MAU TAPI GENGSI ALA DION!
"Aruna?" panggil Dion."Ya," sahut Aruna."Apakah kau...." Dion tak menyelesaikan ucapannya. Dia menjadi ragu untuk menanyakan hal itu pada Aruna."Kenapa Pak Dion?" tanya Aruna penasaran."Ah tidak! Lupakan, lihatlah ke laptop aku akan menjelaskan beberapa informasi penting yang tak kau input dalam usaha dan management bisnismu," perintah Dion. Aruna menganggukkan kepalanya. Dia langsung fokus pada laptop Dion, Aruna terus menyimak penjelasan Dion. Entah kenapa berkali- kali juga dia gagal fokus menyimaknya. Alih- alih mengamati laptop, dia justru sibuk melihat wajah Dion dari samping. Wajah itu masih sama seperti sepuluh tahun lalu. Meski usia Dion telah menginjak kepala empat lebih, namun wajah nya masih nampak muda. Bahkan Aruna melihat sisi maskulin Dion yang dari awal tak di sadarinya."Mengapa dia tak pernah menua? Justru di mataku dia sekarang terlihat sebagai lelaki yang amat sangat perlente. Akan susah untukku meAPA YANG KAU LAKUKAN PADA ARUNA?Malam ini Aruna pulang pukul dua pagi. Dia membuka pintu rumah Aruna. 'Ceklek' saat Aruna masuk ke dalam rumah dia melihat meja makan, terdapat satu buah nasi box di atas meja. Aruna berjalan mendekatinya."Semangat Aruna," tulisan di atas nasi box bento itu. Aruna pun tersenyum sekilas, dia mengambil makanan itu lalu menghangatkannya dalam microwave lalu memakannya."Mengapa Pak Dion rela melakukan semua ini?" tanya Aruna dalam hati sambil tersenyum. Keesokan harinya Aruna segera pergi ke kantor pagi hari. Dia menarik nafasnya panjang. Sesampainya di kantor dia segera mencari Arumi. Hari ini adalah hari penentuan. Mereka akan menghadap Om Hendro alias pemegang kekuasaan direksi perusahaan milik mereka bersama. Aruna berkali kali menarik nafasnya karena gugup. "Aruna apakah kau yakin Pak Dion akan melakukan ini? Apa kau yakin PT Hadinata Wijaya dengan senang hati dan sukarela akan membiayai dan investasi di perusahaan kita?
KECUPAN DI BIBIR DION!Rendi memasukkan Aruna ke dalam mobi. Dia pun melajukan mobilnya membelah lenggang nya jalanan kota Madiun. Dia bergegas ke perumahan milik Aruna. Setelah sampai parkiran, Rendi pun memapah Aruna lagi. Tak sengaja Dion melihat nya. Apalagi Dion juga baru saja tiba di rumah Aruna. Saat mengetahui Aruna mabuk dalam dekapan Redi, hatinya memburu. Dia langsung mendekati Rendi."Hati -hati Aruna," perintah Rendi. 'Plak' tepukan di bahu Rendi membuatnya menoleh. Nampak Dion berdiri di belakangnya."Apa yang kau perbuat pada Aruna?" tanya Dion menatap Rendi dengan tatapan menghujam."Hah? Aku? Apa kau tak salah bicara presiden direktur Dion?" sindir Rendi."Asal kau tahu saja, Aruna selama ini tak pernah mabuk! Jangan kan mabuk, dia pun tak pernah pergi ke Bar malam. Namun, semenjak mengenalmu dia menjadi seperti ini! Bukankah ini pelampiasannya karena terlalu setres bekerja? Atau mungkin juga karena kelakuanmu seperti ini!" sambung Rendi."
APAKAH SAYA MENCIUM PAK DION?'Cup' Dion terdiam dengan perlakuan Aruna. Dia mendoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mencium bibir Dion, Aruna pun tersenyum dengan penuh arti."Kau dulu melakukan itu padaku dengan sangat kasar! Bahkan aku tak sadar melakukannya karena kau Pak Dion terlalu mendominasi! Tak pernah melakukannya dengan lembut, sekarang aku bisa membalasmu! Bukankah lebih enak jika di lakukan dengan pelan, lembut, dan penuh perasaan, Pak?" taya Aruna."Pak Dion!" panggil Aruna."Asal kau tahu selama ini aku hanya melakukannya denganmu," kata Aruna langsung ambruk lagi.Dion masih terdiam beberapa saat, dia memandang Aruna. Selama ini dia sangat menjaga dan tak pernah berhubungan dengan wanita lain selain Aruna. Dia memang tak pernah melakukannya dulu karena dia tak tertarik dengan wanita. Tidak. Dia tak melakukan itu karena takut ada wanita yang mengandung benihnya, sehingga dia akan melahirkan anak yang mengalami penyakit jantung
DION PUBER KEDUA?"Pak Dion, saya benar- benar ingin tanya padamu," ujar Aruna."Hhmmmm," sahut Dion sambil mengambil gelas kopinya."Apakah saya melakukan itu pada Pak Dion? Apakah saya mencium bibirmu, Pak?" tanya Aruna. 'Byur' kopi itu langsung menyembur mengenai laptop di depan Dion. Hal itu refleks di lakukan Dion karena dia pun terkejut dengan perkataan Aruna yang sangat tak di sangka oleh Dion. Aruna pun memandangi tingkah Dion dengan mengenyirtkan keningnya heran."Kenapa Pak Dion seperti itu?" tanya Aruna sambil bergegas segera mengambil tisu di atas meja dan mengelap laptop di hadapan Dion."Pak Dion, kenapa kau ceroboh sekali! Kau tahu kan ini laptop cukup mahal! Meski pun ini laptop milikmu rasanya sayang sekali jika terkena kopi bukan? Bagaimana kalau rusak?" tanya Aruna sambil memberisihkan sisa- sisa cipratan kopi itu."Sudah jangan minum kopi di depan laptop lagi. Saya takut kau akan menyembur lagi ke sini," omel Aruna."Bukan! I
BERONDONG MUDA VS TANTE GIRANG!"Hah? Sesuatu? Berarti semalam itu bukanlah mimpi, Pak Dion? Berarti saya benar- benar mencium Pak Dion?" tanya Aruna."Arrrggghhhhhh!" teriak Aruna berlari ke kamar mandi. Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkan Aruna yang baginya saat ini terlihat amat sangat menggemaskan. Lama sekali dia tak melihat Aruna seperti malu dan salah tingkah seperti itu. Saat Aruna benar- benar pergi ke kamar mandi, Dion memang tersenyum penuh arti. Mungkin ini memang sedikit terlambat, di usia Dion yang hampir menginjak empat puluh lima tahun tetapi rasa cinta itu sepertinya ada. Mungkin ini yang di namakan puber kedua. Di sisi lain, Arumi ingin pergi ke kolam renang pagi hati. Dia sengaja pagi harinya sudah bangun subuh, berdandan, dan mengenakan baju cantik sekali. Dia memasuki ke kolam renang, dengan anggun dia berjalan cukup cantik seprti model saat memasuki kolam renang dengan baju yang cukup cetar dan terbuka. Arumi
RASANYA MULAI JATUH CINTA!"Aku itu hanya kebetulan lewat saja. Lalu tadi kebetulan saja melihatmu, terus aku teringat kau meninggalkan satu barang di rumahku. Jadi aku membawanya sekalian," ujar Arumi."Barang?" tanya Steven heran memndang ke arah Arumi. Seingatnya dia tak pernah meninggalkan apapun di sana."Sttt! Sudah di sini saja, diam. Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya," perintah Arumi."Sepertinya aku tidak meninggalkan barang di rumahmu," batin Steven dalam hati. Arumi pun langsung bergegas menuju loker tempat dia menyimpan tasnya tadi. Dia mengeluarkana bekas kerikan jenggot milik Steven. Arumi bergegas berjalan menemui Steven."Ini dia! Bukankah ini barang milikmu? Kau kan yang selalu mengerik jenggotmu, jadi aku yakin ini adalah milikmu. Benar kan?" tanya Arumi. Steven terpaksa tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Ekhm! Kak, ini memang punyaku, tapi Kak, kerik jenggot seperti ini hanya bisa sekali pakai saja," jelas
AKAL BULUS SELLY DAN HENDRO!"Apa ada apa memangnya Dokter Yang? Apakah kau sekarang ingin bermalas- malasan menangani pasien?" tanya Rendi pada asistennya. Dokter Yang menyenggol lengan Rendi dan memberikan kode lirikan mara itu."Ada apa?" tanya Rendi yang tak paham memandang ke aras asiten nya itu. Dokter Yang menunjuk ke depan dengan dagunya. Akhirnya Rendi melihat ke arah yang di maksudkan oleh dokter Yang. Rendi meneguk ludahnya kasar."Permisi! Selamat pagi Dokter Yang, Selamat pagi Dokter Rendi," kata Selly yang datang menghampiri Rendi."Baiklah kalau begitu saya permisi dulu ya, Dokter Rendi," pamit Dokter Yang. Selly pun menarik lengan jas dokter Yang."Stttt! Dokter Yang kau harus di sini untuk menjadi hakim," cegah Selly."Hah?" sahut Dokter Yang. Rendi pun mengernyitkan keningnya heran dengan ucapan Selly."Dokter Rendi yang terhormat, sekarang aku mau bertanya padamu. Apakah aku telah menyinggungmu?" tanya Selly. Rendi hanya diam tak m
KECEPLOSAN!"Sudah semua, Pak. Saya sudah melampirkan semuanya pada proposal yang ada di menja, Bapak. Jumlah investasi proporsi kemajuan dan pembagian hasil semua sesuai dengan praktik perusahaan sebelumnya, PT. Hadinata Wijaya sebagi investor utama tander ini juga sudah sepakat. Bahkan mereka juga memberikan tambahan enam bulan pada waktu pengembangan resep dan hak patennya," jelas Aruna. Pak Hendra nampak membolak balik proposal yang ada di hadapannya."Apakah Pak Hendra masih belum puas dengan kinerja saya?" tanya Aruna melihat Pak Hendra masih sibuk seperti tak yakin melihat proposal nya."Bukannya aku tidak puas, Aruna, Arumi. Tapi aku ingin bertanya padamu, Aruna. Sebenarnya Pak Dion sebagai pemilik dan presiden direktur PT Hadinata Wijaya ini sebnarnya berinvestasi kepada CV kita atau kepadamu secara pribadi?" tanya Pak Hendra."Hah? Apakah berbeda?" tanya Aruna yang heran mendapati Pak Hendro mencari alasan dan kesalahannya."Tentu saja berbeda. Kal