Home / Fantasi / Selubung Memori / 384. KELULUSAN #1

Share

384. KELULUSAN #1

last update Last Updated: 2023-10-12 13:00:07

Tiga hari kemudian, akhirnya Jesse punya laporan.

Jesse memberi kabar singkat—personal padaku ketika dia memanggilku ke ruangannya. “Empat hari lagi. Nanti malam Rapat Dewan.”

Malamnya, itu sungguhan terjadi. Bahkan di tengah hujan.

Lavi memanggil kami ke markas. Ketika dia bilang, “Sekarang pasti berniat membicarakan kelulusan, jadi—” Elang Nadir hinggap di beranda markas. Dalton bergegas menghampiri, mengambil surat undangan sebelum basah. Biasanya kalau surat undangan datang dari Elang Nadir, isinya mengundang semua anggota.

Namun, Dalton mengumumkan. “Semua tim penyerang diundang ke Rapat Dewan, kecuali nama berikut: Forlan.”

“Apa?” protes Lavi. “Apa maksudnya?”

“Tidak tahu. Itu yang tertulis.”

Lavi langsung merebut amplop. Tampaknya isi suratnya memang benar. Dia protes lagi. “Kenapa Forlan tidak diundang? Justru dia harusnya ikut!”

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   385. KELULUSAN #2

    Untuk pertama kalinya, pembicaraanku dengan Ratu Arwah tidak berakhir ketika matahari terbit. Banyak yang perlu dibicarakan dan Ratu Arwah meladeninya seolah tidak ada sesuatu yang membuatnya terburu-buru kembali.“Aku tidak punya mata di alam liar, Forlan. Aku berterima kasih apabila kau membagikan pengetahuanmu padaku.”Itu yang membuatku menceritakan semua yang terjadi sejak gubuk hutan.Ketika aku bertanya tentang Sendi, Ratu Arwah mengangguk. “Sudah sejak lama aku tahu sistem itu muncul. Dulu Aza berhasil menghancurkan semua Sendi. Sayangnya, asumsimu tepat. Sistem dalam musuh tidak hanya Sendi. Bila kita tahu seluruh pasukannya, kita tidak akan mampu melawannya. Karena itu, Forlan, kita perlu mendekat secara perlahan. Sistem Sendi bukan prioritas utama. Sebanyak apa pun kita menghancurkannya, mereka akan membangunnya lagi.”Aku belum pernah melawan satu Sendi, tetapi membayangkan Aza hampir menghancurkan semua Sendi—tet

    Last Updated : 2023-10-14
  • Selubung Memori   386. KELULUSAN #3

    Ketika kesadaranku kembali ke Padang Anushka, jam sarapan telah lewat. Aku, secara teknis, terbangun di jam paling terlambat.Aku terbangun di kamar markas. Awalnya tidak ada siapa-siapa, tetapi saat kuputuskan mencari sesuatu yang bisa kusantap di dapur markas, kusadari ada teko tengah menyala. Di bak pencucian juga ada bekas-bekas memasak seolah seseorang baru selesai membuat kue. Kemudian baru kusadari bahwa ruang tengah kelihatan baru ditempati seseorang. Dan tampaknya dia tengah menyelidiki sesuatu. Banyak lembaran berserakan di sofa santai.Aku tidak ingin bertemu seseorang sebelum mandi, jadi aku mandi.Maka ketika kembali memasuki ruang tengah, bekas-bekas kehidupan yang kulihat telah menampakkan wujudnya. Tiba-tiba apa yang terjadi semalam terlintas di kepalaku—suara-suara samar Reila yang kudengar ketika setengah tertidur atau bahkan hal-hal lain yang bisa kurasakan dari batu yang mengikat kami.Hanya ada Lavi di sofa santai. Dia dud

    Last Updated : 2023-10-16
  • Selubung Memori   387. KELULUSAN #4

    Ketika aku mencuci piring, Lavi menjelaskan kondisi Rapat Dewan.“Aku juga berangkat misi tiga hari lagi. Misi pengawalan. Ada kandidat lagi yang datang dari Lembah Palapa. Di satu waktu, aku juga mengantar kandidat yang lulus. Dan kebenarannya, aku tidak tahu kalau kau mau berangkat misi di hari yang sama. Tidak ada yang bilang itu di Rapat Dewan. Saat aku bertanya pun, Jenderal yang langsung menjawab—ada keperluan khusus yang harus kau lakukan.”Aku terkejut. “Berarti kalau aku tidak bicara, kau tidak tahu?”“Itu yang Jenderal bilang. Kalau kau saja tidak mengatakannya padaku, itu artinya aku memang orang luar yang tidak berhak tahu.”Aku agak kehilangan reaksi. “Itu... keterlaluan.”“Tapi aku tidak protes—sungguh. Kau pikir aku protes, kan?”“Biasanya kau memang protes.”“Aku tahu beberapa hari terakhir kau sering di gubuk Jenderal. Tapi, yah,

    Last Updated : 2023-10-18
  • Selubung Memori   388. KELULUSAN #5

    Keputusan para kandidat sudah final. Kara memanggil semua kapten.Semestinya aku tidak ikut, tetapi dengan kebijakan Lavi yang semestinya melanggar aturan, dia membiarkanku menemaninya. Haswin datang bersama satu set perlengkapan memancing—dulu dia tidak memilikinya, tetapi setelah Profesor Merla tahu kegemarannya pada memancing, dia memberikan satu set peninggalan suaminya secara cuma-cuma. Haswin menerimanya layaknya harta karun.“Aku tidak terlalu suka mancing, bikin bosan, tapi Forlan membuatku suka, dan tiba-tiba aku sudah jauh lebih menyukai memancing darinya,” ujarnya.Dia kaget melihatku sudah di gelanggang.“Kau bangun?” tanyanya.“Seperti yang kau lihat.”“Tadi Lavi mengusirku. Kupikir aku mengganggu proses suci.”Itu ungkapan terseram yang harus dia ucapkan di gelanggang. Tengkukku merinding. Bulu kudukku berdiri. Beruntungnya tidak ada yang terlalu mendengar, tetapi aku

    Last Updated : 2023-10-20
  • Selubung Memori   389. KELULUSAN #6

    “Sepertinya kita harus buat peringkat diva terbaru,” cetus Haswin, berhasil melempar satu kail. Dan secara teknis, dia mengatakan itu ketika ada Lavi di kano yang sama—tepat di sampingnya. Dalton dan Yasha langsung melotot padanya—seolah itu hal terjauh yang bisa mereka lakukan, dan aku juga menggertakkan gigi diam-diam menatap Haswin dengan cara paling pelan.Haswin menoleh. Di detik itu dia baru sadar lagi ada Lavi di sampingnya. Darah dinginnya langsung naik ke kepala sampai rautnya pucat.Secara teknis, kami diam. Lavi menghadap arah yang berbeda dari Haswin. Aku menghadap arah yang sama dengan Haswin—berhadapan dengan Dalton dan Yasha. Mereka berdua di kano berbeda, sementara aku, Lavi, dan Haswin di kano paling besar. Jadi, kami saling membisu menatap satu sama lain seolah salah satu dari kami baru ketahuan pipis di danau oleh cewek paling cantik. Secara teknis, Lavi masih sibuk melempar kail ke arah yang tepat. Tampaknya dia tidak t

    Last Updated : 2023-10-22
  • Selubung Memori   390. KELULUSAN #7

    Kami membawa boks yang terbuat dari campuran perak dan besi berkilau itu ke daratan—merapat lebih cepat dari kano Dalton, Yasha, dan Lavi. Sepertinya karena mereka melihat kami merapat, mereka juga bergegas merapat.“Katakan padaku ini bukan mimpi,” kata Haswin, menyambut mereka.“Boks apa itu?” tanya Yasha.“Em, ikan,” jawabku. Dadaku masih berdebar-debar.“Kau pakai kemampuanmu?” tanya Dalton, menyambar boks. Lavi tertarik ikut melihat dan mereka langsung terkejut mendapati isi boks itu jauh lebih penuh dari semestinya. Dalton sampai menjatuhkan boks saking terkejutnya.“B-Bagaimana bisa?!” tuntutnya.“Katakan padaku ini bukan mimpi,” ulang Haswin.“Apa yang terjadi?” tanya Lavi. “Kemampuan barumu?”“B-Bukan,” jawabku.“Astaga.” Haswin menghela napas panjang. “Ini bukan mimpi.”

    Last Updated : 2023-10-24
  • Selubung Memori   391. KELULUSAN #8

    Besok malamnya, pesta api unggun berlangsung lebih meriah dari biasanya.Barangkali karena dua hal penting: pertama, kami merayakan kelulusan dan peresmian kandidat baru—terlepas ada delapan kandidat yang punya status dilepas alias dibuang, kami tetap menganggapnya kelulusan—kedua, karena ini pesta api unggun pertama yang dilakukan di kompleks gerha. Sumur tua yang menjadi titik tengah pekarangan sudah hilang, digantikan tungku raksasa—yang jauh lebih besar dari yang pernah ada di kompleks asrama. Api berkobar. Asap membumbung tinggi bersama riuh tawa para penghuni yang bersenang-senang. Di sekitar tungku raksasa ada api unggun kecil tempat para penghuni membakar bahan mentah. Secara teknis, pekarangan kompleks gerha lebih besar dari kompleks asrama, tetapi jarak antara penghuni justru tidak begitu lebar. Joglo bersinar begitu megah, anak tangga yang biasanya kosong kini dipenuhi penghuni yang bercengkerama. Sekarang tangga itu menjadi tempat duduk dewan. Ad

    Last Updated : 2023-10-26
  • Selubung Memori   392. KELULUSAN #9

    Haswin memintaku datang ke pondok utama keesokan harinya.Secara teknis, aku dan Lavi selalu bersama, jadi aku memintanya agar tidak ikut saat ingin berangkat ke pondok utama. Kupikir dia menuntut sampai bertanya-tanya, tetapi ternyata dia menurut sangat mudah. “Aku di gerhamu. Main sama Fal. Sudah lama aku tidak mengelus Pita.”Itu membuatku tercengang. Dia tertawa ketika kubilang aku sudah berpikir dia akan memaksa ikut. “Ya ampun. Kau pikir aku penjagamu?”Kalau kupikir lagi, Lavi memang seperti itu.Belakangan dia hanya terlalu banyak memikirkan hal idiot—sejujurnya aku juga—jadi Lavi terkesan berbeda. Lavi yang sebenarnya tidak akan membiarkanku terkekang sesuatu. Dia membebaskanku, bahkan alih-alih melarang melakukan hal idiot, dia tipe yang akan ikut melakukan hal idiot—bahkan mendukung keras.Tampaknya yang berpikir Lavi ikut bukan hanya aku. Pondok utama tidak terlalu berubah—jadi di ruangan

    Last Updated : 2023-10-28

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status