Hari kedua berjalan cukup oke bagi tim penyerang.
Lavi bersumpah—dan mewajibkan semua tim penyerang bersumpah—agar kami memaksimalkan hari ini untuk emas di semua cabang. Lavi bilang, “Siapa pun yang gagal, dia membersihkan markas baru sampai satu bulan. Tidak boleh protes.”
Cabang atletik diadakan di padang rumput, terbuka untuk semua orang.
Cabang pertama lompat jauh. Elton. Mungkin lawan tersulitnya Laher atau Lukas. Baru kali ini aku sadar kalau tim stok dipenuhi para pemilik bakat fisik. Aku lupa fakta kalau mereka harus lulus orientasi sebelum dinyatakan masuk tim. Tentu saja mereka punya fisik yang lebih mumpuni dibanding darah campuran biasa.
Elton paling jauh. Dan benar. Disusul Laher—tim stok. Dan Lukas.
Yang mengecewakan datang dari ajang lompat tinggi—Dalton. Lawannya lagi-lagi Lukas. Tim stok diwakili Ettan. Dan tim tungku—tidak lain tidak bukan si pemilik bakat alami kelincahan dan refleks: Mi
Undian teritorial permainan bendera dilakukan—perwakilan tim penyerang Elton, jadi tidak ada yang benar-benar bisa protes. Sebenarnya aku bilang ke Lavi kalau sebaiknya aku yang undian, tetapi Lavi menolak. “Biarkan saja dia. Kau saja melarangku ke sana. Tanggung jawabmu menemaniku dan Fal.”Undian selesai. Elton kembali. Teritorial tim penyerang di pondok utama.Kawasan yang cukup strategis untuk pertahanan, tetapi tidak begitu cocok untuk rencana yang sudah kami susun. Wilayah itu hanya punya satu pintu masuk—anak tangga—jadi rencana kami yang membutuhkan jalur dari segala arah lumayan mustahil dilakukan. Lavi akhirnya memutuskan mengubah rencana.“Di mana teritorial yang lain?” tanyanya.“Kita dekat dengan kandidat baru,” jawab Elton. “Kandidat baru berpusat di gelanggang. Tim stok di ladang. Tim bertahan di markas tim bertahan. Tim medis gabungan di hutan markas lama. Tim tungku di pintu masu
Hujan berhenti menjelang sore. Keadaannya cukup mengkhawatirkan. Tak terlalu mengancam. Hanya becek, tetapi bisa dipastikan selepas permainan, apa pun yang kami pakai bakal kotor.“Tidak pakai pelindung apa pun?” tanyaku, ke Lavi.“Hm,” dia sempat mempertimbangkan itu, “tidak berbahaya, sih. Kau tidak pakai juga? Lawanmu lebih berbobot. Aku cuma perlu pedang kayu.”“Aku punya firasat aku tidak butuh itu.”“Sejujurnya aku juga punya firasat tidak butuh itu. Bahkan aku tidak merasa butuh pedang kayu. Kalau butuh, kurasa aku hanya bakal merampas. Lagi pula, ini bukan pertandingan. Ini permainan. Tidak perlu seserius itu.”Sebelum permainan, di padang rumput, semua pemain berkumpul. Pemain paling mencolok ada di kandidat baru. Mereka memakai perlengkapan lengkap bak sedang bersiap pada serangan musuh. Pelindung kayu, tameng, pedang kayu. Kalau kupikirkan lagi, persiapan mereka saat ini jauh le
Itu bukan lagi pertempuran. Itu benar-benar permainan.Kondisi sehabis hujan. Ladang penuh rawa. Meski ada padi tertanam, bukan berarti mereka menahan diri. Sebagian tim stok mengambil segumpal lumpur, lalu melemparnya membabi buta ke arahku dan Dalton. Dan bukan hanya tim stok. Tim tungku juga tanpa ragu mengotori diri mereka, melempar segumpal lumpur.“Tahan mereka! Jangan sampai kemari!” seru Dhiena di teritorial.“Kau juga serang mereka!” balas Mika, melempar lumpur ke Dhiena.Serangan itu tepat kena wajah Dhiena. Sedetik, mereka berpandangan satu sama lain. Dhiena menatap Mika tanpa ekspresi. Mika seperti, “Aduh, salah.”“Sini kau!” bentak Dhiena. Mereka tiba-tiba sudah saling serang.“Kenapa kalian bertengkar? Hei!” seru Isha, menengahi mereka, meski tak ada gunanya. Dia juga kena serangan lumpur.Di pihak kami, aku dan Dalton dikerubungi tim stok—Oto, Saga, Laher
Penutupan pesta olahraga, tentu saja pesta api unggun.Selepas permainan bendera, ketika semua orang kembali sembari terbahak-bahak dengan penampilan satu sama lain, para kandidat baru kaget melihat semua orang dipenuhi lumpur. Tampaknya itu membuat mereka iri karena tidak terlibat di permainan ladang. Haswin, sebagai penggagas ide empat tim gabungan, mengaku kalau sengaja tidak mengajak mereka.“Kami perlu umpan,” katanya.Hanya itu penjelasan yang dia ucapkan. Tidak ada satu pun dari kami—tim penyerang—yang penasaran apa maksudnya. Sepertinya kami sudah bisa mengerti mengapa para penghuni memberi jarak begitu lebar pada kandidat baru.Sayangnya, ketika para cowok kembali dari padang rumput, Bazz bertanya mengapa mereka tidak mengajak kandidat baru. Sepertinya dia hanya ikut arus.“Kita perlu membuat mereka betah di sini, itu sudah pasti,” gumam Laher, dengan aura lemasnya yang normal, “tapi kalau terlalu
Di pesta api unggun, Haswin juga mengumumkan sesuatu yang membuat penghuni Venus dan Mars bersorak kegirangan .“Kita akan merenovasi Venus dan Mars.”Dia juga sudah memberikan gambaran umum tentang Venus dan Mars yang baru. Kurang lebih bukan lagi asrama, tetapi kompleks. Agak beda dengan gerha yang punya wilayah khusus layaknya rumah, Venus dan Mars yang baru lebih mirip kompleks vila dengan pembagian wilayah untuk setiap orang. Intinya, bangunannya akan dirombak besar-besaran, sehingga wilayah asrama benar-benar hanya asrama. Tidak ada gudang senjata. Tidak ada gedung terbengkalai. Begitu masuk kompleks, maka hal pertama yang ditemukan adalah gerbang. Dua gerbang. Venus dan Mars. Kalau dilihat dari skala pengerjaannya, ini proyek terbesar Haswin.Karena itu, Haswin juga meminta, “Pergilah jauh-jauh dari asrama. Untuk sementara, Venus tinggal di Gerha. Tersebar. Mars di pondok utama. Kandidat baru di Balai Dewan. Tidak lama. Paling lama
Malam sisa sedikit lagi, tetapi Bibi menemaniku menjelajahi Joglo.Dari pusat Joglo, bangunan ini terlihat seperti hanya punya dua lantai. Satu lantai untuk ruangan luas, kursi perapian, dan relief. Satu lantai lagi terlihat untuk penyimpanan dokumen-dokumen bertuliskan aksara kuno. Hanya beberapa orang yang bisa membaca aksara kuno. Meski salah satu syarat kelulusan orientasi harus mampu membaca aksara kuno, seiring berjalannya waktu, karena jarang digunakan, kemampuan membaca aksara kuno juga mulai terkikis. Sejauh yang kutahu, Lavi, Reila, dan Nuel adalah orang-orang yang punya kemampuan baca tulis terbaik.Aku salah satu yang bisa membaca. Aza punya pelajaran sangat ketat untuk aksara kuno. Itu mengizinkanku mengerti sebagian buku-buku di lantai dua—meski aku juga tidak punya terlalu banyak waktu untuk mempelajari isi bukunya.Bicara tentang Joglo, rahasia bangunan ini tidak terletak di apa yang terlihat melalui pusatnya. Namun, bagian dalamnya. Dan be
“Dibilang Perbatasan, sebenarnya tempat ini juga sudah di dunia roh,” jelas Bibi. “Pelindung mungkin lebih tepat disebut perbatasan.”Kami duduk di bilik kantor.Di tempat aneh itu juga ada sebuah bangunan mirip istana. Bibi mengajakku masuk ke sana, mendapati lebih banyak makhluk aneh yang tidak pernah kulihat. Aku melihat kakek cebol yang membuatku teringat dengan kengerian vila monster, tetapi begitu kusadari dia agak berbeda. Dibilang kakek, mereka lebih seperti orang kerdil yang punya kulit seperti kadal. Entah, aku tidak tahu cara mendeskripsikan itu, tetapi Bibi bilang, “Mereka roh alam. Peri pohon. Kalau yang mengelilingimu ini—” Bibi menunjuk peri-peri berwarna-warni yang mengelilingiku. “Peri bunga.”“Peri bunga?”[“Kau merawatku di pondok. Lupa? Aku pendampingmu.”]“Eh begitu? Anda bisa bahasa manusia?” tanyaku, entah bagaimana.
Kunjungan terakhirku di tempat itu adalah ketika Bibi mengantarku ke area penyimpanan layaknya bilik loker raksasa. Bilik itu ada di bagian terdalam gedung aneh, yang terdiri dari banyak pintu besi dengan gembok.“Senjata dan peninggalan pejuang yang telah pergi tersimpan di sini,” jelas Bibi. “Biasanya dewan meletakkan senjatanya di tempat penyimpanan Joglo, lalu senjata itu terkirim kemari. Saat mau mengambilnya lagi, tulis senjatanya, tunggu semalam. Senjatanya akan ada di sana lagi. Kau pasti pernah dengar ini.”“Mirip sistem pembangunan,” kataku. “Atau botol kaca Pulau Pendiri.”“Sistem itu juga berlaku untuk penyimpanan. Ibumu pernah menggunakan sistem ini untuk uang. Di sinilah benda itu terkirim.”“Ibu pernah?” tanyaku, entah bagaimana kaget.“Hampir semua orang pernah.” Bibi mengangguk. “Meski tidak sungguhan mengerti apa yang terjadi, tapi penyimpana