KECUPAN DI BIBIR DION!
Rendi memasukkan Aruna ke dalam mobi. Dia pun melajukan mobilnya membelah lenggang nya jalanan kota Madiun. Dia bergegas ke perumahan milik Aruna. Setelah sampai parkiran, Rendi pun memapah Aruna lagi. Tak sengaja Dion melihat nya. Apalagi Dion juga baru saja tiba di rumah Aruna. Saat mengetahui Aruna mabuk dalam dekapan Redi, hatinya memburu. Dia langsung mendekati Rendi."Hati -hati Aruna," perintah Rendi. 'Plak' tepukan di bahu Rendi membuatnya menoleh. Nampak Dion berdiri di belakangnya."Apa yang kau perbuat pada Aruna?" tanya Dion menatap Rendi dengan tatapan menghujam."Hah? Aku? Apa kau tak salah bicara presiden direktur Dion?" sindir Rendi."Asal kau tahu saja, Aruna selama ini tak pernah mabuk! Jangan kan mabuk, dia pun tak pernah pergi ke Bar malam. Namun, semenjak mengenalmu dia menjadi seperti ini! Bukankah ini pelampiasannya karena terlalu setres bekerja? Atau mungkin juga karena kelakuanmu seperti ini!" sambung Rendi."APAKAH SAYA MENCIUM PAK DION?'Cup' Dion terdiam dengan perlakuan Aruna. Dia mendoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mencium bibir Dion, Aruna pun tersenyum dengan penuh arti."Kau dulu melakukan itu padaku dengan sangat kasar! Bahkan aku tak sadar melakukannya karena kau Pak Dion terlalu mendominasi! Tak pernah melakukannya dengan lembut, sekarang aku bisa membalasmu! Bukankah lebih enak jika di lakukan dengan pelan, lembut, dan penuh perasaan, Pak?" taya Aruna."Pak Dion!" panggil Aruna."Asal kau tahu selama ini aku hanya melakukannya denganmu," kata Aruna langsung ambruk lagi.Dion masih terdiam beberapa saat, dia memandang Aruna. Selama ini dia sangat menjaga dan tak pernah berhubungan dengan wanita lain selain Aruna. Dia memang tak pernah melakukannya dulu karena dia tak tertarik dengan wanita. Tidak. Dia tak melakukan itu karena takut ada wanita yang mengandung benihnya, sehingga dia akan melahirkan anak yang mengalami penyakit jantung
DION PUBER KEDUA?"Pak Dion, saya benar- benar ingin tanya padamu," ujar Aruna."Hhmmmm," sahut Dion sambil mengambil gelas kopinya."Apakah saya melakukan itu pada Pak Dion? Apakah saya mencium bibirmu, Pak?" tanya Aruna. 'Byur' kopi itu langsung menyembur mengenai laptop di depan Dion. Hal itu refleks di lakukan Dion karena dia pun terkejut dengan perkataan Aruna yang sangat tak di sangka oleh Dion. Aruna pun memandangi tingkah Dion dengan mengenyirtkan keningnya heran."Kenapa Pak Dion seperti itu?" tanya Aruna sambil bergegas segera mengambil tisu di atas meja dan mengelap laptop di hadapan Dion."Pak Dion, kenapa kau ceroboh sekali! Kau tahu kan ini laptop cukup mahal! Meski pun ini laptop milikmu rasanya sayang sekali jika terkena kopi bukan? Bagaimana kalau rusak?" tanya Aruna sambil memberisihkan sisa- sisa cipratan kopi itu."Sudah jangan minum kopi di depan laptop lagi. Saya takut kau akan menyembur lagi ke sini," omel Aruna."Bukan! I
BERONDONG MUDA VS TANTE GIRANG!"Hah? Sesuatu? Berarti semalam itu bukanlah mimpi, Pak Dion? Berarti saya benar- benar mencium Pak Dion?" tanya Aruna."Arrrggghhhhhh!" teriak Aruna berlari ke kamar mandi. Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkan Aruna yang baginya saat ini terlihat amat sangat menggemaskan. Lama sekali dia tak melihat Aruna seperti malu dan salah tingkah seperti itu. Saat Aruna benar- benar pergi ke kamar mandi, Dion memang tersenyum penuh arti. Mungkin ini memang sedikit terlambat, di usia Dion yang hampir menginjak empat puluh lima tahun tetapi rasa cinta itu sepertinya ada. Mungkin ini yang di namakan puber kedua. Di sisi lain, Arumi ingin pergi ke kolam renang pagi hati. Dia sengaja pagi harinya sudah bangun subuh, berdandan, dan mengenakan baju cantik sekali. Dia memasuki ke kolam renang, dengan anggun dia berjalan cukup cantik seprti model saat memasuki kolam renang dengan baju yang cukup cetar dan terbuka. Arumi
RASANYA MULAI JATUH CINTA!"Aku itu hanya kebetulan lewat saja. Lalu tadi kebetulan saja melihatmu, terus aku teringat kau meninggalkan satu barang di rumahku. Jadi aku membawanya sekalian," ujar Arumi."Barang?" tanya Steven heran memndang ke arah Arumi. Seingatnya dia tak pernah meninggalkan apapun di sana."Sttt! Sudah di sini saja, diam. Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya," perintah Arumi."Sepertinya aku tidak meninggalkan barang di rumahmu," batin Steven dalam hati. Arumi pun langsung bergegas menuju loker tempat dia menyimpan tasnya tadi. Dia mengeluarkana bekas kerikan jenggot milik Steven. Arumi bergegas berjalan menemui Steven."Ini dia! Bukankah ini barang milikmu? Kau kan yang selalu mengerik jenggotmu, jadi aku yakin ini adalah milikmu. Benar kan?" tanya Arumi. Steven terpaksa tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Ekhm! Kak, ini memang punyaku, tapi Kak, kerik jenggot seperti ini hanya bisa sekali pakai saja," jelas
AKAL BULUS SELLY DAN HENDRO!"Apa ada apa memangnya Dokter Yang? Apakah kau sekarang ingin bermalas- malasan menangani pasien?" tanya Rendi pada asistennya. Dokter Yang menyenggol lengan Rendi dan memberikan kode lirikan mara itu."Ada apa?" tanya Rendi yang tak paham memandang ke aras asiten nya itu. Dokter Yang menunjuk ke depan dengan dagunya. Akhirnya Rendi melihat ke arah yang di maksudkan oleh dokter Yang. Rendi meneguk ludahnya kasar."Permisi! Selamat pagi Dokter Yang, Selamat pagi Dokter Rendi," kata Selly yang datang menghampiri Rendi."Baiklah kalau begitu saya permisi dulu ya, Dokter Rendi," pamit Dokter Yang. Selly pun menarik lengan jas dokter Yang."Stttt! Dokter Yang kau harus di sini untuk menjadi hakim," cegah Selly."Hah?" sahut Dokter Yang. Rendi pun mengernyitkan keningnya heran dengan ucapan Selly."Dokter Rendi yang terhormat, sekarang aku mau bertanya padamu. Apakah aku telah menyinggungmu?" tanya Selly. Rendi hanya diam tak m
KECEPLOSAN!"Sudah semua, Pak. Saya sudah melampirkan semuanya pada proposal yang ada di menja, Bapak. Jumlah investasi proporsi kemajuan dan pembagian hasil semua sesuai dengan praktik perusahaan sebelumnya, PT. Hadinata Wijaya sebagi investor utama tander ini juga sudah sepakat. Bahkan mereka juga memberikan tambahan enam bulan pada waktu pengembangan resep dan hak patennya," jelas Aruna. Pak Hendra nampak membolak balik proposal yang ada di hadapannya."Apakah Pak Hendra masih belum puas dengan kinerja saya?" tanya Aruna melihat Pak Hendra masih sibuk seperti tak yakin melihat proposal nya."Bukannya aku tidak puas, Aruna, Arumi. Tapi aku ingin bertanya padamu, Aruna. Sebenarnya Pak Dion sebagai pemilik dan presiden direktur PT Hadinata Wijaya ini sebnarnya berinvestasi kepada CV kita atau kepadamu secara pribadi?" tanya Pak Hendra."Hah? Apakah berbeda?" tanya Aruna yang heran mendapati Pak Hendro mencari alasan dan kesalahannya."Tentu saja berbeda. Kal
LAPANGAN GOLF!"Kau benar- benar harus berterima kasih pada Rendi," sambungnya."Rendi?" sahut Aruna."Ya jelas! Aku juga ingin lihat apa yang bisa kau lakukan jika tidak ada Rendi selama ini. Kau harus banyak bersyukur memiliki lelaki paling mengerti seperti dia," ucap Arumi."Hahah, kau salah paham! Sebenrnya bukan dia yang menjaga Bima selama ini," sahut Aruna refleks."Hah? Bukan Rendi? Lalu siapa?" tanya Arumi. 'Glek' Aruna menyadarii kecerobohannya. Arumi langsung mendekati Aruna, seolah mengintimidasi. Aruna nampak salah tingkah. Apakah ini saatnya jujur pada sahabatnya itu tentang Dion yang selama beberapa minggu belakangan ini tinggal bersamanya? Dia pun langsung menggelengkan kepalanya. Tidak boleh seorang pun tahu keberadaan Dion. "Hehe ya, Rendi! Benar," ucap Aruna."Nah, maka dari itu kau izin saja untuk kali ini. Ajaklah Bima pergi bermain seharian! Kasihan anak itu, kalau tidak maka aku akan mendaftar sebagai ibu angkatnya saja!
SHEILA DAN ELABARA! PASANGAN BUSUK!"Apa sebenarnya kekurangan dari teknologi scraining cancer? Rumah sakit itu sudah 80% dan menjanjikan keuntungan kurang dari beberapa bulan saja. Apa yang membuatmu menolak tawaran ini? Mengapa proyek semenguntungkan ini bisa tak kau lirik? Apa yang melatar belakangimu mempertahankan proyek Lisensi rumah sakit jantung yang pembangunannya masih di bawah 60%?" cerca Sheila."Apa karena, Aruna? Benar kan? Hanya itu lah penyebab kau tak melirik PT Gold untuk bekerja sama pada rumah sakit Scraining cancer yang sudah kita gagas. Bukankah begitu? Ck! Aku tak menyangka peluang dengan keuntungan semenarik dan semenggiurkan ini bisa sampai gagal menarik perhatianmu!" ejeknya.Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya. Karena pada stadium awal, kanker umumnya tidak bergejala sehingga sulit terdeteksi. Oleh karena itu, deteksi kanker sejak dini sangatlah penting agar penanganan dapat segera dilakukan dan peluang sembuh pun semakin tingg
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu