~Kamu boleh istirahat saat lelah. Setelah itu kembalilah bersemangat memulai perjalananmu.~
π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°
Semua orang bersiap. Aisyah duduk di mejanya, begitu pun dengan yang lain. Tiba-tiba Erka mendekat, menepuk bahu Aisyah, lalu berbisik, "Kamu ada main, ya, sama SPV baru kita?"
Sontak Aisyah kaget. Ia menoleh, keningnya mengerut. "Kata siapa?"
"Anak-anak pada ngomongin kalian. Mereka liat kamu turun dari mobilnya Pak David."
Sudah Aisyah duga, jika hal ini akan menjadi pembicaraan empuk untuk semua orang.
"Itu enggak bener. Kamu tau sendiri, kan, kakiku diperban."
"Semua orang juga tau, Aisyah."
"Terus kenapa kalian masih mikir macam-macam?"
"Kamu tau sendiri juga, kan, kalau dari pertama bekerja aura Pak David itu menghipnotis mata semua wanita."
Ya, Aisyah tahu akan hal itu. Akan tetapi, kenapa harus dia yang menjadi bahan gosipan hanya karena ia berangkat bersama David, itu pun baru kali ini.
"Awas, lho, posisimu terancam!" Erka kembali duduk di mejanya tepat berada di sebelah Aisyah.
Aisyah sendiri tidak ingin ambil pusing. Ia akan tetap bekerja seperti biasanya apa pun yang terjadi.
Waku terus bergulir. Seluruh call center sibuk menerima telepon dari pelanggan. Ada yang mengeluh tentang jaringan yang buruk, ada pula yang hanya berkonsultasi. Terkadang, mereka pun mendapatkan telepon iseng. Hal ini sudah biasa.
Jam makan siang tiba. Aisyah dan Erka berniat pergi ke tempat makan yang berada di sebrang jalan. Di sana kualitas makan baik dengan harga yang masih terjangkau untuk kantong karyawan seperti mereka.
Erka menggandeng tangan Aisyah keluar kantor, sedangkan Rasti dengan temannya bernama Cantika memberikan tatapan tajam pada mereka terutama Aisyah.
"Kenapa kalian?" tanya Erka. "Aku cantik, ya?"
Aisyah menggelengkan kepala melihat sikap Erka.
"Bukan kamu, tapi Aisyah!" tunjuk Cantika dengan sinisnya.
"Wah, Aisyah, kamu dibilang cantik." Erka heboh.
"Bukan cantik, Erka!" Rasti mulai geram.
"Lah, tadi kata si Cantika." Erka tak mau kalah.
"Kalian mau apa?" tanya Aisyah.
"Kamu jangan sok kecantikan depan Pak David. Pake pura jatuh segala!" Wajah Cantika menunjukkan kekesalan yang mendalam.
Aisyah mengembuskan napas kasar. "Kakiku memang sakit, dan itu karena jatuh beneran, bukan karena mau dapat perhatian dari Pak David."
"Awas aja, ya. Aku peringatin kamu buat enggak dekat-dekat sama Pak David!" Telunjuk kanan Cantika berada di depan mata Aisyah yang hanya berjarak satu meter.
Usai mengatakan itu Cantika dan Rasti pergi lebih dahulu. Baru saja lima langkah mereka berlalu, Rasti menoleh sekilas ke belakang. Matanya memancarkan rasa bersalah karena ikut andil dalam hal ini.
Aisyah mengerti. Ia bukan tidak ingin melawan, hanya saja itu akan sia-sia. Selama masih belum keterlaluan, Aisyah masih menerima.
"Aisyah, kamu enggak sholat dulu?" tanya Erka menggandeng kembali tangan kanan Aisyah.
"Ah, iya, aku lupa. Aku ke mushola dulu, ya. Kamu bisa makan duluan."
"Ah, enggak. Aku tunggu kamu aja di depan kantor, ya."
Aisyah terharu. Ia dan Erka memang berbeda agama, tetapi keduanya tetap saling menghormati. Aisyah pamit ke belakang kantor, sedangkan Erka pergi keluar.
Sebenarnya, kaki Aisyah masih terasa sakit. Namun, ia harus tetap melewati hari ini dengan baik. Ketika kakinya tinggal sepuluh langkah ke depan, tiba-tiba suara seseorang membuatnya kaget, hingga terpeset dan hampir jatuh. Ada genangan air di lantai yang Aisyah pijak.
"Awas!" Orang itu setengah berlari menghampiri Aisyah, bersiap menangkap tubuh wanita berhijab tersebut.
Jagalah mentalmu sebaik mungkin, karena orang lain tidak akan membantumu saat down.~πππππππππKejadian tak disangka pun telah terlewati. Orang yang datang dan menolong Aisyah itu rupanya David. Aisyah merasa malu sekaligus berterima kasih.Setelah kejadian itu Aisyah langsung melaksanakan salat dan segera pergi keluar setelah selesai. Ia tak ingin berurusan dengan David. Tepatnya, ia tidak mau orang-orang kantor semakin menjadikannya topik hangat untuk bergosip hari ini.Aisyah kembali. Etika masih berada di luar. Wanita itu dengan setia menunggu. Ketika Aisyah mendekatinya, Erka langsung sadar."Kamu
Sesuatu yang diam terkadang justru lebih menghanyutkan.~ππππππππDunia seperti berhenti berputar untuk sekejap. Aisyah terus memandangi sosok lelaki di depannya itu. Semuanya mirip. Apa ini?Erka memperhatikan Aisyah, ia duduk di kursinya kembali, menoleh ke belakang, lalu berkata, "Maaf, Mas, teman saya sepertinya tertarik sama, Mas."Aisyah tersadar. Ia melirik pada Erka, sedangkan lelaki yang sedang bermain ponsel itu seketika mengangkat kepala. "Saya?"Erka mengangguk. "Iya, Mas. Dari tadi teman saya ini liatin Mas terus."
Sesuatu yang ditakdirkan untukmu tak akan mungkin bisa pergi begitu saja.~πππππππππππππππHari berlalu begitu cepat. Jam pulang telah tiba. Erka dan karyawan lainnya telah lebih dahulu pulang. Erka sendiri ada janji kencan dengan tunangannya.Rasa nyeri di dengkul Aisyah memang masih terasa. Akan tetapi, ia tetap harus pulang. Ada seorang Ibu menunggu di rumah dengan perasaan cemas.Motornya sudah berada di parkiran. Ia mendekat, mencari kunci motor dan lupa memintanya kembali pada David. Haruskah ia pergi ke ruangan lelaki itu? Tapi, orang-orang sudah tidak ada. Ini hanya akan menimbulkan fitnah. Aisyah bimbang. Berdiam diri dengan otak terus berputar mencari solusi yang terbaik.
~Kamu adalah mood booster untuk dirimu sendiri.~π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°Jalanan sore macet seperti biasa. Memang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi pengguna jalanan saat jam pulang kerja. Motor Aisyah berhenti di lampu merah. Hari ini ia harus mampir ke pasar untuk membeli beberapa sayuran untuk dimasak besok pagi.Tadi siang ibunya sudah mengirimkan list yang harus ia beli. List ini akan memudahkannya dalam berbelanja, termasuk mempersingkat waktu. Lampu masih belum berpindah pada warna hijau. Semua pengendara mobil dan motor menunggunya dengan sabar. Adapula yang terus membunyikan klakson beberapa kali.Mobil merah di samping Aisyah pun sama. Pengendara itu menyembunyikan klakson dua kali, hingga Aisyah men
Ruangan ini memang diperuntukkan untuk satu orang. Aisyah datang dengan menangis tak karuan. Kecelakaan itu membuat ibunya terbaring lemah tak sadarkan diri. Untung saja ada tetangga yang menyaksikan serta membawa ke rumah sakit. "Ibu," panggil Aisyah dengan deraian air mata. Ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. "Bangun, Bu, ini Aisyah!" teriak gadis manis itu. Aisyah tak lagi punya siapa pun selain sang Ibu. Kepergian Ayah serta calon suaminya itulah yang membuat rasa trauma begitu dalam. Seorang wanita paruh baya yang tadi menghubunginya pun datang. Wanita itu baru saja pulang dari toilet. "Aisyah, kamu udah datang?" tanyanya sembari m
Aisyah memberi kode pada David --orang yang ditunjuk ibunya-- lelaki itu pun menurut. Masuk dengan sopan sembari berucap, "Assalamualaikum." David mendekat, sedikit memberi jarak dengan Aisyah. "Selamat malam, Bu.""Wa'alaikum salam," jawab Aisyah pelan. Pandangan gadis itu kembali terpokus pada ibunya."Malam." Bu Fatimah menatap lekat David. "Nak, kenapa diam di pintu dan tidak ikut masuk sama istrimu?" Lagi-lagi ingatan Bu Fatimah hanya Aisyah dan David menikah.David sempat diam, Aisyah pun bimbang. Sampai akhirnya perempuan itu pun merogoh tas yang dibawanya, mengambil ponsel, lalu mengetik sesuatu, dan memberikannya pada David.Tolong, berpura-pura jadi suami saya hari ini saja, Pak.
Sehari setelah itu, Aisyah bekerja seperti biasanya. Ia menemani sang Ibu semalam di rumah sakit, menjaganya dengan sepenuh hati.Di tengah malam, ada satu pertanyaan dari ibunya tentang David. Sebab, lelaki itu tak ada bersama mereka. Aisyah bingung, hingga kebohongan pun kembali ia lakukan. Ia mengatakan jika David harus bekerja lembur.Aisyah pulang hanya sekadar mandi dan berganti pakaian. Ia pun menitipkan ibunya pada suster. Sebab, ia tak bisa cuti.Aisyah sampai di kantor, bekerja samana mestinya. Hanya saja, hari ini ia tak membawa bekal. Makan siang pun rasanya tak ingin ia lakukan.Denting waktu berlalu sampai jam makan siang pun datang. Aisyah yang tengah haid pun tak pergi ke masjid ketika azan Dzuhur be
Terkadang kenangan indah itu sulit dilupakan. π₯π₯π₯ "Mas Ilham!" teriak Aisyah sembari membuka mata. Napasnya memburu seperti seorang yang selesai berlari. "Astagfirullah,aku mimpi lagi," gumamnya. Azan Subuh berkumandang jelas di mesjid yang tak jauh dari rumahnya. Aisyah mengatur napas lebih dahulu sebelum bangun dari tempat tidur. Ia membawa langkah ke arah kamar mandi, mengambil wudu dan bersiap melaksanakan salat Subuh sebagai kewajibannya pada Ilahi Rabbi. Dalam heningnya Subuh, Aisyah menikmati waktu menghadap Sang Khalik. Meresapi setiap gerakan demi gerakan salat hingga akhir, lalu memanjatkan doa. Di atas hamparan sajadah, ada beberapa doa yang Aisyah pinta. Salah satunya, ingin selalu dimudahkan dalam segala urusan. Termasuk mencari rezeki untuk keluarganya.
Sehari setelah itu, Aisyah bekerja seperti biasanya. Ia menemani sang Ibu semalam di rumah sakit, menjaganya dengan sepenuh hati.Di tengah malam, ada satu pertanyaan dari ibunya tentang David. Sebab, lelaki itu tak ada bersama mereka. Aisyah bingung, hingga kebohongan pun kembali ia lakukan. Ia mengatakan jika David harus bekerja lembur.Aisyah pulang hanya sekadar mandi dan berganti pakaian. Ia pun menitipkan ibunya pada suster. Sebab, ia tak bisa cuti.Aisyah sampai di kantor, bekerja samana mestinya. Hanya saja, hari ini ia tak membawa bekal. Makan siang pun rasanya tak ingin ia lakukan.Denting waktu berlalu sampai jam makan siang pun datang. Aisyah yang tengah haid pun tak pergi ke masjid ketika azan Dzuhur be
Aisyah memberi kode pada David --orang yang ditunjuk ibunya-- lelaki itu pun menurut. Masuk dengan sopan sembari berucap, "Assalamualaikum." David mendekat, sedikit memberi jarak dengan Aisyah. "Selamat malam, Bu.""Wa'alaikum salam," jawab Aisyah pelan. Pandangan gadis itu kembali terpokus pada ibunya."Malam." Bu Fatimah menatap lekat David. "Nak, kenapa diam di pintu dan tidak ikut masuk sama istrimu?" Lagi-lagi ingatan Bu Fatimah hanya Aisyah dan David menikah.David sempat diam, Aisyah pun bimbang. Sampai akhirnya perempuan itu pun merogoh tas yang dibawanya, mengambil ponsel, lalu mengetik sesuatu, dan memberikannya pada David.Tolong, berpura-pura jadi suami saya hari ini saja, Pak.
Ruangan ini memang diperuntukkan untuk satu orang. Aisyah datang dengan menangis tak karuan. Kecelakaan itu membuat ibunya terbaring lemah tak sadarkan diri. Untung saja ada tetangga yang menyaksikan serta membawa ke rumah sakit. "Ibu," panggil Aisyah dengan deraian air mata. Ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. "Bangun, Bu, ini Aisyah!" teriak gadis manis itu. Aisyah tak lagi punya siapa pun selain sang Ibu. Kepergian Ayah serta calon suaminya itulah yang membuat rasa trauma begitu dalam. Seorang wanita paruh baya yang tadi menghubunginya pun datang. Wanita itu baru saja pulang dari toilet. "Aisyah, kamu udah datang?" tanyanya sembari m
~Kamu adalah mood booster untuk dirimu sendiri.~π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°Jalanan sore macet seperti biasa. Memang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi pengguna jalanan saat jam pulang kerja. Motor Aisyah berhenti di lampu merah. Hari ini ia harus mampir ke pasar untuk membeli beberapa sayuran untuk dimasak besok pagi.Tadi siang ibunya sudah mengirimkan list yang harus ia beli. List ini akan memudahkannya dalam berbelanja, termasuk mempersingkat waktu. Lampu masih belum berpindah pada warna hijau. Semua pengendara mobil dan motor menunggunya dengan sabar. Adapula yang terus membunyikan klakson beberapa kali.Mobil merah di samping Aisyah pun sama. Pengendara itu menyembunyikan klakson dua kali, hingga Aisyah men
Sesuatu yang ditakdirkan untukmu tak akan mungkin bisa pergi begitu saja.~πππππππππππππππHari berlalu begitu cepat. Jam pulang telah tiba. Erka dan karyawan lainnya telah lebih dahulu pulang. Erka sendiri ada janji kencan dengan tunangannya.Rasa nyeri di dengkul Aisyah memang masih terasa. Akan tetapi, ia tetap harus pulang. Ada seorang Ibu menunggu di rumah dengan perasaan cemas.Motornya sudah berada di parkiran. Ia mendekat, mencari kunci motor dan lupa memintanya kembali pada David. Haruskah ia pergi ke ruangan lelaki itu? Tapi, orang-orang sudah tidak ada. Ini hanya akan menimbulkan fitnah. Aisyah bimbang. Berdiam diri dengan otak terus berputar mencari solusi yang terbaik.
Sesuatu yang diam terkadang justru lebih menghanyutkan.~ππππππππDunia seperti berhenti berputar untuk sekejap. Aisyah terus memandangi sosok lelaki di depannya itu. Semuanya mirip. Apa ini?Erka memperhatikan Aisyah, ia duduk di kursinya kembali, menoleh ke belakang, lalu berkata, "Maaf, Mas, teman saya sepertinya tertarik sama, Mas."Aisyah tersadar. Ia melirik pada Erka, sedangkan lelaki yang sedang bermain ponsel itu seketika mengangkat kepala. "Saya?"Erka mengangguk. "Iya, Mas. Dari tadi teman saya ini liatin Mas terus."
Jagalah mentalmu sebaik mungkin, karena orang lain tidak akan membantumu saat down.~πππππππππKejadian tak disangka pun telah terlewati. Orang yang datang dan menolong Aisyah itu rupanya David. Aisyah merasa malu sekaligus berterima kasih.Setelah kejadian itu Aisyah langsung melaksanakan salat dan segera pergi keluar setelah selesai. Ia tak ingin berurusan dengan David. Tepatnya, ia tidak mau orang-orang kantor semakin menjadikannya topik hangat untuk bergosip hari ini.Aisyah kembali. Etika masih berada di luar. Wanita itu dengan setia menunggu. Ketika Aisyah mendekatinya, Erka langsung sadar."Kamu
~Kamu boleh istirahat saat lelah. Setelah itu kembalilah bersemangat memulai perjalananmu.~π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°Semua orang bersiap. Aisyah duduk di mejanya, begitu pun dengan yang lain. Tiba-tiba Erka mendekat, menepuk bahu Aisyah, lalu berbisik, "Kamu ada main, ya, sama SPV baru kita?"Sontak Aisyah kaget. Ia menoleh, keningnya mengerut. "Kata siapa?""Anak-anak pada ngomongin kalian. Mereka liat kamu turun dari mobilnya Pak David."Sudah Aisyah duga, jika hal ini akan menjadi pembicaraan empuk untuk semua orang.
~Kamu akan selau istimewa di depan orang yang benar-benar mencintaimu.~ π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯°π₯° David dan Aisyah sampai di parkiran rumah sakit. David lebih dahulu keluar, bergegas mengambil kursi roda yang ada tak jauh dari parkiran, selanjutnya mendorong ke dekat mobil. Asiyah membuka pintu mobil, matanya melotot melihat apa yang ia lihat. "Maaf, Pak, kursi rodanya buat apa?" "Buat dimakan," jawab David ketus. Kening Aisyah mengerut. "Sudah tau kakimu sakit. Ya, pasti buat kamu duduk atau kamu memang ketagihan digendong