GAGAL?
"Bima, Ingat! Di masa depan Kau harus lupakan itu semua! Kita tidak pernah tidur bertiga, itu palsu! Semua hanya mimpimu! Lupakan! Lupakan! Lupakan, sekarang," kata Aruna sambil mentowel keing Biima.Mereka pun tertawa bersama. Aruna segera memeluk Bima dalam tidurnya. Dia menciumi pipi Bima. Saat melihatnya, hati Aruna cukup sakit. Memang tak seharusnya mereka melakukan ini. Karena korbannya adalah Bima."Bima, maafkan Ibu ya! Sabarlah, Ibu akan berusaha mencari Ayah terbaik untukmu meski itu bukan Ayah Baikmu," gumam Aruna dalam hati.Di sisi lain Arumi malam ini memutuskan untuk mabuk lagi. Dia minum wine sendiri, karena merasa kesepian. Dia tak mungkin menceritakan semua masalahnya pada Aruna. Dia kasihan melihat wanita itu yang selalu bekerja lembur dan mengurus anak. Padahal Arumi juga butuh teman untuk berbicara. Dia pun segera pulang saat menghabiskan dua sloki redwine, dia tak ingin terlalu mabuk malam ini. Apalagi hanya minum sendiri di rumah."AIDE GILA ARUMI!"Apa? Membantu Iding?" tanya Aruna setengah tak percaya."Benar! Begini, setelah proyek itu di lakukan bulan depan maka akan ada perputaran modal dan keuntungan yang masuk dalam perusahaan kita! Selanjutnya yang paling memungkinkan kalian bisa melanjutkan proyekmu dengan menggunakan keuntungan itu? Bagaimana?" tawar Hendra.Aruna terseyum dan menggelengkan tak percaya bahwa Hendra bisa berlaku begitu. Entah apa jilatan yang di berikan oleh Iding sampai bisa mempengaruhi Pak Hendra sampai mengorbankan proyek pertama yang mengangkat CV itu."Aruna, Arumi dengarkan aku! Ini aku berbicara sebagai Om mu, Arumi. Jangan pandang aku sebagai kepala direksi sementara menggantikan Ibumu. Kau dan Aruna itu, kalian juga adalah wanita. Tentulah tak akan selincah Iding untuk meloby proyek, kalian harus mengerti. Apalagi tander proyek yang di menangkan Iding akan berlangsung dalam waktu dekat dan bisa memutar modal perusahaan. Percayalah, aku melakukannya demi kepentingan dan kebaikan
EKSEKUSI!"Aruna, kau juga tidak punya pilihan yang lebih baik dari pada ideku ini. Kau coba saja dulu dan buktikan ideku itu! Aku memiliki ide gila ini juga demi kau juga," ucap Arumi menatap tajam ke arah Aruna."Apakah ini akan berhasil?" tanya Aruna."Kau tak akan pernah salah! Cobalah ideku itu!" perintah Arumi.Malam harinya Aruna dan Arumi pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Mereka membeli beberapa keperluan untuk melancarkan aksi dan idenya nanti malam. Dia juga sudah memesan makanan spesial untuk Dion."Cepat! Sekarang waktunya kau mengirimkan pesan pada Pak Dion," perintah Arumi.Aruna pun menganggukkan kepalanya. Dia menghela nafasnya panjang dan mengambil HP di tasnya. Aruna menguatkan hatinya, menepis pikiran buruk itu dan mengirimkan pesan pada Dion. Tentu Dion akan terkejut dengan pesannya. Mereka pun segera pulang ke rumah setelah menitipkan Bima pada kedua orang tuanya. Tentu saja Pak Waluyo tidak curiga apalagi Aruna datang di temani Arumi. Mereka berpamitan akan
MENGEJAR CINTA RENDI!"Tapi bagaimana lagi, begitu pengembangannya berhasil dan kami mematenkan resep itu bahkan bisa mengesahkan hak milik nya maka resep itu akan bisa di terapkan di rumah sakit manapun di seluruh indonesia. Namun sayangnya kami kekurangan dana," sambungnya."Kau mau aku menanamkan modalku?" tanya Dion. 'Glek' Aruna terdiam. Akankah dia benar- benar meminta bantuan Dion dengan segala konsekuensinya."Em! Kalau boleh saya niatnya begitu," ucap Aruna."Aruna, kenapa berinvestasi itu bukanlah seperti orang yang sedang mainan- main. Aku harus memikirkan dengan matang langkah- langkah apa yang kiranya bisa ku ambil dengan modal seminim mungkin dan memikirkan keuntungan sebanyak mungkin di depan mata. Apalagi model investasi catering milikmu ini berkali- kali lipat dari pada proyek lainnya, mengingat kau membutuhkan dokter, uji lab, ahli gizi, hal ini tidak membutuhkan waktu yang lama," ucap Dion."Lalu kenapa perusahaamu menolaknya? Lalu tiba- tiba membatalkannya?" tanya
BIMA, ANAKKU BUKAN ANAKMU!"Jangan takut dokter Rendi, aku tak akan marah padamu hari ini karena kebetulan sekali hari ini suasana hatiku sedang bagus! Aku tidak ingin berlibur sendiri akhir pekan ini. Bukankah waktu akhir pekan adalah waktu yang bagus untuk jalan- jalan? Ayo kita pergi makan bersama," kata Selly lagi mengirim voice itu.Hanya tanda centang dua. Kemudian Selly mengirim pesan lagi pada Rendi namun terlihat centang satu. Foto Rendi pun sudah tak ada, dia di blokir."Sialan! Dia berani memblokirku! Tunggu aku Rendi, kau memang hebat ya! Tapi tidak ada cinta yang sulit. Aku akan membuktikannya padamu! Tunggu Selly yang cantik dan pemberani ini! Awas kau, tunggu saja," ujar Selly.Telinga Rendi berdenging, konon katanya ada seseorang yang sedang menyebut namanya. Membuat Rendi bergidik ngeri mengingat betapa agresifnya Selly dalam mengejarnya. Rendi menghembuskan nafasnya pelan dan mengusap kasar wajahnya. Dia berjalan dengan langkah gontai menuju ru
AKAL BULUS RENDI!"Bahkan aku bisa membeli jam inI! Padahal jam tangan ini hanya tersedia di pasaran Amerika dan layanan bantuan medis dari iBeat juga hanya tersedia di Amerika. Tapi, kabar baiknya iBeat sudah terhubung dengan rumah sakit di jakarta! Bahkan berkat kehebatanku aku bisa meloby nya sampai ke profesor Tjahyadi. Apakah beliau tak memberi tahumu?" sindir Dion lagi."Kau tak usah sok perhatian dengan Bima, anakku! Asal kau tahu saja., tidak ada yang lebih paham Bima dari padaku! Bahkan aku lebih tahu tentang penyakit jantung lebih darimu! Karena apa?" tanya Dion."Kau jangan sok tahu apalagi selalu melarang ini itu! Kau hanya dokter kemarin sore, sedangkan aku adalah orang yang telah mengalami penyakit ini sejak bayi! jadi aku tahu apa saja yang boleh dan tidak boleh di lakukan oleh seorang penderita penyakit jantung! Aku sangat menjaga Bima dan diriku sendiri, jam tangan ini akan sangat sensitif kalau ada masalah dengan jantung pemakainya! Benda ini akan menelepon polisi,"
DION ADALAH SOLUSINYA!"Hentikan! Aku bukan sengaja ingin menakutimu, aku hanya ingin melindungimu walau dari jauh," jawab Steven."Ahhh! Sialan, ambil tasku itu! Kau tak tahu itu adalah tas mahal," perintah Arumi. Dengan tampang polosnya Steven hanya menurutinya."Kau ya yang mengirim sarapan itu?" tanya Arumi. Steven menganggukkan kepalanya."Lalu apakah kau yang membuang sampah di depan pintu juga?" sambunya. Lagi, Steven menganggukkan kepalanya."Lalu apa maumu?" tanya Arumi."Aku hanya ingin minta maaf kepadamu, Kak. Tidak seharusnya aku menipumu, berbohong mengatakan bahwa aku masih sakit. Padahal aku baik- baik saja," kata Steven.Arumi pun langsung membalikkan badannya. Dia tak ingin Steven tahu bahwa dirinya kesenangan sendiri karena gengsi. Dia tak ingin menunjukkannya pada lelaki itu. Sesekali dia ingin di rayu berondongnya, namun rupanya Steven tak menyadarinya."Bailah maaf kalau aku menganggu Kakak dan membuat tak nyama. Namun, aku tahu bahwa Kakak tidak ingin melihatku
GETARAN RASA CINTA?"Pak Dion," panggil Aruna."Hmmm," sahut Dion sambil asik memainkan HP nya."Minta tolong boleh?" tanya Aruna."Jangan sok manis begitu di hadapanku! Itu terlihat menjijikkan Aruna," sahut Dion. Aruna cemberut."Pak Dion, cobalah sesekali Bapak lihat ini hasil kerjaku hari ini," pinta Aruna."Kau memberiku imbalan apa? Kau tahu kan setiap detik dan menit dalam hidupku sangat berharga. Bahkan aku bisa menghasilkan jutaan dollar dalam waktu sesingkat itu," jelas Dion."Baiklah! Aku akan memberikan Bapak kasih sayang Bima," jawab Aruna. Dion mencebik namun tersenyum juga mendengar celotehan wanita itu. Dion pun mengambil laptop Aruna. Dia melihat hasil kerja Aruna juga. Dion hanya menggelengkan kepalanya."Apakah kau yakin hanya ini yang bisa kau dapatkan dalam dua minggu proyek ini?" tanya Dion."Apa ada yang salah? Lihat lah ini, mulai dari resep yang akan kami gunakan, standart kebersihan, kualitas, dan chef yang di gunakan. Kami memiliki standart tersendiri, bahka
MAU TAPI GENGSI ALA DION!"Aruna?" panggil Dion."Ya," sahut Aruna."Apakah kau...." Dion tak menyelesaikan ucapannya. Dia menjadi ragu untuk menanyakan hal itu pada Aruna."Kenapa Pak Dion?" tanya Aruna penasaran."Ah tidak! Lupakan, lihatlah ke laptop aku akan menjelaskan beberapa informasi penting yang tak kau input dalam usaha dan management bisnismu," perintah Dion.Aruna menganggukkan kepalanya. Dia langsung fokus pada laptop Dion, Aruna terus menyimak penjelasan Dion. Entah kenapa berkali- kali juga dia gagal fokus menyimaknya. Alih- alih mengamati laptop, dia justru sibuk melihat wajah Dion dari samping. Wajah itu masih sama seperti sepuluh tahun lalu. Meski usia Dion telah menginjak kepala empat lebih, namun wajah nya masih nampak muda. Bahkan Aruna melihat sisi maskulin Dion yang dari awal tak di sadarinya."Mengapa dia tak pernah menua? Justru di mataku dia sekarang terlihat sebagai lelaki yang amat sangat perlente. Akan susah untukku me