Share

BAB 2. PERTEMUAN YANG TAK TERDUGA

Laksmi menatap layar laptopnya dengan serius, mencoba memusatkan perhatian pada laporan kasus yang harus dia selesaikan untuk pertemuan besar sore ini. Ruangan rapat tempatnya duduk terletak di ujung lorong panjang di lantai tujuh gedung kantor hukum yang megah. Sebagai salah satu pengacara terkemuka di firma ini, Laksmi terbiasa dengan kegiatan sehari-hari yang sibuk dan tekanan yang tak terelakkan dari pekerjaannya.

Saat dia mengetik dengan cepat, fokusnya terganggu oleh kehadiran seseorang yang duduk di sudut ruangan. Jaka. Mantan suaminya. Dia tidak sengaja melihat ke arahnya ketika rekan kerja Jaka datang berbicara dengannya dengan antusias, sementara Jaka sendiri duduk dengan tatapan hampa, berusaha menenangkan diri di tengah keriuhan kantor yang ramai.

Laksmi menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menyergapnya. Ini adalah pertemuan pertama mereka sejak mereka bercerai tiga bulan yang lalu. Setelah perceraian yang sulit dan penuh pertengkaran, mereka berdua memutuskan untuk menjaga jarak satu sama lain di tempat kerja, menjaga profesionalitas mereka di depan rekan-rekan kerja mereka.

Namun, kehampaan dalam pandangan Jaka membuat Laksmi tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Dia masih merasa hampa, terluka oleh akhir dari hubungan mereka yang pernah penuh cinta dan harapan. Di sudut hatinya yang paling dalam, dia merindukan apa yang mereka miliki bersama, sebelum segala sesuatunya runtuh.

Sementara itu, Jaka memperhatikan Laksmi dari kejauhan. Dia bisa merasakan kerinduan di balik tatapan dinginnya, meskipun dia tidak yakin apakah dia berani menghadapinya. Mereka telah melewati begitu banyak, dan rasa sakit yang dia rasakan masih begitu segar. Tetapi di antara semua kesulitan itu, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dia merindukan Laksmi dengan segala hatinya, meskipun dia tahu itu semua sudah terlambat.

Setelah beberapa saat yang tegang, Jaka akhirnya mengambil langkah berani mendekati meja Laksmi. Hatinya berdebar kencang ketika dia berdiri di depannya. "Hai, Laksmi," kata Jaka dengan suara yang terdengar kikuk dan lembut.

Laksmi menoleh perlahan, tidak yakin bagaimana cara merespons. Dia melihat tangan Jaka yang terulur ke arahnya, menawarkan salam. Setelah sesaat ragu, Laksmi merentangkan tangannya dan menggenggam tangan Jaka. Sentuhan hangat dari tangan yang pernah dikenalnya begitu baik, tapi sekarang terasa begitu asing, membangkitkan kenangan-kenangan yang sekarang terasa pahit.

Mereka berdua terdiam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengakhiri keheningan yang tidak nyaman ini. Keduanya tahu bahwa perceraian mereka telah meninggalkan luka yang dalam di hati mereka masing-masing, luka yang sulit untuk sembuh.

"Apa kabar?" tanya Jaka dengan cemas, mencoba memecah keheningan.

Laksmi menatap Jaka dengan pandangan tajam, mencoba menemukan keberanian untuk berbicara. "Baik. Bagaimana denganmu?" balasnya dengan suara yang terdengar kaku.

Jaka mengangguk singkat. "Baik-baik saja. Hanya mencoba untuk menyesuaikan diri dengan segalanya," jawabnya dengan jujur.

Laksmi mengangguk juga, mencoba menahan gelombang emosi yang mendesak. Mereka berdua sadar bahwa mereka tidak bisa menghindari satu sama lain di tempat kerja, terlepas dari seberapa sulitnya situasi ini bagi keduanya.

"Kita mungkin perlu berbicara," kata Jaka akhirnya dengan suara rendah, matanya menatap tajam ke arah Laksmi.

Laksmi mengangguk pelan. Dia tahu bahwa pertemuan ini tidak bisa dihindari, meskipun dia tidak yakin apakah dia siap untuk menghadapinya. Mereka berdua telah memutuskan untuk menjaga jarak setelah perceraian mereka, tetapi bagaimanapun juga, masih ada banyak yang harus dibicarakan, banyak luka yang belum sembuh.

Jaka menarik kursi di sebelah Laksmi dan duduk dengan hati-hati. "Mungkin kita bisa bicara setelah rapat sore ini. Ada beberapa hal yang perlu kita klarifikasi," usulnya dengan penuh pertimbangan.

Laksmi menatap Jaka dengan ekspresi ragu. Dia tidak yakin apakah dia sanggup menghadapi konfrontasi emosional seperti itu, terlebih setelah segala yang terjadi di antara mereka. Namun, ada bagian dari dirinya yang ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan baik-baik, meskipun hanya untuk menutupi luka yang terbuka.

"Baiklah," kata Laksmi akhirnya dengan suara lemah. "Setelah rapat, kita bisa bicara."

Jaka mengangguk. "Terima kasih, Laksmi."

Mereka berdua terdiam lagi, duduk di ruangan rapat yang sunyi. Diantara mereka terbentang jurang yang dalam, dipenuhi dengan kenangan-kenangan manis dan pahit dari masa lalu mereka. Meskipun mereka berusaha untuk menjaga jarak, mereka tidak bisa menghilangkan perasaan yang masih saling mengikat satu sama lain.

Rapat sore itu berlangsung dengan lancar, meskipun pikiran mereka berdua terus melayang pada pertemuan mendatang. Ketika akhirnya rapat selesai, mereka berdua keluar dari ruang rapat dengan hati-hati. Beberapa rekan kerja yang sadar akan situasi mereka memilih untuk menghindari tatap muka langsung, meninggalkan mereka sendirian di lorong kosong.

Laksmi dan Jaka berjalan berdampingan menuju ruang konferensi kecil di ujung koridor. Setelah masuk dan menutup pintu, mereka duduk di sisi yang berlawanan dari meja kecil. Atmosfer di ruangan itu tegang, seperti yang bisa mereka duga.

Laksmi memulai dengan ragu. "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Jaka?"

Jaka menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku tahu kita berdua telah berusaha untuk menjaga jarak di tempat kerja ini. Tapi, aku merasa bahwa ada beberapa hal yang belum kita selesaikan dengan baik. Percakapan ini penting bagi kita berdua."

Laksmi mengangguk, wajahnya memperlihatkan ekspresi campuran antara ketegangan dan kerinduan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menghindar dari pembicaraan ini, meskipun hatinya berdegup kencang dalam ketakutan akan apa yang mungkin diungkapkan.

Jaka melanjutkan dengan hati-hati. "Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu setelah semuanya ini. Setelah perceraian kita."

Laksmi menatap Jaka dengan tajam, mencoba menahan air mata yang menetes di sudut matanya. "Aku... Aku merasa hampa, Jaka. Kami telah melalui begitu banyak bersama, dan sekarang semuanya terasa seperti hanya kenangan yang terlalu cepat berlalu."

Jaka menelan ludah. Dia juga merasa hal yang sama, meskipun dia tidak yakin apa yang bisa dia katakan untuk menghibur Laksmi. "Aku merindukanmu, Laksmi. Dan aku menyesal atas segalanya yang terjadi di antara kita."

Laksmi menundukkan kepala, menutup matanya untuk beberapa detik. "Aku juga merindukanmu, Jaka. Tapi... tapi bagaimana kita bisa kembali pada seperti semula setelah segala yang terjadi?"

Jaka merasa dadanya terasa sesak. Dia tidak memiliki jawaban yang pasti untuk pertanyaan itu. Mereka berdua telah melangkah terlalu jauh untuk kembali ke masa lalu yang mereka kenal. "Aku tidak tahu, Laksmi. Tapi aku tahu bahwa aku tidak ingin kehilanganmu dari hidupku sepenuhnya."

Laksmi mengangguk perlahan, memahami kata-kata Jaka. "Aku juga tidak ingin itu, Jaka. Tapi kita harus menghadapi kenyataan bahwa kita mungkin tidak bisa kembali seperti dulu."

Mereka berdua terdiam, terjebak dalam lingkaran kehampaan dan harapan yang sulit untuk diungkapkan. Meskipun mereka mencoba untuk menemukan jalan keluar dari situasi ini, mereka tahu bahwa masa depan mereka bersama tidak lagi seindah dan semudah yang mereka bayangkan.

Setelah beberapa saat yang penuh ketegangan, Jaka mengulurkan tangannya ke arah Laksmi. "Maafkan aku, Laksmi," ujarnya dengan lembut. "Aku tahu aku telah menyakitimu, lebih dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."

Laksmi menatap tangan Jaka dengan penuh perasaan. Setelah beberapa detik ragu, dia akhirnya meraih tangan Jaka dalam genggamannya. "Aku juga minta maaf, Jaka. Kita berdua melakukan yang terbaik yang kita bisa."

Jaka menanggapi genggaman tangannya dengan hangat. Dia merasa sedikit lega bahwa mereka bisa menemukan titik temu, meskipun mereka tidak bisa memperbaiki masa lalu mereka.

Mereka duduk bersama di ruangan konferensi yang sunyi, merenungkan masa lalu yang mereka bagi bersama dan masa depan yang mungkin ada di depan mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi mereka merasa lega bahwa mereka setidaknya mencoba untuk menyelesaikan segalanya dengan baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status