PERSAINGAN RENDI DAN DION!
"Ah Ibu hanya banyak bertanya Ayah Rendi! Ibu kalau memasak Iga pasti tak seenak buatan Ayah Rendi," protes Bima sambil mencicipi Iga bakar di piringnya."Hahaha! Kalau begitu makanlah yang banyak! Ayah Rendi akan memasakkannya untukmu," ujar Rendi mengelus kepala Bima lagi."Aku tidak bisa memotongnya, Bu!" ucap Bima."Tunggu sebentar! Biar Ibu saja yang memotongnya untukmu!" perintah Aruna."Sini -sini biar aku bantu dengan menggunakan garpu," sahut Rendi berdiri di belakang Bima.'Ceklek' pintu terbuka. Semua mata menatap ke arah pintu. Jantung Aruna berdegub keras, dia berharap jangan sampai Dion yang datang. Lebih baik orang tuanya dari pada Dion dengan posisi seperti ini. Ah, tapi sayang rupanya doanya kali ini tidak di kabulkan oleh Tuhan. Tiba -tiba pintu di buka ternyata Dion."Lah bukannya Pak Dion tadi mengatakan akan makan- makan dengan kolega ya? Mengapa kali ini dia pulang cepat?" batin Aruna dalam hati.MerekaDION CEMBURU?"Sudahlah! Kenapa kau marah- marah sejak tadi? Tak baik untuk kesehatanmu! Cicipi sop Ikan Kakap merah ini, pasti cocok dengan seleramu!" perintah Rendi menyidodorkan semangkok sop hangat."Kau juga sudah masak sebanyak ini kau juga pasti lelah! Nah makanlah iga bakar yang katamu paling enak ini! Nah tambahlah kentang ini buatmu sendiri yang lunak dan lengket sepertimu yang menganggu sekali dalam keluarga kecil orang lain," sindir Dion.Dion dan Rendi pun saling bertatapan dengan raut wajah tak suka. Tak lama kemudian, Aruna datang kembali. Dia keheranan melihat Dion dan Rendi yang saling bertatap-tatapan. Aruna mengernyitkan keningnya dengan penuh tanda tanya."Hey? Mengapa kalian berdua seperti itu? Saling bertatapan, kenapa kalian tidak makan?" tanya Aruna."Makanlah! Makanlah Pak Dion, Mas Rendi ini sangat pandai memasak! Bahkan dia itu memiliki tangan yang sangat ajaib, karena selain bisa mengoperasi, dia juga sangat pandai untuk membuat sup ka
IMPIAN YANG RUNTUH!'Tring' 'Tring' Tring' Hp Arumi bergetar. Nampak panggilan masuk dari seorang lelaki yang baru saja mereka bicarakan. Aruna meneguk ludahnya kasar."Kebetulan sekali, ini adalah telpon dari Om Hendro! Kita coba tebak, akankah Om Hendro membawa berita baik atau buruk?" tanya Arumi."Sudah tak usah banyak bicara, cepat angkat!" perintah Aruna yang sangat penasaran. Baru saja Arumi mengangkatnya, tampak ekspresi wajahnya sangat terkejut."Halo Pak Hendra! Apa?" pekik Arumi sambil menutup telponnya."Ada apa, Arumi?" tanya Aruna panik. Dia takut firasat buruknya menjadi kenyataan."Ayo kita segera menemui Om Hendra! Ada yang tidak beres!" ajak Arumi menggeret lengan tangan ArunaAruna pun hanya bisa mengikuti Arumi dengan patuh. Tak lupa Aruna menyahut kopi Arumi yang masih utuh. Mereka pun berjalan ke lantai dua tempat Pak Hendra. 'Tok' 'Tok' Arumi mengetuk pintu ruangan Om nya itu."Masuk!" perintah suara lelaki dari dalam."Om!"
GAGAL?"Bima, Ingat! Di masa depan Kau harus lupakan itu semua! Kita tidak pernah tidur bertiga, itu palsu! Semua hanya mimpimu! Lupakan! Lupakan! Lupakan, sekarang," kata Aruna sambil mentowel keing Biima.Mereka pun tertawa bersama. Aruna segera memeluk Bima dalam tidurnya. Dia menciumi pipi Bima. Saat melihatnya, hati Aruna cukup sakit. Memang tak seharusnya mereka melakukan ini. Karena korbannya adalah Bima."Bima, maafkan Ibu ya! Sabarlah, Ibu akan berusaha mencari Ayah terbaik untukmu meski itu bukan Ayah Baikmu," gumam Aruna dalam hati.Di sisi lain Arumi malam ini memutuskan untuk mabuk lagi. Dia minum wine sendiri, karena merasa kesepian. Dia tak mungkin menceritakan semua masalahnya pada Aruna. Dia kasihan melihat wanita itu yang selalu bekerja lembur dan mengurus anak. Padahal Arumi juga butuh teman untuk berbicara. Dia pun segera pulang saat menghabiskan dua sloki redwine, dia tak ingin terlalu mabuk malam ini. Apalagi hanya minum sendiri di rumah."A
IDE GILA ARUMI!"Apa? Membantu Iding?" tanya Aruna setengah tak percaya."Benar! Begini, setelah proyek itu di lakukan bulan depan maka akan ada perputaran modal dan keuntungan yang masuk dalam perusahaan kita! Selanjutnya yang paling memungkinkan kalian bisa melanjutkan proyekmu dengan menggunakan keuntungan itu? Bagaimana?" tawar Hendra.Aruna terseyum dan menggelengkan tak percaya bahwa Hendra bisa berlaku begitu. Entah apa jilatan yang di berikan oleh Iding sampai bisa mempengaruhi Pak Hendra sampai mengorbankan proyek pertama yang mengangkat CV itu."Aruna, Arumi dengarkan aku! Ini aku berbicara sebagai Om mu, Arumi. Jangan pandang aku sebagai kepala direksi sementara menggantikan Ibumu. Kau dan Aruna itu, kalian juga adalah wanita. Tentulah tak akan selincah Iding untuk meloby proyek, kalian harus mengerti. Apalagi tander proyek yang di menangkan Iding akan berlangsung dalam waktu dekat dan bisa memutar modal perusahaan. Percayalah, aku melakukannya demi kepentingan dan kebaikan
EKSEKUSI!"Aruna, kau juga tidak punya pilihan yang lebih baik dari pada ideku ini. Kau coba saja dulu dan buktikan ideku itu! Aku memiliki ide gila ini juga demi kau juga," ucap Arumi menatap tajam ke arah Aruna."Apakah ini akan berhasil?" tanya Aruna."Kau tak akan pernah salah! Cobalah ideku itu!" perintah Arumi.Malam harinya Aruna dan Arumi pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Mereka membeli beberapa keperluan untuk melancarkan aksi dan idenya nanti malam. Dia juga sudah memesan makanan spesial untuk Dion."Cepat! Sekarang waktunya kau mengirimkan pesan pada Pak Dion," perintah Arumi.Aruna pun menganggukkan kepalanya. Dia menghela nafasnya panjang dan mengambil HP di tasnya. Aruna menguatkan hatinya, menepis pikiran buruk itu dan mengirimkan pesan pada Dion. Tentu Dion akan terkejut dengan pesannya. Mereka pun segera pulang ke rumah setelah menitipkan Bima pada kedua orang tuanya. Tentu saja Pak Waluyo tidak curiga apalagi Aruna datang di temani Arumi. Mereka berpamitan akan
MENGEJAR CINTA RENDI!"Tapi bagaimana lagi, begitu pengembangannya berhasil dan kami mematenkan resep itu bahkan bisa mengesahkan hak milik nya maka resep itu akan bisa di terapkan di rumah sakit manapun di seluruh indonesia. Namun sayangnya kami kekurangan dana," sambungnya."Kau mau aku menanamkan modalku?" tanya Dion. 'Glek' Aruna terdiam. Akankah dia benar- benar meminta bantuan Dion dengan segala konsekuensinya."Em! Kalau boleh saya niatnya begitu," ucap Aruna."Aruna, kenapa berinvestasi itu bukanlah seperti orang yang sedang mainan- main. Aku harus memikirkan dengan matang langkah- langkah apa yang kiranya bisa ku ambil dengan modal seminim mungkin dan memikirkan keuntungan sebanyak mungkin di depan mata. Apalagi model investasi catering milikmu ini berkali- kali lipat dari pada proyek lainnya, mengingat kau membutuhkan dokter, uji lab, ahli gizi, hal ini tidak membutuhkan waktu yang lama," ucap Dion."Lalu kenapa perusahaamu menolaknya? Lalu tiba- tiba membatalkannya?" tanya
BIMA, ANAKKU BUKAN ANAKMU!"Jangan takut dokter Rendi, aku tak akan marah padamu hari ini karena kebetulan sekali hari ini suasana hatiku sedang bagus! Aku tidak ingin berlibur sendiri akhir pekan ini. Bukankah waktu akhir pekan adalah waktu yang bagus untuk jalan- jalan? Ayo kita pergi makan bersama," kata Selly lagi mengirim voice itu.Hanya tanda centang dua. Kemudian Selly mengirim pesan lagi pada Rendi namun terlihat centang satu. Foto Rendi pun sudah tak ada, dia di blokir."Sialan! Dia berani memblokirku! Tunggu aku Rendi, kau memang hebat ya! Tapi tidak ada cinta yang sulit. Aku akan membuktikannya padamu! Tunggu Selly yang cantik dan pemberani ini! Awas kau, tunggu saja," ujar Selly.Telinga Rendi berdenging, konon katanya ada seseorang yang sedang menyebut namanya. Membuat Rendi bergidik ngeri mengingat betapa agresifnya Selly dalam mengejarnya. Rendi menghembuskan nafasnya pelan dan mengusap kasar wajahnya. Dia berjalan dengan langkah gontai menuju ru
AKAL BULUS RENDI!"Bahkan aku bisa membeli jam inI! Padahal jam tangan ini hanya tersedia di pasaran Amerika dan layanan bantuan medis dari iBeat juga hanya tersedia di Amerika. Tapi, kabar baiknya iBeat sudah terhubung dengan rumah sakit di jakarta! Bahkan berkat kehebatanku aku bisa meloby nya sampai ke profesor Tjahyadi. Apakah beliau tak memberi tahumu?" sindir Dion lagi."Kau tak usah sok perhatian dengan Bima, anakku! Asal kau tahu saja., tidak ada yang lebih paham Bima dari padaku! Bahkan aku lebih tahu tentang penyakit jantung lebih darimu! Karena apa?" tanya Dion."Kau jangan sok tahu apalagi selalu melarang ini itu! Kau hanya dokter kemarin sore, sedangkan aku adalah orang yang telah mengalami penyakit ini sejak bayi! jadi aku tahu apa saja yang boleh dan tidak boleh di lakukan oleh seorang penderita penyakit jantung! Aku sangat menjaga Bima dan diriku sendiri, jam tangan ini akan sangat sensitif kalau ada masalah dengan jantung pemakainya! Benda ini akan menelepon polisi,"
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu