KESEMPATAN?
"Apakah ini gagal karena aku? Aku yang ada di balik semua ini sehingga Pak Dion tak mau memakai CV milik kami? Bukankah jika dia menginginkan aku bekerja kembali harusnya meloloskan CV kami?" batin Aruna dalam hati.Aruna segera mengambil HP di tasnya. Meskipun dia syok, namun harus tetap profesional dalam bekera. Dia harus memberi tahu Juragan Waluyo, Bapaknya. Bagaimanapun sanga Bapak juga harus tahu sebagai pemilik CV juga, akhirnya Aruna menelepon bapaknya."Pak," sapa Aruna sesaat setelah telpon di angkat."Ya, Nduk! Kenapa? Apakah Bima kenapa- kenapa?" tanya Juragan Waluyo langsung terpikir tentang keadaan sang cucu saat Aruna menelpon."Bima baik- baik saja, Pak! Aruna menelpon bukan masalah Bima. Aruna ingin minta maaf pada Bapak," jawab Aruna."Loh kenapa?" tanya Juragan Waluyo sedikit keheranan mendengar pernyataan sang putri."Kita gagal dalam tander proyek, Pak," jelas Aruna."Hah? Gagal? Bukankah kau bilang Nduk kita pasti akaGENGSI DION YANG TERLALU TINGGI!"Aruna kau lupa?" tanya Arumi."Hah?" tanya Aruna heran."Kita masih ada kesempatan! Aruna masih ada jangka waktu selama sebulan sebelum kesepakatan ini berakhir! Kau lupa? Semua CV yang mengalami kekalahan bisa mengajukan banding, kita ini bukan tander pakaian tapi makanan," jelas Arumi.Aruna terhenyak dan kaget. Saking syok nya menerima kekalahan dia sampai melupakan aturan kesepakatan pekerjaan yang tertera antara perusahaan Dion dan para tander. Mereka bisa saling mengajukan tanding agar di lakukan seleksi ulang. Ini biasa di lakukan perusahaan besar untuk mengkaji ulang hasil tander."Aruna, masih ada waktu sebulan! Bukankah itu bisa di jadikan peluang? Sadarlah Aruna kita harus berbenah jangan terlalu menuruti perasaanmu, kegagalan ini bukan titik final kita! Jangan emosi yang membuatmu melupakan peluang emas," kata Arumi menenangkan Aruna.Aruna menganggukkan kepalanya dan mengusap air mata yang tadi sempat jatuh. Dia
KECURIGAAN DION!"Apa ada yang perlu di diskusikan lagi?" tanya Dion.Aruna terdiam tak menjawab pertanyaan Dion. Ingin rasanya dia meminta maaf pada atasannya itu. Namun lidahnya kelu."Baiklah! Kalau tak ada yang perlu di bicarakan lagi kan?" tanya Dion sambil masuk ke dalam mobil. Dengan cepat Hendi pun segera kembali ke dekat mereka."Semangat," bisik Hendi lirih dan menepuk bahu Aruna pelan. Dia segera mengendarai mobil meninggalkan Aruna.Malam harinya mereka sepakat untuk bertemu di salah satu resto besar. Dion mengamati sekelilingnya, Hendi bicara jika acara malam ini perayaan kemenangan PT Gold. Bahkan Elbara sengaja datang dari Jakarta. Dion terdiam mengamati suasana resto, dia juga melihat hidangan yang tersedia."Hah! Ini seperti sengaja sekali! Tak mungkin makanan seperti ini bisa di siapkan dalam waktu sekejap saja. Bahkan dia tahu aku tak bisa minum wine dan membawakan koktail tanpa alkohol dari jakarta. Apakah semua sudah di rencanakan?" batin Dion dalam hati. Dia sedi
JAS ABU- ABU PEMATIK RASA CEMBURU!"Ya?" sahut Dion."Apa yang sebenarnya membuat Pak Dion sangat curiga? Mengapa Pak Dion mau mengurus proyek ini? Apakah karena Aruna?" tanya Hendi. Dion tak menjawab tapi langsung menutup pintu itu. "Semoga saja dugaanku benar," kata Hendi sambil bergegas menuju ke arah belakang. Kemudian dia mengendarai kendaraan range over itu untuk membahas jalanan kota Madiun.Keesokan harinya Hendi segera mempersiapkan semua keperluan meeting di dalam rumah sakit. Aruna juga sengaja mencegat kedatangan Dion dan Hendi. Dia sampai tak menjaga Bima di rumah sakit demi melancarkan visi dan misinya itu. Dia masih saja tak terima masalah tander proyeknya. Aruna sudah bersiap memakai baju perangnya, dia pergi menggunakan motor CBR nya, dengan mengenakan jeans panjang polos dan hem polos berwarna abu-abu. [Ke mana jadwal Pak Dion hari ini?][Datang ke kantor, aku sharelok saja nanti! Kau hati- hati aku tak bisa banyak membantumu hari ini. Siska sudah balik ke Jakarta,
APAKAH PAK DION PERCAYA PADAKU?"Tuh kan, Mas Rendi juga mulai curiga!" ujar Aruna."Aruna jangan- jangan," gumam Rendi berpikir apakah mungkin sosok direktur yang memimpin rumah sakitnya seperti itu."Nah kan, Mas Rendi juga mulai curiga!" ucap Aruna sambil duduk dan mengangkat kakinya."Em! Namun semua yang aku katakan ini hanyalah dugaanku saja kok, Mas! Hehehe," sambungnya."Oh ya Kau tidak perlu menjenguk Bima besok, Mas! Kau kan libur, jadi istirahatlah. Biar Ibu yang menjaganya, kau akhirnya punya waktu untuk istirahat di rumah. Selama ini kan Mas Rendi selalu menolongku. Aku tak ingin membuatmu terganggu, biar aku yang menjaga Bima nanti," ujar Aruna."Baiklah," kata Rendi."Kalau tidak terjadi apa-apa dengan Bima harusnya dia sudah bisa keluar dari rumah sakit beberapa hari lagi. Kau tidak perlu bolak-balik rumah sakit lagi, kau bisa istirahat dengan tenang di rumah! Aku lihat wajahmu selalu kelelahan," kata Rendi sambil mengulurkan apel yang telah di kupasnya."Makanlah, Aru
YANG LEBIH TUA MEMANG MENGGODA!"Siapa bilang aku mendukung PT gold itu?" tanya Dion dengan muka sinisnya."Hah?" tanya Aruna setengah tak percaya."Apakah itu artinya Bapak Dion mendukungku? Kenapa?" tanya Aruna. "Aku tidak perlu menjelaskan padamu," kata Dion berjalan meninggalkan Arun."Loh! Lo, Pak! Pak," teriak pelayan mengejar Dion."Pak mohon maaf, tunggu! Ini kemeja yang Bapak coba tadi, tolong perhatikan ada noda lipstik di dadanya," jelas pelayan ini."Oh iya Mbak! Ini silahkan mita gantirugi pada dia! Wanita di depan saya," sahut Dion."Hah saya, Pak?" tanya Aruna bingung menunjuk dirinya sendiri karena hanya dia yang ada di hadapan Dion."Benar! Lihatlah kau kan yang memaki lipstik bukan aku, jadi gantilah!" perintah Dion."Lah ini kan perbuatann Bapak Dion sendiri yang menarik tangan saya tiba- tiba! Mengapa saya yang ganti rugi?" kilah Aruna."Tidak bisa! Jelas jelas aku sudah menyelamatkanmu dari direksi itu! Jadi kau yang jelas-jelas melakukan perbuatan ini! Jadi kau
TAWARAN KERJA SAMA!"Kenapa? Kakak tak suka ya aku di rumah sakit? Kakak terbebani dengan biayaku?" tanya Steven memasang wajah imutnya yang membuat hati Arumi berdetak."Ahhh! Apakah aku langsung menyatakan cintas aja padanya? Tak masalah beda usia, yang lebih muda berondong seperti ini menggairahkan," batin Arumi."Ah tidak! Tidak seperti itu, maksudku kau segera keluar rumah sakit sebentar lagi! Jangan salah paham, aku bukan mendesakmu keluar dari rumah sakit! Aku akan merasa eh tidak aku mengira kalau kau tidak nyaman di sini! Jika kau ingin di rumah sakit ini lebih lama tak papa kok," kata Arumi."Oh tenang saja! Aku akan bertanggung jawab sampai akhir kok," sambung Arumi lagi.Steven hanya tertawa melihat tingkah konyol Arumi. Dia terlihat jelas salah tingkah. Apalagi sampai wanita dewasa itu tergagap."Iya aku percaya kok Kak! Kakak pasti tidak akan menelantarkanku," kata Steven tersenyum penuh arti."Apakah Steven bocil itu sebenarnya tak tahu kalau senyumannya itu mampu membu
JEBAKAN DION DAN ARUNA!"Apa harus begitu?" tanya Aruna dengan muka polosnya."Kalau mau begitu, kalau tidak ya sudah!" jawab Dion."Sabar Aruna! Sabar," batin Aruna dalam hati dengan mendengus kesal. Kalau dia harus menuruti Dion sama saja dia akan di jajah mantan bosnya lagi."Bagaimana?" tanya Dion sambil tersenyum penuh arti."Baiklah! Kita akan bekerja sama namun saya sepakat bahwa tes DNA ini, Kita mendengarkan siapapun yang benar! Jadi jangan mentang- mentang Pak Dion berkuasa semena- mena," usul Aruna."Deal!" sahut Dion memandang Aruna dalam- dalam. Dia pun menyetujui soal aturan Aruna."Sini aku akan menjelaskan rencaaku," perintah Dion.Mereka akhirnya sepakat mengadakan kerja sama. Selain itu Dion memberikan arahan Aruna untuk mengikuti semua idenya. Aruna setuju, karena dalam taktik tentulah Dion lebih pandai.*****Di rumah Dion, Hendi sedang sibuk membuka dan memilih belanjaan Dion. Entah mengapa atasannya itu mendadak membeli b
HARAPAN ARUNA"Ekhm! Oh maaf bolehkah saya pergi ke toilet Nyonya Lina?" tanya Aruna."Oh iya silakan," kata Nyonya Lina sambil meminum minuman yang ada di depannya, welcome drink.Di sisi lain Dion melirik sekilas dengan ujung matanya. Dia menangkap kepergian Aruna. Tepat seperti yang sudah di perintahkannya. Aruna memang masih seperti lima tahun lalu. Selalu cekatan dan seperti yang di inginkan oleh Dion."Apakah yang terjadi malam itu? Hingga membuatmu pergi dari sisiku, Aruna?" batin Dion dalam hati."Pak Dion," panggil Sheila melihat sekilas Dion melamun."Oh iya, Maaf Bu Sheila, saya hanya berpikir pekerjaan kantor yang belum selesai. Sepertinya Bu Sheila suka di tempat cafe resto ini? Tak ada pilihan lain?" tanya Dion mengalihkan pembicaraan."Maaf, apakah Pak Dion kurang nyaman?" tanya Seila. Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala."Ta masalah," sahut Dion."Lebih tepatnya saya suka Cafe ini karena lenngkap dengan resto dan ruang