Laksmi menatap layar laptopnya dengan serius, mencoba memusatkan perhatian pada laporan kasus yang harus dia selesaikan untuk pertemuan besar sore ini. Ruangan rapat tempatnya duduk terletak di ujung lorong panjang di lantai tujuh gedung kantor hukum yang megah. Sebagai salah satu pengacara terkemuka di firma ini, Laksmi terbiasa dengan kegiatan sehari-hari yang sibuk dan tekanan yang tak terelakkan dari pekerjaannya.
Saat dia mengetik dengan cepat, fokusnya terganggu oleh kehadiran seseorang yang duduk di sudut ruangan. Jaka. Mantan suaminya. Dia tidak sengaja melihat ke arahnya ketika rekan kerja Jaka datang berbicara dengannya dengan antusias, sementara Jaka sendiri duduk dengan tatapan hampa, berusaha menenangkan diri di tengah keriuhan kantor yang ramai.
Laksmi menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menyergapnya. Ini adalah pertemuan pertama mereka sejak mereka bercerai tiga bulan yang lalu. Setelah perceraian yang sulit dan penuh pertengkaran, mereka berdua memutuskan untuk menjaga jarak satu sama lain di tempat kerja, menjaga profesionalitas mereka di depan rekan-rekan kerja mereka.
Namun, kehampaan dalam pandangan Jaka membuat Laksmi tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Dia masih merasa hampa, terluka oleh akhir dari hubungan mereka yang pernah penuh cinta dan harapan. Di sudut hatinya yang paling dalam, dia merindukan apa yang mereka miliki bersama, sebelum segala sesuatunya runtuh.
Sementara itu, Jaka memperhatikan Laksmi dari kejauhan. Dia bisa merasakan kerinduan di balik tatapan dinginnya, meskipun dia tidak yakin apakah dia berani menghadapinya. Mereka telah melewati begitu banyak, dan rasa sakit yang dia rasakan masih begitu segar. Tetapi di antara semua kesulitan itu, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dia merindukan Laksmi dengan segala hatinya, meskipun dia tahu itu semua sudah terlambat.
Setelah beberapa saat yang tegang, Jaka akhirnya mengambil langkah berani mendekati meja Laksmi. Hatinya berdebar kencang ketika dia berdiri di depannya. "Hai, Laksmi," kata Jaka dengan suara yang terdengar kikuk dan lembut.
Laksmi menoleh perlahan, tidak yakin bagaimana cara merespons. Dia melihat tangan Jaka yang terulur ke arahnya, menawarkan salam. Setelah sesaat ragu, Laksmi merentangkan tangannya dan menggenggam tangan Jaka. Sentuhan hangat dari tangan yang pernah dikenalnya begitu baik, tapi sekarang terasa begitu asing, membangkitkan kenangan-kenangan yang sekarang terasa pahit.
Mereka berdua terdiam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengakhiri keheningan yang tidak nyaman ini. Keduanya tahu bahwa perceraian mereka telah meninggalkan luka yang dalam di hati mereka masing-masing, luka yang sulit untuk sembuh.
"Apa kabar?" tanya Jaka dengan cemas, mencoba memecah keheningan.
Laksmi menatap Jaka dengan pandangan tajam, mencoba menemukan keberanian untuk berbicara. "Baik. Bagaimana denganmu?" balasnya dengan suara yang terdengar kaku.
Jaka mengangguk singkat. "Baik-baik saja. Hanya mencoba untuk menyesuaikan diri dengan segalanya," jawabnya dengan jujur.
Laksmi mengangguk juga, mencoba menahan gelombang emosi yang mendesak. Mereka berdua sadar bahwa mereka tidak bisa menghindari satu sama lain di tempat kerja, terlepas dari seberapa sulitnya situasi ini bagi keduanya.
"Kita mungkin perlu berbicara," kata Jaka akhirnya dengan suara rendah, matanya menatap tajam ke arah Laksmi.
Laksmi mengangguk pelan. Dia tahu bahwa pertemuan ini tidak bisa dihindari, meskipun dia tidak yakin apakah dia siap untuk menghadapinya. Mereka berdua telah memutuskan untuk menjaga jarak setelah perceraian mereka, tetapi bagaimanapun juga, masih ada banyak yang harus dibicarakan, banyak luka yang belum sembuh.
Jaka menarik kursi di sebelah Laksmi dan duduk dengan hati-hati. "Mungkin kita bisa bicara setelah rapat sore ini. Ada beberapa hal yang perlu kita klarifikasi," usulnya dengan penuh pertimbangan.
Laksmi menatap Jaka dengan ekspresi ragu. Dia tidak yakin apakah dia sanggup menghadapi konfrontasi emosional seperti itu, terlebih setelah segala yang terjadi di antara mereka. Namun, ada bagian dari dirinya yang ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan baik-baik, meskipun hanya untuk menutupi luka yang terbuka.
"Baiklah," kata Laksmi akhirnya dengan suara lemah. "Setelah rapat, kita bisa bicara."
Jaka mengangguk. "Terima kasih, Laksmi."
Mereka berdua terdiam lagi, duduk di ruangan rapat yang sunyi. Diantara mereka terbentang jurang yang dalam, dipenuhi dengan kenangan-kenangan manis dan pahit dari masa lalu mereka. Meskipun mereka berusaha untuk menjaga jarak, mereka tidak bisa menghilangkan perasaan yang masih saling mengikat satu sama lain.
Rapat sore itu berlangsung dengan lancar, meskipun pikiran mereka berdua terus melayang pada pertemuan mendatang. Ketika akhirnya rapat selesai, mereka berdua keluar dari ruang rapat dengan hati-hati. Beberapa rekan kerja yang sadar akan situasi mereka memilih untuk menghindari tatap muka langsung, meninggalkan mereka sendirian di lorong kosong.
Laksmi dan Jaka berjalan berdampingan menuju ruang konferensi kecil di ujung koridor. Setelah masuk dan menutup pintu, mereka duduk di sisi yang berlawanan dari meja kecil. Atmosfer di ruangan itu tegang, seperti yang bisa mereka duga.
Laksmi memulai dengan ragu. "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Jaka?"
Jaka menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku tahu kita berdua telah berusaha untuk menjaga jarak di tempat kerja ini. Tapi, aku merasa bahwa ada beberapa hal yang belum kita selesaikan dengan baik. Percakapan ini penting bagi kita berdua."
Laksmi mengangguk, wajahnya memperlihatkan ekspresi campuran antara ketegangan dan kerinduan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menghindar dari pembicaraan ini, meskipun hatinya berdegup kencang dalam ketakutan akan apa yang mungkin diungkapkan.
Jaka melanjutkan dengan hati-hati. "Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu setelah semuanya ini. Setelah perceraian kita."
Laksmi menatap Jaka dengan tajam, mencoba menahan air mata yang menetes di sudut matanya. "Aku... Aku merasa hampa, Jaka. Kami telah melalui begitu banyak bersama, dan sekarang semuanya terasa seperti hanya kenangan yang terlalu cepat berlalu."
Jaka menelan ludah. Dia juga merasa hal yang sama, meskipun dia tidak yakin apa yang bisa dia katakan untuk menghibur Laksmi. "Aku merindukanmu, Laksmi. Dan aku menyesal atas segalanya yang terjadi di antara kita."
Laksmi menundukkan kepala, menutup matanya untuk beberapa detik. "Aku juga merindukanmu, Jaka. Tapi... tapi bagaimana kita bisa kembali pada seperti semula setelah segala yang terjadi?"
Jaka merasa dadanya terasa sesak. Dia tidak memiliki jawaban yang pasti untuk pertanyaan itu. Mereka berdua telah melangkah terlalu jauh untuk kembali ke masa lalu yang mereka kenal. "Aku tidak tahu, Laksmi. Tapi aku tahu bahwa aku tidak ingin kehilanganmu dari hidupku sepenuhnya."
Laksmi mengangguk perlahan, memahami kata-kata Jaka. "Aku juga tidak ingin itu, Jaka. Tapi kita harus menghadapi kenyataan bahwa kita mungkin tidak bisa kembali seperti dulu."
Mereka berdua terdiam, terjebak dalam lingkaran kehampaan dan harapan yang sulit untuk diungkapkan. Meskipun mereka mencoba untuk menemukan jalan keluar dari situasi ini, mereka tahu bahwa masa depan mereka bersama tidak lagi seindah dan semudah yang mereka bayangkan.
Setelah beberapa saat yang penuh ketegangan, Jaka mengulurkan tangannya ke arah Laksmi. "Maafkan aku, Laksmi," ujarnya dengan lembut. "Aku tahu aku telah menyakitimu, lebih dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."
Laksmi menatap tangan Jaka dengan penuh perasaan. Setelah beberapa detik ragu, dia akhirnya meraih tangan Jaka dalam genggamannya. "Aku juga minta maaf, Jaka. Kita berdua melakukan yang terbaik yang kita bisa."
Jaka menanggapi genggaman tangannya dengan hangat. Dia merasa sedikit lega bahwa mereka bisa menemukan titik temu, meskipun mereka tidak bisa memperbaiki masa lalu mereka.
Mereka duduk bersama di ruangan konferensi yang sunyi, merenungkan masa lalu yang mereka bagi bersama dan masa depan yang mungkin ada di depan mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi mereka merasa lega bahwa mereka setidaknya mencoba untuk menyelesaikan segalanya dengan baik.
Laksmi dan Jaka berdiri di ruang sidang yang megah, wajah mereka tegang dan penuh dengan emosi yang terselubung. Mereka telah menghabiskan bulan-bulan terakhir ini mempersiapkan diri untuk momen ini—saat mereka akan bersaing satu sama lain di depan juri untuk kasus yang sangat penting bagi firma hukum tempat mereka bekerja.Di belakang mereka, duduklah juri yang terdiri dari tujuh orang yang serius, siap untuk mendengarkan argumen-argumen dari kedua belah pihak. Ruangan itu dipenuhi dengan aura tegang, tetapi bagi Laksmi dan Jaka, ada juga lapisan yang lebih dalam dari emosi yang mereka coba sembunyikan di balik masker profesionalisme mereka.Jaka, dengan sikap yang tenang dan percaya diri, mengambil posisi di depan meja pengacaraannya. Dia mengenakan setelan jas hitam yang rapi, penampilannya selalu menunjukkan ketegasan dan profesionalisme. Namun, di dalam hatinya, ada kegelisahan yang sulit untuk disembunyikan. Dia melirik sekilas ke arah Laksmi yang berdiri di meja pengacaraan law
Di sebuah kafe yang tenang di sudut kota, Laksmi dan Jaka duduk di meja yang terpisah, tetapi terlalu dekat untuk kenyamanan mereka sendiri. Mereka terjebak dalam situasi makan siang bersama, sebuah peristiwa yang diatur oleh rekan kerja mereka, Sarah, yang sepertinya memiliki rencana tersendiri untuk mendamaikan hubungan yang tegang di antara mereka.Laksmi duduk dengan anggun di satu sisi meja, mengaduk-aduk salad di piringnya dengan gerakan yang cermat, mencoba untuk fokus pada makanannya daripada pada kehadiran Jaka di seberangnya. Dia merasa tegang dan canggung, tidak yakin apa yang harus dia katakan atau bagaimana dia harus bertindak di sekitar mantan suaminya.Di sisi lain meja, Jaka merasa sebaliknya—ia tidak dapat menghindari pandangan matanya yang terus memandang Laksmi. Dia mencoba menemukan cara untuk memecah keheningan yang tidak nyaman di antara mereka, tetapi setiap kali dia berpikir untuk membuka mulut, kata-kata itu terasa berat dan tidak pantas.Sarah, yang duduk di
Laksmi dan Jaka duduk di ruang konferensi yang besar, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan berkas kasus yang baru mereka terima. Mereka sedang bersiap untuk bekerja sama dalam kasus besar pertama mereka sejak bercerai. Meskipun perasaan mereka masih penuh dengan ketegangan dan kenangan masa lalu yang menyakitkan, keduanya merasa bertekad untuk menunjukkan profesionalisme yang tinggi dalam hal ini.Laksmi, yang duduk di ujung meja, merenung sejenak saat dia memandang berkas-berkas yang tersebar di depannya. Dia tidak bisa mengabaikan getaran emosional yang menghantamnya saat dia berbagi meja dengan Jaka lagi setelah begitu lama.Sementara itu, Jaka duduk di sampingnya, mencoba untuk memfokuskan perhatiannya pada strategi hukum yang harus mereka susun bersama. Namun, dalam keheningan yang tidak nyaman, dia tidak bisa menghindari pandangannya yang terus menerus terarah pada Laksmi.Saat mereka mulai meninjau kasus, mereka berdua secara tidak sadar terlibat dalam percakapan yang semakin
Laksmi menatap Jaka dengan tatapan penuh keraguan, mencoba memproses kata-kata yang baru saja dia dengar. "Jaka, apakah kamu yakin tentang ini? Kita sudah begitu lama tidak berada dalam hubungan seperti itu."Jaka mengangguk perlahan, matanya tidak meninggalkan pandangan Laksmi. "Aku yakin. Aku merasa bahwa ada sesuatu di antara kita yang belum terselesaikan. Kita mungkin tidak bisa mengubah masa lalu kita, tapi mungkin kita bisa mencoba membangun sesuatu yang baru."Laksmi merasa sesak, takut akan konsekuensi dari keputusan ini. "Aku takut, Jaka. Takut bahwa kita mungkin mengulangi kesalahan yang sama. Takut akan kemungkinan bahwa kita tidak bisa menyelesaikannya kali ini."Jaka menanggapi dengan suara yang lembut, mencoba untuk meyakinkan Laksmi. "Kita tidak harus terburu-buru. Kita bisa mengambil waktu yang kita butuhkan, melangkah pelan-pelan. Aku tidak ingin menambahkan tekanan padamu, tetapi aku juga tidak ingin kita kehilangan kesempatan untuk mencoba."Laksmi menangis, air mat
Laksmi dan Jaka terlibat dalam sebuah pertengkaran sengit di koridor firma hukum tempat mereka bekerja. Suasana dingin di sekitar mereka mencerminkan ketegangan yang memenuhi udara setelah percakapan yang sudah lama tertunda.Laksmi, wajahnya merah padam, menatap tajam ke arah Jaka. "Kamu selalu berpikir bahwa kamu tahu segalanya, Jaka! Tapi kamu tidak pernah mengerti apa yang aku butuhkan."Jaka menahan amarahnya, tetapi suaranya tetap tajam saat dia menjawab, "Kamu tidak bisa terus-menerus mengingat masa lalu kita setiap kali kita memiliki argumen, Laksmi. Kita harus bisa melewati hal itu."Laksmi menghela nafas, mencoba menahan emosinya. "Bagaimana kamu bisa begitu mudah melupakan segalanya? Apakah kamu lupa betapa sulitnya waktu itu bagi kita?"Jaka melangkah mendekat, wajahnya yang tegang mencerminkan frustrasinya. "Aku tidak melupakan, Laksmi. Tapi kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu kita. Kita harus belajar untuk maju."Laksmi merasa hatinya semakin panas.
Di suatu pagi yang cerah, Laksmi dan Jaka mendapati diri mereka diberi tugas lapangan yang tak terduga oleh firma hukum tempat mereka bekerja. Mereka harus bekerja sama menangani kasus sengketa lahan di sebuah desa terpencil, yang membutuhkan penelitian langsung dan interaksi dengan penduduk setempat. Meskipun awalnya canggung, tugas ini membuka pintu bagi mereka untuk menemukan sisi-sisi baru dari satu sama lain di luar lingkungan kantor yang biasa.Perjalanan mereka ke desa itu memicu banyak kenangan masa lalu. Di perjalanan yang panjang, mereka teringat kembali pada masa-masa indah mereka bersama, ketika cinta mereka masih baru dan segala sesuatunya terasa begitu sederhana. Laksmi dan Jaka tidak bisa menghindari untuk berbagi cerita dan tertawa bersama, mencairkan ketegangan yang telah terbawa sejak pertengkaran mereka.Sesampainya di desa, mereka disambut dengan hangat oleh penduduk setempat yang ramah dan suka membantu. Laksmi menunjukkan keahliannya dalam berbicara dan bernegosi
Laksmi dan Jaka tiba di acara gala yang diadakan di sebuah hotel mewah di tengah kota. Mereka berdua terlihat menawan dalam gaun dan setelan yang elegan, meskipun dalam hati mereka masih terasa sedikit canggung dengan kehadiran satu sama lain di acara semacam ini setelah perjalanan emosional mereka di desa.Mereka memasuki ruangan yang penuh dengan cahaya lampu gemerlap dan ornamen-ornamen mewah, diiringi oleh musik klasik yang mengalun lembut di latar belakang. Beberapa tamu yang hadir tampak mengenali mereka, memberi salam dan senyuman ramah, sementara yang lain memandang mereka dengan rasa ingin tahu atas kehadiran pasangan mantan suami istri ini di acara tersebut.Laksmi memegang lengan Jaka dengan lembut, mencoba untuk mencairkan ketegangan di antara mereka. "Ini pertama kalinya kita berdua hadir di acara seperti ini dalam waktu yang lama, Jaka."Jaka tersenyum, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa gugupnya. "Ya, rasanya agak aneh, tapi aku senang bisa datang bersamamu."Laksmi t
Di sebuah pesta kantor yang ramai, Laksmi dan Jaka dikelilingi oleh rekan-rekan kerja mereka yang bersemangat. Suasana penuh canda tawa dan musik yang mengalun keras membuat malam itu semakin meriah. Di tengah-tengah keramaian, terjadilah kesalahpahaman lucu yang hampir memicu kebingungan di antara Laksmi dan Jaka.Saat mereka berdua berdiri di dekat meja makanan, seorang rekan kerja mendekati mereka dengan penuh semangat. "Hei, Laksmi! Saya sangat senang melihat Anda berdua datang bersama," kata rekan kerja itu sambil tersenyum lebar.Laksmi menanggapi dengan ramah, "Terima kasih! Kami juga senang bisa datang."Rekan kerja itu menatap Jaka dengan tatapan takjub. "Dan kamu, Jaka! Saya tidak sabar untuk mendengar tentang kasus terbaru yang sedang Anda tangani."Jaka, yang sebenarnya sedang asyik menyantap hidangan kecil di tangannya, tersenyum ramah. "Terima kasih. Kami memiliki beberapa kasus menarik akhir-akhir ini."Namun, seolah-olah terjadi kesalahpahaman, rekan kerja itu membalas
Pertandingan sepakbola selalu menjadi acara yang dinanti-nantikan oleh banyak orang, tak terkecuali bagi Laksmi dan Jaka. Di tengah jadwal kerja yang padat, mereka berdua memutuskan untuk meluangkan waktu dan menonton pertandingan sepakbola bersama, meski dengan perasaan campur aduk. Pertandingan ini bukan hanya soal tim favorit yang bertanding, tetapi juga tentang bagaimana mereka bisa menikmati waktu bersama di luar lingkungan kerja.Stadion yang penuh sesak dengan para penggemar menciptakan atmosfer yang meriah dan bersemangat. Suara sorak-sorai, teriakan, dan nyanyian dari para suporter menggema di seluruh arena. Laksmi dan Jaka tiba di stadion dengan langkah penuh semangat, mengenakan atribut tim favorit mereka. Laksmi mengenakan syal berwarna biru, sementara Jaka dengan kaos merah menyala, menunjukkan dukungan mereka untuk tim yang berbeda."Mungkin kita seharusnya tidak duduk bersebelahan," canda Jaka, melihat perbedaan warna syal dan kaos mereka.Laksmi tersenyum tipis. "Oh, j
Hari itu cerah, sinar matahari menembus dedaunan dan menciptakan bayangan-bayangan indah di halaman rumah besar tempat reuni keluarga diadakan. Laksmi dan Jaka tiba bersamaan, meski tidak direncanakan. Mereka berdua datang atas undangan klien mereka, Pak Agus, yang telah menangani kasus hukumnya bersama-sama.Reuni keluarga Pak Agus adalah acara besar. Banyak tamu yang hadir, dari kerabat dekat hingga keluarga jauh yang sudah lama tidak bertemu. Meja-meja panjang dihiasi dengan makanan lezat, tenda-tenda putih berdiri megah di sudut halaman, dan suara musik yang lembut mengalun, menciptakan suasana yang hangat dan akrab.Laksmi dan Jaka bertemu di pintu masuk, keduanya tampak rapi dengan pakaian semi-formal. Laksmi mengenakan gaun berwarna biru muda, sementara Jaka tampil gagah dengan kemeja putih dan celana panjang hitam. Mereka saling tersenyum dan menyapa dengan canggung."Selamat datang, Laksmi, Jaka," kata Pak Agus dengan ramah sambil menjabat tangan mereka. "Terima kasih sudah d
Pesta perpisahan diadakan di ruang pertemuan besar firma hukum, sebuah ruang yang sering dipakai untuk rapat besar atau acara penting. Namun, kali ini suasananya berbeda. Ruang yang biasanya serius dan penuh tekanan kini didekorasi dengan balon, bunga, dan hiasan yang meriah. Semua orang mengenakan pakaian yang rapi dan suasana penuh dengan tawa serta percakapan hangat.Laksmi berdiri di dekat meja minuman, mengenakan gaun elegan berwarna merah marun. Ia memegang gelas jus di tangannya, sambil memperhatikan keramaian di sekelilingnya. Malam itu terasa istimewa, bukan hanya karena perpisahan untuk salah satu anggota tim senior, tetapi juga karena suasana yang penuh dengan kenangan dan harapan.Jaka mendekatinya, membawa dua gelas anggur. "Ini untukmu," katanya sambil menyerahkan salah satu gelas kepada Laksmi."Terima kasih," jawab Laksmi dengan senyum lembut. "Malam ini benar-benar mengingatkan kita pada banyak hal, ya?""Benar," kata Jaka sambil menatap sekeliling ruangan. "Banyak ke
Hari itu adalah hari yang istimewa di kantor firma hukum tempat Laksmi dan Jaka bekerja. Seluruh kantor terasa lebih hidup, dengan hiasan balon dan pita yang menghiasi ruang kerja. Beberapa kolega terlihat sibuk mengatur meja-meja dengan kue, minuman, dan hadiah yang tertata rapi. Semua orang tampak bersemangat, karena mereka merencanakan sebuah kejutan besar untuk Laksmi yang berulang tahun hari ini.Pagi itu, Laksmi datang ke kantor seperti biasa, tanpa mengetahui apa yang sedang direncanakan untuknya. Ia mengenakan gaun biru sederhana dan senyum ramah yang selalu ia bawa. Jaka, yang sudah mengetahui rencana kejutan tersebut, berpura-pura tidak tahu apa-apa dan menyambut Laksmi dengan senyum hangat di pintu masuk."Selamat pagi, Laksmi," sapa Jaka sambil menahan tawa. "Siap untuk hari yang penuh dengan tumpukan dokumen?"Laksmi tertawa kecil. "Selalu siap, Jaka. Kamu sendiri bagaimana?""Oh, aku? Aku merasa hari ini akan menjadi hari yang menarik," jawab Jaka dengan nada misterius.
Matahari bersinar cerah di langit biru saat Laksmi dan Jaka berdiri di depan kantor firma hukum mereka, menunggu jemputan untuk perjalanan liburan yang telah lama mereka rencanakan. Setelah berbulan-bulan tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan tekanan kasus-kasus hukum yang rumit, mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti dan melarikan diri sejenak dari hiruk-pikuk kota.Mobil yang dikemudikan oleh sopir pribadi tiba, dan mereka memasukkan koper-koper mereka ke dalam bagasi. Dengan hati yang ringan dan senyum yang tak terelakkan, mereka melangkah masuk ke dalam mobil dan duduk berdampingan di kursi belakang. Perjalanan mereka dimulai dengan obrolan ringan dan tawa yang mengisi suasana, membuat mereka merasa seperti kembali ke masa-masa awal hubungan mereka."Sudah lama sekali kita tidak bepergian bersama," kata Laksmi sambil melihat keluar jendela, mengagumi pemandangan yang berubah dari gedung-gedung tinggi menjadi perbukitan hijau.Jaka mengangguk setuju. "Benar. Kita terlalu
Di sebuah kantor hukum yang sibuk di pusat kota, terdapat sebuah ruang tunggu kecil yang sering kali terabaikan oleh kebisingan lalu lintas pekerjaan sehari-hari. Di pagi yang cerah itu, suasana tenang di ruang tunggu terganggu dengan kedatangan Laksmi, seorang pengacara muda yang terkenal dengan kecerdasan dan dedikasinya dalam menangani kasus-kasus hukum yang rumit. Dengan langkah ringan, dia memasuki ruang tunggu dan duduk di salah satu sudut, menata berkas-berkas klien yang perlu dia tinjau.Sementara itu, dari ujung koridor, langkah-langkah mantap terdengar semakin dekat. Itu adalah Jaka, seorang pengacara berpengalaman yang dihormati atas keahlian dan keberaniannya dalam ruang sidang. Pikirannya dipenuhi dengan strategi-strategi hukum untuk kasus terbaru yang sedang dia tangani. Saat dia memasuki ruang tunggu, dia tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya, fokus pada ponselnya yang berdering tanpa henti.Mata mereka bertemu secara kebetulan di tengah ruang tunggu yang sunyi. Itu
Langit sore menjelang senja menyelimuti kota dengan semburat warna oranye yang memudar perlahan. Di sebuah taman yang penuh dengan kenangan, Laksmi dan Jaka duduk di bangku yang sama tempat mereka pernah merencanakan masa depan bersama. Hening menyelimuti mereka, hanya ditemani oleh suara burung-burung yang kembali ke sarang.Laksmi menghela napas panjang, merasakan angin sejuk menyentuh wajahnya. "Jaka, aku sering datang ke sini akhir-akhir ini. Tempat ini selalu mengingatkanku pada momen-momen indah kita dulu," katanya dengan suara pelan.Jaka mengangguk pelan, tatapannya kosong menatap langit yang mulai gelap. "Aku juga sering ke sini, Laksmi. Tempat ini seperti saksi bisu perjalanan kita. Tapi mungkin, sudah saatnya kita menerima kenyataan bahwa perjalanan kita harus berakhir di sini."Air mata mulai mengalir di pipi Laksmi. "Aku tahu, Jaka. Aku tahu bahwa kita harus mengambil jalan masing-masing. Tapi mengapa rasanya begitu sulit?"Jaka meraih tangan Laksmi, menggenggamnya erat.
Ruang sidang terasa lebih dingin dari biasanya. Laksmi dan Jaka duduk di kursi mereka masing-masing, tidak terlalu jauh tapi juga tidak terlalu dekat. Mereka berdua tahu bahwa hari ini adalah hari yang menentukan, hari di mana mereka harus membuat keputusan yang tidak hanya akan memengaruhi hidup mereka, tetapi juga karir dan hubungan mereka ke depan.Sidang ini adalah tentang kasus sengketa lahan besar yang telah mereka tangani bersama selama berbulan-bulan. Ini adalah kasus yang menguras energi, pikiran, dan emosi mereka. Di tengah-tengah tekanan dari klien, rekan kerja, dan bahkan media, mereka harus tetap profesional dan fokus pada tujuan akhir. Tetapi di balik semua itu, ada konflik pribadi yang jauh lebih mendalam dan rumit.Laksmi memandang ke arah Jaka dengan tatapan penuh arti. Di balik ketegasan dan profesionalismenya, ada kecemasan yang sulit ia sembunyikan. "Jaka, kita sudah berjuang keras untuk kasus ini. Apa pun yang terjadi hari ini, aku harap kamu tahu bahwa aku mengha
Malam itu, langit Jakarta cerah, dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelip dengan indah. Di balkon apartemen mereka, Laksmi dan Jaka duduk berdua, menikmati keheningan malam setelah hari yang melelahkan di kantor. Angin malam yang sepoi-sepoi membuat suasana semakin nyaman, tetapi ada sesuatu yang tampak memberatkan hati mereka berdua.Laksmi menggenggam cangkir teh hangatnya, menatap jauh ke arah bintang-bintang. Pikirannya melayang ke berbagai kenangan yang telah mereka lalui bersama, baik suka maupun duka. Dia merasakan ada sesuatu yang perlu diungkapkan, sesuatu yang telah lama dia pendam."Jaka," ucap Laksmi dengan suara pelan namun serius, memecah keheningan di antara mereka. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."Jaka menoleh, menatap Laksmi dengan penuh perhatian. "Apa itu, Laksmi? Kamu tahu kamu bisa bercerita apa saja padaku."Laksmi menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya yang terpendam. "Aku sudah lama ingin men