ARUNA DAN ARUMI!"Pak Dion, Rendi itu adalah dokter yang sangat baik sekali. Bisakah Bapak tidak melibatkan dia karena kebencian Bapak terhadap saya?" tanya Aruna.Dion terdiam sambil menatap tajam ke arah Aruna. "Jujurlah! Apakah kau pernah merasa bersalah atau menderita dan menyesal dalam lima tahun terakhir ini? Hah?" tanya Dion."Mulai dari saat kau meninggalkanku?" sambung Dion lagi."Apa maksud Bapak? Tentu saja saya menderita," jawab Aruna."Hahahaha! Tidak! Kau bohong Aruna! Kau tidak pernah menderita! Nyatanya aku bisa melihatmu tertawa bahagia dengan pria lain dan melahirkan seorang anak lelaki yang sudah sebesar itu!" bentak Dion."Kau bahkan pergi meninggalkan perusahaanku tanpa ada pamitan, mendadak, dan semaumu! Membuatku kalang kabut saat itu! Kau pergi dan tidak bisa di cari lagi kan? Bahkan Hendi mendatangi rumah mu tapi kau tak ada, kau kabur!" lanjut Dion sambil menatap tajam ke arah Aruna.Aruna hanya mampu terdiam tanpa banyak bicara lagi. Dia sebenarnya bingung k
KEGIGIHAN ARUMI!"Sekarang aku percaya kalau Dion itu tidak sedang mengejarmu! Bahkan Dion mungkin tak merasa jika itu adalah anaknya! Mungkin dia juga tak sadar! Apakah aku harus mengatakannya agar dia meloloskan proyek kita?" tanya Arumi memberikan usul. Jujur saja dia sangat berambisi untuk bisa mengalahkan Sheila. Namun dia menyembunyikan kenyataan itu dari Aruna. Dia tak ingin seorang pun tahu siapa sejatinya dirinya."Tidak! Aku tak setuju dengan cara picik dan rendahan semacam itu! Ini bukan masalah yang besar. Aku kan sudah pernah bercerita dan memberitahukan padamu, bahwa memang Pak Dion tak menyadari pernah tidur bersamaku! Jadi saat kau berbicara justru dia akan makin membenci kita saja. Itu akan memperburuk citra CV kita," jelas Aruna menolak usulan Arumi."Aku kan sudah bilang juga, dulu antara kami tidak ada hubungan spesial! Selama sepuluh tahun murni kami hanya atasan dan sekertaris saja tak lebih. Sekarang kau sudah melihat sendiri kan bagaimana sikap Pak Dion! Dia i
RUMAH IMPIAN ARUNA?"Bagaimana? Apa Bapak bersedia mengobrolkan masalah ini lagi?" tanya Arumi."Maaf aku masih ada urusan! Aku pamit dulu," kata Dion sambil berlalu pergi. Hendi terus mengikuti langkah kaki Dion dari belakan."Hati-hati Bapak Dion! Sampai jumpa! Sampai jumpa lagi Pak Dion," kata Arumi berteriak teriak.Aruna mendekati Arumi sambil memukul pundak wanita itu pelan, "Kau memang luar biasa!" puji Aruna melihat kegigihan sahabatnya menaklukkan hati Dion."Tentu saja, kau lupa hanya ada atu hal yang bisa mengalahkan pria sombong seperti itu. Hal itu adalah dengan menyanjungnya setinggi mungkin, agar dia tampak luar biasa," kata Arumi lagi. "Kau harus mempelajari hal ini Aruna! Ingat menjadi penjilat terkadang memang di perlukan untuk situasi mendesak! Kau harus pelajari hal ini lebih serius agar CV mu makin maju," ujar Arumi lagi."Hehe! Baiklah bos, aku mengerti!" ucap Aruna."Aku lapar! Ayo kita makan," ajak Arumi sambil melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan p
DION DAN BIMA!"Hah? Apa Pak? Rumah impian Aruna? Apakah Pak Dion selama ini?" tanya Hendi dengan kalimat menggantung.Menyadari Hendi mulai menanyakan hal itu Dion segera masuk ke dalam rumah untuk lebih melihat lagi bagian dalam. Dia mulai melihat ruang tamu, dapur, dan balkon depan. Semua terasa bagus dan tertata apik. Hendi mengikutinya dari belakang dengan seuta tanda tanya."Baiklah! Aku rasa rumah ini lumayan nyaman kok, kita bisa pindah ke sini," ujar Dion."Siap, saya rasa juga akan nyaman di rumah sendiri dari pada harus tinggal lebih lama dari hotel. Mari kita ke bawah, Pak!" ajak Hendi sambil turun di tangga.Rumah itu terleta di komplek perumahan Marshall. Kompleks perumahan cukup elit di daerah sana. DI lengkapi dengan satu buah kolam renang pribadi di belakangnya. Dion tersenyum cukup puas dengan rumah yang akan di tempatinya beberapa bulan."Oh iya, Pak! Hasil tander lisensi rumah sakit sudah keluar, apa Bapak ingin melihat hasilnya?" tanya He
APAKAH DIA?"Apa Om Baik yang berubah menjadi jahat tak percaya jika aku kuat seperti Bima? Lihat saja ini!" perintah Bima sambil membuka bajunya. Di dalam bajunya terlihat berbagai macam alat yang menempel di dada Dion. Dion memandangi Bima dengan pandangan tak percaya. Dia pun langsung meletakkan pistolnya itu dan duduk berjongkok di hadapan Bima. Dion langsung menggendong Bima dan mendudukkannya di meja kecil toserba itu."Kau menjalani operasi jantung?" tanya Dion yang di balas anggukan pelan oleh Bima."Benar! Sekarang Om Baik yang berubah menjadi jahat sudah percaya kan kalau aku jagoan? Karena Ibuku bilang setiap anak yang mengidap penyakit jantung itu adalah anak pilihan. Tidak semua anak bisa mendapat kei istimewaan ini. Hanya anak yang di pilih oleh Tuhan dan memiliki kekuatan super yang mendapat penyakit jantu," celoteh Bima dengan polos."Nah itu sebabnya aku adalah pahlawan dan jagoan! Bahkan Ibu memberiku nama Bima agar aku bisa tumbuh menjadi kuat," sambung Bima lagi.
AKANKAH DION MENYADARINYA?Rendi mengantarkan Aruna dan Bima ke dalam kamar rawat inap Bima. Rendi pergi ke coffe shop depan, dia sengaja membawakan kopi untuk Aruna. Tetapi dia tidak langsung masuk ke kamar Bima. Alih-alih langsung masuk ke kamar, dia justru menunggu Aruna sambil membawakan dua gelas kopi itu di lorong rumah sakit, tepat di depan kamar tempat Bima di rawat.'Krek' suara pintu di buka. Aruna keluar dari dalam kamar perlahan."Apakah, Bima sudah tidur?" tanya Rendi sambil mengulurkan kopi ke Aruna."Sudah, terima kasih ya," ucap Aruna sambil menerima kopi pemberian Rendi. Dia menghirup kopi itu perlahan. Sedikit melegakan perasaannya setelah kejadian tadi."Apakah kali ini aku harus jujur mengatakan semua pada Rendi?" batin Aruna.Rendi mengamati Aruna yang terdam memegang kopi miliknya. Rendi mengamati wajah gadis ayu di depannya. Diam diam dia telah menaruh perasaan lama pad Aruna. Semenjak SMA dulu, Aruna memiliki selisih umur tiga tahun di
APAKAH DION DALANG DI BALIK SEMUANYA?Di sisi lain Dion pun langsung memutuskan untuk pulang ke rumah yang baru saja akan mereka tempati. Dia berjalan ke balakang balkon, sambil menatap ke green house yang sudah di pasang entah kapan memasangnya tetapi yang jelas sekarang sudah selesai bahkan ada satu pohon bugenvil yang sudah berbunga lebat di ujung kolam. Hendi memang cekatan dan selalu bisa menuruti semua permintaannya. Dion memandangnya bunga itu dengan pandangan nanar."Ini adalah rumah impian Aruna yang pernah kami lihat saat tander di Bogor dulu," batin Dion sambil terus memandangi bunga bougenvil dan green house ala- ala itu. Hendi pun melihat Dion yang melamun sambil menatap bunga itu sangat lekat."Loh, maaf Pak Dion, pengerjaannya belum seratus persen selesai. Kata tukang kebun, green house itu baru bisa di isi tanaman mulai besok. Maka sebagai gantinya dia menaruh bunga bugenvil ini di sini, katanya pohon ini akan tumbuh besar dan cepat. Bahkan bisa berbunga
KESEMPATAN?"Apakah ini gagal karena aku? Aku yang ada di balik semua ini sehingga Pak Dion tak mau memakai CV milik kami? Bukankah jika dia menginginkan aku bekerja kembali harusnya meloloskan CV kami?" batin Aruna dalam hati.Aruna segera mengambil HP di tasnya. Meskipun dia syok, namun harus tetap profesional dalam bekera. Dia harus memberi tahu Juragan Waluyo, Bapaknya. Bagaimanapun sanga Bapak juga harus tahu sebagai pemilik CV juga, akhirnya Aruna menelepon bapaknya."Pak," sapa Aruna sesaat setelah telpon di angkat."Ya, Nduk! Kenapa? Apakah Bima kenapa- kenapa?" tanya Juragan Waluyo langsung terpikir tentang keadaan sang cucu saat Aruna menelpon."Bima baik- baik saja, Pak! Aruna menelpon bukan masalah Bima. Aruna ingin minta maaf pada Bapak," jawab Aruna."Loh kenapa?" tanya Juragan Waluyo sedikit keheranan mendengar pernyataan sang putri."Kita gagal dalam tander proyek, Pak," jelas Aruna."Hah? Gagal? Bukankah kau bilang Nduk kita pasti aka