat dekat dengan orang tua Razie. Mereka bersahabat dengan Paman Razie, oleh sebab itu Razie tidak bisa menunjukkan kebenciannya pada Beby dan orang tuanya. Rasa kesalnya pada keluarga Beby masih sama dengan tujuh tahun yang lalu. Razie menikahi Beby karena terpaksa, perempuan itu terbangun di ranjang yang sama dengan Razie dalam keadaan tanpa busana. Razie pikir Beby adalah korbannya akibat jebakan keluarga Sonia. Yah, karena selalu diajarkan untuk bertanggung jawab, Razie akhirnya menikahi Beby. Namun, selama satu bulan pernikahan entah kenapa Razie merasa ada yang ganjal. Dia tidak pernah menyentuh Beby, bahkan saat perempuan itu telanjang sekalipun di depannya, Razie sama sekali tidak tergiur. Malah-- dia merasa jijik. Merasa ada yang salah dengannya, Razie menyelidik
"Bodoh.""Hei--" Ziea sontak kaget, begitu juga dengan Razie. "Tidak sopan kau berbicara kasar pada Grandma," dingin Razie, melayangkan tatapan tajam pada putranya tersebut. Shit! Mommynya benar, Razie tak perlu tes DNA untuk membuktikan apakah Kendrick putranya atau tidak. Kendrick memang putranya! "Aku malas meladeni penipu," ujar Kendrick pelan, nadanya malas– menatap kantuk pada kedua orang di hadapannya tersebut-- tatapan malas tetapi terkesan angkuh. Setelah mengatakan itu, Kendrick segera masuk dalam rumah, mengunci pintu karena takut kedua penculik anak tersebut masuk dalam rumahnya. "Holyshit!" umpat Razie pelan, benar-benar tak habis pikir dengan sikap anaknya. Pertama, anak itu menipu mereka dengan berpura-pura bisu dan tuli. Kedua, tidak bersikap sopan pada orang tua. Ketiga … hell! "Kita pulang, Mom." "Tapi …-" Ziea menyungut pelan. "Tidak sekarang kita membawanya, Mom. Come on, Queen," ucap Razie lembut, meraih tangan sang mommy-- menggenggamnya, berjalan serasi d
"Mama kerja dulu," pamit Kanza pada putranya, "ingat, kalau ada orang yang datang seperti semalam, kamu jangan ladeni yah, Ken," peringat Kanza pada sang putra, mendapat anggukan dari Kendrick. "Jangan lupa makan siang, Mama pergi." Kanza mengecup pucuk kepala Kendrick lalu segera beranjak dari sana. Kendrick langsung masuk ke dalam rumah, mengunci pintu seperti nasihat Mamanya setiap waktu. Sedangkan Kanza, setelah dia sampai di tempat galeri seni-- tempatnya bekerja saat ini, dia langsung menemui anak pemilik dari galeri tersebut, bos-nya. "Oh, Kanza, akhirnya kamu sudah datang," ucap pria itu sembari tersenyum manis pada Kanza. "Silahkan masuk," lanjutnya. Kanza yang masih berdiri di ambang pintu langsung memasuki ruangan bos-nya tersebut. "Saya memanggilmu kemari karena ingin memberikan tugas penting. Aunty dan pamanku ulang tahun di hari ini. Aunty sangat suka miniatur, dan kudengar selain melukis kamu juga mahir membuat miniatur." Kanza menaggukkan kepala secara singkat.