Laksmi duduk di ujung sofa berwarna krem di ruang tamu mereka yang terpencil di pinggiran kota. Dia menatap layar laptopnya dengan intensitas yang jarang terlihat oleh Jaka dalam beberapa bulan terakhir ini. Perasaan tegang dan berat merayapi hatinya, membuatnya sulit untuk bernapas. Dia tahu hari ini adalah hari yang dia tidak ingin alami.
Beberapa tahun lalu, ketika mereka menikah, segalanya terasa begitu cerah. Laksmi dan Jaka adalah pasangan yang serasi. Mereka bertemu di kampus saat keduanya sedang mengejar mimpi mereka menjadi pengacara. Cinta mereka tumbuh di tengah-tengah belajar hukum, diwarnai dengan mimpi-mimpi masa depan yang penuh harapan.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam hidup, mimpi itu tidak selalu berlangsung selamanya.
Flashback
Kampus hukum pagi itu ramai dengan mahasiswa yang terburu-buru menuju kelas mereka. Di lorong yang sibuk itu, dua orang muda berdiri berdampingan: Laksmi dengan rambut hitam panjangnya yang terikat rapi ke belakang, dan Jaka dengan senyum cerahnya yang selalu menarik perhatian.
"Mau ikut ke perpustakaan setelah kelas?" Jaka menawarkan sambil menyesap kopi dari gelas plastiknya.
Laksmi mengangguk, senyumnya merekah. "Tentu, ada beberapa kasus yang perlu saya teliti untuk tugas kita minggu depan."
Mereka berjalan bersama di bawah sinar matahari pagi yang hangat, berbicara tentang studi kasus yang mereka hadapi dan berbagi ambisi mereka untuk masa depan. Di antara buku-buku hukum dan catatan-catatan yang kusut, cinta mereka berkembang, diperkuat oleh keberhasilan mereka dalam karier dan komitmen mereka pada impian bersama.
Kembali ke Saat Ini
Laksmi menatap layar laptopnya tanpa melihat apa pun. Dia merasakan getaran telepon genggamnya di saku. Dengan napas berat, dia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama "Jaka" di layar. Sejenak, dia terdiam, ragu untuk menjawab. Akhirnya, dengan hati yang berat, dia menggeser layar dan menjawab panggilan itu.
"Halo," kata Laksmi dengan suara yang agak gemetar.
"Halo, Laksmi," jawab Jaka di ujung telepon dengan suara yang lebih tenang dari biasanya. "Bisakah kita bicara? Ada beberapa hal yang perlu kita bahas."
Laksmi menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Tentu, Jaka. Kapan kamu bisa?"
"Mungkin sekarang? Di kantor," kata Jaka, suaranya terdengar tegang.
"Baiklah," jawab Laksmi, meskipun hatinya berdebar keras. "Aku akan segera ke sana."
Mereka menutup telepon dengan cepat. Laksmi merasa berat melangkah ke arah lemari untuk mengambil jaketnya. Dia memandang sekeliling rumah mereka yang penuh dengan kenangan: foto pernikahan mereka di meja samping, buku-buku hukum yang tertata rapi di rak buku, dan lukisan-lukisan yang mereka beli bersama selama liburan di dinding. Semua itu tiba-tiba terasa seperti cerita dari masa lalu yang mulai pudar.
Flashback
Pada hari pernikahan mereka, Laksmi berdiri di altar dengan gaun putihnya yang cantik, tersenyum ceria saat Jaka mengambil tangannya dengan penuh kehangatan. Mereka berjanji untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain dalam kehidupan yang akan datang, tanpa memikirkan apa pun yang bisa menghalangi mereka.
Pesta pernikahan mereka penuh dengan tawa dan kebahagiaan, keluarga dan teman-teman mereka merayakan cinta mereka yang baru ditemukan dengan semangat yang tinggi. Semua tampak begitu mudah, begitu alami.
Kembali ke Saat Ini
Laksmi mengunci pintu rumah mereka dan melangkah ke mobilnya. Dia mengemudi dengan otomatis, pikirannya melayang-layang di antara ingatan masa lalu dan kenyataan yang sedang dihadapinya. Sesaat, dia merasa seolah-olah dia sedang bermimpi buruk yang tidak bisa dia hindari.
Saat mobilnya memasuki parkiran kantor, hatinya semakin berat. Dia tahu, di balik pintu-pintu kaca itu, hidup mereka akan berubah. Entah menjadi lebih baik atau lebih buruk, dia tidak yakin. Tetapi satu hal yang pasti, saat ini adalah saat untuk menghadapinya.
Laksmi memasuki ruang tunggu kantor dengan perasaan cemas yang menggelayutinya. Dia melihat Jaka dari kejauhan, berdiri di depan jendela dengan punggung tegak, menatap keluar dengan pandangan yang jauh.
"Jaka," panggil Laksmi dengan suara yang lembut saat dia mendekat.
Jaka berbalik, senyumnya terlihat pucat dan terpaksa. "Laksmi," katanya, suaranya rendah. "Terima kasih sudah datang."
Laksmi mengangguk, mencoba menahan air matanya yang hampir menetes. Mereka berdua duduk di sofa yang berseberangan, memandang satu sama lain dengan ekspresi yang penuh ketidakpastian.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Jaka?" tanya Laksmi, mencoba menenangkan diri.
Jaka menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Kita harus bicara tentang masa depan kita, Laksmi," ujarnya perlahan, tetapi dengan tegas. "Aku tidak yakin lagi tentang kita."
Laksmi merasa hatinya hancur. Dia mencoba menahannya tetapi air mata akhirnya meluncur di pipinya.
"Mungkin ini waktu yang tepat bagi kita untuk berpisah," lanjut Jaka dengan suara yang penuh kesedihan. "Kita berdua perlu mencari kebahagiaan kita masing-masing."
Laksmi menutup mata sejenak, mencoba menangkap napasnya. Ini adalah saat yang dia takuti, tetapi dia tahu itu akan datang. Mereka tidak lagi saling melengkapi seperti dulu.
"Maafkan aku, Laksmi," ucap Jaka dengan suara yang rapuh. "Aku mencintaimu, tetapi kita tidak bisa terus seperti ini."
Laksmi membuka mata dan menatap Jaka dengan penuh rasa sakit di hatinya. Dia tahu kata-kata itu benar, meskipun itu membuatnya terluka lebih dalam.
Kedua mereka terdiam dalam keheningan yang penuh arti, merasakan beratnya keputusan yang mereka ambil. Ini adalah akhir dari satu bab dalam hidup mereka, meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Flashback
Di hari mereka mengucapkan janji pernikahan mereka, matahari terbenam dengan hangat di ufuk barat, memberikan tanda akan awal yang baru bagi Laksmi dan Jaka. Mereka berjalan bergandengan tangan di antara barisan cahaya yang memancar dari kehidupan yang mereka bangun bersama.
"Dunia ini terasa begitu indah ketika aku bersamamu," kata Jaka dengan suara yang penuh keyakinan.
Laksmi tersenyum, melihat ke arah masa depan yang cerah yang terbentang di hadapannya. "Kita akan melewati segala hal bersama, Jaka. Kita adalah satu tim."
Kembali ke Saat Ini
Di ruang tunggu kantor yang sunyi itu, Laksmi dan Jaka akhirnya berdiri untuk mengucapkan selamat tinggal pada apa yang mereka sebut sebagai cinta mereka yang tak terjangkau. Mereka tidak lagi pasangan yang berjalan beriringan, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka akan selalu membawa satu sama lain dalam hati mereka.
"Dunia ini terasa begitu jauh darimu," pikir Laksmi, menatap punggung Jaka yang semakin menjauh saat dia meninggalkan ruangan itu.
Akhir Prolog
Di antara kilasan masa lalu yang penuh cinta dan kenyataan yang pahit, Laksmi dan Jaka memulai babak baru dalam hidup mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi mereka berdua sadar bahwa ini adalah awal dari perjalanan yang tak terduga.
Laksmi menatap layar laptopnya dengan serius, mencoba memusatkan perhatian pada laporan kasus yang harus dia selesaikan untuk pertemuan besar sore ini. Ruangan rapat tempatnya duduk terletak di ujung lorong panjang di lantai tujuh gedung kantor hukum yang megah. Sebagai salah satu pengacara terkemuka di firma ini, Laksmi terbiasa dengan kegiatan sehari-hari yang sibuk dan tekanan yang tak terelakkan dari pekerjaannya.Saat dia mengetik dengan cepat, fokusnya terganggu oleh kehadiran seseorang yang duduk di sudut ruangan. Jaka. Mantan suaminya. Dia tidak sengaja melihat ke arahnya ketika rekan kerja Jaka datang berbicara dengannya dengan antusias, sementara Jaka sendiri duduk dengan tatapan hampa, berusaha menenangkan diri di tengah keriuhan kantor yang ramai.Laksmi menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menyergapnya. Ini adalah pertemuan pertama mereka sejak mereka bercerai tiga bulan yang lalu. Setelah perceraian yang sulit dan penuh perteng
Laksmi dan Jaka berdiri di ruang sidang yang megah, wajah mereka tegang dan penuh dengan emosi yang terselubung. Mereka telah menghabiskan bulan-bulan terakhir ini mempersiapkan diri untuk momen ini—saat mereka akan bersaing satu sama lain di depan juri untuk kasus yang sangat penting bagi firma hukum tempat mereka bekerja.Di belakang mereka, duduklah juri yang terdiri dari tujuh orang yang serius, siap untuk mendengarkan argumen-argumen dari kedua belah pihak. Ruangan itu dipenuhi dengan aura tegang, tetapi bagi Laksmi dan Jaka, ada juga lapisan yang lebih dalam dari emosi yang mereka coba sembunyikan di balik masker profesionalisme mereka.Jaka, dengan sikap yang tenang dan percaya diri, mengambil posisi di depan meja pengacaraannya. Dia mengenakan setelan jas hitam yang rapi, penampilannya selalu menunjukkan ketegasan dan profesionalisme. Namun, di dalam hatinya, ada kegelisahan yang sulit untuk disembunyikan. Dia melirik sekilas ke arah Laksmi yang berdiri di meja pengacaraan law
Di sebuah kafe yang tenang di sudut kota, Laksmi dan Jaka duduk di meja yang terpisah, tetapi terlalu dekat untuk kenyamanan mereka sendiri. Mereka terjebak dalam situasi makan siang bersama, sebuah peristiwa yang diatur oleh rekan kerja mereka, Sarah, yang sepertinya memiliki rencana tersendiri untuk mendamaikan hubungan yang tegang di antara mereka.Laksmi duduk dengan anggun di satu sisi meja, mengaduk-aduk salad di piringnya dengan gerakan yang cermat, mencoba untuk fokus pada makanannya daripada pada kehadiran Jaka di seberangnya. Dia merasa tegang dan canggung, tidak yakin apa yang harus dia katakan atau bagaimana dia harus bertindak di sekitar mantan suaminya.Di sisi lain meja, Jaka merasa sebaliknya—ia tidak dapat menghindari pandangan matanya yang terus memandang Laksmi. Dia mencoba menemukan cara untuk memecah keheningan yang tidak nyaman di antara mereka, tetapi setiap kali dia berpikir untuk membuka mulut, kata-kata itu terasa berat dan tidak pantas.Sarah, yang duduk di
Laksmi dan Jaka duduk di ruang konferensi yang besar, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan berkas kasus yang baru mereka terima. Mereka sedang bersiap untuk bekerja sama dalam kasus besar pertama mereka sejak bercerai. Meskipun perasaan mereka masih penuh dengan ketegangan dan kenangan masa lalu yang menyakitkan, keduanya merasa bertekad untuk menunjukkan profesionalisme yang tinggi dalam hal ini.Laksmi, yang duduk di ujung meja, merenung sejenak saat dia memandang berkas-berkas yang tersebar di depannya. Dia tidak bisa mengabaikan getaran emosional yang menghantamnya saat dia berbagi meja dengan Jaka lagi setelah begitu lama.Sementara itu, Jaka duduk di sampingnya, mencoba untuk memfokuskan perhatiannya pada strategi hukum yang harus mereka susun bersama. Namun, dalam keheningan yang tidak nyaman, dia tidak bisa menghindari pandangannya yang terus menerus terarah pada Laksmi.Saat mereka mulai meninjau kasus, mereka berdua secara tidak sadar terlibat dalam percakapan yang semakin
Laksmi menatap Jaka dengan tatapan penuh keraguan, mencoba memproses kata-kata yang baru saja dia dengar. "Jaka, apakah kamu yakin tentang ini? Kita sudah begitu lama tidak berada dalam hubungan seperti itu."Jaka mengangguk perlahan, matanya tidak meninggalkan pandangan Laksmi. "Aku yakin. Aku merasa bahwa ada sesuatu di antara kita yang belum terselesaikan. Kita mungkin tidak bisa mengubah masa lalu kita, tapi mungkin kita bisa mencoba membangun sesuatu yang baru."Laksmi merasa sesak, takut akan konsekuensi dari keputusan ini. "Aku takut, Jaka. Takut bahwa kita mungkin mengulangi kesalahan yang sama. Takut akan kemungkinan bahwa kita tidak bisa menyelesaikannya kali ini."Jaka menanggapi dengan suara yang lembut, mencoba untuk meyakinkan Laksmi. "Kita tidak harus terburu-buru. Kita bisa mengambil waktu yang kita butuhkan, melangkah pelan-pelan. Aku tidak ingin menambahkan tekanan padamu, tetapi aku juga tidak ingin kita kehilangan kesempatan untuk mencoba."Laksmi menangis, air mat
Laksmi dan Jaka terlibat dalam sebuah pertengkaran sengit di koridor firma hukum tempat mereka bekerja. Suasana dingin di sekitar mereka mencerminkan ketegangan yang memenuhi udara setelah percakapan yang sudah lama tertunda.Laksmi, wajahnya merah padam, menatap tajam ke arah Jaka. "Kamu selalu berpikir bahwa kamu tahu segalanya, Jaka! Tapi kamu tidak pernah mengerti apa yang aku butuhkan."Jaka menahan amarahnya, tetapi suaranya tetap tajam saat dia menjawab, "Kamu tidak bisa terus-menerus mengingat masa lalu kita setiap kali kita memiliki argumen, Laksmi. Kita harus bisa melewati hal itu."Laksmi menghela nafas, mencoba menahan emosinya. "Bagaimana kamu bisa begitu mudah melupakan segalanya? Apakah kamu lupa betapa sulitnya waktu itu bagi kita?"Jaka melangkah mendekat, wajahnya yang tegang mencerminkan frustrasinya. "Aku tidak melupakan, Laksmi. Tapi kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu kita. Kita harus belajar untuk maju."Laksmi merasa hatinya semakin panas.
Di suatu pagi yang cerah, Laksmi dan Jaka mendapati diri mereka diberi tugas lapangan yang tak terduga oleh firma hukum tempat mereka bekerja. Mereka harus bekerja sama menangani kasus sengketa lahan di sebuah desa terpencil, yang membutuhkan penelitian langsung dan interaksi dengan penduduk setempat. Meskipun awalnya canggung, tugas ini membuka pintu bagi mereka untuk menemukan sisi-sisi baru dari satu sama lain di luar lingkungan kantor yang biasa.Perjalanan mereka ke desa itu memicu banyak kenangan masa lalu. Di perjalanan yang panjang, mereka teringat kembali pada masa-masa indah mereka bersama, ketika cinta mereka masih baru dan segala sesuatunya terasa begitu sederhana. Laksmi dan Jaka tidak bisa menghindari untuk berbagi cerita dan tertawa bersama, mencairkan ketegangan yang telah terbawa sejak pertengkaran mereka.Sesampainya di desa, mereka disambut dengan hangat oleh penduduk setempat yang ramah dan suka membantu. Laksmi menunjukkan keahliannya dalam berbicara dan bernegosi
Laksmi dan Jaka tiba di acara gala yang diadakan di sebuah hotel mewah di tengah kota. Mereka berdua terlihat menawan dalam gaun dan setelan yang elegan, meskipun dalam hati mereka masih terasa sedikit canggung dengan kehadiran satu sama lain di acara semacam ini setelah perjalanan emosional mereka di desa.Mereka memasuki ruangan yang penuh dengan cahaya lampu gemerlap dan ornamen-ornamen mewah, diiringi oleh musik klasik yang mengalun lembut di latar belakang. Beberapa tamu yang hadir tampak mengenali mereka, memberi salam dan senyuman ramah, sementara yang lain memandang mereka dengan rasa ingin tahu atas kehadiran pasangan mantan suami istri ini di acara tersebut.Laksmi memegang lengan Jaka dengan lembut, mencoba untuk mencairkan ketegangan di antara mereka. "Ini pertama kalinya kita berdua hadir di acara seperti ini dalam waktu yang lama, Jaka."Jaka tersenyum, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa gugupnya. "Ya, rasanya agak aneh, tapi aku senang bisa datang bersamamu."Laksmi t