DUA BANDIT KESAYANGAN ARUNA!"Bima masuk! Jangan mengintip pembicaraan orang dewasa!" teriak Aruna lagi.'Brak' Bima pun langsung menutup pintu kamar lagi. Dalam hati Dion tertawa cekikikan dengan tingkh Aruna dan Dion. Bukan takut dia justru nyaman dengan situasi ini. Ada perasaan nyaman dan kehangatan keluarga yang selama ini dia rindukan."Selain itu ini rumahku, Pak! Jika kau tidak pergi aku bisa lapor polisi," ujar Aruna.Dion mengalihkan pandangannya dia menatap Aruna. Dia menatap manik mata wanita di hadapannya. Memang tak salah jika suatu saat aroma melaporkannya kepada polisi karena dianggap mengganggu bahkan hari ini pun malam ini pun dia juga bisa melaporkan Aruna pada polisi namun Dion tak mau hal itu terjadi Karena bagaimanapun juga dia sangat menyayangi dan ingin selalu berada di samping anaknya."Aruna dengarlah aku ke sini untuk tidak mencari masalah. Aku melakukan ini semua demi Bima. Aku hanya ingin dekat dengannya dengan anak kandungku," ujar Dion."Bayangkan saja A
MASA KECIL BIMA!Bima merasakan dilema di antara kedua pilihan itu. Satu sisi dia sangat menyayangi ibunya karena selama ini hanya ibunya lah yang selalu berada di dekatnya. Sedangkan di sisi lain dia amat sangat menyukai sosok Om Baik yang setiap hari menemaninya. Bahkan Om baik adalah sosok yang selalu mewujudkan semua keinginan Bima."Bima, anak baik! Apa jawabanmu?" tanya Aruna."Ah syukurlah! Kalau begitu aku Ibu! Aku mau Om Baik yang menemaniku tidur malam ini!" jawab Bima."Stttt! Ayah Baik bukan Om Baik! Ayah Baik akan menemanimu tidur malam ini, Sayang," kata Dion sambil gembira karena merasakan kemenangan. Sedangkan Aruna hanya menatap keduanya sambil menggelengkan kepalanya. Dia geram naamun melihat tingkah Dion dan Bima membuatnya sedikit senang karena lega setidaknya ketakutannya selama ini tentang Dion yang akan mengambil Bima, atau menghilangkan Bima tak terjadi. Di depan matanya Aruna bisa melihat dengan sabar dan penuh kasih sayang, Dion menyayangi Bima."Dasar, peng
PASANGAN DALAM RUMAH YANG BERBEDA?"Saya mengamati sejak tadi, Pak Dion tersenyum sendiri! Apa yang Pak Dion lakukan?" tanya Aruna berjalan mendekati Dion."Aku melihat foto Bima kecil, sedang apa dia ini?" tanya Dion menunjuk satu foto Bima memanjat tangga kecil."Oh itu, tangga dari Tebu Wulung. Dalam Prosesi ini anak di ajak orang tua untuk menaiki tujuh tangga yang terbuat dari batang tebu. Tebu berasal dari kata antebing kalbu yang berarti penuh tekad dan rasa percaya diri. Ritual ini menggambarkan bahwa bayi akan menghadapi perjalanan hidupnya hari demi hari sampai pada puncaknya. Dalam kegiatan ini didampingi oleh orang tua si anak, hal ini menggambarkan dukungan keluarga untuk anak dalam menjalani hari-harinya ke depan. Ritual ini mempunyai harapan agar kelak si bayi tidak mudah menyerah dalam meraih cita-citanya," jelas Aruna."Lalu ini? Mengapa putraku yang tampan harus masuk ke dalam kurungan seperti ini seperti ayam saja! Andai aku tahu kau memperlakukannya seperti ini dul
HAMPIR KETAHUAN!"Pak Dion! Apa yang Bapak lakukan di sini?" tanya Aruna kebingungan karena melihat Dion tak masuk ke dalam kamar justru naik ke perosotan milik Bima di ruang tenah. "Diamlah!" sahut Dion sambil setengah memerosotkan diri berbaring dan sedikit mengangkang agar kakinya menahan berat badan supaya tak merosot.Aruna hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Dion. Memang bekas atasannya itu susah di mengerti dan memiliki pemikiran di atas rata- rata. Dia memang lebih senang menyusahkan diri sendiri dari pada harus membuat sesuatu tampak mudah. Dion memejamkan mata namun tak bisa tidur juga. Aruna hanya menggelengkan kepala melihat ulah Dion. Dia tahu atasannya itu tak nyaman namun dia juga gigih tak mau pulang."Kenapa Bapak Dion yang terhormat ini tak menyerah saja? Saya tahu bahwa Pak Dion merasa tak nyaman bukan?" sindir Aruna."Apa yang sebnarnya kau pikirkan, Aruna? Bagaimana mungkin aku bisa kau pergi meninggalkan anak semata wayangku? Kau gila ya?" sahut Dion
PAK DION YANG SUPER MENYEBALKAN!"Tenang saja! Aku sangat tenang," kata Aruna sambil memberikan kode kepada Dion untuk masuk kembali ke dalam.Dia melambaikan tangannya pada Dion. Namun Dion masih tetap saja tak menggubris Aruna. Justru makin berani keluar dari kamar."Kau kenapa Aruna?" tanya Rendi heran melihat Aruna yang mengangkat tangganya seperti mengusir sesuatu."Hah?" sahut Aruna."Tanganmu kenapa?" tanya Rendi menunjuk tangan Aruna."Oh ini, Mas! Ada nyamuk! Ya, benar nyamuk," ucap Aruna dengan sedikit tergagap."Loh, ada nyamuk? Sebentar aku ke mobi, ada semprotan anti serangga di sana. Aku akan segera mengambilnya lalu menyemprotkan di rumah. Jangan sampai kau dan Bima terkena gigitan nyamuk itu, sebentar ya," ujar Rendi hendak keluar dari rumah Aruna."Ah! Untuk apa, Mas? Tak usah masuk! Jangan, eh," kata Aruna bingung dan panik menjadi satu."Tak masalah. Aku memang kebetulan selalu membawa semprotan nyamuk itu! Biar aku ambil semprotan nyamuk di dalam mobil," ujar Rendi
AYAH KANDUNG!"Pak Dion!" tegur Aruna."Kenapa?" tanya Dion dengan memasang wajah bingungnya."Aku harus bicara dengan Bapak!" bentak Aruna lagi sambil memandang ke arah Dion."Baiklah," ujar Dion dengan wajah pasrah sambil memandang ke arah Bima.Mereka pun meninggalkan ruang dapur umum. Mereka semua duduk di mja makan. Aruna mengambil laptopnya untuk membuat sebuah kesepakatan perjanjian dengan di tulis kertas. Aruna mulai mengetik sebuah perjanjian, tak sulit untuk Aruna membuat hal itu karena dia memang bekas bekerja sebagai sekertaris di Dion selamasepuluh tahun lebih/"Pak Dion, sekarang dengarkan saya baik- baik. Pertama agar tidak mengganggu istirahat Bima akses pintu hanya sampai jam dua belas malam! Maka mulai detik ini di sepakati bahwa lewat pukul jam dua belas malam pintu akan di kunci. Saya tidak akan pernah membukakan pintu untuk Pak Dion! Apapun alasannya," jelas Aruna sambil asik mengetik."Kedua ruang tamu, dapur, kamar mandi, balkon dan sebagainya termasuk area bers
SARAPAN KELUARGA IDAMAN DION?"Aku tahu Ayah Rendi bukan Ayah kandungku! Sedangkan Ayah Baik barulah Ayah kandungku," ujar Bima."Kau memang anakku! Hebat sekali," kata Dion sambil bertepuk tangan.Dia cukup kagum dengan Bima yang bisa menangkap hal- hal seperti itu di usianya yang baru menginjak lima tahun kurang."Kau tahu kan betapa hebatnya genetik seorang bapak itu menurun kepada anaknya kan sekarang? Kecerdasan ku lah yang membuat Bima seperti ini," ujar Dion dengan sombongnya"Kau memang anakku! Bahkan kecerdasanmu benar- benar menurun dariku," ujar Dion."Nah, sekarang kau harus ingat, Bima! Kau punya Ayah, jadi mulai hari ini dan ke depannya tidak boleh sembarangan lagi memanggil lelaki lain atau orang dewaasa lain dengan sebutan Ayah!" perintah Dion."Mengerti kan? Ayo coba panggil Ayah," perintah Dion.Bima tidak langsung menuruti semua permintaan Ayah Baiknya itu. Dia justru sedang mengamati dan melihat wajah ibunya. Dia tak tega melihat w
DRAMA TINGGAL SEATAP PART 1PEMANAS AIR!"Ayo Bima makanlah," perintah Aruna."Apa kau setiap hari hanya memberi anak makanan seperti ini?" tanya Dion.Aruna tertegun dan memandang Dion dengan wajah bingung dan sejuta tanya. "Memang apa salahnya aku memberinya makanan seperti ini?" tanya Aruna."Lihatlah! Ini makanan sereal karbohidrat di tambah roti tawar. Tak hanya itu ada kandungan protein dari daging juga susu, gizi seimbang bukan? Menurutku ini sangat memenuhi pertumbuhan tubuh dan perkembangan intelektual Bima! Anakmu juga suka, apa masalahnya?" tanya Aruna dengan wajah polosnya."Hah? Ini tak harus makanan yang seimbang, namun juga bergizi, dan enak! Baru cukup, ini tak hanya masalah sekedar makan itu saja Aruna," sanggah Dion."Memang kau bisa memakannya tapi dia pasti bosan kalau menu makanannya begini," tegur Dion sambil melihat ke arah Aruna dengan menghujam."Maafkan saya ya, Pak Dion! Namun jangan lupa satu hal, keluarga biasa seperti kam