50. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 50"Halo Bos, gimana udah ada kabar dari Mas Iman." "Udah Bik, Mas Iman baru muat, kemungkinan malam baru pulang!" "Oh iya bos, terimakasih infonya!" "Iya Bik sama-sama!" Kemudian aku menaruh Hpku kembali. Mudah-mudahan dilancarkan ya Allah, Amin.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀 Sudah beberapa hari belum ada kabar dari Suamiku. Apakah ia dapat pinjaman uang untuk beli makan atau gak Ya Allah, aku ingin bertanya tetapi kepada siapa, bawa Hp sih, tapi gak punya paket, terus di hutan kan jauh dari tower, otomatis gak ada sinyal," aku bergumam seorang diri. Melamun di teras seorang diri, Anak-anak bermain masak-masakan di sebelah rumah. Aku betul-betul kebingungan, beras gak ada lagi, hanya ada sisa nasi kemarin sore setengah magicom. Semuanya habis. Aku menahan lapar demi mereka, lebih baik aku yang kelaparan, untuk menahan sakit dilambung aku mengkonsumsi obat lambung.Yang selalu kusediakan, lambungku memang sudah akut. K
51. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Mendapat Job Kembali. Penulis : Lusia Sudarti Part 51'Ya Allah, terimakasih, karena Engkau menjawab doaku," lirihku dalam hati, dengan tangis yang tersendat pilu. Melihat mereka menyantap makan dengan lauk seadanya dengan canda tawa, membuatku tersenyum bangga. Semoga kelak kalian menjadi Anak-anak sukses, Amiinn!" doaku buat mereka. "Mama, Mama kok gak makan?" tanya Rani kepadaku. "Mama ntar aja Mbak!" aku beranjak kedalam untuk mengambil ponselku. "Simpen lagi sambelnya ya, buat makan nanti lagi!" ujarku seraya melangkah. "Iya Ma," jawab Indra. "Kalian udah kenyang makan-nya?" tanyaku ketika kembali keteras melihat mereka sudah selesai makan. "Udah kenyang Adek Ma," ujar Nayla, ia bersandar di tubuhku. "Indra juga Ma." "Rani juga Ma." "Alhamdulillah kalo gitu." 🥀🥀🥀🥀🥀Keesokan harinya ....! "Ma, Papa demam!" pesan dari Suamiku dari inbok aplikasi facebook. Perasaanku menjadi sangat tak tenang, setelah membaca pesan yang
52. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Bongkar Mesin. Penulis : Lusia Sudarti Part 52"Ma, ada wak Andi di rumah membawa mobil." "Iya udah, Papa belum pulang?" tanyaku sembari melangkah, menapaki jalan cor yang belum lama selesai dibangun. "Belum Ma," ujarnya disisiku.Sekirtar dua menit kami tiba dikontrakan, di teras Kak Andi telah menunggu, mobilpun telah terparkir cantik di halaman samping. "Udah lama Kak?" Tanyaku sembari menjatuhkan bobot di kursi teras, setelah mempersilhkan beliau duduk. "Belum Mbak, baru aja sampai," jawabnya. "Oh iya ya Kak." "Mbak, kalau Mas Iman mau menyalakan mesin ini kuncinya!" Kak Andi menunjukkan kunci distir mobil. "Iya Kak, insyaallah nanti malam kalau gak besok pagi di cek ya?" jawabku sembari memeriksa mobil. "Iya Mbak, saya permisi dulu!" Kak Andi pamit setelah memberi penjelasan kerusakan mobil kepadaku. "Minum dulu Kak." "Terima kasih banyak Mbak, baru saja minum!" tolaknya dengan halus. Kemudian beliau melangkah menuju jalan
53. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Penulis : Lusia Sudarti Part 53Aku meraih gawai lalu membukanya.Kedua netraku membola saat membaca pesan whatsapp itu. "Ada apa Ci?" tanya Ira penasaran, ia ikut membaca pesan yang tertera diponselku. "Ya Allah Ci, kamu terlilit hutang berbunga?" Kini gantian Ira yang terbelalak menatapku tak percaya. "Iya Ir," jawabku sembari menunduk membaca dengan seksama pesan whatsapp diponselku. "Mbak, gimana uang yang kemarin? Ini udah tiga minggu, sedangkan janji dua minggu! Waktu terus berjalan!" pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Iya Mbak, kami belum gajian!" balasku. Tring! Rupanya langsung dibaca dan dibalas. "Bayar dulu bunganya," balasnya kemudian. "Iya Mbak, nanti kalo cair ya?" balasku. Aku mengetik balasan selanjutnya lalu kukirim kembali. Hanya diread, tetapi tak dibalas kembali. "Ya Allah Ci, berapa emangnya kamu pinjem?" seru Ira. Ia kembali menatapku. "Satu juta, bunganya perdua minggu lima ratus ribu, jadi semua satu juta
54. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Terlilit Hutang Kembali Penulis : Lusia Sudarti Part 54"Gak perlu ... aku mau belanja Mbak! Tolong kerjasamanya, aku juga butuh modal, dipasar gak bisa ngutang, seperti kamu yang seenaknya ngutang gak mau bayar!" ujarnya dengan angkuh, aku hanya terdiam, kata-katanya begitu menusuk kalbu yang paling dalam.Sakit sekali rasanya. Ira yang duduk disampingku seketika bungkam mendengar ucapan pedas Teh Yeni tukang sayur langganan kami.Suamiku turun dari atas mesin mobil, ia menghampiri Teh Yeni yang berdiri dengan congkak di hadapanku. "Sabar Teh, bukan gak mau bayar, tapi memang ekonomi kami sangat sulit, borongan mobil ini dikasbon sedikit-sedikit untuk beli beras satu atau dua kilo, untuk mengganjal perut Anak dan Istriku. Juga gak seberapa besar hasilnya, untuk makanpun pas-pasan, jadi Teh, bukan gak mau bayar, emang bener-bener gak punya," ujarnya dengan raut memerah, ia mencoba sabar untuk menghadapi Teh Yeni. Aku tau, ia pasti sangat
Bab 1. Ma, adek lapar. "Ma, adek lapar!" rengek si bungsuku, Nayla. Hatiku begitu pedih mendengar rengekannya. Huuffftt. Kuhela napas yang begitu sesak menghimpit rongga dada. "Iya, Nak, sebentar ya, mama masak sayur dulu," sahutku lirih. Dia hanya mengangguk seraya tersenyum ceria, lalu bangkit menuju keluar untuk melanjutkan bermain bersama teman-temannya. Aku segera beranjak menuju dapur untuk memasak air kuah sayur bening daun katuk yang akan kupetik dari kebun belakang rumah. Satu ikat daun katuk telah berada ditanganku, kutaruh diatas dahan pohon mangga yang bercabang, aku mencabut rumput-rumput yang telah tumbuh disamping rumah, karena kesibukanku dalam bekerja, rumah pun tak terurus.Aku memandang berkeliling rumput telah memenuhi kebun belakang, seandainya aku punya uang, aku beli obat semprot untuk membasmi rumput. Jangankan untuk membeli obat yang harga ratusan ribu, untuk membeli masako yang harganya lima ratus perak aja tak mampu! Aku hanya mampu menarik napas p
2. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk NasiAdek pengen pelmen Part 2 Penulis : Lusia Sudarti *** "Ma, adek lapar sudah belum masaknya?" tanya anakku yang seketika langsung membuyarkan lamunan ini. "Iya, sayang, sebentar lagi ya," bujukku sambil kuusap pucuk kepalanya. Kulihat wajahnya sedikit pucat, mungkin terlalu lapar. "Kasihan sekali kamu, nak," sekuat tenaga kutahan air mata yang hampir lolos. "Adek duduk disini ya," pintaku kepadanya, aku melangkah menuju kesamping bermaksud untuk mengambil kelapa. "Iya, Ma," jawabnya, lalu duduk dikursi teras samping. "Mama mau kemana?" tanyanya saat melihat aku bangkit. "Enggak kemana-mana sayang, Mama mau ngupas kelapa," jawabku sambil mengambil sebuah kelapa yang berada dibawah pohonnya yang terletak disamping rumah. "Adek mau airnya Ma, boleh?" tanyanya seraya tersenyum cerah. 'Ahh sayang, senyummu itu semangat buat Mama," aku membatin. "Iya, sayang tapi apa masih manis, kan kelapanya hampir tua," jelasku. "Enggak apa-apa, Ma,
3. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI Part 3 Dikasih Uang Tante Cantik Penulis : Lusia Sudarti *** Suamiku terdiam, lalu menghela Napas. "Ya udah, sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari Esok lebih baik dari hari ini," tuturnya. "Aamiiin," jawabku. Namaku Suci, usia 37 tahun dan suami bernama Imam, usia 41 tahun. Kami dikaruniai 3 orang anak. 1 laki-laki dan 2 perempuan. Si sulung bernama Maharani dipanggil Rani, yang ke 2 Mahendra di panggil Indra dan yang bungsu, Nayla Sukma. Kami dari keluarga kurang mampu, meskipun memiliki pekerjaan, tetapi kurang mencukupi. Suamiku bekerja sebagai mekanik freelance yang masih belajar. Dan kadang aku yang jadi helpernya karena tak mampu untuk menggaji orang. Di sela-sela waktu, aku bekerja sambil mengasuh anak, hingga suatu hari aku memutuskan untuk mencoba belajar menulis novel. Karena masih baru pertama kali terjun ke bidang penulisan masih banyak yang acak-acakan. Sebut saja aku penulis receh. Aku juga bukan ana