"Bagaimana, kau sudah jatuh cinta padaku?" Kanza mengerjab beberapa kali, menatap semakin gugup pada suaminya. Jatuh cinta pada pria ini? Sebelum menikah dia sudah merasakan-nya. Bagaimana bisa dia menghindar dari cinta, sedangkan dia dan Razie tinggal satu atap? Tentu Kanza tidak bisa menghindar, terlebih sosok ini sangat hangat pada putranya dan sangat peduli padanya. "Mencintai Mas Razie itu kewajibanku, kan Mas Razie suamiku," jawab Kanza, sedikit mengelak karena rasa gugup yang memenuhi dirinya. "Karena suami?" Kanza mengganggukkan kepala. "Kalau aku bukan suamimu lagi, apa cintamu akan hilang?" tanya Razie, sedikitnya tidak puas dengan jawaban Kanza. Dia ingin Kanza jatuh cinta padanya sedalam-dalamnya, tanpa ada alasan. Agar Kanza benar-benar terjerat dan bertekuk lutut padanya. Namun, Kanza punya alasan mencintai. Hell! Artinya suatu saat Kanza punya alasan jua untuk memudarkan perasaan itu. Kanza menganggukkan kepala. "Suatu saat kau punya alasan untuk mengakhiri cinta
Benar saja, setelah kepulangan sang legendaris barulah Razie dan kembarnya berhenti bertengkar– berhenti memperebutkan Kendrick. Saat ini mereka semua sedang duduk bersantai. Rencananya Razie akan pulang, tetapi karena dia masih betah berlama-lama dengan Daddynya, Razie memutuskan untuk berlama-lama di rumah orang tuanya. "Syukur kalian menikah cepat." Reigha menatap putranya dingin, "terlambat sedikit saja untuk menikahkan kalian mungkin Kendrick kedua akan muncul," tambah Riegha. Dia berkata seperti itu bukan tanpa alasan. Razie mengatakan padanya jika Kanza saat ini sedang hamil, lebih cepat dari perkiraan Reigha. "Cik, Daddy selalu berprasangka buruk padaku." Razie berdecak pelan, menatap berang pada sang Daddy. "Jaga baik-baik." Reigha berkata kembali, nadanya lebih hangat serta bersahabat dari yang sebelumnya, "ini kesempatanmu untuk menebus kesalahanmu di masa lalu pada Kanza." "Humm." Razie berdehem singkat, "aku tahu itu, Dad." Keduanya terus berbincang atau mengobrol.
"Jadi Nona Kanza putri anda, Tuan Antonio?" Pria paru baya bernama Antonio tersebut menganggukkan kepala, tersenyum tipis pada pria yang saat ini berbicara padanya. "Benar, Tuan Karel.""Putrimu sangat cantik dan seksi." Karel mengusap dagu, tersenyum penuh makna sembari menatap Antonio dengan tatapan yang sulit diartikan. "Sayangnya, ada yang mengatakan jika putri anda telah menikah dengan penguasa mengerikan." "Ah, tidak." Antonio terkekeh pelan. "Aku memang punya putri yang sudah menikah, tetapi bukan Kanza. Aku punya dua putri," tambah Antonia dengan lagi-lagi terkekeh kecil. "Ouh." Karel memangut-mangut pelan. Sepertinya informasi yang dia dapat mengenai Kanza mungkin salah. Antonio merupakan ayah Kanza dan tak mungkin pria ini berbohong padanya. Yah, informasi mengenai Kanza yang ia dapat lah yang salah. "Berarti Nona Kanza boleh untukku?" Karel menaikkan sebelah alis. Antonio terdiam sejenak, tersenyum kecut dengan bergerak tak nyaman. Saat ini dia berada di kantornya, di s
"Kanza." Kanza yang sedang mencuci tangan tersebut– sehabis selesai melukis, spontan menoleh ke arah pintu. Di mana di ambang pintu sudah berdiri Gara. Pria itu tersenyum tipis, ramah seperti biasanya. "Iya, Pak?" tanya Kanza yang kini sedang me-lap tangan menggunakan handuk kecil khusus. Kanza baru saja menyelesaikan lukisannya dan sekarang dia berniat pulang. Setelah hamil, Kanza hanya datang seperlunya ke galeri. Dia dibebaskan dari aturan apapun karena-- perusahaan milik suaminya, siapapun tidak bisa menentangnya di sini. Termasuk Gara! "Lukisan ayah dan putrinya, yang kemarin kamu lukis-- pembelinya meminta agar kamu yang mengantarnya secara langsung." Gara berkata tak enak, sedikit canggung karena kesannya dia memerintah Kanza. Hell, Kanza bukan lagi bawahannya dan perempuan cantik ini punya suami mengerikan. "Sebenarnya saya sudah menolak. Tetapi beliau mengatakan jika beliau sangat suka padamu-- dalam artian beliau suka pada karyamu. Dia salah satu penggemarmu. Jadi baga
Razie melepaskan cengkeraman tangannya, beralih menarik lukisan yang telah Kanza serahkan pada Antonio. "Sampah sepertimu tidak pantas mendapatkan karya istriku," dingin Razie, menyerahkan lukisan tersebut pada Winter. Shit! Razie pikir Winter ikut masuk ke sini, tetapi ternyata Kanza menyuruhnya untuk menunggu di mobil. Sedikitnya Razie marah dengan sikap Kanza yang seperti itu. "Tuan Razie." Karel seketika berdiri, membungkuk pada Razie untuk meminta maaf. "Maafkan saya, Tuan. Maafkan saya," ucap pria itu dengan nada bergetar ketakutan. Persetan jika tangannya masih sakit, yang terpenting dia harus mendapat maaf dari pria berbahaya ini. Pria ini bisa menghancurkan segalanya, bisnis maupun kehidupannya, "saya tidak tahu jika Nona Kanza adalah istri anda. Tuan Antonio bilang pada saya jika Nona adalah putrinya dan sudah menikah." Razie mengabaikan, memilih mencondongkan tubuhnya ke arah Kanza. Posisinya dia masih berdiri di belakang istrinya– sengaja membungkuk agar sejajar denga
"Nyonya? Dia-- Nyonya apa?" Kanza mendongak, menatap ke arah perempuan tersebut dengan raut muka konyol. "Nyonya api," jawab Kanza, mendengkus pelan lalu kembali menikmati makanannya. Winter menghela napas sejenak, senyum pelan karena merasa lucu dengan raut muka nyonya-nya. 'Nyonya?' batin Luisa, masih bertanya-tanya siapa perempuan tersebut. Hingga tiba-tiba saja pintu terbuka, memperlihatkan pujaan hatinya beserta Ethan. Untuk pertama kalinya Luisa melihat raut muka cerah sang Tuan Razie. Pria itu bahkan tersenyum dengan indah, Luisa kita senyuman itu untuknya namun dia salah. Senyuman itu untuk …-"Sweetheart, kau sedang apa?" tanya Razie yang sudah berada di sebelah istrinya, tersenyum begitu indah sembari meletakkan tangan di atas pucuk kepala Kanza. Suaranya rendah– terdengar lembut dan manis.Suara manis milik Razie tersebut membuat Luisa kejang-kejang mendengarnya. Sialnya, suara tersebut bukan untuknya tetapi untuk perempuan muda itu. "Aku sedang makan ini, Mas," jawab
Seorang perempuan cantik turun dari sebuah motor mewah nan gagah. Setelah turun, Perempuan berparas cantik tersebut membuka helm kemudian menyerahkannya pada pemuda yang masih duduk di atas motor mahal."Bagaimana, Zira? Kamu mau jadi pacarku?" tanya Kalandra, merupakan teman sekelas Zira. Mereka baru saja merayakan kelulusan bersama dengan yang lainnya, mencoret-coret baju seragam sekolah dengan pilox. Mereka bermain aman, mencoret baju seragam setelah penerimaan ijazah atau telah dinyatakan lulus. Karena jika mereka melakukannya sehabis ujian atau sebelum dinyatakan lulus, pihak sekolah mengancam akan menahan ijazah siswa yang mencoret-coret baju seragam dengan pilox. Karena tindakan tersebut dianggap kurang etis dan ricuh oleh beberapa pihak masyarakat; tentunya oleh pihak sekolah sendiri. Zira menggelengkan kepala sebagai jawaban. Sehabis dari acara kenakalan mereka tersebut, Zira diantar oleh Kalandra untuk pulang. Tentunya dia ke aca
"Daddy aku tidak mau menikah dengan Kak Kaesar atau-- siapapun itu. Aku baru saja lulus high school, Dad. Aku baru ingin kuliah." Sepertinya Kaesar dari rumah mereka, Zira langsung protes pada Daddynya. Mungkin Kaesar adalah pria yang tergolong tampan, idaman kaum hawa dan banyak kemampuan. Namun, itu tidak membuat Zira ingin menikah dengannya. Zira punya mimpi untuk menjadi model terkenal, dia punya banyak khayalan manis di kepalanya untuk menikmati hidup di masa remaja ini. Jika dia menikah maka semua akan hancur bukan? Kebebasan-- bebas yang ingin dia rasakan hanya akan menjadi harapan tanpa kenyataan jika dia menikah. "Kau tetap kuliah meskipun telah menjadi istri Kaesar," jawab Reigha rendah, terkesan dingin dan sama sekali tak menatap putrinya– memilih fokus pada pekerjaannya. 'Seeprti dejavu.' batin Ziea– juga ada di ruang kerja Reigha karena menemani suaminya untuk bekerja. Dia hanya diam, memperhatikan putrinya yang merengek karena takut untuk dinikahkan dengan Kaesar. Ini