SELLY LELAH MENCINTAI DAN MENGEJAR!
"Jika dulu aku langsung memindahkannya berarti aku membantu melawan Iding secara langsung. Padahal aku sama sekali tak memiliki kepentingan juga dengan itu. Yang membutuhkan adalah dirinya sendiri," ujar Aruna."Ah aku paham. Jadi kamu sekarang sedang melatihnya untuk membela diri dia sendiri begitu kan? Kau mengajarinya perlawanan untuk melawan Iding secra tak langsung. Apakah ini sama?" tanya Arumi."Yap! Aku sedang membangun kemampuan perlindungan dirinya sendiri agar dia hidup tak selalu bergantung pada orang lain kan? Aku ingin menyadarkan dia, agar dia bisa menyadari bahwa tidak ada yang bisa terus melindunginya, kecuali dirinya sendiri," ucap Aruna."Jujur saja kasihan Mei Mei, sebenarnya dia selalu menjadi korban dari Iding. Mulut Iding itu sangat jahat, dia tak peduli dan tak memandang gender. Selalu melecehkan walaupun dengan ucapannya. Tak berperasaan, kadang aku kasihan dengan mentalnya namun aku juga tak mau Mei Mei meKODRAT WANITA DIKEJAR, BUKAN MENGEJAR!"Kau juga berhentilah menggantungnya terlalu lama, Dokter Rendi. Rasanya Selly terlalu lelah mengejarmu, kodratnya wanita lah yang harus di kejar bukan mengejar. Aku rasa dia sudah lelah mencintaimu, Dokter Rendi. Bukan kah ini sudah lebih dari dua bulan kan?" tanya Dokter Yang."Aku mungkin masih berpikiran kolot. Tapi, menyatakan cinta lebih dulu masih di anggap sebagian wanita itu adalah tindakan yang wajar. Ini buatku berhubungan dengan harga diri wanita itu sendiri, apalagis elama ini yang mengejarmua dalah Selly, seorang wanita yang menurutku jelas bibi, bebett, dan bobotnya. Apalagi dia adalah anak dokter senior, dokter Tjahyadi. Apa lagi kurangnya? Bukan kah itu artinya Selly sudah mengorbankan harga dirinya demi membuktikan cintanya padamu, Dokter Rendi. Padagal pada dasar dan kodratnya laki-laki yang meminta, bukan sebaliknya. Tapi, kalau ada perempuan memilih menyatakan perasaannya lebih dulu ya memang tak masalah namun bagik
KENCAN DENGAN SIAPA?"Lalu menurutmu apa yang membuat Aruna tak kunjung membuka hatinya untukku?" cerca Dion."Anda terlalu narsistik," jawab Hendy keceplosan.Tanpa di sadari Dion memang mengalami gangguan kepribadian narsistik akan memiliki ego yang berlebihan, membutuhkan banyak perhatian, dan tidak memiliki empati terhadap siapa pun dalam hidupnya. Pria narsis sering kali terlihat menawan dan karismatik pada awalnya sebelum berubah masam seiring berjalannya waktu. Meskipun berinteraksi dengan orang narsistik bisa jadi sulit dan merendahkan. Dia harus selalu di megahankan, Ini adalah saat seseorang memiliki rasa mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan mengharapkan orang lain mengenali dan mengakui kehebatannya. Mereka mungkin terobsesi dengan fantasi keagungan dan kesuksesan, dan percaya bahwa mereka cukup istimewa untuk pantas mendapatkannya.Orang narsisis tidak mempertimbangkan emosi orang lain. Kurangnya empati ini dapat menyebabkan seorang narsisis me
MENGUJI INSTING SEORANG IBU"Ck! Aruna benar-benar melakukan kencan. Apakah dia akan menyiapkan ini semua dengan Rendi? Apakah ini tanda bahwa Rendi akan mengungkapkan semua perasaannya pada Aruna? Atau dia ikut kencang di mi chat lalu bertemu dengan lelaki bangsat yang akan mengambil keuntungan darinya. Bodoh! Aruna bodoh," omel Dion. Dion pun hanya terdiam dan mencoba menyimak semua pembicaraan Aruna dan Arumi yang nampak asik sendiri. Mereka tanpa sadar Dion sudah mendengarkan dan menyimak mereka sejak tadi. Dion benar-benar mencoba mencerna semuanya, diam sudah menyimak apa yang sebenarnya mereka katakan dan di mana tempat kencan mereka. Barangkali dengan ini dia bisa mendapatkan peluru untuk mencegah Aruna pergi. Dia berbincang dengan Rendi ataupun dengan lelaki lainnya."Kenapa sih kay bawel sekali Aruna. Semua pakaianku ini cocok menurutku dan ini juga bagus," ucap Aruna."Apanya yang cukup bagus? Lihat dan perhatikan, pertama di larang pakai terlalu murah ka
APA YANG KAU LAKUKAN BIMA?"Ya sudah, bagaimana kalau Ibu menitipkan dirimu pada Ibu Arumi?" usul Aruna lagi."Tidak mau! Tidak!" teriak Bima."Awww! Aduhhh!" teriak Bima langsung bergulingan di lantai."Ada apa, Bima?" tanya Aruna melirik anaknya sekilas."Aww! Aduh sakit, Ibu. Perutku sakit! Perutku sakit," kata Bima ambil berteriak."Apa perutmu sakit ya?" tanya Aruna. Bima mengnggukkan kepalanya. Baiklah kala memang perutmu sakit maka kita harus segera ke rumah sakit! Ayo Ibu akan segera menelpon Ayah Rendi agar memeriksa kesehatanmu," ajak Aruna santai. Sebagai seorang Ibu dia sangat tahus aat ini Bima berbohong. Dia tahu betul justru putranya ini jika sakit akan lebih memilih diam dan menenangkan Aruna yang justru lebih panik. Saat dia berteriak san berguling- guling berlebihan begitu justru da sangat ragu dan meyakini jika putranya sedang berbohong dan berakting saja."Tidak mau! Aku tidak mau ke Ayah Rendi," tolak Bima ketakutan juga ka
PAK WENDI MANAGER BATU BARA!"Bima kau kenapa kok tanganmu begitu? Kau sedang apa?" tanya Aruna penuh selidik."Hah?" sahut Bima."Mengapa tanganmu begitu?" tanya Aruna sambil melihat ke seluruh ruangan."Tidak. Aku sedang latihan berbagai senam jari agar tidak kram, Bu. Ini yang diajarkan oleh Ibu guru Ling Ling kepadaku," jelas Bima beralasan."Entahlah kau itu aneh sekali. Mengapa kau selalu belajar ha- hal aneh tidak sepeti anak usiamu? Dari mana lagi kau memperoleh keahlian konyol dan pemikiran absur ini? Jelas sekali dari Ayah Baikmu, kan," tebak Aruna mengomel. Dion sangat lega begitu mendengar Bima bisa berhasil lolos meyakinkan Aruna bahwa mereka tidak berjanjian di sini. Dion memang sempat cemas Bima keceplosan, ya bagaimanapun juga Bima amsih anak- anak. Wajar saja dia kadang tak konsisten, dia menghela napas lega panjang sambil berguman dalam hatinya dan menurunkan topinya sedikit untuk menutupi sebagian besar wajahnya."Memang bibitanku dalam memiliki anak tak perlu di r
PAK DION YANG TERHORMAT!"Saya sendiri juga tak mengira orang yang bekerja di bidang keuangan yang menurut saya selalu identik dengan kaku dan angkuh bisa se humble ini juga, Pak. Apalagi Arumi mengatakan Jika Bapak adalah ketua manajer di perusahaan batubara dan itu adalah manajer keuangan tentu saja Bapak sangat sibuk sekali," puji Aruna."EKHHHMMMM! UHUKKKK UHUKKKK!" Dion terbatuk- batuk dengan keras. Dion melakukan itu untuk membuyarkan pujian Aruna pada lelakai itu. Sontak saja semua orang menoleh namun tak menemukan sumber suara itu karena kebetulan cafe itu tidak lah terlalu ramah orang hanya terdapat beberapa pengunjung. Entah kenapa tiba- tiba ARuna bergidik ngeri, instingnya mengatakan ada sesuatu yang tak beres di dekatnya."Ternyata tidak seperti dugaanku karena Bapak sangat mudah sekali bergaul," kata Aruna."Oh iya hal yang kau katakan tadi..." Belum sempat selesai Wendi menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Bima memukulkan bantal sofa ke wajah
MEMBUJUK ARUMI DAN ARUNA!"Baiklah ayo kita bahas secara langsung, Pak Dion. Kau di mana Pak Dion yang terhormat? Bisakah kita bertemu sekarang? Coba kirimkan lokasinya. Aku akan segera menyusulmu dan aku akan mencarimu," kata Aruna berdiri di belakang Dion persis."Tidak usah, kau beritahu aku saja sekarang kau di mana. Aku akan mencarimu," kata Dion berusaha menyanggah Aruna. Tanpa Dion sadari, Aruna sudah berada di belakangnya. Aruna hanya menggelengkan kepala sambil menatap tajam ke arah Dion. Dion benar-benar terlalu fokus pada teleponnya sampai tak mendengar suara Aruna yang terdengar begitu keras di belakang. Benar-benar membuat Aruna gemas sekali dengan tingkahnya. Dengan mengendap perlahan Aruna pun turun dan mengejutkannya."Aku di sini!" kata Aruna langsung berdiri di hadapan Dion."Eh," sahut Aruna. Dion pun salah tingkah dan membenamkan wajahnya dalam topi. Dia langsung mematikan teleponnya. Aruna bersedekap."Sebenarnya apa maumu, Pak Dion
PENJELASAN DION DAN STEVEN!"Kau tidak tahu bagaimana aku melewati hari-hari belakangan ini? Aku ingin berubah! Aku ingin berubah semua demi dirimu. Aku tidak ingin lagi menjadi seorang atlet yang tidak punya masa depan jelas untuk bisa menikahimu. Aku akan bekerja kepada Pak Dion, aku akan mulai berkuliah lagi. Temani au, Arumi! Aku terlalu merindukanmu, Arumi! Aku berjanji akan berubah," kata Steven."Bohong!" kata Arumi."Benar, aku sungguh tidak membohongimu. Aku hanya berusaha dan aku memerlukan waktu sekarang, hanya ada kau di pikiranku," ucap Steven."Aku di pikiranmu?" tanya Arumi. Steven menganggukkan kepalanya."Arumi aku tahu kok kalau kamu marah saat ini padaku. Namun aku sungguh sudah terbiasa dengan keberadaanmu, jadi jangan pernah tinggalkan aku. Aku sangat menderita karena kau mengabaikanku, Arumi. Aku berjanji meskipun aku masih kecil, aku menunjukkan kesungguhanku. Aku akan bekerja lebih giat agar kau percaya aku serius dan kau tak salah memilih
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu