Raja yang sudah sampai rumahnya lebih dulu langsung kepikiran begitu tidak menemukan mobil Rasya di halaman rumahnya. Pria itu masih menunggu beberapa menit lamanya di pelataran untuk memastikan Rumah pulang."Mereka ke mana ya, kok belum sampai," gumam Raja cemas.Pria itu mondar-mandir di teras rumah tak tenang. Rasanya ingin sekali menghubunginya, tetapi tidak punya cukup alasan mengingat ini di luar jam kerja dan sudah malam.Saat pikiran pria itu tengah kacau, tiba-tiba handphonenya bergetar. Raja langsung melihatnya dan menemukan nama Ruma yang melakukan panggilan."Hallo Rum! Hallo! Kamu di mana?" tanya Raja di ujung telepon. Tidak ada jawaban semakin membuatnya cemas. Pria itu harus menemukannya segera.Sementara Ruma yang panik tak sempat menerima panggilan yang sempat terhubung. Perempuan itu langsung beranjak memberi jarak saat pria itu mencoba menyentuh pipinya."Lepasin! Jangan menyentuhku!" ronta Ruma menghindari cekalan pria tak bertanggung jawab itu."Tenanglah ... aku
Raja yang hampir mengatakan sesuatu pun urung ikut melihat siapa gerangan yang melakukan panggilan di handphonenya. Dia terdiam tanpa berani mengatakan apa pun. Hak Ruma sepenuhnya untuk mrngabari suaminya dan Raja harus menyadari itu. Pria itu mengamati Ruma yang diam saja menatap layar ponselnya sampai panggilan itu berakhir. Ruma sengaja mengecilkan volume deringnya agar tidak berisik. "Kenapa tidak diangkat, bukankah Rasya yang menelpon?" Ruma langsung melirik dingin. Seolah tidak suka dengan ucapannya. "Dokter mengintip? Dia lebih suka kalau aku tidak mengangkatnya," jawab Ruma benar-benar kesal. Bagaimana bisa Rasya setega itu menurunkan dirinya di jalan tanpa tanggung jawab. Hampir saja dia mengalami pelecehan dari pria asing lagi. Apakah dirinya tak seberharga ini menjadi perempuan, sampai harus terdampar dengan keadaan yang lagi-lagi hampir membuat kehormatannya koyak. Rasanya dada itu sesak sendiri mengingat tadi. "Jangan terlalu dipikirkan, beberapa hari ke depan kam
"Ruma!" pekik Raja mendekat."Kamu tuh masih lemes, jangan bikin orang khawatir," omel pria itu nampak khawatir."Hehe ... iya, sepertinya aku butuh suster," ucap Ruma sadar betul tidak mungkin meminta tolong dengan pria di depannya yang jelas peduli, tetapi cukup jaga jarak."Duduk dulu, masih tahan kan?""Tahan apa? Maksudku, aku hanya perlu berjalan pelan, insya Allah akan sampai.""Bisa nggak bikin orang khawatir, aku panggil suster sebentar," ujar pria itu berjalan cepat keluar. Tak berselang lama, suster datang membantunya. Sementara Raja menunggu di ruangan yang sama."Mari biar kubantu," kata suster tersebut memapahnya sampai di depan pintu masuk kamar mandi. "Terima kasih, sampai di sini saja Sus," ucap Ruma merasa tak enak hati. Kenapa dia merasa jadi payah dan cukup menyusahkan.Suster itu mengangguk dengan ramah, lalu keluar dengan hati bertanya-tanya. Mungkin tengah menilai seseorang di ruangan itu kenapa sampai memanggilnya. Kenapa tidak pria itu saja yang membantunya.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Rasya langsung masuk mendorong pintunya lebih lebar. Menerabas Raja di depannya. Pria itu langsung bertemu tatap dengan istrinya yang sekarang tengah terbaring lemah di rumah sakit. "Aku menemukan Ruma pingsan di jalan, lalu aku bawa ke rumah sakit. Kenapa dia bisa berjalan sendirian di luar malam-malam.""Bukan urusanmu, Raja. Dan seharusnya kamu memberitahuku tentang keberadaan Ruma semalam. Apakah kamu sengaja menutupi ini semua dariku? Apakah semalaman kamu ada di sini?" "Bukankah dia pulang bersamamu? Istrimu sedang hamil, seharusnya kamu menjaganya dengan baik." Raja tidak menjawab perihal keberadaannya semalam, melainkan dia memberikan pertanyaan mematikan lain. Dia juga gregetan sendiri dan kepingin tahu kenapa Ruma bisa terlunta-lunta di jalanan. "Untuk apa kamu ke sini?" tanya Ruma dingin. Merutuki pertemuan hari ini yang begitu mengusik hatinya. Ruma benar malas dan kesal luar biasa dengan Rasya. "Tentu saja aku mengkhawatirkanmu, ke mana s
"Rum, malam ini mami temani kamu di sini ya. Kata dokter kandungan kamu lemah, jadi harus bedrest." Mami Maria tak beranjak sedikit pun dari ruangan. Rasya juga ada di sana. Membuat Ruma tidak leluasa bergerak dan merasa semakin tertekan. Pikirannya terus mencari cara agar bisa keluar dari rumah sakit itu. Sementara Raja diam-diam kembali ke rumah sakit di mana Ruma masih dirawat. Dia tidak bisa masuk mengingat di ruangan itu ada Rasya dan juga ibunya. Dia tidak mempunyai cukup kuat alasan hanya sekedar menjenguknya. Walaupun hatinya sangat ingin melihat keadaan Ruma. Dia menahan diri untuk itu semua. Setelah Berkutat dengan pikirannya sendiri dan menunggu waktu yang cukup lama. Pria itu pun memutuskan pulang untuk mencari solusi. Raja pulang ke rumah kedua orang tuanya. "Raja, apa yang terjadi? Kenapa kamu begitu sedih Nak?" tanya Ummi Marsya melihat putranya pulang dengan wajah mendung. Tidak biasanya putra sulungnya demikian. Masalah seberat apa pun, dia selalu akan berkata, 'R
Ruma gelisah di tempat tidur. Kepikiran tentang perkataan Rasya yang ingin melenyapkan Kehamilannya. "Kenapa belum tidur, ini kan sudah cukup larut?" tanya Rasya mendekati ranjang. Mami Maria sendiri terlihat sudah lelap di sofa tunggu. "Ini mau tidur," jawab Ruma sembari mengalihkan pandangan. Otaknya terus berpikir bagaimana caranya keluar dari masalah yang rumit ini. Lama-lama Ruma benar-benar bisa stress banyak tekanan begini. "Duh ... perutku sakit," batin Ruma memeluk dirinya sendiri. Dia mencoba terlelap sebisa mungkin walau diselimuti rasa tidak nyaman. Wanita itu baru menemukan ide yang cukup beresiko dan akan merealisasikan besok pagi. Dia tidak bisa membiarkan Rasya membawanya dalam keadaan tubuhnya tak berdaya begini. Ruma benar-benar takut kalau Rasya nekat menyakiti calon anaknya. Keesokan paginya, tepat detik-detik dokter akan menjalani visit pagi ke ruangannya. Ruma menjerit kesakitan. Perempuan itu membuat Rasya dan ibu mertuanya kaget. "Ruma, kamu kenapa?" ta
Raja bergegas ke rumah sakit. Dia menenangkan dirinya sepanjang perjalanan ke sana. Tak lupa membawakan buah tangan sebagai pengantar menjenguk orang.Pria itu tak langsung masuk. Tidak ingin membuatnya kaget karena terlalu tiba-tiba. Terlebih tengah dalam suasana duka. "Maaf Bu, bolehkah saya menjenguk Ruma. Saya Raja, sahabat Rasya sekaligus Dokter pembimbing Ruma, di rumah sakit," kata Raja mendekati Nyonya Maria. Dia tidak ingin kedatangannya membuat orang salah paham. "Dokter Raja, ya, Ruma sedang berduka. Tolong jangan bahas apa pun tentang kehamilannya.""Baik Bu, Raja paham. Terima kasih," ucap pria itu lalu masuk dengan salam. Ruma yang tengah tidur di bed langsung menoleh ke arah pintu begitu ada yang membukanya. Agak kaget ketika melihat Dokter Raja yang datang. "Rum, bagaimana keadaanmu?" tanya Raja sembari menaruh keranjang buah di makassar. "Lebih baik daripada kemarin, Dok. Dokter kenapa ke sini?" tanya Ruma takut pertemuan mereka membuat keadaan makin rumit. "Aku
Setelah Mami Maria pamit, Ruma langsung pindah ke kamarnya. Beruntung mertuanya itu tidak jadi menginap. Ruma sudah waswas sendiri menyiapkan alasan apalagi. Dia capek harus pura-pura bahagia setiap hari."Rum, pindah ke kamar, kamu masih perlu pantauan. Bagaimana kalau butuh sesuatu." Rasya mendatangi kamarnya."Tidak usah khawatir Mas, aku bisa sendiri kok," jawab Ruma tenang. Kondisinya jauh lebih baik walaupun kemarin calon anaknya sempat rewel. Namun, dia tidak bisa menjamin jika dekat dengan pria itu.Diam-diam Ruma tengah menyiapkan rencana untuk hidupnya sendiri. Dia tidak ingin terjebak lagi dengan pernikahan toxic ini. Terlebih, Rasya memang tidak pernah mencintainya."Aku mengkhawatirkanmu, kenapa kamu bisa sesantai ini. Kamu itu baru saja keguguran. Harus banyak istirahat yang tenang.""Terima kasih perhatiannya, Mas, bisa kah tolong tinggalkan kamar ini. Aku mau istirahat," pinta Ruma diam-diam mengusir secara halus."Oke, baiklah ... selama kamu masih masa pemulihan, aku
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak