DION DAN BIMA!
"Hah? Apa Pak? Rumah impian Aruna? Apakah Pak Dion selama ini?" tanya Hendi dengan kalimat menggantung.Menyadari Hendi mulai menanyakan hal itu Dion segera masuk ke dalam rumah untuk lebih melihat lagi bagian dalam. Dia mulai melihat ruang tamu, dapur, dan balkon depan. Semua terasa bagus dan tertata apik. Hendi mengikutinya dari belakang dengan seuta tanda tanya."Baiklah! Aku rasa rumah ini lumayan nyaman kok, kita bisa pindah ke sini," ujar Dion."Siap, saya rasa juga akan nyaman di rumah sendiri dari pada harus tinggal lebih lama dari hotel. Mari kita ke bawah, Pak!" ajak Hendi sambil turun di tangga.Rumah itu terleta di komplek perumahan Marshall. Kompleks perumahan cukup elit di daerah sana. DI lengkapi dengan satu buah kolam renang pribadi di belakangnya. Dion tersenyum cukup puas dengan rumah yang akan di tempatinya beberapa bulan."Oh iya, Pak! Hasil tander lisensi rumah sakit sudah keluar, apa Bapak ingin melihat hasilnya?" tanya HeAPAKAH DIA?"Apa Om Baik yang berubah menjadi jahat tak percaya jika aku kuat seperti Bima? Lihat saja ini!" perintah Bima sambil membuka bajunya. Di dalam bajunya terlihat berbagai macam alat yang menempel di dada Dion. Dion memandangi Bima dengan pandangan tak percaya. Dia pun langsung meletakkan pistolnya itu dan duduk berjongkok di hadapan Bima. Dion langsung menggendong Bima dan mendudukkannya di meja kecil toserba itu."Kau menjalani operasi jantung?" tanya Dion yang di balas anggukan pelan oleh Bima."Benar! Sekarang Om Baik yang berubah menjadi jahat sudah percaya kan kalau aku jagoan? Karena Ibuku bilang setiap anak yang mengidap penyakit jantung itu adalah anak pilihan. Tidak semua anak bisa mendapat kei istimewaan ini. Hanya anak yang di pilih oleh Tuhan dan memiliki kekuatan super yang mendapat penyakit jantu," celoteh Bima dengan polos."Nah itu sebabnya aku adalah pahlawan dan jagoan! Bahkan Ibu memberiku nama Bima agar aku bisa tumbuh menjadi kuat," sambung Bima lagi.
AKANKAH DION MENYADARINYA?Rendi mengantarkan Aruna dan Bima ke dalam kamar rawat inap Bima. Rendi pergi ke coffe shop depan, dia sengaja membawakan kopi untuk Aruna. Tetapi dia tidak langsung masuk ke kamar Bima. Alih-alih langsung masuk ke kamar, dia justru menunggu Aruna sambil membawakan dua gelas kopi itu di lorong rumah sakit, tepat di depan kamar tempat Bima di rawat.'Krek' suara pintu di buka. Aruna keluar dari dalam kamar perlahan."Apakah, Bima sudah tidur?" tanya Rendi sambil mengulurkan kopi ke Aruna."Sudah, terima kasih ya," ucap Aruna sambil menerima kopi pemberian Rendi. Dia menghirup kopi itu perlahan. Sedikit melegakan perasaannya setelah kejadian tadi."Apakah kali ini aku harus jujur mengatakan semua pada Rendi?" batin Aruna.Rendi mengamati Aruna yang terdam memegang kopi miliknya. Rendi mengamati wajah gadis ayu di depannya. Diam diam dia telah menaruh perasaan lama pad Aruna. Semenjak SMA dulu, Aruna memiliki selisih umur tiga tahun di
APAKAH DION DALANG DI BALIK SEMUANYA?Di sisi lain Dion pun langsung memutuskan untuk pulang ke rumah yang baru saja akan mereka tempati. Dia berjalan ke balakang balkon, sambil menatap ke green house yang sudah di pasang entah kapan memasangnya tetapi yang jelas sekarang sudah selesai bahkan ada satu pohon bugenvil yang sudah berbunga lebat di ujung kolam. Hendi memang cekatan dan selalu bisa menuruti semua permintaannya. Dion memandangnya bunga itu dengan pandangan nanar."Ini adalah rumah impian Aruna yang pernah kami lihat saat tander di Bogor dulu," batin Dion sambil terus memandangi bunga bougenvil dan green house ala- ala itu. Hendi pun melihat Dion yang melamun sambil menatap bunga itu sangat lekat."Loh, maaf Pak Dion, pengerjaannya belum seratus persen selesai. Kata tukang kebun, green house itu baru bisa di isi tanaman mulai besok. Maka sebagai gantinya dia menaruh bunga bugenvil ini di sini, katanya pohon ini akan tumbuh besar dan cepat. Bahkan bisa berbunga
KESEMPATAN?"Apakah ini gagal karena aku? Aku yang ada di balik semua ini sehingga Pak Dion tak mau memakai CV milik kami? Bukankah jika dia menginginkan aku bekerja kembali harusnya meloloskan CV kami?" batin Aruna dalam hati.Aruna segera mengambil HP di tasnya. Meskipun dia syok, namun harus tetap profesional dalam bekera. Dia harus memberi tahu Juragan Waluyo, Bapaknya. Bagaimanapun sanga Bapak juga harus tahu sebagai pemilik CV juga, akhirnya Aruna menelepon bapaknya."Pak," sapa Aruna sesaat setelah telpon di angkat."Ya, Nduk! Kenapa? Apakah Bima kenapa- kenapa?" tanya Juragan Waluyo langsung terpikir tentang keadaan sang cucu saat Aruna menelpon."Bima baik- baik saja, Pak! Aruna menelpon bukan masalah Bima. Aruna ingin minta maaf pada Bapak," jawab Aruna."Loh kenapa?" tanya Juragan Waluyo sedikit keheranan mendengar pernyataan sang putri."Kita gagal dalam tander proyek, Pak," jelas Aruna."Hah? Gagal? Bukankah kau bilang Nduk kita pasti aka
GENGSI DION YANG TERLALU TINGGI!"Aruna kau lupa?" tanya Arumi."Hah?" tanya Aruna heran."Kita masih ada kesempatan! Aruna masih ada jangka waktu selama sebulan sebelum kesepakatan ini berakhir! Kau lupa? Semua CV yang mengalami kekalahan bisa mengajukan banding, kita ini bukan tander pakaian tapi makanan," jelas Arumi.Aruna terhenyak dan kaget. Saking syok nya menerima kekalahan dia sampai melupakan aturan kesepakatan pekerjaan yang tertera antara perusahaan Dion dan para tander. Mereka bisa saling mengajukan tanding agar di lakukan seleksi ulang. Ini biasa di lakukan perusahaan besar untuk mengkaji ulang hasil tander."Aruna, masih ada waktu sebulan! Bukankah itu bisa di jadikan peluang? Sadarlah Aruna kita harus berbenah jangan terlalu menuruti perasaanmu, kegagalan ini bukan titik final kita! Jangan emosi yang membuatmu melupakan peluang emas," kata Arumi menenangkan Aruna.Aruna menganggukkan kepalanya dan mengusap air mata yang tadi sempat jatuh. Dia
KECURIGAAN DION!"Apa ada yang perlu di diskusikan lagi?" tanya Dion.Aruna terdiam tak menjawab pertanyaan Dion. Ingin rasanya dia meminta maaf pada atasannya itu. Namun lidahnya kelu."Baiklah! Kalau tak ada yang perlu di bicarakan lagi kan?" tanya Dion sambil masuk ke dalam mobil. Dengan cepat Hendi pun segera kembali ke dekat mereka."Semangat," bisik Hendi lirih dan menepuk bahu Aruna pelan. Dia segera mengendarai mobil meninggalkan Aruna.Malam harinya mereka sepakat untuk bertemu di salah satu resto besar. Dion mengamati sekelilingnya, Hendi bicara jika acara malam ini perayaan kemenangan PT Gold. Bahkan Elbara sengaja datang dari Jakarta. Dion terdiam mengamati suasana resto, dia juga melihat hidangan yang tersedia."Hah! Ini seperti sengaja sekali! Tak mungkin makanan seperti ini bisa di siapkan dalam waktu sekejap saja. Bahkan dia tahu aku tak bisa minum wine dan membawakan koktail tanpa alkohol dari jakarta. Apakah semua sudah di rencanakan?" batin Dion dalam hati. Dia sedi
JAS ABU- ABU PEMATIK RASA CEMBURU!"Ya?" sahut Dion."Apa yang sebenarnya membuat Pak Dion sangat curiga? Mengapa Pak Dion mau mengurus proyek ini? Apakah karena Aruna?" tanya Hendi. Dion tak menjawab tapi langsung menutup pintu itu. "Semoga saja dugaanku benar," kata Hendi sambil bergegas menuju ke arah belakang. Kemudian dia mengendarai kendaraan range over itu untuk membahas jalanan kota Madiun.Keesokan harinya Hendi segera mempersiapkan semua keperluan meeting di dalam rumah sakit. Aruna juga sengaja mencegat kedatangan Dion dan Hendi. Dia sampai tak menjaga Bima di rumah sakit demi melancarkan visi dan misinya itu. Dia masih saja tak terima masalah tander proyeknya. Aruna sudah bersiap memakai baju perangnya, dia pergi menggunakan motor CBR nya, dengan mengenakan jeans panjang polos dan hem polos berwarna abu-abu. [Ke mana jadwal Pak Dion hari ini?][Datang ke kantor, aku sharelok saja nanti! Kau hati- hati aku tak bisa banyak membantumu hari ini. Siska sudah balik ke Jakarta,
APAKAH PAK DION PERCAYA PADAKU?"Tuh kan, Mas Rendi juga mulai curiga!" ujar Aruna."Aruna jangan- jangan," gumam Rendi berpikir apakah mungkin sosok direktur yang memimpin rumah sakitnya seperti itu."Nah kan, Mas Rendi juga mulai curiga!" ucap Aruna sambil duduk dan mengangkat kakinya."Em! Namun semua yang aku katakan ini hanyalah dugaanku saja kok, Mas! Hehehe," sambungnya."Oh ya Kau tidak perlu menjenguk Bima besok, Mas! Kau kan libur, jadi istirahatlah. Biar Ibu yang menjaganya, kau akhirnya punya waktu untuk istirahat di rumah. Selama ini kan Mas Rendi selalu menolongku. Aku tak ingin membuatmu terganggu, biar aku yang menjaga Bima nanti," ujar Aruna."Baiklah," kata Rendi."Kalau tidak terjadi apa-apa dengan Bima harusnya dia sudah bisa keluar dari rumah sakit beberapa hari lagi. Kau tidak perlu bolak-balik rumah sakit lagi, kau bisa istirahat dengan tenang di rumah! Aku lihat wajahmu selalu kelelahan," kata Rendi sambil mengulurkan apel yang telah di kupasnya."Makanlah, Aru
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu